"Tentu saja yang tidak membuatnya merasakan sakit untuk waktu yang lama, Dan," jawab Narendra sambil menampilkan wajah buasnya.Daniel seketika tertawa renyah. "Oh, kau rupanya sangat murah hati sekali ya Ren. Tidak aku sangka. Padahal hubungan kalian kan cukup buruk."Narendra mempersilakan Daniel untuk duduk di salah satu sofa yang kosong lalu baru membalas perkataan Daniel, "Hm, yah bagaimana pun juga mati dalam kebakaran itu kan sangat menyiksa sekali. Aku tidak tega membayangkan dia tewas dilahap api secara perlahan. Mengerikan."Narendra pura-pura bergidik ngeri tapi ia kemudian tertawa. Sementara itu, Daniel yang sangat mengenal Narendra dengan sangat baik itu tentu saja tidak mempercayai perkataan Narendra.Ia tahu betul Narendra seperti apa. Baginya itu, Narendra adalah seorang iblis yang berbentuk manusia. Ia bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginannya. Menyiksa Glenn dengan cara yang kejam tentu sudah menjadi impiannya sejak mereka masih muda dulu.Ia ingat betul
"Apa yang sedang coba kau lakukan, Dan?" ujar Narendra, tampak tersinggung.Daniel mengamati ekspresi wajah Narendra yang tampak datar dan tidak menunjukkan adanya perubahan emosi yang mencurigakan walaupun hanya secuil. Pria itu pun seketika sadar dan berujar pelan, "Jadi, bukan kau ternyata.""Maksudmu?" tanya Narendra masih menampilkan ekspresi tidak sukanya pada Daniel.Daniel tertawa sebagai sebuah respon dan berkata, "Ah, tidak ada. Sudahlah, bagaimana kalau kita makan siang saja? Apa kau ada waktu?"Narendra yang tidak mau mempermasalahkan hal kecil yang membuatnya kesal itu pun berkata, "Oke. Aku ini pimpinan perusahaan ini. Apa yang tidak bisa aku lakukan?"Daniel bertepuk tangan, "Oh, itu baru Narendra."Narendra mendecak lidah, "Kau ini memuji atau sedang menyindir?""Menurutmu?" tanya Daniel balik.Narendra hanya menggeleng dan segera mengajak teman lama yang sudah lama tidak ia temui itu ke luar ruangannya. Tanpa ia ketahui, Arnold mengamati sang kakak dengan Daniel menj
"Beginikah caramu menyapa sahabatmu yang telah memberimu bantuan yang cukup besar, Glenn Brawijaya?" sahut Dewa dari seberang sana.Glenn mendengus keras, "Kau benar-benar menyebalkan. Tidak bosan mengingatkan aku tentang bantuanmu itu?""Oh iya tentu saja tidak. Hm, anggap saja aku sedang berinvestasi kepadamu jadi kau harus menyenangkan orang yang sudah memberimu modal ini, Glenn," balas Dewa dengan santai.Glenn yakin sekali saat ini Dewa sedang tersenyum menyebalkan di sana.Glenn mendecak lidah, sadar jika sampai kapanpun ia akan kembali diingatkan tentang hutang-hutangnya pada Dewa. Memang benar, tanpa bantuan Dewa, sangat mustahil bagi Glenn untuk bangkit dan mencoba membangun usahanya sendiri dari nol. Selain memberikan modal dalam jumlah yang tidak main-main, Dewa juga membantu dirinya untuk mencari relasi hingga bisnisnya yang ia geluti sekarang itu menjadi pesat berkembang.Dengan kata lain, Dewa memang telah membantu dirinya mengepakkan sayapnya yang sebelumnya patah tak t
"Wah, kalau itu memang tujuanmu aku sangat mendukungmu. Arnold memang sudah sangat jauh berubah tapi bukankah beberapa orang telah memperingatkanmu soal ini?" tanya Dewa. Glenn tentu saja mengetahuinya dengan sangat jelas, begitu banyak yang dulu telah memperingatkan dirinya tentang darah yang lebih kental dari apapun itu. Hanya saja ia memilih percaya pada Arnold lantaran ia merasa telah mengenalnya sejak lama dan mengira Arnold lebih baik dibanding Narendra. Nyatanya, dugaannya salah besar. Arnold telah membuatnya kecewa dengan menjadi kaki tangan Narendra dan seolah bersekongkol dengannya. "Hm, makanya aku tidak akan pernah segan untuk menghukumnya karena bagaimanapun juga dia bahkan sudah bergabung dengan kakak sialannya itu dan menjalankan perusahaan atas perintah Narendra." Dewa juga memahami hal itu dengan sangat baik sehingga ia tidak bertanya lagi tentang keputusan Glenn yang diambil itu. Setelah percakapan singkat itu, Glenn memutuskan untuk segera menghubungi beberapa p
"Bodoh? Kau pikir aku tidak melakukan apapun? Aku sudah mengirim begitu banyak anak buah ke seluruh Indonesia bahkan juga di luar negeri. Kau sendiri, apa yang kau lakukan untuk Glenn?" tantang Alexander yang tidak terima dituduh seolah dirinya hanya berdiam diri saja.Arnold menjauh dari Alexander dan menatap kesal pada pria yang kini juga sedang dengan menatapnya penuh kebencian. Alexander kini tersenyum mengejek, "Kau bahkan tidak pernah lepas dari kakak tersayangmu itu dan kemana-mana selalu bersamanya. Apa yang sudah kau lakukan? Tak ada, bukan?"Arnold tidak menjawab pernyataan sang pengusaha muda itu."Benar kan apa yang aku katakan? Kau hanya duduk manis di sana dengan alasan ingin menjaga harta yang dimiliki oleh Glenn hingga dia nantinya kembali. Apa kau bodoh?" ujar Alexander membalikkan keadaan.Ia mengambil jeda selama beberapa saat sebelum kembali berkata, "Jika benar dia masih hidup seperti yang kau katakan itu, bagaimana dia bisa kembali jika tak ada yang menemukannya
"Baik, Tuan." Damar menjawab dengan begitu patuh dan setelah menurunkan sang tuan muda, ia bergegas ke ruang beristirahatnya sendiri.Alexander menghela napas panjang dan kemudian terlelap di kamar tidurnya hingga pagi menjelang.Di pagi hari, sesuai dengan perintahnya Damar telah menyiapkan sebuah mobil baru yang belum pernah ia pakai.Sang pengusaha muda itu sama sekali tidak peduli bagaimana caranya Damar bisa mendapatkan mobil itu dalam waktu singkat. Tapi yang pasti uangnya selalu berkurang cukup banyak setiap kali ia meminta mobil baru harga fantastis.Begitu ia melihat Damar menghilang dari rumahnya untuk mengurusi segala kegiatannya di hari itu, Alexander segera melajukan mobilnya menuju ke tempat pemakaman di mana Glenn di kubur.Seperti tahun-tahun sebelumnya, ia selalu ke sana sendirian dan biasanya ia akan melihat ikat bunga yang ia tebak dibawa oleh Arnold.Ia pikir yang pergi ke tempat itu hanyalah dirinya dan juga Arnold tetapi kali ini ia cukup terkejut ketika melihat
"Halo, Barata!" sapa Glenn Brawijaya dengan begitu santai tetapi berhasil membuat Alexander terlonjak kaget dari tempatnya.Wajah pengusaha muda itu bahkan terlihat memutih karena keterkejutan yang baru saja menghampirinya.Ia berujar dengan susah payah dan merasa mungkin ia salah dengar, "Kau bilang apa tadi?"Glenn mendecak lidah lalu melepas masker dan juga kacamata hitam mewahnya. Ia tersenyum dingin dan berkata, "Barata, apa telingamu sudah mulai tidak berfungsi dengan benar?"Alexander menatap Glenn seolah sedang melihat hantu yang bisa berbicara."Kau-""Oh, ayolah. Kau tidak perlu terlalu terkejut seperti itu," potong Glenn cepat-cepat.Ia kemudian berujar lagi, "Ikut aku!""Ke mana?" tanya Alexander yang mulai merinding dengan ajakan itu."Neraka."Nyali Alexander seketika ciut. Ia bahkan melangkah mundur dengan ekspresi sedikit takut.Glenn Brawijaya memutar bola matanya malas, "Sialan. Aku hanya bercanda, Barata. Ayo ikut aku ke rumahku!"Belum sempat Alexander memberikan j
"Glenn, ayolah!" desak Alexander saat keduanya sudah sampai di salah satu tempat favorit Glenn, yakni bagian atap rumah mewah itu yang biasa ia gunakan untuk menyegarkan otaknya.Glenn menoleh, "Astaga. Aku 3 tahun ini sibuk bangkit. Aku ini bukan pengangguran yang memiliki banyak waktu hanya untuk sekedar mengawasimu, Barata. Memangnya kau seperti itu ya sampai aku harus mengawasimu?"Alexander mendecak lidah lantaran kesal, "Lalu, kenapa kau seolah-olah tahu aku akan ke sana?"Glenn memerintah salah seorang pelayannya untuk mengambilkan mereka minuman yang bisa dinikmati kalah mengenang semuanya."Karena di tahun pertama aku mengunjungi makamku sendiri, aku melihatmu di sana dan di tahun kedua juga seperti itu jadi kupikir tahun ini kau juga akan pergi ke makamku," sahut Glenn terlihat santai."Kau mengunjungi makammu sendiri? Untuk apa?" tanya Alexander cukup penasaran.Glenn membalas, "Anggap saja sebagai sebuah lelucon saja. Bukankah sangat lucu?""Lucu katamu?" ulang Alexander m
Narendra tidak mempercayai apa yang sedang terjadi kepadanya, "Glenn, kau-""Bukti yang aku miliki sudah lengkap semuanya dan semua ini berkat bantuan dari adik kesayanganmu. Selain itu, Om Satria kebetulan telah menyerahkan dirinya pagi tadi jadi lebih baik sekarang tidak perlu melawan lagi karena kau sudah tamat," ucap Glenn dengan begitu senangnya.Narendra tentu saja memberontak dan berhasil melepaskan diri dari kedua polisi yang memegang lengannya. Pria muda tersebut kemudian langsung saja menarik Glenn ke arahnya lalu mengeluarkan sebuah pisau yang nyata ia sembunyikan dibalik saku jasnya.Glenn tentu saja tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Ia pikir ia telah bersiap-siap menghadapi segala hal yang mungkin saja terburuk tetapi nyatanya ia masih melupakan sesuatu sehingga sekarang harus menghadapi kemarahan Narendra yang seharusnya tidak perlu dihadapi.Dewa dan Alexander yang berada di sana sontak memerintah anak buah mereka untuk menyelamatkan Glenn tetapi Glenn memint
"Astaga, kau benar-benar membuatnya takut," ucap Glenn yang tidak bisa tidur apalagi mendengar ketika orang yang berada di dalam kamarnya itu dari tadi masih saja bercolotest seolah dia tidak ada di sana.Clarita menoleh pada pria yang telah membuka matanya secara penuh itu. "Om, Om pasti terganggu dengan suara kami ya?"Glenn tersenyum tipis dan menanggapi, "Ah, Clarita. Kau benar-benar sangat peka sekali, tidak seperti ayahmu yang bodoh ini."Alexander sedikit tersinggung tetapi dia membiarkan sahabatnya itu berbicara seperti itu."Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?" tanya Dewa, terdapat kecemasan yang begitu terlihat dengan sangat jelas di mata sahabat Glenn yang satu itu."Kau gila atau bagaimana? Aku baru saja tertembak di perutku dan kau bilang aku tidak apa-apa? Luka tembak tidak mungkin bisa sembuh hanya dalam waktu beberapa jam kan?" omel Glenn.Alexander tertawa meringis mendengarkan ocehan Glenn pada Dewa, ia benar-benar sangat puas terhadap omelan Glenn tersebut."Nah, s
Narendra mendecakkan menatap ayahnya dengan tatapan tidak suka. Pria itu bahkan tidak menutupi jika mungkin dia menganggap ayahnya itu cukup bodoh karena tidak benar-benar menyimak ceritanya dengan benar.Narendra menghela napas panjang sebelum kemudian menanggapi, "Ayah, tidakkah tadi Ayah mendengarkan ceritaku dengan baik?"Satria terbelalak tetapi dia membalas pertanyaan putranya, "Dengar. Peluru itu sedikit meleset tetapi mengenai Glenn. Iya kan?""Hm, itu benar. Peluru itu katanya mengenai perut Glenn dan bukannya jantungnya jadi mungkin dia masih hidup atau bisa saja sedang sekarat. Entahlah, aku tidak mengetahuinya. Anak buahku masih mencarinya di seluruh rumah sakit yang ada di Jakarta ini. Dan aku yakin sekali dia akan segera ditemukan," ujar Narendra begitu senang.Satria mengangguk mengerti. "Jika kau sudah menemukannya, apa yang akan kau lakukan terhadapnya?"Narendra menyipitkan mata, memperlihatkan ayahnya senyumannya yang kejam. "Ayah, apakah sekarang ini Ayah masih har
Alexander dan Dewa menyadari jika di sana masih ada gadis muda yang mendengarkan percakapan mereka yang cukup bisa dikatakan berbahaya dan tidak pantas didengar oleh gadis itu.Dewa seketika berkata, "Oh, Sayang. Maaf, percakapan ini tidak pantas untuk kamu dengar. Ah, Alex. Kita tunda saja percakapan ini daripada putrimu harus mendengar hal seperti itu."Clarita sebenarnya tidak ingin menyerah begitu saja tetapi melihat kedua pria dewasa itu terlihat tidak ingin lagi melanjutkan percakapan mereka mengenai permasalahan tentang aksi balas dendam itu maka ia pun juga tidak bisa lagi bertanya."Kamu mau minum atau mungkin camilan?" tawar Alexander.Clarita dengan segera menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku bisa makan dalam situasi seperti ini? Ayolah Ayah, aku bukan gadis berdarah dingin yang tidak mementingkan situasi dan kondisi."Alexander meringis mendengar ucapan putrinya yang begitu mengguncangnya Itu.Dewa sendiri tidak tahan untuk tidak tertawa telan tetapi dia kemudian t
Sang pengawal dengan sangat terpaksa akhirnya menjawab kembali, "Tuan Alex tidak apa-apa dan baik-baik saja tetapi Tuan Glenn baru saja tertembak karena diserang."Clarita langsung saja membungkam mulutnya karena kaget. Tak bisa dipercaya, hanya sangat mustahil sekali pria sekuat Glenn bisa tertembak dan kini nyawanya sedang dalam bahaya di dalam rumah sakit.Clarita terdiam sejenak bingung atas apa yang harus dia lakukan setelahnya.Namun, dia tentu tidak bisa berdiam saja di sana sehingga dia memutuskan, "Aku akan ke rumah sakit."Sang pengawal tentu saja langsung saja menjawab, "Tidak, Nona. Tuan Alexander meminta Anda untuk tetap di rumah dan tidak melakukan apapun. Sebenarnya yang diserang itu adalah Tuan Alex tetapi Tuan Glenn datang untuk menyelamatkannya sehingga yang terkena malah Tuan Glenn.""Iya, Nona. Di luar sana masih begitu berbahaya dan kita juga tidak tahu apakah penyerang itu akan mencari-cari Nona karena anda merupakan putri satu-satunya Tuan Alexander sekaligus ke
Ken, sopir Alexander Barata segera melajukan mobilnya lebih cepat dan berusaha menghindari 3 mobil yang mengejar mereka.Alexander mulai tegang dan kemudian segera menghubungi Glenn dengan cepat. Ia benar-benar sangat beruntung sekali karena hanya dalam dari yang pertama panggilannya telah dijawab oleh Glenn."Kenapa kau-""Kirim bantuan sekarang, Glenn! Aku sedang dikejar-kejar!" ujar Alexander dengan suara yang begitu panik.Glenn yang sedang duduk di atas atap itu segera berdiri dan berkata dengan nada yang juga panik, "Di mana posisimu?""Ah, tidak usah. Aku tahu. Bertahanlah sebentar!" ucap Glenn.Glenn segera membuka aplikasinya dan memerintah dengan cepat, "Susul Alexander!"Beberapa anak buahnya yang telah siap siaga itu pun segera mengambil posisi masing-masing dan Glen ikut ke dalam salah satu mobil itu.Sementara itu, Alexander masih dalam pengejaran dan hampir saja terkena sebuah tembakan saat salah satu orang yang berada di mobil kirinya tersebut melemparkan sebuah tembak
"Ayah bukan saudara kandung dari Paman Andi," ujar Arnold.Narendra menatap adiknya itu dengan tatapan heran tetapi ia masih terlihat begitu bingung.Arnold mengamati ekspresi kakaknya yang tidak ada keterkejutan di sana. Ia pun mulai berpikir jauh, "Ah, jadi Mas juga tahu masalah ini? Tapi kenapa Mas hanya diam saja?"Narendra bertanya, "Dari mana kamu tahu masalah ini?"Arnold mengulas sebuah senyum pada sang kakak. "Tidak penting bagaimana aku tahu tapi fakta jika ternyata kamu juga mengetahuinya itu Cukup membuatku heran.""Kenapa lagi?" tanya Narendra malas."Masih bertanya kenapa? Ini semakin membuat kita itu tidak memiliki hak apapun atas harta itu. Mas, kita tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Glenn. Bisa tidak kamu mengembalikan saja semua yang memang bukan milikmu terhadap Glenn? Apa sedikitpun kamu tidak merasa aneh ketika melakukan apapun pada harta yang bukan milikmu?"Narendra mencibir, "Oke, kita memang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka tetapi kita t
Kenyataan itu begitu menampar Satria. Ia pun tidak lagi bisa berkutik lagi ataupun membela putra bungsunya.Narendra melihat ayahnya yang tidak bisa menjawab perkataannya itu pun membuatnya semakin yakin untuk memberi satu pelajaran bagi sang adik."Lebih baik Ayah tidak usah ikut campur masalah ini. Biarkan aku yang menyelesaikannya," ucap Narendra.Satria hanya bisa terdiam di sofa ruang tamu itu, meresapi semua yang terjadi di kehidupannya.Tiba-tiba saja ia bangkit dari tempat duduknya itu lalu berjalan menuju ke sebuah gudang yang terletak di luar ruangan.Gudang itu terpisah dari rumah utama sehingga ia harus berjalan sendirian ke sana dan melarang semua anak buah Narendra untuk menemaninya.Begitu ia masuk ke dalam gudang tersebut, ia segera berjalan mendekat ke sebuah benda yang tertutup oleh kain putih besar.Segera saja ia ambil kain yang menutupi sebuah pigura besar itu. Ia pun kemudian duduk di depan pigura tersebut dengan wajah yang terlihat amat sangat letih.Ia mulai be
"Apa yang Ayah bicarakan itu? Tentu saja aku menyukainya," ucap Clarita menatap ke arah ayahnya dengan tatapan heran.Alexander kembali menyipitkan mata dan menatap putrinya dengan tatapan bingung, "Tunggu dulu, Nak. Yang Ayah maksud itu adalah menyukai layaknya seorang wanita menyukai laki-laki. Seperti itu. Kamu tidak seperti yang Ayah maksud kan?" Mata Clarita membola begitu sempurna usai dirinya mendengar perkataan ayahnya tersebut. Ia kehilangan kata-kata untuk beberapa saat dan kemudian membalas perkataan ayahnya itu dengan cepat, "Maksud Ayah, cinta pasangan? Astaga, Ayah. Yang benar saja. Aku menganggap dia sebagai aku menganggap Ayah. Dia sama saja dengan orang tua keduaku."Mendengar perkataan putrinya, Alexander benar-benar menghela napas dengan lega. Ia tertawa konyol lalu kemudian menyesat minuman yang tidak ia ketahui namanya itu.Minuman khas Korea Selatan yang rasanya asam manis cukup menyegarkan tenggorokannya.Alexander kemudian tersenyum pada Sang Putri, "Ayah bena