Jodhiva sungguh kehabisan kata-kata. Dia mengesampingkan rambut Ariel, lalu mengecup kening Ariel dengan penuh hati-hati.…Keesokan harinya, Jodhiva dan Ariel mencari Sulivan di sekolah. Saat Sulivan keluar dari kelas, dia pun terbengong melihat Jodhiva sedang bersama seorang wanita.Dunia orang dewasa memang sangat aneh. Satu hari sebelumnya, Jodhiva bersama seorang pria. Sekarang dia malah bersama seorang wanita.Jodhiva melambaikan tangan ke sisinya. “Sulivan, mari sapa kakak iparmu.”Jantung Sulivan hampir saja copot. “Kak Jody, sebenarnya aku punya berapa banyak kakak ipar, sih?”Ariel langsung tertawa.Jodhiva mendorong Ariel ke depan. “Coba kamu lihat dengan saksama.”Ariel tersenyum pada Sulivan. “Dik Sulivan, kita bertemu lagi.”Sulivan merasa familier dengan orang di hadapannya. Tiba-tiba terlukis ekspresi syok di wajahnya. “Apa kamu itu Pelatih Ariel?”Ariel menjentikkan jarinya. “Pintar.”Sulivan menunjukkan ekspresi risi. “Kenapa kamu mesti pakai pakaian wanita?”Ariel te
Silvia sungguh gugup. “Suamiku, menurutmu, apa Jessie akan suka dengan semua hadiah ini? Bagaimana kalau Jessie tidak menyukainya? Astaga! Aku merasa semua ini masih belum cukup. Gimana kalau aku pergi beli lagi?”Hengky mengusap keningnya. Dia menunjukkan ekspresi tidak berdaya. Sepertinya istrinya tidak pernah bersikap segugup ini ketika mempersiapkan hadiah untuknya.Tidak lama kemudian, terdengar suara pelayan dari lantai bawah. “Tuan Muda sudah pulang.”Silvia meninggalkan suaminya, lalu berlari ke lantai bawah. Ketika melihat Jessie dan Jules memasuki rumah, dia pun menyambut dengan tersenyum.Silvia mengabaikan Jules, langsung berlari ke sisi Jessie. “Sayangku, akhirnya kamu pulang untuk mengunjungiku.”Sebelumnya Jessie sudah pernah merasakan sikap ramah Silvia. Dia pun membalas dengan tersenyum, “Ibu, aku pulang untuk mengunjungimu.”Silvia merasa kaget. Dia benar-benar tidak percaya. “Kamu … kamu panggil aku apa?”“Ibu, apa … kamu nggak suka?” Jessie mengira Silvia tidak suka
Jessie berkata dengan tersenyum, “Aku makan semuanya, kok. Aku nggak pemilih.”“Oke kalau begitu. Ibu ke bawah dulu.” Silvia melihat ke sisi Jules, lalu berkata, “Jangan tindas kesayanganku, sudah dengar belum?”Jules terdiam.Setelah Silvia pergi, Jessie pun tidak bisa menahan tawanya lagi. “Ibumu selalu saja seramah ini.”Jules menunjukkan senyuman tidak berdaya. “Dia terlalu menyukaimu.”Jessie menatapnya. “Ibu juga menyukaimu. Bagaimanapun, kamu itu anak kandungnya.”Gerakan Jules tertegun. Jelas sekali dia merasa Jessie sedang menghiburnya. Dia pun tertawa. “Apa kamu takut aku akan merasa sedih?”Jessie tidak berbicara.Jules mengusap kepala Jessie, lalu mencium keningnya. “Bagus kalau Ibu menyukaimu. Kalau diperbolehkan, aku juga berharap kamu bisa merasakan rasa kasih sayang berlimpah dari kami.”Saat makan malam, Silvia sangat menjaga Jessie. Dia bahkan tidak mengindahkan putra dan suaminya.“Sayang, jangan cuma makan daging saja, kamu mesti makan sayur juga. Sayur hijau itu me
Jules terdiam membisu.…Keesokan harinya.Di akademi perfilman nasional.Dacia sedang mempersiapkan naskah di ruang kelas. Jane, Carly, dan beberapa murid lainnya memasuki kelas sembari bersenda gurau.Jane berkata, “Oh, ya, hari ini kekasihku mengadakan pesta di vilanya. Apa kalian bisa hadir?”“Eh, kamu sudah punya pacar?”“Aku sudah pacaran sekitar satu bulan lebih. Aku masih belum sempat memperkenalkannya kepada kalian. Tapi hari ini kalian akan bertemu sama dia.”“Aduh, aku iri banget, deh. Apa pekerjaan kekasihmu?”Jane membalas dengan tersenyum, “Dia punya bisnis keluarga. Belakangan ini, ayahnya suruh dia untuk mulai mengelola perusahaan.”Usai berbicara, Jane berjalan ke sisi Dacia. “Oh, ya, gimana kalau kamu ajak suamimu juga?”Dacia menggigit bibirnya. Dia hendak mencari alasan untuk menolak. Namun, Jane seolah-olah bisa membaca pikirannya saja. “Nggak usah sungkan. Kita semua juga teman satu akademi. Ayolah!”“Iya, Dacia. Ayo, kita pergi bersama. Jane sudah mengundang. Jan
Jerremy membaca isi kontrak. Beberapa saat kemudian, dia baru menandatangani kontrak di hadapan pengacara.Setelah mereka pergi, Jerremy menerima panggilan dari Claire. “Ibu?”Claire berkata, “Jerry, Jessie dan Jules lagi pulang ke Negara Hyugana. Kalau kamu ada waktu, kamu wakili kami untuk berkunjung ke Kediaman Keluarga Tanzil. Ingat bawa hadiah.”“Apa? Mereka ke Negara Hyugana?”“Jessie sudah hamil. Bukannya wajar kalau dia ikut Jules ke Negara Hyugana? Berhubung kamu lagi di Negara Hyugana, kamu ingat bertamu ke rumah adik iparmu. Jalin hubungan baik dengan mereka. Jangan sampai mereka berpikir kita tidak menghormati mereka. Apa kamu mengerti?”Jerremy menggigit bibirnya. “Iya, aku mengerti.”Setelah panggilan diakhiri, Jerremy melihat ke luar jendela. Jessie telah mengandung? Bukannya sekarang Jerremy sudah naik pangkat menjadi seorang “paman”? Sepertinya memang sudah seharusnya Jerremy bertamu ke rumah mereka.Pada saat ini, Jerremy menerima sebuah pesan masuki.Jane mengundang
“Kenapa kalian semua kumpul di sana? Aku ambil anggur merah buat kalian.” Si pria membawa dua botol anggur merah. Selain kekasihnya Jane, ada dua pria di sampingnya.Jane bahkan tidak pernah melihat wanita itu sebelumnya. Dia tertegun, lalu berjalan maju. “Kamu bawa teman?”Si pria bertanya, “Kamu tidak keberatan, ‘kan?”Jane juga tidak berkata lain. Teman wanita lainnya pun berkata dengan tersenyum, “Tentu saja kami nggak keberatan. Kami malah senang bisa ditemani pria.”Saat ini, Dacia sedang memanggang makanan. Sementara, di dalam kolam renang, dua pria itu sedang bermain dengan mesranya dengan para wanita. Boleh dikatakan mereka semua sangat terbuka.Dacia mengerutkan keningnya. Dia memiliki firasat buruk. Kekasihnya Jane pasti memendam niat jahat. Jika tidak, mana mungkin dia mengajak dua teman prianya kemari.Tak lama kemudian, Carly keluar dari kolam renang. Raut wajahnya kelihatan tidak begitu bagus. Dia berjalan ke sisi Dacia. “Bisa nggak kamu temani aku ke toilet?”Dacia tert
Jane terbengong sejenak, lalu melihat ke sisi Dacia sembari menggigit bibirnya.Dacia juga merasa sangat syok. Sepertinya dia tidak memberi tahu Jerremy. Entah bagaimana ceritanya Jerremy bisa mengetahui keberadaannya?Kekasih Jane mengamati Jerremy. “Siapa kamu?” Usai berbicara, dia bertanya pada Jane dengan kesal, “Temanmu?”Dacia berjalan ke sisi Jerremy. “Bagaimana kamu bisa tahu aku ada di sini?”Jerremy melirik orang-orang di belakang Dacia dengan sinis, lalu merangkul Dacia ke dalam pelukannya. “Kenapa kamu tidak beri tahu aku kalau kamu datang ke tempat seperti ini?”“Apa? Jangan-jangan dia itu suaminya Dacia?”“Bukannya Jane mengatakan suaminya Dacia hanya bisnis kecil-kecilan saja? Kalau beberapa mobil mewah itu ditotalkan, sepertinya bisa membeli sebuah vila?”Ketika mendengar suara dari orang-orang di sekitar, Jane mengepal erat kedua tangannya, kemudian dia menunjukkan senyuman di wajahnya. “Dacia, baguslah kalau suamimu ke sini. Kami sangat menyambut kedatangannya.”Jerre
Jerremy bersandar di bangku. “Setelah kamu menjemput ayahmu, rumah ini akan menjadi rumah kalian.”Dacia menatap Jerremy dengan syok. “Kamu ….”“Kamu tidak usah berterima kasih sama aku.” Jerremy membelai rambut Dacia, lalu memeluknya. Bibir Jerremy ditempelkan di samping daun telinganya. “Aku tidak akan mengizinkan ada orang yang meremehkan istriku.”Mata Dacia menjadi merah. Hatinya mulai bergejolak. Setelah semua orang menuruni mobil, mereka semua kembali merasa kaget. Mereka semua tidak percaya rumah ini adalah tempat tinggal suaminya Dacia. Pantas saja Jerremy tidak ingin tinggal lama di sana. Vila ini lebih luas berkali-kali lipat daripada vila kekasih Jane.Bahkan ada landasan helikopter di rerumputan. Terdapat juga taman luas yang mengelilingi vila ini. Sepertinya akan tersesat jika berjalan-jalan ke halaman belakang?Jerremy membawa mereka ke kebun bunga mawar. Saat ini, ada lebih dari sepuluh pelayan masih sibuk menata lokasi jamuan. Di atas meja panjang yang ditutupi taplak
Carly berjalan ke sisi Dacia. “Dacia, kamu … apa kamu baik-baik saja?”Dacia menggeleng. Saat ini, dia sudah tidak bisa berkata-kata lagi.Carly berusaha menenangkan Dacia di samping hingga kedatangan Jerremy. Jerremy menebak Dacia sudah mengetahui kabar itu. Itulah sebabnya dia bergegas ke akademi untuk mencari Dacia.Jerremy merangkul Dacia. “Terima kasih. Serahkan saja dia kepadaku.”Carly mengangguk.Jerremy membawa Dacia ke dalam mobil, lalu bergegas meninggalkan akademi. Dia membawa Dacia ke istana. Saat Dacia merasa bingung, kebetulan Jessie dan Jules berjalan keluar istana. “Dacia, beri penghormatan terakhir kepada kakekmu.”Dacia mengepal erat kedua tangannya, lalu bergegas berlari ke dalam istana.Saat ini, istana kedatangan banyak pejabat dan politikus dari seluruh penjuru. Jasad Raja Willie diletakkan di dalam kotak kaca. Raut wajahnya terlihat sangat santai, seolah-olah sedang tidur saja.Dacia muncul di depan aula, kemudian disusul dengan Jules. Dia melangkahkan kakinya p
Jules menatapnya. “Bagaimana kondisi tubuhmu?”Willie membalas dengan tersenyum, “Tidak apa-apa. Namanya juga sudah tua, wajar kalau sering sakit. Aku sudah bekerja selama bertahun-tahun. Aku selalu mendedikasikan diriku dalam urusan negara. Aku tidak merasa bersalah terhadap rakyatku, tapi aku merasa aku bersalah terhadap kalian.”Jules menggigit bibirnya dan tidak berbicara.Tatapan Raja Willie tertuju pada luar jendela. Tatapannya kelihatan datar. “Aku bersalah terhadap nenekmu, juga bersalah terhadap ibumu, kamu, dan juga Dacia.”Willie merasa sakit hati dengan perbuatan yang dilakukan ibunya Dacia. Bagaimanapun, Lidya juga adalah putrinya. Terlebih, sebenarnya Dacia juga tidak bersalah.Jessie memutar sedikit bola matanya. “Kakek, kamu mesti jaga kesehatanmu dengan baik. Jadi, kamu bakal punya kesempatan untuk menebus kesalahanmu. Dacia juga nggak bakal salahin kamu.”Ketika mendengar ucapan Jessie, Willie pun tersenyum. “Semoga saja seperti itu.”Willie mulai terbatuk-batuk. Jule
Jules merangkul pundak Jessie. Dia menggigit bagian yang sudah digigit Jessie tadi. “Emm, manis sekali, seperti aroma Jessie.”Wajah Jessie terasa panas. “Kamu … aku suruh kamu coba ubinya. Kenapa kamu sembarangan bicara, sih?”Senyuman di wajah Jules semakin lebar lagi. “Tadi kamu baru makan di rumah Kak Jerry. Sekarang kamu malah mau makan ubi.”“Putramu lagi lapar, bukan aku.”“Putra kita jago makan juga, sepertinya kelak dia akan menjadi bocah gendut.”Jessie mengusap perutnya sembari tersenyum. “Bisa jadi dia itu gadis gendut.”Jules mengesampingkan rambut Jessie. Dia melihat Jessie yang semakin rakus itu dengan tersenyum. “Tidak masalah. Aku suka dua-duanya.”Pada saat ini, ponsel Jessie tiba-tiba berdering. Dia mengambil ponsel, lalu melihat sekilas. Ternyata ada panggilan masuk dari Silvia.“Ibu?”Silvia berkata dengan tersenyum, “Sayangku, malam ini aku dan ayahmu tinggal di istana, tidak pulang ke rumah. Ingat bantu aku sampaikan kepada Jules. Oh, ya, kalau Jules berani menin
Jules tersenyum. “Mereka semua baik-baik saja. Bagaimana dengan Paman?”Daniel mengangguk sembari mengangkat gelas teh. “Aku juga baik-baik saja.”Jerremy berjalan menuruni tangga. Ketika melihat keberadaan Jules, dia pun berkata, “Pintar juga, datangnya saat jam makan.”Jessie mencondongkan kepalanya keluar dapur. “Jangan tindas suamiku!”Jerremy terdiam membisu.Daniel pun tersenyum, lalu mengalihkan topik pembicaraan. “Hari ini kita makan hotpot saja?”Jessie segera menimpali, “Iya, hotpot enak, kok!”Jules mengatakan, “Aku ikut istriku saja.”Saat Daniel hendak berbicara, Jerremy malah menunjukkan rasa tidak puasnya. “Masa makan ….”Dacia langsung berdeham.Jerremy berlagak merenung, lalu memiringkan kepalanya. “Iya, makan hotpot saja.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi.Pada jam lima sore, meja makan sudah dipenuhi dengan bahan makanan, seperti daging sapi, daging ayam, daging ikan, daging udang, dan berbagai jenis sayur hijau. Bukan hanya itu saja, ada juga camilan di s
Jodhiva berjalan keluar. “Apa kamu tidak pernah berendam?”“Nggak ada musim dingin di Pulau Persia. Siapa juga yang akan berendam?” Ariel menoleh. Ketika melihat Jodhiva hanya membungkus setengah tubuhnya dengan handuk, dia segera mengalihkan pandangannya.Jodhiva berjalan ke belakang Ariel, lalu mengulurkan tangan untuk memeluk Ariel. “Bukannya kamu mau berendam air panas?”Ariel menarik napas dalam-dalam. “Aku memang mau berendam, tapi kamu malah menggodaku.”Jodhiva pun tersenyum. “Sekalian.”Usai berbicara, Jodhiva langsung menggendong Ariel.Ariel memeluk leher Jodhiva sembari memejamkan matanya. “Jangan ceburin aku!”Jodhiva membawanya turun ke dalam pemandian air panas. Seiring dengan suara “byur”, air memercik ke segala arah. Ariel muncul ke permukaan. Rambut panjangnya yang basah menempel di punggungnya.Ariel mengusap air di wajahnya dan berteriak, “Dasar berengsek!”Jodhiva memeluk Ariel di dalam pelukannya. “Ariel.”Ariel hanya merasa jari tangannya terasa dingin. Dia pun t
Di Grup Angkasa.Saat jam istirahat, para karyawan sedang membahas acara malam hari ini. Saat Edwin membawa kotak hadiah melewati sisi mereka, ada yang bertanya dengan tersenyum, “Tuan Edwin, itu hadiah buat kekasihmu?”Edwin merasa kaget. “Sejak kapan aku punya kekasih? Bukan punyaku, tapi punya Tuan Muda Jody.”Semua orang langsung mengerumuninya. “Apa isinya perhiasan?”“Apa Tuan Muda Jody menghadiahkannya untuk istrinya?”“Romantis sekali. Kenapa nggak ada yang kasih hadiah Natal buat aku?”Sebenarnya Edwin juga tidak tahu. Hanya saja, isinya memang adalah perhiasan dari suatu merek ternama.Entah sejak kapan Jodhiva berdiri di belakang mereka, dia pun tersenyum. “Apa kalian tidak mau cepat pulang kerja? Kalau begitu, kalian lembur saja?”“Tidak, tidak! Kami ingin pulang kerja tepat waktu. Kami semua punya acara nanti malam.” Mereka segera kembali ke tempat duduk mereka.Edwin berjalan ke sisi Jodhiva, lalu menyerahkan kotak hadiah kepadanya. Dia bertanya dengan penasaran, “Ini had
Ariel terdiam sejenak.Pemikiran Sulivan sangat jernih, tetapi terlalu blak-blakan. Bagaimana dia bisa memiliki pacar nantinya?Ariel berjongkok di hadapan Sulivan untuk bertatapan dengan matanya. “Nggak ada yang menentukan kamu mesti menyukainya dan kamu nggak boleh menolak. Tapi, hadiah ini niat baik dari orang lain. Nggak peduli kamu suka atau nggak, kamu mesti berterima kasih.”“Meski kamu nggak mau, kamu boleh mengatakan kamu nggak memerlukannya, terima kasih atas maksud baikmu. Ini yang dinamakan sopan santun.”Sulivan menatap Ariel dalam beberapa saat. “Kamu cerewet sekali.”Saat Ariel hendak mengatakan sesuatu, anak perempuan itu pun menangis. Kali ini, Ariel merasa kewalahan, segera membujuk.Yogi mendengar suara tangisan itu. Dia langsung mendekat. Dia menyadari Ariel sedang membujuk anak perempuan yang sedang menangis dengan penuh kesabaran. Namun, anak perempuan itu masih tidak berhenti menangis.Yogi mendekat, lalu menggendong si anak perempuan. “Kenapa malah menangis? Apa
Ariel tertegun. “Selain kamu, siapa yang bisa bawa aku pergi?”Jodhiva meletakkan sebutir telur ayam di atas piring Ariel. “Bagaimana kalau bukan aku?”Ariel menggigit bibirnya. “Lain kali aku nggak bakal minum sebanyak ini lagi.”Ketika melihat Ariel sedang merenung kesalahannya, Jodhiva pun tertawa. “Kamu cukup tulus ketika mengakui kesalahanmu.”Ariel mengupas kulit telur. “Semalam … aku nggak ngawur, ‘kan?”Jodhiva mengiakan. “Sedikit.”Ariel merasa syok, spontan mengangkat kepalanya. “Apa yang aku katakan?”Jodhiva tidak menjawab, melainkan mempermainkannya. “Coba pikir sendiri.”Ariel berpikir dalam waktu lama. Sepertinya dia ingat dengan apa yang dikatakannya semalam. ‘Jody, aku sangat menyukaimu.’Tiba-tiba kedua mata Ariel terbelalak lebar. Dia menutup wajah meronanya. Apa? Dia malah mengutarakan perasaannya di saat sedang mabuk?Jodhiva mengangkat-angkat alisnya. “Sudah ingat?”“Ergh … aku … aku mabuk.” Sekarang Ariel tidak sanggup mengatakannya lagi.Jodhiva membungkukkan tu
Yogi mengangkat kelopak matanya, lalu memalingkan kepalanya. “Masalah itu nggak ada hubungannya sama kamu.”Mengenai masalah dua orang wanita pendamping itu, Yogi tahu semua itu adalah ide Ariel.Ariel memang arogan, tapi dia tidak jahat hingga berencana menghancurkan reputasi seseorang. Sebenarnya Ariel dan dua wanita pendamping itu juga masuk jebakan orang lain.Ide buruk Ariel kebetulan melancarkan rencana orang lain. Itulah sebabnya setelah masalah terekspos, Yogi pun dijuluki sebagai “buaya darat”.Hanya saja, semuanya sudah berlalu lama. Yogi juga sudah tidak mempermasalahkannya lagi dan sudah tidak ada lagi “dendam” di hatinya.Beberapa saat kemudian, tidak lagi kedengaran suara Ariel, Yogi pun menatapnya.Ariel sedang tertidur bersandar di atas meja. Entah sejak kapan Ariel ketiduran? Sepertinya suara ribut di samping tidak bisa mengganggu tidurnya.Tatapan Yogi tertuju pada wajah Ariel. Dulu saat pertama kali bertemu dengan Ariel di Pulau Persia, dia merasa Ariel sungguh mirip