Claire meletakkan tangannya di bahu Javier sembari bertanya, "Apakah Roger sudah siap sekarang?" Javier mengangkat alisnya sambil bertanya balik, "Bagaimana menurutmu?"Malam harinya, di luar ruang ICU rumah sakit, sudah tidak ada yang berjaga. Seorang perawat sedang melakukan pemeriksaan ke kamar pasien. Begitu melihat ada dokter yang mendekat, dia pun menyapanya. Dokter itu hanya menganggukkan kepala, lalu melangkah menuju ruang ICU.Saat berada di luar pintu, dia memandang perawat yang telah menjauh, lalu membuka pintu dan berjalan masuk. Seiring dengan pencahayaan lampu samar yang masuk dari luar, dia melihat seseorang terbaring di ranjang pasien. Dokter itu mendekati ranjang dan mengeluarkan sebuah jarum suntik dari saku pakaiannya.Dokter itu menusukkan jarum tersebut ke dalam kantung infus dan hampir menekan jarum untuk menyuntikkan cairan obat. Namun, lampu di dalam ruangan tiba-tiba menyala. Begitu berbalik, Roger langsung menghajarnya hingga jatuh ke lantai.Roger segera mena
Claire meliriknya dan berbisik pelan, "Kamu nggak usah mengkhawatirkanku, aku bisa menangani ini." Ada beberapa orang yang mungkin tidak tahan melihat kekerasan dan bisa merasa mual. Meskipun Claire merasa tidak nyaman, dia masih mampu menangani situasi ini.Javier hanya tersenyum. Roger berdeham, lalu sosok berpakaian hitam itu pun menghentikan aksinya. Pria yang telah dihajar hingga babak belur itu tersenyum dengan gigi yang berlumuran darah seraya berkata, "Nggak peduli bagaimana kalian menyiksaku ... semua itu dilakukan olehku. Kalau kalian sehebat itu, hajar saja aku sampai mati."Sosok berpakaian hitam itu mendekati Javier, lalu berkata dengan hormat, "Tuan, orang ini sangat keras kepala. Nggak peduli bagaimana kita menghajarnya, dia tetap nggak mau memberi tahu siapa rekannya."Javier menatap tajam ke arah pria yang terluka, lalu berkata dengan dingin, "Kalau dia masih ingin menderita, biarkan dia terus menderita." Javier mengajak istrinya untuk duduk di sofa sembari mengambil m
Claire tersenyum sambil berkata, "Ketika aku bertanya tadi, pupil matamu jelas melebar. Itu menunjukkan bahwa kamu sangat gugup dengan pertanyaan ini. Saat menjawab nggak punya, kamu sempat ragu-ragu sejenak.""Aku sudah mengatakan nggak punya!" bantah pria itu. Dia tiba-tiba panik, seolah-olah ingin melawan dengan segala tenaganya. Namun, dua sosok berpakaian hitam segera menahannya. Claire agak terkejut, tetapi segera kembali tenang.Wanita itu berdiri perlahan dan menatapnya tanpa ekspresi sambil berkata, "Aku memang nggak tahu apa yang sedang kamu sembunyikan, tapi kamu sebaiknya memikirkan baik-baik, apakah kamu punya kemampuan untuk menjaga keamanan mereka.""Kamu sudah melihat akhir yang dialami oleh Pak Wilbert dan Bu Winny. Bagaimanapun, kalian yang mencelakainya sendiri, jadi tentu paling paham," lanjut Claire. Pria itu terbaring di lantai tanpa bergerak, entah karena kehabisan tenaga atau menyerah. Matanya tampak kosong dan melihat ke arah yang lain.Javier berjalan mendekat
Ekspresi Rosy sedikit berubah saat dia menyadari sesuatu. Rosy berujar, "Claire, kalau nggak ada bukti, jangan harap kamu bisa menuduhku!""Aku nggak menuduhmu," sahut Claire. Dia mengedipkan mata, lalu melanjutkan sambil tersenyum, "Kenapa kamu begitu yakin aku menuduhmu? Kalaupun pria itu yang melakukannya, dia bilang dia cuma kenal kamu. Jadi, aku hanya memastikan."Claire yang hendak membuka pintu berpura-pura teringat sesuatu, lalu berkata kepada Rosy, "Oh, ya. Pria itu punya bekas jerawat di wajahnya. Apa kamu tahu siapa dia?""Nggak mungkin ...," ucap Rosy. Dia tiba-tiba tercekat dan bahunya bergetar. Wajahnya menjadi pucat pasi.Claire membuka pintu dan berjalan masuk. Rosy segera menarik Claire dan mendesak, "Cepat jelaskan ...."Melihat Javier yang duduk di dalam kantor, firasat buruk Rosy pun makin jelas. Dia berucap, "Javier, aku ....""Sepertinya, dia memang anggotamu," kata Javier dengan acuh tak acuh. Wajah Rosy memucat dan dia tiba-tiba mengetahui sesuatu. Ternyata semu
Javier berkata, "Rosy, kamu tahu batasanku. Bisa-bisanya kamu memintaku memercayaimu setelah melanggar batasanku." Perkataan Javier membuat Rosy terdiam.Javier sama sekali tidak memberi Rosy kesempatan untuk membantah dan berucap, "Kamu bukan hanya berusaha merusak hubunganku dengan Claire, tapi juga menghasut kakekku. Sepertinya, aku tidak perlu mengungkapkan apa yang sudah kamu ucapkan pada Kakek."Wajah Rosy pucat pasi dan dia diam-diam mentertawakan diri sendiri. Ternyata, Javier sudah mengetahui semuanya. Rosy bertanya sembari mengepalkan tangannya, "Jadi, kenapa kamu nggak membeberkan perbuatanku kepada Kakek?"Javier mendengkus, lalu menyahut, "Bukannya Kakek memercayaimu? Kalau begitu, tentu saja aku ingin melihat tujuanmu." Saat ini, Rosy merasa lemas.Claire bertanya seraya memandang Rosy, "Kamu yang mencelakai Wanda, 'kan?"Rosy memelototi Claire dan menjawab, "Apa hubunganku dengan masalah Wanda?"Claire menjelaskan dengan santai, "Bukannya kamu tahu jelas seperti apa hubu
Claire mengatupkan bibirnya. Sejak dia dan Javier sengaja menyebarkan informasi itu kepada Rosy, mereka sudah bisa memastikan bahwa Rosy memang berkaitan dengan semua masalah-masalah itu. Ketika Claire menggunakan tampang pria di dalam foto untuk memperdaya Rosy, dia panik. Rosy pun menyangkal karena orang yang dia utus bukan orang yang disebutkan Claire. Rosy juga tidak yakin apakah orang itu sudah ditangkap atau belum. Selain itu, Berwin bisa muncul pada saat ini pasti karena Rosy.Berwin mengernyit dan berujar, "Bukannya hanya masalah kecil? Apa perlu dibesar-besarkan sampai seperti ini?" Dia tetap memercayai perkataan Rosy.Tatapan Javier menjadi muram. Dia mendengkus, lalu menyindir, "Membunuh orang termasuk masalah kecil."Ekspresi Berwin berubah. Dia memandang Rosy. Namun, Rosy berusaha menyangkal, "Kakek, aku nggak melakukan hal itu. Aku selalu mendampingimu dan kamu tahu sifatku!"Maksud dari perkataan Rosy adalah dia tidak akan melakukan hal yang keji.Berwin merasa ragu. Ak
Javier membalas perkataan Claire dengan tenang, "Dugaanmu tidak salah. Penyelidikan kami yang masih kurang menyeluruh. Kemungkinan orang yang ingin dilindunginya juga terlibat dalam masalah ini."Begitu Javier menyelesaikan perkataannya, Roger yang tiba-tiba teringat sesuatu berkata, "Oh, ya. Aku menemukan ada biaya hidup yang masuk ke rekeningnya dalam beberapa bulan sekali."Javier mengernyit dan memerintahkan, "Terus selidiki."Setelah meninggalkan rumah sakit, Claire meminta Javier mengantarnya ke Perusahaan Vienna. Mobil Javier berhenti di pintu masuk perusahaan. Ketika Claire hendak turun dari mobil, Javier menarik pergelangan tangan Claire dan menatapnya sambil bertanya, "Kamu benar-benar mau pindah ke sini?"Claire bertatapan dengan Javier dan terdiam sesaat, lalu menjawab sembari mengedipkan mata, "Iya. Kalau nggak, kelak aku harus bolak-balik di 2 tempat."Claire tertawa, lalu melanjutkan, "Nanti aku akan kelelahan karena terlalu sibuk."Setelah memastikan bahwa Claire pindah
Claire melambaikan tangannya dan berucap, "Sudahlah, aku sudah bantu kamu bayar biaya listrik dan air selama setahun. Selain itu, kamu harus cari kerjaan. Kalau nggak mau jadi nona besar, kamu juga jangan menjadi gelandangan."Meskipun kata-kata Claire sedikit menusuk, Candice tetap berkata sambil tersenyum, "Aku memang merasa nggak enak hati dihidupi oleh Claire, tapi aku tahu Claire sangat menyayangiku. Tenang saja, aku pasti akan cari kerjaan dalam beberapa hari ini."Di vila Javier. Rosy berujar, "Kakek, percaya padaku. Aku nggak melakukan apa-apa." Rosy yang berdiri di belakang Berwin terus merendahkan dirinya dan menempatkan dirinya sebagai korban.Berwin memandang Rosy dan menimpali, "Rosy, kalau kamu memang nggak berhubungan dengan semua masalah ini, aku pasti akan memercayaimu. Tapi, kamu harus menjawab satu pertanyaanku dengan jujur."Rosy mengatupkan bibirnya dan mengangguk. Kemudian, Berwin bertanya, "Apa kecelakaan yang hampir menimpa kedua anak itu perbuatanmu?"Berwin ti
Dacia juga ikut mencari.Carly juga mau ke dalam, tetapi Nordin menariknya. “Kenapa kamu malah ikut meramaikan?”Carly menoleh untuk menatapnya. “Mereka berdua mau cari sampai kapan? Tentu saja aku mesti bantu mereka.” Usai berbicara, Carly menepis tangan Nordin, lalu mulai membongkar sampah.Nordin yang memeluk jas itu hendak membantu, tetapi dia merasa sampah sangatlah bau. Setelah dipikir-pikir, pada akhirnya dia melepaskan jasnya, lalu meletakkannya di atas lantai. Dia menahan napasnya sembari berlari ke dalam. “Sial! Aku tidak percaya aku tidak bisa menemukannya!”Dacia menahan bau sampah sembari mencari. Setelah mual-mual, dia kembali melanjutkan pencarian. Saat ini, Dacia tidak sengaja menoleh, lalu melihat ke sisi Carly dan Nordin. Dia sungguh berterima kasih kepada mereka.Jerremy sudah membongkar sampah dalam waktu yang sangat lama. Pakaiannya juga sudah sangat kotor. Sejak kecil, ini pertama kalinya Jerremy melakukan hal yang begitu menjijikkan. Hanya saja, Jerremy mesti men
Si wanita berambut merah terdiam, lalu memalingkan wajahnya. “Aku sudah menghilangkannya.”Raut wajah Jerremy semakin muram lagi. “Apa katamu?”“Aku bilang aku sudah menghilangkannya. Kenapa? Apa kamu mau turun tangan terhadap seorang wanita? Ayo, sini, pukul aku.” Si wanita memajukan wajahnya.Jerremy benar-benar mengangkat tangannya.Dacia segera menghalanginya. “Tenangkan dirimu. Kamu lihat sekeliling dulu.”Jerremy melirik sekeliling. Penduduk sekitar sedang melihat kemari.Si wanita berambut merah menyingkirkan tangan Nordin sembari melipat tangan di depan dadanya. “Kalau kalian berani sentuh aku di sini, aku akan bilang kalau kalian lagi cari masalah. Nanti entah kalian yang dimasukkan ke penjara atau aku?”“Kamu arogan sekali?” Carly tidak sanggup melihatnya lagi, lalu berjalan keluar. “Jelas-jelas kamu mencuri dompet orang lain. Wajar kalau kami datang mencarimu. Atas dasar apa kamu bilang kami mencari masalah sama kamu?”“Apa kamu punya bukti kalau aku mencuri dompetmu?” Si wa
Carly dan Dacia saling bertukar pandang.Mereka sedang berada di Negara Hyugana. Hukum di Negara Hyugana tidaklah ketat. Terlebih, meski pencuri itu ditangkap polisi, dia paling-paling hanya akan dijatuhi hukuman kurungan selama beberapa hari saja.Tidak heran polisi menunjukkan ekspresi penuh rasa frustrasi. Bagaimanapun, mereka sudah terbiasa menghadapi tindakan seperti ini, apalagi pelaku terus mengulangi perbuatannya. Bahkan polisi pun dibuat tak berdaya.Jerremy menyilangkan tangan di dadanya. “Aku tidak akan permasalahkan soal uang, tapi aku mesti mengambil kembali paspor dan kartu identitasku.”Polisi berdiri dengan perlahan. “Baiklah, aku akan beri tahu kalian alamat tempat tinggalnya.”Mereka bertiga berjalan keluar kantor polisi. Saat ini, Nordin sedang berjalan mondar-mandir di depan mobil. Ketika melihat mereka keluar, dia pun bertanya, “Gimana? Apa sudah ketemu?”Raut wajah Carly tidak tergolong sangat bagus. “Entah bagaimana cara kerja polisi di sini. Mereka bukannya meng
Nordin merasa bingung. “Kenapa?”“Konon katanya ada sebuah cerita, seorang pria menikahi seorang istri muda yang cantik. Ego pria itu sangat tinggi. Dia sering membawa istrinya untuk menghadiri banyak acara agar bisa mendapat pujian orang-orang. Seiring berjalannya waktu, istrinya bertemu dengan pria yang lebih tampan, muda, dan lembut daripada suaminya. Pada akhirnya, istrinya selingkuh di belakang suaminya.”“Pftz.” Nordin langsung memuncratkan alkohol di dalam mulutnya. Jerremy segera mengambil tisu untuk menutup wajahnya. Ketika melihat kedua mata terbelalak Nordin, Carly dan Dacia spontan tertawa.Setelah itu, Nordin tidak berani berulah lagi dan mulai kehilangan fokusnya. Sepertinya dia takut kisah tadi akan terjadi pada diri orang tuanya. Jadi, setelah pulang nanti, dia mesti berbincang-bincang dengan ayahnya.Dacia mendekati Jerremy, lalu berbisik, “Kamu pintar mengarang indah, ya.”Nordin melihat kemari dengan mengangkat-angkat alisnya. “Istriku saja punya bakat dalam menulis
Dacia berdeham. “Naskahku lolos.”“Oh, ya?” Senyuman di wajah Jerremy semakin lebar lagi. “Kalau begitu, aku ucapkan selamat kepada istriku. Kelak kamu akan menjadi penulis hebat. Bisa jadi kamu akan menjadi sutradara juga.”Dacia tertawa. “Gimana kalau kita makan di luar? Aku traktir.”Ketika mendengar ucapan itu, Jerremy langsung duduk di atas ranjang. “Serius?”“Terserah kamu mau ikut atau nggak. Aku tutup dulu.”Dacia benar-benar memutuskan panggilan.Jerremy terdiam membisu.Temperamen Dacia semakin besar saja. Hanya saja, senyuman di wajah Jerremy semakin lebar saja. Dia segera mengesampingkan selimut, lalu berjalan ke dalam kamar mandi.Saat Jerremy pergi ke restoran dengan antusias tinggi, dia menyadari ada dua “pengganggu” di sana. Ekspresinya seketika berubah.Carly menyadari kedatangan Jerremy. “Suamimu datang.”Dacia berkata dengan tersenyum, “Aku yang panggil dia kemari.”Ini pertama kalinya Nordin bertemu dengan Jerremy. Dia membatin, ‘Cukup berwibawa juga.’Jerremy merap
Setelah membaca sekitar setengah jam, Lance bertanya kepada asisten di sampingnya, “Bagaimana menurutmu?”Asisten tersadar dari bengongnya. “Hah?”“Aku tanya pendapatmu. Bagaimana menurutmu?”Tentu saja asisten tidak menyangka Lance akan menanyakan pendapatnya. Dia terbengong sejenak, lalu terpaksa menjawab, “Aku merasa cukup bagus.”Dacia menggigit bibirnya. Hatinya terasa semakin gugup lagi.Pada saat ini, tiba-tiba Lance berkata, “Lumayan bagus. Pembentukan karakter, termasuk alur ceritanya, sangat mendalam. Setiap tokoh kelihatannya saling terkait, tapi pada saat yang sama juga kelihatan tidak memiliki hubungan apa pun. Isinya cukup seru.”Dacia sungguh merasa kaget. “Jadi nggak ada masalah?”“Ada!” Lance langsung menutup naskahnya. Ekspresinya kelihatan sangat serius. Jawabannya membuat Dacia kembali merasa gugup.Hanya saja, Lance hanya mengatakan, “Tersembunyi sisi gelap sifat manusia di balik sebuah kejahatan. Meskipun sisi gelap itu tampak sepele, hal itu sangat nyata dalam ke
Beberapa saat kemudian, Dacia membuka pintu dengan mengeluarkan kepalanya. “Tolong bawa kemari.”Jerremy menyipitkan matanya. “Ngomongnya yang lembut.”Dacia menarik napas dalam-dalam sembari tersenyum. “Suamiku, tolong bawain pakaianku ke sini, ya?”“Begini, dong.” Jerremy membalikkan tubuhnya pergi mengambil pakaian ganti Dacia, termasuk pakaian dalamnya. Dacia segera merampasnya dari tangan Jerremy. Kemudian, pintu dibanting kuat. Seandainya Jerremy berjalan maju selangkah lagi, sepertinya hidungnya akan patah karena terhantam pintu.Jerremy berdecak. Padahal Jerremy sudah melayaninya, temperamennya masih saja sebesar ini. Jangan sampai putri mereka meniru sikapnya.Setelah selesai mandi, Dacia berjalan keluar kamar mandi. Dia menyadari Jerremy sedang duduk di atas ranjang sembari membaca naskah di dalam tasnya. Dia segera mengulurkan tangan hendak merampasnya, tetapi Jerremy langsung menghindar. Dacia yang kehilangan keseimbangannya langsung jatuh ke dalam pelukan Jerremy.Kening J
Anwar membalas dengan tersenyum, “Tuan Lance, kamu sudah salah paham. Aku hanya bercanda sama dia.”“Dia itu murid unggulan yang paling disukai Pak Diago. Kalau kamu berani sentuh dia, nanti kamu akan kesulitan untuk menjelaskan.”Raut wajah Anwar langsung berubah. Dia pun segera berjalan pergi.Saat Dacia meletakkan asbak kembali ke atas meja, dia sekalian bertanya, “Dia takut sama Pak Diago?”Lance duduk di sofa, lalu menyesap anggur dengan perlahan. “Kamu kira Pak Diago itu hanya seorang profesor saja? Akademi perfilman nasional didirikan oleh adiknya. Ayahnya juga adalah mantan menteri urusan luar negeri. Selain orang tua itu, keluarganya selama beberapa generasi juga menjadi anggota kabinet.”Dacia sungguh terkejut. Dia tidak menyangka latar belakang keluarga Profesor Diago begitu luar biasa. Dia sungguh rendah hati.“Terima kasih. Kalau nggak, sepertinya asbak rokok ini sudah hancur.” Dacia bercanda.“Emm, akan merepotkan kalau ada kasus pembunuhan di acara.” Lance menurunkan gel
Di sisi lain, Nordin membawa sedikit camilan dan minuman kepada mereka. Carly mengambilnya, lalu mendekati Dacia. “Kenapa aku merasa ada yang aneh dengan tatapan ibunya Nordin ketika melihatmu tadi?”Tatapan itu adalah tatapan tidak suka. Hanya saja, Carly tidak memberi tahu Dacia secara langsung. Dia tidak ingin Dacia berpikir kebanyakan.Dacia tersenyum. Sebenarnya dia mengerti. “Mungkin karena dia kenal dengan ibuku. Dulu ibuku bergaul dengan lingkungan pertemanannya.”Seandainya Ginnie mengenali Dacia, Ginnie pasti tidak menyukainya.Carly menghibur Dacia, “Apa pun yang ibumu lakukan, semuanya nggak ada hubungannya sama kamu. Kamu nggak usah berpikir kebanyakan.”“Terima kasih.”“Kenapa kamu sungkan banget, sih? Kita itu teman.”Saat mereka sedang mengobrol, Nordin mendekati mereka. Dia bertanya apakah mereka ingin pergi berdansa. Dacia menarik Carly. “Kamu pergi sana. Aku nggak mau dansa.”Carly menatapnya. “Tapi, aku juga nggak mungkin tinggalin kamu seorang diri.”Dacia tersenyu