“Nona Sarah?” Nathan terkejut saat mendengar suara itu.“Ah ….” Sarah memutar bola matanya. “Jangan terus menerus memanggilku dengan sebutan Nona, cukup panggil namaku, Sarah.”“Baru saja, petugas keamanan disini menelponku, katanya datang seorang pria dengan keluarganya membawa barang-barang dan menunjukan sebuah kunci,” ujarnya tersenyum menatap Nathan. “Aku takut dia mempersulitmu, sehingga aku segera datang kemari.”Nathan yang melihat Sarah menyempatkan diri untuk segera kemari merasa terharu . “Tidak apa-apa, hanya kesalah pahaman, sudah dijelaskan juga, tapi sebenarnya …. Aku perlu bantuanmu.”“Bantuanku? Tentu, selama aku bisa membantumu,” Sarah mengangguk.“Aku memberitahu orang tua ku kalau rumah ini dipinjamkan kepadaku. Dan kebetulan sekali kamu datang, bantu aku meyakinkan orang tuaku! Kalau rumah ini kamu pinjamkan kepadaku, aku harus menyimpan banyak rahasia disini ….” Nathan berbisik.“Ahh …, itu mudah sekali,” Sarah tersenyum dan melangkahkan kakinya ke dalam villa se
“Nathan, Sarah lumayan juga, dari suaranya saja, dia terdengar seperti Nona Muda dari keluarga kaya. Hebatnya lagi, dia sama sekali tidak sombong dan arogan, kamu harus berusaha keras!” Setelah Sarah pulang, Maria berkata pada Nathan.“Hah? Ma, jangan berbicara omong kosong, kami hanya teman biasa!” Nathan berkata dengan pasrah.“Nathan, Papa setuju dengan Mamamu, berusahalah lebih keras, aku ini tidak pernah salah menilai orang!” Saat itu, David juga ikut menimpali.Perlu diketahui kalau David tidak pernah membahas masalah seperti ini dengan Nathan, sepertinya kali ini dia benar-benar menyukai Sarah, dan merasa kalau Sarah tidaklah buruk dan akhirnya dia membujuk Nathan.“Sudah, kalian ga perlu memikirkan itu, istirahat saja dulu, ya,” ujar Nathan dengan pasrah dan berjalan menuju kamar tidur.Setelah masuk ke dalam kamar, Nathan tidak langsung tidur, dia duduk bersila sambil memejamkan kedua matanya, telunjuk dan ibu jarinya membentuk huruf O dan memfokuskan konsentrasinya. Energi s
Melihat Nathan yang berpakaian rapi keluar dari dalam kamar, David pun bertanya. “Nak, kamu mau kemana?”Terlihat tatapan mata yang khawatir dari David, dia takut anaknya bertemu lagi dengan Sherly dan teman-temannya itu. “Pa, aku ingin berkeliling sebentar,” jawab Nathan dengan tatapan yang datar.Melihat tatapan ayahnya yang curiga, Nathan tersenyum dengan tenang. “Aku ingin berkeliling di daerah Villa ini, siapa tahu aku menemukan sebuah toko obat yang bisa menyembuhkan mata ibu dengan cepat.”“Aku pergi dulu,” ujarnya seraya melangkahkan kakinya meninggalkan Villa itu.Di saat Nathan sedang berjalan menuju gerbang, Nathan melihat sosok pria yang familiar sedang berdiri bersama dengan lima anak buahnya. Terlihat dari tatapan mata pria itu, mereka sedang menunggunya dan tentu saja ingin mencari masalah.‘Kenapa hidupku selalu saja penuh masalah?’ gerutu Nathan dalam hati. ‘Menyebalkan.’Melihat pandangan Nathan yang menjengkelkan, Fadlan langsung berseru. “Akhirnya …. Aku sudah men
Nathan menghela napas, tahu bahwa sulit bagi Fadlan untuk percaya. Di mata pria tersebut, dirinya hanyalah seorang napi, sedangkan Sherly adalah wanita yang dicintai Fadlan.Kalau Fadlan tidak percaya, Nathan juga tidak rugi, melainkan Fadlan sendiri. Yang jelas, Nathan tidak memiliki dendam dengan Fadlan dan tidak ingin memperpanjang masalah di antara mereka. Lagi pula, mereka sama-sama korban manipulasi Sherly. "Percaya atau tidak, itu urusanmu. Aku tidak peduli,” ucap Nathan pada akhirnya seiring dia berjalan melewati sosok Fadlan yang masih membeku di tempat. Dia menepuk pundak Fadlan pelan. “Namun, satu saranku … berhati-hatilah agar kamu tidak menjadi korban selanjutnya.”***Pasar antik Kota Vale.Nathan meregangkan tubuhnya, pria itu merasa sangat lelah setelah bertemu dengan berbagai masalah kemarin. Pasar antik ini adalah pasar barang antik terbesar yang ada di kota Vale, banyak pecinta barang antik akan datang kemari untuk berbelanja. Kios-kios memenuhi kedua sisi jalan,
“A-Apa itu?”Keterkejutan menyelimuti orang-orang yang berada di dalam toko itu. Mereka melihat Nathan yang mengambil sebuah cincin dengan ukiran naga yang bersinar dari dalam kotak itu.“Sebuah cincin?”“Aku merasakan sebuah aura yang menakjubkan mengelilingi pria itu!” seru seorang ahli bela diri yang tiba-tiba bersuara dari belakang kerumunan orang-orang.Orang-orang yang mendengar itu terkejut, Nathan yang mendengar kehebohan para penonton, membuang kotak besi itu. Lalu menelitik cincin itu dengan seksama. ‘Bagus! Dengan energi spiritual ini, akan mampu mempercepat penyembuhan Mama,” gumamnya dengan semangat.“Jangan-jangan, dia memang sudah tahu bahwa di dalamnya terdapat benda yang bersejarah!”“Benar, dia sepertinya tidak sembarangan membeli barang, melainkan mengetahui isinya!”Mendengar orang-orang terus membicarakannya, Nathan segera memasukkan cincin itu ke dalam sakunya. Dan disaat Nathan memasukkan batu giok itu kedalam saku, dan berniat pergi, pemilik toko itu tiba-tiba
“Baik!”Melihat para pria bertubuh besar itu melesat ke arahnya, Nayhan menghela napas dengan frustrasi. ‘Tidak bisakah orang-orang di kota ini berhenti melakukan hal konyol seperti ini berulang kali. Aku mulai bosan menghadapinya ….’ Kemudian, Nathan mengangkat tangannya.BUGH! PLAK! BRAK!“Ahh!”Seketika, lima pria besar itu tersungkur di lantai dengan wajah dan tubuh penuh dengan memar. Nathan yang berada di hadapan mereka hanya berdiri dengan wajah bosan.Dengan manik hitamnya, Nathan menatap sang pemilik toko. “Kalau tidak ada hal lain, aku pergl dulu.”“Bocah, kamu cari mati!” Selesai berkata, pemilik toko itu langsung melayangkan tinjunya pada Nathan.Hwooosssh!Suara angin menderu, pemilik toko itu terlihat jelas berlatih bela diri, kalau tidak kekuatan dan kecepatannya tidak akan seperti ini. Tapi setelah dipikir, masuk akal juga, kalau tidak mempunyai kemampuan mana bisa membuka toko untuk menipu orang. Nathan mendengus, dia membalikkan badannya dan mengulurkan tangannya le
“Mencuri?” Nathan terkejut saat mendengar ucapan pemilik toko itu. “Jelas-jelas aku sudah membelinya darimu.”"Omong kosong! Sedari awal aku ingin memberikan cincin itu untuk Tuan Ryzen, tapi kamu mencurinya dariku!" elak pemilik toko itu seraya menatap wajah pria di hadapannya yang terkejut.Mendengar pemilik toko itu membicarakan sebuah cincin bertahtakan ukiran naga, Hengky Permana—anggota Nocturnal sekaligus bawahan Ryzen Amadeus—terdiam di tempat dengan ekspresi wajah yang terkejut.“Cincin dengan ukiran naga?!” mata Hengky bersinar. “Bocah, dimana cincin itu? Aku ingin melihatnya“Kamu, bawahannya Ryzen?” Nathan bertanya pada Hengky.“Bajingan, kamu kira nama Tuan Ryzen boleh kamu panggil sesuka hatimu?” pemilik toko itu berusaha bangkit dan menunjuk Nathan. “Tuan Hengky adalah murid terbaik Tuan Ryzen, dia yang mengatur keamanan di sini.”Nathan tidak memperdulikan pemilik toko itu, dan menatap Hengky lalu menunjukkan cincin yang diberikan oleh Marcel. “Apa kamu tahu cincin ini
“Kita akan pergi ke istana awan, Tuan,” Di dalam mobil, Ryzen memperkenalkan sedikit kepada Nathan.“Istana awan?” Nathan mengerutkan keningnya saat mendengar itu, “Memangnya ada? Siapa yang tinggal di sana?”“Tuan Zayn Floyd, dia pernah menjadi pejabat pemerintah provinsi yang sekarang sudah pensiun,” jawab Ryzen yang kemudian berkata. “Setelah pensiun, Tuan Zayn membangun sebuah Villa di pegunungan yang indah di kota Vale,dan kemudian menikmati hari-hari pensiunnya disana. Dan dia mempunyai hobi untuk mengoleksi barang antik.”Tak lama kemudian, mobil itu berhenti di depan sebuah Villa di atas gunung dengan pemandangan awan mengelilinginya. Melihat mobil datang, seorang pelayan bergegas menghampiri, dan berbisik beberapa kata dengan Ryzen, dan bergegas lari kembali ke dalam rumah.‘Tempat ini … aura barang antik berharga sangat kental di sini,’ batin Nathan dengan mata menelisik. Dari luar saja, sudah terlihat banyak sekali patung-patung dan guci yang berumur ribuan tahun. Bahkan
Nathan tersenyum tipis. Tapi senyuman itu tidak membawa kehangatan, itu adalah senyuman milik seseorang yang telah membuat keputusan. “Bukan gertakan,” bisiknya dingin. “Itu adalah nisan yang baru saja kau gali sendiri.”Gill menatap Nathan dengan pandangan tajam, senyum sinis masih menempel di wajahnya. “Kau terlalu percaya diri.”Swosshh~Dalam sekejap, tubuh Gill menghilang dari tempatnya, melesat seperti bayangan! Nathan tak bergerak, matanya hanya menyipit sepersekian detik sebelum serangan.Slashh!Sebuah pukulan meluncur dari arah kiri, cepat dan berat seperti meteor. Tapi Nathan memiringkan tubuhnya hanya setipis helai rambut, menghindari serangan itu tanpa panik. Bugh!Siku Nathan melesat balas ke arah dada Gill dengan kecepatan tak kasat mata. Gill mengebloknya dengan lengan kiri, suara benturan tulang beradu terdengar nyaring di udara malam.Bugh! Bugh! Bugh!Serangan demi serangan saling beradu, tinju, siku, tendangan, sapuan kaki. Setiap benturan menghasilkan gelombang u
Nathan berdiri di depan menara kegelapan, jubahnya berkibar pelan tertiup angin malam. Matanya menatap lurus ke arah pria yang telah meretakkan formasi pembunuhnya.Di bawah sinar bulan yang dingin, aura mereka saling berbenturan meski belum ada yang bergerak.Gill berhenti menghantam, tangannya yang terluka mengepal pelan, namun ekspresinya tetap tenang. Matanya menyapu Nathan dari atas ke bawah. “Jadi, kau Nathan?” ujarnya, suaranya rendah tapi menggema seperti bergema dari dasar lembah.Nathan menatapnya datar. “Dan kau pasti Gill, Tuan Muda yang disembunyikan di balik bayangan nama Wilford.”Gill menyeringai tipis. “Kau lebih pintar dari yang kuduga.”Nathan menatap luka di tangan Gill. “Formasi pembunuhku membuatmu berdarah. Tidak buruk untuk seorang ‘tuan muda’, bukan?”Gill tertawa pelan, tatapan matanya sinis. “Kalau formasi sekelas itu saja sudah membuatku mundur, aku tidak pantas menyandang nama Wilford.”“Sayangnya,” Nathan menimpali, suaranya seperti mata pisau menggores b
Formasi terpasang sempurna. Nathan menarik diri ke dalam bayang menara, menatap ke dalam kegelapan sambil menghela napas berat.Di luar, Hago memandang menara yang bergetar pelan, detak hatinya berpacu.“Sehebat ini?” satu prajurit bisik, suaranya hampir tak terdengar.Hago memutar wajah, mata redup menyala. "Nathan menghancurkan Ging dan melukai Kaidar, mereka seorang dengan kekuatan puncak penguasa Ingras tingkat akhir! Apa kita lebih hebat?"Gemuruh aktivitas di menara menggetarkan tanah. Kilatan cahaya ungu menelusup silang di balik jendela tinggi menara, seolah detak jantung yang siap meledak.Prajurit terhuyung, Hago mencibir pelan, sipi matanya menerawang ke cakrawala. "Tunggu Tuan Gill datang, aku akan melihat ke mana larinya Nathan kemudian."Dalam senyap menara, Nathan tenggelam kembali dalam kultivasi. teknik kijutsu berputar liar, menara bergetar hebat, merintih menahan badai energi yang menyedot setiap partikel energi spiritual di sekitarnya.“Apa?! Menara itu bergetar? P
Di bawah bayang menara, sosok itu terbungkus gaun hitam, wajahnya masih membelakangi mereka. Nathan membuka mata, sebuah kilatan biru dan merah menari di tengah pupilnya.Hago menegakkan punggung, mencoba menutupi keterkejutannya. “Siapa kau?” tanyanya, tingkahnya tenang namun bergetar tipis.Nathan menoleh perlahan, bayangan luncur di pipinya. “Pemilik sah villa ini,” jawabnya dingin. “Jika ingin selamat, mundur sekarang.”Getaran energi spiritual mengepul di telapak Nathan, aura naga melingkari tubuhnya.“Kami wakil keluarga Wilford!” desak Hago, namun suaranya gemetar. “Ramos telat bayar hutang, villa ini jadi milik kami. Lalu kamu siapa?”Nathan mengangkat dagu, cahaya dingin menyorot wajahnya. “Ramos sudah tiada, tapi tanah dan menara ini kini di bawah kendaliku,” ujarnya tenang. “Akan kucabut nyawa kalian jika berani menentang.”Beberapa prajurit keluarga Wilford saling berpandangan, tangan mereka mengepal pada gagang pedang.Salah satu dari mereka terangkat suaranya. "Tuan Hago
Debu dan serpihan porselen beterbangan, kristal lampu bergetar. Kaidar merasakan detik-detik terombang-ambing antara hidup dan mati, namun dia tetap tegap, mencatat setiap celah serangan Gill. Dengan satu teriakan rendah, Kaidar membalikkan formasi menjadi cincin pelindung, gelombang magis memantulkan serangan Gill, menimbulkan kilatan cahaya keunguan yang menari seperti naga kecil sebelum lenyap.Pertarungan singkat itu berakhir secepat kilat, tak ada korban luka baru, namun udara di antara mereka masih bergetar penuh ketegangan.Gill terdiam, matanya menatap kekaguman dan kewaspadaan. Dia menurunkan energi hitamnya, senyumnya merekah hangat namun penuh tipu daya. “Kaidar, rahasiamu pantas diperjuangkan. Menara Herton akan menjadi milik keluarga Wilford, dan kau, anak muda, pantas mendapatkan jatahmu.”“Aku akan mengirim pasukan ke sana, tidak akan ada siapapun yang bisa memasuki Villa itu!”Kaidar mengangguk pelan, rasa lega dan kemenangan berpadu di dadanya. “Tuan Gill, apakah Anda
Di Kota Hulmer, di kediaman megah keluarga Wilford, cahaya senja menyusup melalui jendela kaca patri ruang tamu. Gill, tuan muda Wilford, bersandar di kursi berlapis kain emas, dahi berkerut memikirkan langkah Kaidar. Sinar matahari sore menari di lengkungan langit-langit, menciptakan bayangan bergerigi yang seolah berbisik rahasia kuno.“Hago,” panggil Gill pelan, matanya menatap jajaran lukisan leluhur yang terpajang di dinding. “Mengapa Kaidar memilih Kota Yundom untuk berlatih? Dan apa hubungan villa Ramos dengannya?”Hago, penghuni lorong panjang dengan napas teratur, menunduk hormat. “Tuan Muda, ada sesuatu ganjil pada menara tua dalam kompleks keluarga Herton—bangunan itu seolah menolak bayangan zaman. Semua sayap villa telah dipugar, kecuali menara itu yang tetap lapuk dan dingin.”Gill bangkit, tatapannya menyala, lingkaran kekuasaan keluarga Winaya tak berdaya menjangkau Yundom. “Rahasia apa yang tersembunyi di balik dinding usang itu, sampai Kaidar tega merenggut nyawa Ramo
Cahaya lembut itu merambat ke rantai hitam yang menyekapnya, mengikis aura dingin kegelapan yang membekukan. Satu per satu rantai itu tergerus tenaga damai, lalu melingkup ke dalam tanah seperti akar yang kembali pulang. Suara raungan naga raksasa teredam, tubuh Nathan kembali bersih dari cengkraman gelap.Kaidar menegang, pandangannya melekat pada mutiara di tangan Nathan. Air mukanya memerah—rasa iri menyala di balik sorot matanya yang tajam. Baginya, harta Nathan adalah pusaka legendaris, pedang Aruna, cincin Ruang, Batu Mata Naga… dan kini cahaya Langit yang lebih agung lagi.“Nathan, semua itu akan jadi milikku, setelah kau mati!” desis Kaidar, suaranya bergema dingin.Cahaya hitam di atas kepalanya kembali memancar, menyembur seperti laser ganas, siap meremukkan segalanya.Namun Nathan hanya tersenyum tenang. Dia mengangkat kedua tangan, membiarkan kilau cahaya jatuh di telapak. Cahaya damai merembes ke pori-pori kulitnya, mengeras menjadi aura emas yang menyala-lenyap.Saat ali
“Inikah kartu terakhirmu?” suara Nathan dalam bisik dingin.Sementara Kaidar terhuyung, mata mereka bertemu, rasa benci dan keinginan menang beradu tajam.Kaidar mengerang, lalu senyumnya memberi amaran. "Kau pikir ini sudah selesai? Saatnya kutunjukan kekuatan utamaku!”Dalam satu gerakan kilat, aura hitam di sekujur tubuhnya meroket, membentuk lingkaran manik-manik darah yang melayang di udara. Api malam menyala lebih pekat, memancarkan cahaya jingga dan ungu yang memutihkan langit. “Naga kegelapan!” teriaknya, sebuah ikatan darah naga yang membangkitkan roh kegelapan di dalamnya.Kegelapan pekat berdenyut di atas kepala Kaidar, merangkai diri menjadi lingkaran hitam pekat yang melayang. Dalam pusaran itu, udara bergetar, seperti permukaan danau yang berubah menjadi lautan gelombang badai. Cahaya sirna, hanya bayangan pekat yang menelan segalanya.Nathan menyipitkan mata, merasakan tekanan dalam rongga dada. “Apakah dia akan memanggil makhluk gelap lagi?” gumamnya pelan, ingatan ten
Satu menjadi dua, dua menjadi tiga—hingga akhirnya, enam sosok Nathan berdiri sejajar, masing-masing memegang pedang Aruna yang berkobar.Mantra Kaidar berubah menjadi enam telapak tangan raksasa, turun dari langit seperti hukuman para dewa.BAAAAANG!Langit seolah runtuh oleh tekanan dari telapak-telapak tangan itu. Namun di tengah tekanan, Nathan mengangkat pedangnya dan berteriak. “Api spiritual, bangkit!”Keenam pedang Aruna menyala, api merah membubung lebih dari sepuluh meter. Dalam sekejap, kobaran itu menembus telapak-telapak raksasa, membakar mantra hingga menguap di udara.“AAARGHH!”Teriakan memilukan terdengar. Kaidar muncul dari balik api, tubuhnya terbungkus jilatan merah membara. Dia berteriak panik, berguling di tanah, mencoba memadamkan api yang melahap pakaiannya.Saat apinya padam dan dia baru merasa lega.Namun, sebuah tangan emas mencengkeram kerah bajunya. Tatapan Kaidar membeku saat dia melihat Nathan berdiri di hadapannya, mata bersinar, wajahnya keras dan mend