“Aku rasa idenya Tobias sangat bagus. Tapi dari sekian banyak yang dia sebutkan, aku hanya tahu beberapa saja. Aku benar-benar payah, ya.” Bianna terkekeh melihat daftar perusahaan yang baru saja ditulis oleh rekan kerja Damian di tangannya.
“Nggak masalah, Bia. Kamu temui saja yang kamu kenal, untuk sisanya, aku yang akan temui mereka, mungkin Damian juga bisa bantu, iya, kan, Bro?” tanya Tobias sambil melihat pada Damian.“Berikan padaku.” Bianna mengulurkan kertas di tangannya pada suaminya.Mata Damian terlihat serius memperhatikan kertas daftar perusahaan besar yang menjadi rekanan bisnis Kevin selama ini. Tak lama kemudian, seulas senyum terbit di bibir sang pria.“Aku kenal beberapa dari mereka. Ada juga yang jadi pemegang saham di perusahaanku, rasanya tak akan sulit buat mereka memihak kita.”Jelas saja keterangan itu membuat Bianna tersenyum lebar, itu artinya harapan dia untuk menjatuhkan Kevin pun aTidak ada obrolan yang terjadi selama dalam perjalanan pulang. Baik Bianna atau Damian sibuk dengan pikirannya masing-masing. Mungkin ponsel-lah satu-satunya benda yang menghibur Bianna saat ini karena pemandangan di luar mobil hampir sama dengan saat tadi dia berangkat. Bianna yang iseng-iseng membaca laman berita online tidak sengaja kembali teringat pada percakapan seseorang di dalam butik tadi. Mungkin mereka karyawan yang sudah lama kerja di sana karena dari obrolan yang tidak sengaja Bianna dengar, mereka cukup mengenal Damian dan Viella. “Sayang banget ya, Nona Viella nggak jadi sama Tuan Damian. Padahal dia lebih cantik dari istrinya, badannya bagus dan terkenal lagi,” ucap salah satu karyawan wanita itu. Saat itu Bianna sedang berada di dalam toilet. “Iya jelas lah, Nona Viella itu kan, model kesayangannya Nyonya Esperanza. Tentu dia lebih cantik dan seksi. Ya, kita nggak tahu apa alasan mereka putus. Tapi sejak itu Nona Viella j
Damian memarkir mobil mewahnya di sembarang tempat di halaman rumahnya. Bianna pun bisa bernafas lega karena apa yang dia takutkan tidak terjadi dan senang akhirnya mereka sampai juga di rumah. Kalau boleh meminta, sepertinya Bianna menyesal keluar jalan-jalan hari ini dengan Damian karena tidak ada satu pun hal menyenangkan yang terjadi. “Aku mau tidur, jangan ganggu aku.” Tiba-tiba Damian berucap setelah mematikan mesin mobilnya lalu tanpa basa-basi dia keluar begitu saja dari mobil meninggalkan Bianna yang kebingungan.“Astaga, ini orang! Sabar, sabar, kalau saja aku tidak membutuhkanmu, mungkin aku sudah lama pergi darinya,” guman Bianna sambil melepas seatbelt-nya. Namun baru saja dia memegang handle, tiba-tiba pintu mobil sudah terbuka dengan sendirinya. Bianna menengok ternyata Sean yang membukakan pintu untuknya. “Makasih, Om. Kok, Om tiba-tiba ada di sini?” tanya Bianna sedikit keheranan. Sean tersenyum kecil, lalu menjawab, “Aku baru saja kembali dari latihan berkuda dan
Bianna mengetuk pintu kamar Eduardo. Menunggu sejenak sebelum akhirnya sang pemilik kamar mempersilakannya masuk.“Selamat sore, Opa. Inara bilang Opa mencariku. Apa ada yang penting?” tanya Bianna sembari kembali menutup pintu kamar Eduardo.“Duduk di sini,” ujar pria paruh baya itu sambil menunjuk kursi di depannya. “Ada yang harus Opa tanyakan sama kamu.”Bianna mengangguk, lalu dia berjalan menuju kursi yang ditunjuk dan duduk di sana. Sekarang mereka duduk berhadapan hanya dipisahkan oleh meja bundar kecil yang ada di tengah-tengahnya.“Ada apa ya, Opa? Kenapa perasaanku jadi tidak enak?” jujur Bianna setelah melihat betapa seriusnya wajah Eduardo menatapnya.“Apa yang kamu takutkan, Bia? Apa kamu sudah berbuat salah sama Opa, jadi merasa takut berhadapan dengan Opa sekarang?” Eduardo mencoba tersenyum untuk mencairkan suasana yang dirasa memang cukup menegangkan.Seketika Bianna jadi salah ting
“Aku sudah sering bilang untuk tidak terlalu dekat dengannya, tapi kenapa masih saja Om lakukan!” Satu pukulan yang entah sudah keberapa kali dilayangkan Damian ke wajah Sean karena wajah tampan adik dari ayahnya Damian itu sudah babak belur. Bianna yang jelas melihat kejadian itu dari pintu utama terang saja langsung berteriak sekeras mungkin untuk menghentikan tindakan sang suami. “Hentikan, Damian! Astaga! Apa-apaan sih, kamu ini?” Sekuat tenaga Bianna rengkuh tubuh kekar dan atletis sang suami untuk tidak lagi menyerang Sean yang sudah terduduk di rumput halaman rumah mereka sambil mengusap kasar sudut bibirnya yang berdarah menggunakan punggung tangan kanannya. Bianna sempatkan menoleh pada Sean. “Om tidak apa-apa, kan?” Sean segera berdiri sembari menjawab, “Aku tidak apa-apa, Bia.” “Kalian berdua ini kenapa?” Ketiga orang dewasa itu tersentak oleh suara berat yang tidak asing di telinga mereka. Ketiganya pun menoleh pada si pemilik suara. Ada Eduardo yang sudah memasang w
“Apa maksudmu bilang aku bodoh, Dami?” Bianna tahan untuk tidak marah sebelum Damian menjelaskan ucapannya. Damian berdecak, sambil mengantongi tangan kirinya, dia mendekati sang istri. Damian bawa tangan kanannya menyibak anak rambut di dahi Bianna lalu menyelipkannya ke belakang telinga sambil berkata, “Bukankah aku sudah bilang sama kamu kalau dia hanya masa laluku? Buat apa mencari tahu, tidak ada pengaruhnya sama sekali padaku. Jadi, berhentilah mencari tahu lagi karena seperti yang kamu tahu saat ini, kamulah istriku. Paham, kan?” Belum lagi Bianna mencerna semua ucapan sang suami, dia kembali dibuat terkejut karena tangan kanan Damian menyusup ke jemari tangan kirinya. “Aku lapar, kamu harus temani aku makan sekarang.” Tanpa permisi dan basa-basi, Damian pun menggandeng tangan Bianna dan berjalan menuju ruang makan. Bianna sampai tidak bisa berkata apa-apa karena perubahan sikap Damian yang terlalu cepat ini. *** Sesuai dengan ucapan Damian kemarin, malam ini pria itu aka
Puas sekali Bianna melihat wajah kesal Leony saat di depan lift tadi. Leony pikir apa yang dia tunjukkan pada Kevin akan membuatnya cemburu, tetapi keadaan justru berbalik karena Bianna membalasnya dengan begitu elegan. Terima kasih Bianna pada sang suami yang yang bersedia mengikuti permainannya tanpa diminta, bahkan ada satu kejadian yang terjadi tanpa Bianna perkirakan sebelumnya. Bianna yang saat ini sedang mengambil dessert di meja prasmanan sampai menghentikan langkahnya dan membawa tangannya menyentuh pipi kiri yang tadi Damian cium tepat di hadapan Leony dan Kevin. “Kamu benar, Sayangku. Tentu saja aku sangat mencintaimu.” Itu kata-kata Damian sebagai balasan atas pertanyaan Bianna sebelumnya. Masih merangkul posesif, Damian menarik pelan tubuh Bianna lebih mendekat ke dadanya dan tanpa Bianna duga, sang suami mencium mesra pipinya yang mulus. Sontak Bianna tercengang, sekujur tubuhnya menegang dan pipinya terasa memanas. Namun, ternyata bukan hanya Bianna saja yang te
“Ada apa ini?” Suara Damian memupus ketegangan di antara Bianna dan Kevin. Bianna menoleh dan tersenyum manja menyambut sang suami yang entah dari mana, tiba-tiba saja sudah ada di hadapannya. Masih sambil tersenyum, Bianna mendekati Damian lalu tangannya bergelayut manja di lengan kanan sang suami. “Kamu ke mana aja, Dami? Aku, kan, mencarimu.” “Aku?” Damian menunjuk dirinya sendiri. “Aku ada bersama dengan Tuan Alberto dan ya, kebetulan Anda ada di sini Tuan Kevin Jeremy. Saya ingin memberitahu Anda dan mungkin ini akan jadi kabar buruk untuk Anda.” Mendengar ucapan Damian, bukan hanya Kevin yang kemudian memutar tubuhnya menghadap pria berkharisma itu, tetapi juga Bianna yang sampai memiringkan kepalanya hanya untuk memastikan suaminya yang berbicara. “Kabar apa, Dam? Kenapa wajah kamu terlihat senang sekali?” Akhirnya Bianna tanyakan rasa penasarannya yang juga mungkin mewakili pertanyaan Kevin yang masih bergeming di tempatnya. Terdengar kekehan dari bibir Damian lalu p
Bianna sungguh tak menyangka kalau kedatangan Kevin ke kantornya pagi ini untuk mengatakan hal sekonyol ini. Apa maksudnya dengan menginginkannya kembali? Terang saja Bianna langsung mendecih tak suka. Wanita yang pagi ini memakai rok sepan sepanjang batas lutut dan blazer dengan warna senada–pink fuschia–itu melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap ke arah pria berpakaian jas lengkap itu dengan tatapan tajam. “Apa maksud ucapanmu?” tanya Bianna datar. “Seperti yang kamu dengar, Bia. Aku ingin kamu kembali padaku. Kita bersama-sama mengurus perusahaan, dengan begitu—” “Kamu sedang tidak gila, kan, Vin?” sela Bianna sebelum Kevin selesai bicara. “Atau Leony sudah membuangmu? Tapi, apa pun itu, aku tidak peduli karena aku tidak akan pernah mau kembali padamu. Kamu dengar itu?” Kevin terlihat terkekeh seakan-akan ucapan Bianna hanya kelakaran saja. Sedetik kemudian pria itu maju dan kini jaraknya dengan Bianna hanya satu langkah saja. “Aku dengar, Bia. Tapi aku yakin h