Tobias dan Jodhiva sedang main catur di ruang baca. Tiba-tiba pintu kamar diketuk. Dessy berjalan ke dalam, lalu berhenti di sisi mereka berdua. “Tuan Tobias, Kamar Dagang Bardi sudah hancur.”Tobias meletakkan pion putih ke atas papan sembari tersenyum. “Gerakan Nona Izza cepat juga.”Jodhiva juga tersenyum. “Setelah Kamar Dagang Bardi hancur, aliran dana Puzo juga akan terputus. Kali ini, Puzo bukan hanya terlilit utang saja. Dengan adanya sergapan Tom, dia pun tidak akan bertahan lama lagi.”Pengurus rumah berdiri di depan pintu. “Tuan Tobias.”Tobias memalingkan kepalanya melihat ke sisi luar. Tampak sesosok bayangan di belakang pengurus rumah, Elgar.Elgar berjalan ke dalam ruang baca, lalu menganggukkan sedikit kepalanya. “Tuan Tobias.”“Bukannya kamu ….” Tobias terbengong sejenak, kemudian berdiri. “Kamu masih hidup?”Elgar tersenyum getir, lalu berkata dengan perlahan, “Awalnya aku juga mengira aku akan mati. Waktu itu Puzo mengutus Celine untuk membunuhku. Saat aku berkelahi d
“Apa Nona Alicia menyukaiku?”Pertanyaan mendadak Jodhiva membuat wajah Alicia merona. Dia menunduk dengan tersenyum. “Jantungku selalu berdebar kencang ketika bertemu denganmu. Mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama.”Jodhiva melihat ke sisi lain dengan acuh tak acuh. “Apa yang kamu sukai dari aku?”Alicia tertegun sejenak, lalu tersenyum. “Namanya juga suka, apa ada alasannya?”“Memang tidak butuh alasan. Tapi aku tidak merasa aku punya pesona yang begitu besar hingga Nona Alicia bisa jatuh cinta pada pandangan pertama.”“Apa kamu tidak percaya terhadap dirimu sendiri?” Alicia kelihatan syok.Jodhiva pun tersenyum. “Kalau waktu itu Ariel tidak sengaja mengacaukan kencan buta dan dia itu pria, apa kamu akan mendekatinya?”Pertanyaan itu membuat Alicia terdiam membisu. Seandainya Ariel adalah seorang pria, waktu itu dia juga tidak mengacaukan kencan buta mereka, apa benar hati Alicia akan tergerak? Tentu saja, kemungkinan itu ada jika Alicia tidak bertemu dengan Jodhiv
Tobias yang mengintip dari belakang pun tersenyum lebar. Tiba-tiba ada yang menepuknya dari belakang. Tobias merasa syok, langsung memalingkan kepalanya melihat ke sisi Ariel.Ariel membungkus tubuhnya dengan jaket, lalu melipat kedua tangan di depan dada. Dia keluar rumah dengan mengenakan pakaian tidur, lalu sembarangan membungkus tubuhnya dengan jaket. Dia bahkan tidak menyisir rambutnya. “Ayah, kenapa kamu diam-diam di sini?”Saat Ariel hendak melihat, Tobias malah menariknya. “Yang pelan! Jangan sampai ketahuan!” Usai berbicara, Tobias tidak bisa menahan dirinya untuk melihat lagi.Ariel juga mencondongkan kepalanya dan dia pun terbengong. “Bukannya itu Jody dan Nona Alicia? Apa mereka berdua sedang berkencan?”Tobias menarik napas dalam-dalam. Dia hampir saja tidak bisa menahan emosinya. “Kencan apaan? Nona Alicia sedang mengutarakan perasaannya terhadap Jody.”Ariel merasa kaget. “Secepat itu?”Tobias tersenyum bangga. “Apa kamu ingin ke sana sekarang?”Tanpa berpikir, Ariel lan
Ariel tidak berbicara. Dia semakin gugup lagi.Kemudian, Jodhiva pun tersenyum lebar. “Harta Keluarga Oswaldo bukanlah apa-apa bagiku. Aku juga tidak perlu menguasai rumahmu. Mengenai hewan peliharaanmu, sepertinya boleh juga.”Ariel menyipitkan matanya. “Apa kamu tertarik dengan hewan peliharaanku?”Tatapan Jodhiva tertuju pada wajah Ariel. “Sedikit.”Ariel dan Jodhiva saling bertukar pandang untuk beberapa saat. Ariel merasa ada yang aneh, tapi dia tidak bisa mengekspresikannya. Alhasil, dia pun terbatuk-batuk mengakhiri tatapan mereka. Dia segera membalikkan tubuhnya melihat ke sisi Tobias yang sedang berjalan mendekat.Tobias menghela napas sembari menggeleng. “Terkadang seseorang cukup pintar, tapi dia malah bodoh dalam suatu masalah.”Ariel menatap Tobias. “Kamu lagi marahin siapa?”Jodhiva tidak sanggup menahan tawanya.Tobias melihat ke sisi lain, lalu melambaikan tangannya. “Sia-sia juga aku mengatakan panjang lebar. Sudahlah, ikut arus saja. Selain itu, coba kamu lihat cara b
Tiba-tiba bagian leher dipukul dengan kuat, si pria pun jatuh pingsan di tempat. Izza yang berdiri di belakang pria itu memungut ponselnya. Nomor yang hendak dihubungi pria itu adalah nomor Tom.Langit semakin gelap. Lampu jalan mulai menyala, kelihatan bagai kilau mutiara saja.Beberapa kapal pesiar berlayar di atas laut dengan perlahan. Kapal diperkirakan akan tiba di pelabuhan area kekuasaan Keluarga Oswaldo dalam dua hari ini.Roger sedang berdiri di depan jendela kabin. Dia membalikkan tubuhnya melihat orang-orang di belakangnya. “Setelah sampai nanti, semuanya harap lebih waspada lagi. Jangan sampai identitas kita terbongkar.”Mereka semua membalas, “Tenang saja, kami akan selalu berwaspada. Kami akan bilang kami hanya datang untuk berbisnis saja. Nanti sebagian dari kami akan tetap di kapal. Seharusnya tidak akan menimbulkan kecurigaan lagi.”Roger mengangguk. “Semuanya cepat istirahat sana.”Saat ini, di Kediaman Keluarga Oswaldo.Ariel tidak bisa tidur lagi. Dia duduk di tempa
Ariel merampas ponsel dari tangan Jodhiva. Dia melihat layar ponselnya, lalu berkata, “Kalau kamu mau nomorku, kamu bisa ngomong langsung. Kenapa malah sok misterius!”Jodhiva berkata dengan acuh tak acuh, “Bukannya malu kalau ditolak olehmu?”Ariel menatapnya. “Bukannya hanya nomor ponsel saja? Untuk apa aku menolakmu?” Tiba-tiba terlintas sebuah pemikiran di benak Ariel. Dia mengangkat-angkat alisnya sembari tersenyum. “Apa kamu tidak khawatir aku akan menghapusnya?”Jodhiva mengiakan. “Kalau kamu hapus, cek itu ….”Raut wajah Ariel langsung berubah. Dia berjanji akan menyimpan nomor ponsel itu dengan baik, tidak akan menghapusnya. “Aku nggak akan menghapusnya. Aku jamin nggak akan menghapusnya. Kamu tenang saja.”Jodhiva menyipitkan matanya. “Sepertinya aku sangat rugi dalam transaksi ini.”Ariel menyimpan ponselnya kembali ke dalam saku, lalu berkata dengan santai, “Kita itu orang sendiri. Untuk apa membeda-bedakan seperti itu, ‘kan?”Jodhiva merenung. “Orang sendiri.”“Kita itu mi
Ariel melipat kedua tangan di depan dadanya, lalu memalingkan kepalanya. “Paling-paling aku ganti satu kemeja buat kamu.”Jodhiva pun tersenyum. “Seharusnya kamu tahu aku hanya pakai kemeja yang di-custom untukku?”Ariel merasa kaget. Dia menatap Jodhiva. “Apa demi ganti rugi sepotong kemeja, aku malah mesti pergi ke Negara Shawana?”“Bukannya kamu sendiri yang bilang mau ganti rugi?” Jodhiva mengangkat-angkat alisnya. “Kalau kamu mau ganti rugi, kamu mesti menunjukkan ketulusan hatimu.”Ariel menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum dengan geram. “Oke, anggap saja aku terlalu kepo.”Ariel berjalan ke dalam rumah dengan emosi tinggi. Jodhiva menatap bayangan punggung Ariel. “Apa kamu tidak berencana untuk ganti rugi lagi?”Tanpa memalingkan kepala, Ariel berkata, “Tidak punya duit!”Ariel memang selalu memungkiri janjinya. Namun, Jodhiva malah tidak marah sama sekali. Lagi pula, hanya sepotong kemeja saja. Untuk apa perhitungan dengannya?Keesokan harinya, Ariel turun ke lantai bawah
Jodhiva juga tidak menyangkal. “Aku sudah bangun sejak kamu masuk.”Ekspresi Ariel langsung menjadi datar. “Kamu lagi pura-pura tidur!”Jodhiva tersenyum. “Kalau aku tidak pura-pura tidur, bagaimana aku bisa tahu apa maumu?”Ariel merasa marah hingga urat hijau menonjol di keningnya. Dia bagai telah dipermainkan Jodhiva saja. Ariel menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan berkacak pinggang, “Padahal aku ingin bikin kemeja baru buat kamu. Berhubung kamu sudah mempermainkanku, sepertinya aku tidak perlu ganti rugi lagi.”Jodhiva mengangkat-angkat alisnya. “Aku juga tidak berencana suruh kamu ganti rugi. Tapi, kalau kamu setulus ini ….” Jodhiva menuruni ranjang, lalu berjalan ke depan Ariel sembari merentangkan kedua lengannya. “Coba kamu ukur.”Ariel tertegun sejenak, lalu memalingkan kepalanya. “Aku nggak mau ukur.”Jodhiva menarik tangan Ariel. Ariel pun terbengong. Belum sempat dia merespons, kedua lengan Ariel sudah melingkari pinggang Jodhiva. Wajahnya juga menempel di dekat J