“Dengan status agung Tuan Javier, kalau kamu berasumsi dia bersekongkol dengan Kayla untuk mencelakaimu, sepertinya semuanya terdengar nggak begitu masuk akal.”Ucapan Candice membuat Claire terdiam beberapa saat. Kemudian, terdengar lagi suara Candice. “Kalaupun Tuan Javier tahu masalah enam tahun lalu, bukankah seharusnya dia tahu ketiga anak-anakmu adalah anaknya? Dia juga nggak perlu lakukan tes DNA lagi.”Claire menunduk. “Aku mengerti maksudmu. Mungkin dia nggak bersekongkol sama Kayla untuk mencelakaiku, tapi dia itu kekasihnya Kayla. Pokoknya aku nggak suka sama semua orang yang berhubungan sama Kayla.”Intinya, Claire membenci Javier!Tiba tiba Candice kepikiran sesuatu, lalu tersenyum. “Gimana kalau kamu pertimbangkan kakak iparku? Sepertinya, dia suka banget sama Jody dan Jessie. Seharusnya dia bersedia untuk menjadi ayah dari anak-anak.”“Hehe, selain menjebakku, kamu juga ingin menjebak kakak sepupumu sendiri?”Seandainya penggemar Cahya mendengar ucapan Candice tadi, sepe
Claire terpaksa berbohong. Meski dia tahu lelaki pada enam tahun silam adalah Javier, dia juga tidak bisa menerima kenyataan itu ….Semakin dekat anak-anak dengan Javier, semakin besar kemungkinan Imelda dan Kayla akan melukai mereka.Jody menoleh untuk melihatnya. “Ibu, kenapa kamu takut kami mendekati paman itu?”Claire tidak menjawab. Tentu saja karena Claire takut Javier akan mengetahui kenyataan mereka bertiga adalah darah dagingnya! Dia juga khawatir Imelda dan Kayla akan melukai anak-anaknya.“Ibu, kamu sedang mengerutkan dahimu, itu berarti kamu merasa tidak tenang atau takut. Jangan-jangan paman itu ada hubungan apa-apa dengan kami?”Kali ini Claire langsung membantah, “Dia benar-benar nggak ada hubungan apa-apa sama kalian!”Jody mengangkat-angkat pundaknya. “Perubahan nada bicara Ibu sudah mengkhianatimu. Ibu sedang merasa takut!”“Aku ….” Claire sungguh tidak tahu harus berkata apa lagi.Kenapa Claire melupakan Jody yang masih kecil ini lebih tertarik dengan ilmu psikologi
Claire sengaja melambatkan langkahnya untuk menguping pembicaraan mereka. Keningnya spontan berkerut. Javier malah mempublikasikan masalah tes DNA?Tatapan Claire tertuju pada beberapa karyawan yang sedang menunggu di depan lift. Sepertinya mereka sedang fokus dengan gosip yang cukup mengejutkan itu. “Serius? Kamu jangan asal ngomong.”“Asistennya sendiri yang ngomong, kok. Dia kan orang kepercayaan Tuan Javier. Mana mungkin dia asal bicara?”“Tapi Tuan Javier aneh juga. Kenapa dia melakukan tes DNA di Pusat Laboratorium Forensik di Kota Jimbar? Kenapa nggak di dalam kota saja?”Claire berjalan dengan gugup. Ada apa ini? Jangan-jangan Javier tidak percaya dengan hasil tes DNA itu?Padahal George juga sudah melakukannya dengan sangat hati-hati. Lagi pula, bukankah Javier hanya ingin membuktikannya saja? Setelah mengetahui anak-anak tidak ada hubungannya dengannya, bukankah Javier seharusnya tidak curiga lagi?Jika Javier benar-benar melakukan tes DNA di Pusat Laboratorium Forensik Kota
“Soul?” tanya Fendra dengan bingung.“Setiap hasil karya yang diciptakan memiliki nilainya masing-masing. Meskipun benda itu hanyalah benda mati, kalau nggak ada jiwa di dalamnya, hasil karya itu pun nggak ada nilainya.”Mendengar penjelasan Claire, Fendra pun mengangguk. Saat dia hendak mengatakan sesuatu, terdengar suara dari depan pintu.“Jiwa dari setiap hasil karya berasal dari desainer. Emm, maknanya bagus juga.”Melihat Javier berjalan ke dalam ruangan, senyuman di wajah Claire langsung terkaku.Kenapa Javier bisa kemari?Fendra pun hanya mengangguk mengiakan ucapannya saja.Javier menatap Fendra. “Apa kamu adalah Pak Fendra? Namamu cukup terkenal di dunia perhiasan.”Fendra tersenyum. “Tuan Javier pernah mendengar namaku? Wah, aku merasa sangat terhormat.”“Tuan Javier, kenapa kamu punya waktu luang untuk datang ke sini?” Claire tersenyum. Sekarang Claire telah mengetahui lelaki pada enam tahun silam adalah lelaki di hadapannya ini, dia merasa dunianya sudah hampir runtuh saja.
Fendra terbengong. “Ada apa dengan Tuan Javier?”Claire mengangkat-angkat pundaknya. “Entah, mungkin tiba-tiba nggak ingin minum teh lagi.”Di Kediaman Adhitama.Imelda sedang mondar-mandir di dalam ruang tamu dengan gelisah. Entah bagaimana hasil tes DNA di sana.Kayla duduk di sofa sambil maskeran wajah. Melihat ibunya yang begitu gelisah, dia pun berkata, “Ibu, kenapa kamu mondar-mandir? Nggak peduli bagaimana hasil tes DNA itu, aku nggak akan membiarkan kedua anak haram itu begitu saja.”Imelda terkejut langsung memalingkan kepalanya. “Apa maksudmu?”“Kalau terjadi apa-apa terhadap dua bocah itu, bukankah kita akan tahu siapa wanita di belakang mereka?”Kayla melepaskan masker di wajahnya. Dia sudah mengaturnya dengan baik. Jadi, tidak peduli apakah hasil tes DNA itu asli atau bukan, dia tetap ingin tahu siapa wanita di balik kedua anak haram itu!Imelda merasa agak khawatir. “Tapi gimana kalau sampai ketahuan?”“Apa yang lagi Ibu takutkan? Aku juga bukan ingin membunuh mereka. Aku
“Paman, diikat pita, ya?” Jessie mulai menangis lagi. Air mata mulai membasahi wajahnya.“Jangan menangis!” jerit si lelaki hingga suaranya menjadi serak.Jessie yang merasa takut itu langsung menunjukkan wajah cemberutnya. Dia hanya menangis sambil menatap si lelaki saja.Setelah itu, si lelaki mengikuti kemauan si anak kecil untuk diikat pita. Dia berdiri, lalu berjalan ke belakang lelaki botak. “Menurutmu, apa Nona Kayla itu sudah gila? Dia malah beri kita dua miliar untuk tangkap dua bocah ini?”“Kenapa? Kamu nggak suka sama uang?” Si lelaki botak menyalakan sebatang rokok, lalu menyela, “Kalau kamu nggak mau kerja, kamu bisa pergi sana. Aku seorang diri juga sanggup untuk menghadapi dua bocah ini!”“Mau! Kenapa nggak mau? Hanya saja, aku merasa kurang menantang.” Si lelaki tersenyum lebar.Menculik dua anak kecil bisa mendapatkan uang dua miliar? Bagaimana kalau menculik empat anak? Bukankah akan diberi uang empat miliar?Jody bisa mendengar ucapan mereka. Dia mengangkat kepalanya
“Kamu … Kamu Tuan Javier? Kalau kamu … kamu … kamu ingin selamatkan dua anak ini, beri kami 20 miliar. Kalau nggak, kamu akan menghabisi mereka!”Tatapan Javier berubah dingin dan tajam. Dia melirik Roger yang berada di sampingnya.Roger mengerti langsung mengambil jas, bersamanya keluar ruangan.“Dua puluh miliar? Aku akan memberikannya. Kalau mereka kehilangan satu helai rambut saja, aku akan bunuh kalian.”Javier mengakhiri panggilan, lalu menyerahkan ponselnya kepada Roger. “Periksa alamatnya.”Si lelaki berjalan ke sisi temannya. “Kak, Tuan Javier benar-benar bersedia memberi kami 20 miliar!”Si Botak tidak berbicara. Sebenarnya dia juga tidak menyangka Javier bersedia menebus kedua bocah ini dengan 20 miliar. Saat si Botak sedang memikirkan sesuatu, Jody sudah berhasil memutuskan tali di tangannya.Berhubung mereka berdua membelakangi Jody, mereka juga tidak menyadari Jody sudah berdiri di belakang mereka. Tanpa berbasa-basi, Jody langsung merampas pisau dari tangan si lelaki. S
Javier pun terkejut. Kedua anak ini memang sangat cerdas. Namun, saat dia melihat Jody, malah tampak tatapan dingin di wajah anak itu.Javier menurunkan Jessie, lalu berjalan ke sisi Jody.“Tuan Javier, kenapa kamu bisa ke sini?” Angela pun terbengong. Jangan-jangan demi kedua anak ini?Javier mengangguk, lalu mengangkat tangannya hendak mengusap kepala Jody. Namun, Jody malah mengelak. “Jangan sentuh aku! Kalau bukan karena kamu, kami juga nggak bakal diculik.”Kening Javier spontan berkerut. Dia hanya menatap Jody tanpa berbicara apa-apa. Mereka bisa diculik gara-gara dirinya?Jessie berlari pergi menggandeng tangan Jody. “Kak, jangan bicara seperti ini ….”“Kenyataannya memang begitu. Kamu sudah dengar sendiri apa yang dikatakan kedua penculik tadi. Semua ini ulah wanitanya!”Melihat tatapan dingin Jody, Javier pun terkejut.Roger juga merasa kaget. Wanitanya Tuan Javier? Jangan-jangan … Nona Kayla?Javier setengah berjongkok untuk menatap kedua mata Jody. Meski kedua mata si cilik
Yogi menurunkan kelopak matanya. “Pak Guru sudah berbudi terhadapku dan juga sangat memprioritaskanku. Seumur hidupku, aku tidak akan mengecewakan harapan Pak Guru. Kalau tidak, aku, Yogi, akan mati dengan mengenaskan.”Kemudian, Yogi melangkah mundur selangkah, lalu berlutut. Saat dia hendak bersujud untuk menyembah Tobias, Tobias langsung memapahnya. “Berdirilah, anak laki-laki jangan sembarangan berlutut. Aku merasa tidak cocok untuk mengatakan hal seserius ini dengan berlutut.”Yogi mengangkat kepalanya untuk menatap Tobias. “Pak Guru.”Tobias memapahnya untuk berdiri. “Panggil aku Ayah saja.”Yogi tersenyum. “Ayah.”“Patuh.” Tobias mengangguk dengan puas sembari menatapnya. “Besok aku dan Dessy akan temani kamu untuk pulang ke Yasia Tenggara.”“Ayah, aku bisa pulang sendiri.”“Tidak boleh. Kalau aku tidak berada di sana, orang-orang itu pasti akan menindasmu. Sekarang kamu itu putraku, aku mesti membelamu.”Devin dan yang lainnya ikut tersenyum. Mereka sungguh gembira atas masalah
Yogi tersenyum. “Sekarang sudah tidak tergolong benci.”“Semua ini juga bukan tergantung kemauanmu. Yogi, selama masih ada darah Keluarga Amkasa di dirimu, kamu mesti pulang bersamaku!”Benny langsung melayangkan perintah kasar. Meskipun dengan diculik, dia juga tidak akan mengizinkan Yogi menolak permintaannya.Devin dan yang lain juga tidak tinggal diam. Mereka takut orang-orang itu akan membawa Yogi secara paksa.Pada saat ini, Tobias yang berjalan dengan menopang tongkat dan juga dipapah Dessy berjalan ke dalam. Salah satu tangannya diletakkan di belakang punggung sembari memegang tasbih. “Lho, pagi-pagi malah sudah seramai ini. Ternyata Pak Benny juga lagi di sini.”Langsung terlukis ekspresi tidak bersahabat di atas wajah Yogi. “Pak Tobias, kenapa kamu juga ada di ibu kota?”“Ariel sedang berada di ibu kota. Tentu saja aku juga mesti bersamanya. Hari ini aku kepikiran untuk melihat muridku. Siapa sangka aku akan bertemu kamu di sini.”Tobias menunjukkan senyuman bersahabat. Dia m
Gerakan Hiro berhenti. Dia mengangkat kelopak matanya. “Kenapa kamu bertanya seperti ini?”Emilia menggaruk wajahnya. “Kamu sudah tinggal lama di penginapan ini, apalagi kamu juga sudah akrab dengan orang-orang di penginapan. Tiba-tiba kamu mau pergi, mungkin mereka akan nggak merelakanmu.”Tiba-tiba Hiro tertawa. “Terkadang aku masih akan kembali.”“Ah … begitu, ya?” Emilia tertawa canggung.Hiro melihat ke sisi Kiumi. “Kalau begitu, malam ini Kiumi tidur di tempatku saja.”Emilia mengangguk. “Oke, kalau begitu, aku nggak ganggu waktu istirahatmu lagi.”Emilia membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan tempat. Langkah kakinya sangat cepat ketika menuruni tangga. Kebetulan dia bertemu dengan Mike, dia pun merasa kaget. “Bos?”Ketika Mike tidak melihat Kiumu, dia tahu apa yang telah Emilia lakukan. Mike spontan tersenyum. “Kenapa kamu malah merasa gugup? Apa kamu tidak merelakan kepergiannya?”“Nggak, ah!”“Sudahlah, aku sudah kenal lama sama kamu, apa mungkin aku tidak memahamimu? Apa kam
Orang yang berada di tepi menelepon polisi. Dia sekalian mengulurkan bantuan menarik mereka ke pinggir danau.Emilia segera berjalan ke belakang Hiro. Hiro membantu pria itu untuk melakukan CPR. Beberapa saat kemudian, pria itu terbatuk-batuk dan memuntahkan air. Kali ini, dia baru siuman.Setelah melihat kondisi ini, Emilia pun langsung menghela napas lega.Polisi juga segera tiba di lokasi. Setelah orang-orang di sekitar memahami kondisi, dia berjalan ke hadapan Hiro. “Permisi, Tuan, bisa ikut kami untuk melakukan catatan?”Hiro mengangguk.Di dalam kantor polisi, Emilia sedang menunggu di koridor. Ketika melihat Hiro keluar setelah memberi catatan, Emilia berjalan mendekatinya. “Apa kamu baik-baik saja? Gimana kalau kita kembali ke penginapan buat ganti baju?”Hiro membalas, “Oke.”Setelah kembali ke penginapan, Mike merasa bingung ketika mendengar kabar ada orang bunuh diri. “Kenapa malah bunuh diri?”“Siapa juga yang tahu? Mungkin dia lagi ada masalah, merasa tidak pantas untuk hi
Bukannya Ariel tidak ingin menggendong anak-anak, tetapi ayahnya dan Jodhiva tidak mengizinkannya. Tobias takut Ariel tidak bisa mengendalikan tenaganya, nantinya malah akan menyakiti anak-anak ….Dacia pun tertawa. “Aku mengerti. Tapi semuanya juga bukan masalah. Kamu mesti lebih banyak istirahat pada tiga bulan pertama. Selain memberi ASI, biasanya cuma perlu tiduran saja.”Ariel mengedipkan matanya. “Ternyata orang yang sudah jadi ibu lebih berpengalaman.”Jerremy dan Dacia tinggal beberapa saat sebelum meninggalkan tempat. Ariel berjongkok di samping ranjang bayi sembari menatap kedua bocah. Dia menggunakan jari tangannya untuk menoel pipi mereka. Rasanya empuk sekali. Kulit anak-anak memang lembut.“Kenapa tidak pakai sepatu?” Entah sejak kapan Jodhiva berdiri di depan pintu. Ariel pun menoleh dan berkata, “Aku datang untuk lihat anak-anak saja.”Jodhiva mengambil sandal, lalu meletakkannya di hadapan Ariel. “Dipakai. Kamu lagi masa nifas, jangan sampai masuk angin.”Ariel memakai
Dessy juga berkata, “Iya, Nona. Kami semua ada di luar untuk menemanimu.”Ariel melihat ke sisi Jodhiva. Jodhiva mengangkat tangannya untuk merapikan rambut yang menempel di pipi Ariel. “Ariel sudah bekerja keras.”…Kabar Ariel melahirkan anak kembar telah tersebar sampai ke luar negeri. Jessie dan Jules langsung menelepon Jodhiva untuk memberi ucapan selamat.Setelah menutup telepon, Jodhiva membawa Ariel ke ruangan kaca untuk melihat kedua bayi itu.Ariel bersandar di jendela, menatap dua makhluk kecil yang masih keriput itu. Dia spontan tersenyum. “Mereka kecil sekali …. Kalau sudah besar nanti, pasti bakal mirip sama kamu.”Kalau anak-anak mirip ayah mereka, mereka berdua pasti akan sangat tampan.Jodhiva tersenyum dengan pelan, lalu merangkul bahunya. “Apa kamu mau istirahat?”“Nggak mau. Aku mau lihat mereka.”“Oke, kalau begitu, aku temani kamu.”Setelah selesai melihat anak-anak, mereka berdua kembali ke kamar. Mereka menyadari Jerremy dan Dacia datang dengan membawa banyak su
“Le … Levin?” panggil Yunita dengan suara kecil. Dia juga mengangkat tangan untuk mendorong Levin, tetapi dia tidak merespons sama sekali, tidurnya sangat nyenyak.Kali ini, giliran Yunita yang tidak bisa tidur. Dia hanya bisa bertahan hingga pagi hari.Saat matahari mulai bersinar, kegelapan di dalam kamar sudah mulai menghilang. Saat Levin membuka matanya dan melihat wajah yang begitu dekat dengan dirinya, dia spontan tertegun.Levin mengangkat kepalanya dan langsung menarik napas dalam-dalam. Selagi Yunita masih belum bangun, dia segera memindahkan tangannya dengan perlahan.“Pose tidurmu memang keren sekali.” Entah sejak kapan Yunita bangun. Dia sedang menatap Levin.Levin langsung duduk di tempat. Dia menekan keningnya dengan membelakangi Yunita. “Aku … aku sudah terbiasa untuk tidur sendirian.”Yunita juga ikut berdiri. Berhubung terus mempertahankan satu pose saja, lengannya terasa pegal. Dia menatap Levin. “Aku pergi mandi dulu.”Setelah Yunita memasuki kamar mandi, Levin langs
Levin mendorong pintu kamar, lalu berjalan ke dalam. Ketika melihat Yunita sedang mengambil foto albumnya, dia segera menghentikan Yunita. “Jangan dilihat!”Ketika melihat Levin begitu melindungi foto album itu, Yunita pun menyipitkan matanya. “Jangan-jangan ada foto yang nggak boleh dilihat di dalam album?”“Nggak ada hubungannya sama kamu. Ayahku suruh kamu tidur di kamarku, tapi aku tidak suruh kamu untuk sembarangan sentuh barangku!”“Malahan aku mau sentuh.” Yunita mengulurkan tangannya hendak merebut foto album. Levin menggenggam pergelangan tangan Yunita. “Apa kamu bersikeras ingin melihat fotoku? Jangan-jangan kamu suka sama aku?”Yunita terdiam membisu.Beberapa saat kemudian, Levin spontan kepikiran dirinya masih meraih tangan Yunita. Dia segera melepaskannya, lalu menggenggam foto album dengan erat. “Kamu boleh sentuh yang lain.”Levin membalikkan tubuhnya hendak berjalan pergi. Siapa sangka Girman malah memasuki kamar dengan santai. “Mau foto album? Ada banyak di tempatku.
Yunita bertanya, “Apa boleh aku menyentuhnya?”Girman mengangguk. “Tentu saja boleh. Kacang, kemari.”Setelah mendengar suara Girman, Kacang melompat menuruni sofa, lalu berjalan ke hadapan Girman.Girman mengelus kepalanya.Yunita juga mengulurkan tangannya dengan penuh hati-hati. Kacang mengangkat kepalanya untuk mengendus tangan Yunita. Ia juga tidak menolak untuk dibelai Yunita.Saat kepalanya dielus, Kacang menjulurkan lidahnya dan menyipitkan matanya. Ia kelihatan sangat menikmatinya.Girman berkata, “Kacang penurut sekali, ‘kan?”Yunita ikut tersenyum. “Iya, penurut sekali.”Levin berdeham, hendak memanggil Kacang ke sisinya. Siapa sangka Kacang hanya memalingkan kepalanya melirik Levin sekilas, tetapi tidak bergerak sama sekali.Kening Levin berkerut. “Dasar tidak patuh. Cepat ke sini.”Kacang mendengus. Ia kelihatan sangat penat.Girman memelototi Levin, lalu berkata pada Yunita, “Yunita, kalau kamu belum makan, malam ini kamu makan di rumah saja.”Yunita terdiam sejenak, lalu