“Lantas, tidak bisa naik ke atas juga?” ujar Beverly, terlihat sedikit kaget saat tirai cahaya itu muncul.“Beverly, mundurlah dulu. Aku akan memeriksanya,” pinta Nathan, tak mengetahui apa yang sedang terjadi, sambil perlahan mengulurkan tangan ke arah tirai cahaya itu. Saat telapak tangannya menyentuhnya, dia seolah tersengat oleh listrik.Kemudian, beberapa gambaran seketika muncul, bagaikan teknologi canggih yang ditayangkan secara kilat. Meski gambaran itu melintas cepat, Nathan melihat dengan jelas seseorang sedang berlatih sebuah kungfu. Secara naluriah, dia mengikuti beberapa gerakan sesuai gambar itu, dan seketika, tirai cahaya pun menghilang.Nathan melanjutkan perjalanannya ke atas dengan ekspresi kaget, menyadari tak ada halangan lain yang tersisa. “Beverly, kamu sudah bisa naik,” panggilnya sambil melambaikan tangan.Beverly pun mengikutinya dan bertanya penasaran. "Nathan, apa yang kamu lihat tadi? Aku hanya melihatmu melakukan gerakan.”“Kamu tidak melihatnya? Ada gamba
Di luar kegelapan menara, Beverly mengguncang tubuh Nathan dengan tegas, memecah keheningan malam yang pekat. “Nathan, bangunlah! Jangan buatku terus menunggu!” serunya, suara cemas dan lembut bersatu dalam satu panggilan yang penuh kasih.Nathan perlahan membuka mata, mendapati dirinya terbaring di atas tanah berlumut, dikelilingi bayang-bayang malam dan cahaya redup lentera yang menggantung di kejauhan. “Kau membuatku terkejut, Nathan! Saat kau naik, kau terus melakukan gerakan tinju tanpa kendali, sampai akhirnya pingsan,” ujar Beverly sambil mengusap wajahnya yang masih pucat, kekhawatiran terpancar jelas di matanya.Menggenggam kenangan yang samar akan kata-kata misterius pria tua itu, Nathan bangkit dengan langkah ragu namun mantap. “Apa yang baru saja kualami .... mungkinkah itu mimpi?” gumamnya dengan bingung.“Mimpi atau kenyataan, aku tak tahu,” jawab Beverly. "Tapi kita harus segera keluar dari sini. Pintu itu terkunci rapat oleh kekuatan yang kita belum pahami.”“Tidak ada
Kepala pelayan yang berada di dekat Ramos pun menyuarakan kekhawatirannya. "Ah, apakah Nathan sedang menghancurkan menara?”Tanpa menunggu lama, Ramos melompat dari balkon dan bergegas menuju menara kegelapan.BAAAM!Sesaat kemudian, ledakan keras mengguncang udara, pintu besi yang selama ini menjadi penghalang runtuh dengan dahsyat, menghempas tanah dan membangkitkan debu-debu yang beterbangan. Setelah debu mereda, Nathan menggenggam tangan Beverly dan melangkah keluar.Melihat sosok Nathan muncul dari reruntuhan menara, Ramos hampir terdiam dalam keterkejutan. “K-kau .… bagaimana mungkin kau bisa keluar?” serunya, suaranya dipenuhi ketidakpercayaan.Di tengah kekacauan, seberkas cahaya putih melesat keluar dari reruntuhan menara. Di benak Nathan terdengar suara pria tua itu, kini seakan mengudang keabadian. "Hahaha …. anak muda, terima kasih! Bila jodoh telah ditentukan, kita akan bertemu kembali di Gunung Lunaira!”“Gunung Lunaira?” bisik Nathan, bingung mendengar nama yang tak per
“Mungkin kau terlalu arogan,” balas Ramos dengan amarah yang memuncak. Dia tahu bahwa Nathan belum mengerahkan seluruh potensi kekuatan dalam dirinya, namun keangkuhan itu justru memancing kemarahannya.Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut, Ramos melepaskan pukulan sekuat tenaga, menghantam tanah dengan kekuatan dahsyat hingga menciptakan lubang dalam yang dalam. Suara siulan dan desingan udara pecah memenuhi udara, menandakan betapa dahsyatnya pukulan itu.Melihat lubang yang terbentuk, Nathan mengerutkan kening. “Ini baru permulaan,” lirihnya, sebelum Ramos melesat mendekat lagi. Kali ini, tinjunya yang bagaikan besi menggempur Nathan dengan penuh kemarahan.Tanpa kesempatan untuk menghindar, Nathan mengumpulkan kekuatan spiritual dalam dadanya. Pada saat yang bersamaan, tubuhnya perlahan diselimuti cahaya keemasan, dan sisik-sisik bercahaya mulai bermunculan di bawah sinar matahari. Tubuhnya mengeras bak emas yang tak mudah hancur, sebuah perwujudan kekuatan yang telah lama dia a
Pedang itu berkobar dengan aura yang tampak tak terkalahkan, menebas lengan Ramos. Melihat hal itu, Ramos segera mundur, terpukul oleh kekuatan senjata yang menyala itu. Nathan menatap tajam ke arah lawannya, menyadari bahwa kekuatan anak muda ini telah perlahan melampaui ekspektasi, bahkan saat menghadapi Ging, Nathan tidak lagi merasa gentar.“Sudah terlambat untuk mengeluarkan pedangmu sekarang!” ujar Ramos sambil mengangkat tangannya perlahan.Tiba-tiba, tanah berguncang hebat, dan tepat di atas kepala Nathan, muncul sebuah tangan raksasa dari langit yang menampar dengan kekuatan dahsyat. Nathan segera mengayunkan pedang Aruna ke arah tangan itu. Energi pedang melesat, namun tangan raksasa itu seakan tak terhenti. Dia mengerahkan seluruh kekuatan spiritual dan taiju dalam dirinya untuk melawan, namun tetap tak mampu menghentikan pergerakan tangan tersebut.Di tengah kekacauan, bayangan gerakan-gerakan tinju peledak yang selama ini Nathan pelajari di menara kegelapan terus berputar
Raut wajah Ramos berubah drastis. Tubuh besarnya terhempas mundur, dan dengan susah payah dia mencoba bangkit. “Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa kau berbalik secepat itu?” teriaknya, penuh keterkejutan.“Menyerahlah pada kekuatanmu yang tidak realistis itu, lawan aku dengan kekuatan yang paling murni dari dalam dirimu!” ujar Nathan dengan nada serak namun penuh keyakinan.Ramos mendengus, lalu mengangkat kedua tangannya. Dalam sekejap, angin topan bermunculan dan berputar kencang, berkumpul menjadi tornado raksasa yang menggulung amarahnya. Sebuah seberkas cahaya menembus badai, dan semburan api mulai menyala, mengubah tornado itu menjadi pusaran api yang mengerikan. Dalam jarak ratusan meter, suhu di sekelilingnya pun mendadak membakar.Ramos menjentikkan tangannya, dan tornado api itu langsung menyambar ke arah Nathan. Api menyembur seperti neraka, menyusun kerangka-kerangka ganas yang seakan menunjukkan taring-taring mematikan. Kekuatan dahsyat yang menggerakkan langit dan bumi in
BAAM!Nathan mengangkat kedua tangan, formasi sihir terbentuk di udara, lalu meledak dalam gelombang panas spiritual. Api biru itu mengamuk, memuntahkan lidah-lidah bara yang melahap setiap tulang kerangka dengan raungan magis.Ramos terhuyung mundur, wajahnya pucat keputihan. Hanya mendekat sedikit saja, tubuhnya seolah terpanggang hingga tulang belulangnya bergetar. Dalam sekejap, kerangka-kerangka itu terjerembap, abu hitam beterbangan tersapu angin malam.Hening kembali menyelimuti reruntuhan—hanya nafas berat Nathan yang terdengar, dan cahaya api biru yang perlahan meredup.Ramos terpaku, wajahnya berubah pucat pasi. Ketakutan merayap di sudut matanya ketika Nathan menatap dingin.“Kamu durhaka pada darah dagingmu sendiri, berani memperalat kerangka leluhurmu!” bisik Nathan, suaranya laksana es yang meremukkan tulang. “Kalau masih ada kartu rahasia lain, keluarkan sekarang!”Ramos menahan amarah dan rasa takut, dadanya berdebar hebat. Tiba‑tiba tubuhnya membengkak, aura gelap mem
Sementara itu, di sisi lain kota, Kaidar tiba di Kota Yundom bersama pasukannya. Keluar dari bandara, Kaidar dan bawahannya menyusuri jalanan sepi, meskipun keramaian masih menyelimuti area tersebut, tidak ada kendaraan mewah yang menunggu, yang membuat suasana semakin mencekam.Seorang bawahan pun berkomentar sinis. "Tuan Muda, si Ramos tua bangka itu terlalu arogan! Dia tahu Tuan Muda datang, tapi tidak mengirim mobil jemput?”Kaidar menanggapi dengan diam, namun sorot matanya yang dingin mengungkapkan ketidakpuasan.Tak lama kemudian, sebuah taksi tua berhenti tepat di hadapan Kaidar. Dari dalamnya, seorang pria tua turun, kepala pelayan Keluarga Herton, yang rupanya berhasil melarikan diri dari kejaran Beverly.Dengan suara hati-hati, Kepala pelayan bertanya. "Maaf, apakah kamu Tuan Muda Kaidar?”Kaidar mengangguk pelan, mengonfirmasi identitasnya.Rasa lega sesaat tampak di wajah Kepala pelayan, namun dia segera mengalirkan penjelasan yang penuh kekhawatiran. “Aku diutus untuk me
Nathan mengangkat tangan, memanggil kembali energi taiju dan bola cahaya putih kembali berdenyut di kepalan tinjunya. Namun saat tinju itu menghantam tubuh makhluk kabut, seakan meninju ruang kosong. Daya sedot gelap menghisap Nathan, menariknya masuk ke dalam perut kegelapan. Sekejap kemudian, sosoknya lenyap, hanya gema amarah Ging yang tertinggal.Dalam kegelapan, Nathan merasakan gelombang panas meluap seperti terbakar oleh matahari ratusan kali lipat. Setiap serat tubuhnya terpanggang, menjerit dalam kesunyian mutlak. Namun di balik siksaan itu, ada percikan sesuatu yang lebih murni, kekuatan spiritual hitam dan Taiju yang berkolaborasi, menyulut transformasi baru.Ging mengangkat ponsel, suaranya dingin ke Sancho. “Tiga menit lagi, dia akan menjadi abu,” Namun tak sempat dia menutup panggilan, kilatan cahaya keemasan menerobos kegelapan.BAAM!Suara ledakan gemuruh seakan menghancurkan langit. Makhluk kabut hitam meronta, tubuhnya mengerut, menyusut menjadi kilatan emas yang mel
Nathan menatap tawa itu, merasakan denyut ancaman di udara. “Sebentar lagi, kau tak akan bisa tertawa lagi,” gumamnya, suaranya serak oleh tekad.Tubuhnya perlahan memancarkan cahaya keemasan, bak matahari terbit di cakrawala malam. Sisik-sisik emas muncul, merambat di kulitnya, membentuk baju zirah tak tertembus. Aura keemasan itu mengalir bagai air, lembut namun terus-menerus, menenangkan namun penuh kekuatan.Ging mengernyit, matanya yang biasanya dingin kini memancarkan keraguan. “A-apa ini?” pikirnya, saat lapisan cahaya Nathan menyedot sedikit kegelapan di sekitarnya. Jantungnya berdetak tak menentu untuk pertama kalinya, dia merasakan Nathan sebagai ancaman nyata.Dengan satu hembusan napas, Ging membangkitkan segelnya. Kabut hitam pekat menyembur dari pori-pori tanah, melingkupi mereka dalam kegelapan pekat berdiameter ratusan meter. Angin berhenti; dedaunan gugur membeku di udara.“Hari ini, aku akan memenggal kepala Kultivator Iblis sepertimu,” teriak Nathan, suaranya mengge
Di dalam forum Saibu Care, Nathan menahan napas saat menekan tombol publikasi. Dia tahu, unggahan seperti ini—pengakuan tentang pembunuhan kelompok bayangan Negara Solara—pasti akan segera diblokir. Namun justru itulah tujuannya: membuat semua orang tahu bahwa ancaman Solara telah lenyap, dan dia tak lagi perlu bersembunyi. Beban yang selama ini mengekang dadanya seolah terangkat.Langit malam semakin gelap saat Nathan menutup layar. Tahun baru kian dekat, dan di benaknya hanya satu kata, penyelamatan. Sarah—cinta pertamanya—dan ibunya masih terperangkap di dalam cengkeraman Martial Shrine dan Keluraga Zellon. Dia tak punya pilihan selain menaiki jenjang kekuatan yang jauh melampaui batasnya sekarang. Setidaknya setengah level Villain, bahkan secepatnya meraih gelar penuh, jika dia ingin membebaskan mereka sebelum kembang api pertama pecah di langit Kota Moniyan.Nathan menghembuskan uap dingin, mengingat kembali bisikan Milan melalui telepon tadi. Suara temannya mengalir pelan, seaka
Di markas Martial Shrine, Sancho menatap foto-foto itu dengan mata muram.Ging berdehem gugup. "Ketua, anak ini berbahaya! Dia tak kenal ampun. Jika dibiarkan, besok bisa saja kita yang mati.”Sancho mengangguk dingin. “Cari cara melenyapkan dia. Kelompok bayangan Negara Solara saja tak berguna!”Ging menngangguk, kemudian berlari pergi merancang skema pembunuhan.***Sementara itu, di ruang tamu Keluarga Zellon, Andez dan Jazer memandang layar besar.Andez, matanya berkilat kekaguman. "Lihat, Tuan Jazer, Nathan itu bak bintang lahir, meski sadis, kekuatannya luar biasa.”Jazer menelan ludah, menatap potongan tubuh kelompok bayangan Negara Solara dalam gentong. Rasa takut dan was-was membelit hatinya. “Tuan Andez, bawa Ryuki pergi dan pulihkan dia di gunung. Begitu dia menjadi seorang Villain, turunkan dia ke kota dan siapkan pasukan!”Andez terkejut, namun segera mengangguk. Jazer tahu bahwa kekuatan Nathan berkembang terlalu cepat, dan Ryuki mungkin satu-satunya harapan untuk mengh
Nathan menatap tajam, suaranya meninggi. "Lihat dua bocah kecil yang mati di depanmu, apa itu tak cukup sadis, hah?!” Raut wajahnya muram, napasnya bergemuruh.“Bawa gentong kayu kemari!” Herold terguncang, lalu tergopoh-gopoh memberi perintah.Beberapa murid berlari membawa gentong kayu besar berisi cairan herba pekat. Kengerian menyelimuti sisa-sisa anggota kelompok bayangan Negara Solara. Mereka tak gentar pada maut, tapi penyiksaan semacam ini, baru pertama mereka saksikan. Derby hanya bisa menunduk, wajahnya pucat dan seluruh tubuhnya gemetar.Nathan kemudian berjalan mendekat, tatapannya mematikan. “Tak lama lagi, kalian pun akan merasakan ini,” ucapnya lirih. “Namanya manusia tongkat, ciptaan leluhur kalian sendiri!”Derby menahan amarah, suaranya parau. "Kami …. Keluarga Ryodan dan pemerintah Negara Solara takkan membiarkan ini!”Mendengar itu, Nathan hanya menatap sinis, lalu mengayunkan tinjunya ke udara. Sekejap, pedang Aruna berkobar muncul di genggamannya, diikuti renteta
Herold dan Beverly menahan napas, khawatir melihat Nathan yang terperangkap. “Nathan!” teriak Beverly, kakinya melangkah maju.Namun Nathan mengangkat tangan, sinar energi mengamuk di ujung jarimya. “Jangan mendekat,” peringatnya, suaranya terasa seakan gemuruh jauh di bawah tanah.“Serang!” Derby tersenyum dingin, memerintahkan dua anggota kelompok bayangan yang tersisa untuk mencabut katana dan menikam Nathan.“HAAA!”Mereka menerjang, bilah katana menari di udara, tapi tubuh Nathan tak tergores, lapisan tubuh emasnya memantulkan setiap serangan. Gelombang kekuatan spiritual menggelegar dari Nathan dan benang sutra berderit, satu per satu benang itu terputus.Melihat hal itu, jantung Derby berdegup kencang. Formasi yang dianggap tak tergoyahkan itu mulai terobek, celah‐celah emas muncul di antara simpulnya.BAAANG!Tiba‐tiba, ledakan dahsyat mengguncang Saibu Care dan formasi jaring sutra itu hancur, serpihan jaring melesat ke segala arah, menumbangkan pepohonan tua di sekitarnya.
Di bawah sorot matanya, Derby perlahan mengangkat kepala, luka parah menghiasi wajahnya. Dengan sisa tenaga, Derby menjerit. "Cepat pergi! Laporkan semuanya pada Kepala Keluarga!” Empat sosok bayangan lainnya berbalik dan melarikan diri, namun Nathan sudah siap. Dia menari di atas tanah retak, memanggil formasi sihir dan rune-rune bercahaya emas meledak ke tanah, membentuk jerat bercahaya di sekeliling empat pelarian itu.Keempatnya terperangkap dan pedang-pedang tiba muncul terhunus, kabut memancar, dan kilatan bilah katana menari di udara. Nathan berdiri tenang, membiarkan mereka menyerang. Pedang menebas tubuh emasnya, menimbulkan percikan api, namun tubuhnya tak tergores sehelai pun.Di saat mereka panik, kabut hitam meledak dari tubuh mereka, satu per satu lenyap, sebuah ilusi yang mematikan.“Penguasa Lembah, hati-hati! Ini ninjutsu mereka!” teriak Herold dari kejauhan, suaranya dipenuhi kecemasan.Nathan menutup mata sejenak, merasakan denyut energi emasnya berpadu dengan alir
Di bawah sinar fajar yang pucat, kabut tipis masih menari di antara puncak-puncak batu Saibu Care, menciptakan tirai misterius di arena pertempuran. Nathan mengangkat dagu, tatapannya menyapu kerumunan murid yang siap menyerbu. Suaranya bergema di lembah. "Mundur! Aku sendiri yang akan menghadapi mereka mereka takkan lolos hari ini.”Herold menatap heran, ragu menari di matanya, namun Nathan menegaskan lagi dengan sorot penuh keyakinan. Satu per satu, Beverly, Sienna, dan seluruh murid Saibu Care mundur ke balik reruntuhan, meninggalkan Nathan berdiri sendirian di tanah merah yang berdebu.Derby melangkah maju, senyum sinisnya memecah keheningan. “Berani sekali, Nak? Hari ini aku akan mengantarkan kepalamu pulang,” seketika, aura hitam Derby meledak dan angin sakti mengamuk, menciptakan jurang berduri di bawah kakinya.Nathan tidak bergeming. Dengan sekali hembusan napas, aura keemasan menggelegak dari dalam tubuhnya, menyapu angin Derby bagai ombak raksasa.BAAAAM!BRAAAK!Dentuman m
Herold merasakan dingin menembus tulang punggungnya. Peluh dingin menetes di keningnya, sebuah keputusan terberat dalam hidupnya mulai terpampang.“Kau punya tiga detik,” geram Viqi, lalu mulai menghitung dengan suara yang tenang namun mematikan. “Tiga .… Dua .…”Darahnya berdesir, dan dunia terasa hampa. Herold menutup mata sejenak, membayangkan anak-anak yang akan tewas demi satu nama—Nathan!“Satu!”Pada hitungan terakhir, pintu gerbang terbuka perlahan. Zephir muncul, langkahnya tenang namun memancarkan otoritas. Semua mata tertuju padanya.“Tuan Zephir!” Herold tersentak, wajahnya penuh harap.Derby menyipit, menantang. “Siapa kau?”Zephir tak menoleh dan dia melangkah ke depan, menatap bocah-bocah yang gemetar di tangan Viqi. “Panggil Nathan ke sini,” suaranya lembut tapi tak terbantahkan. “Jika tidak, dia akan menanggung beban seumur hidup, jika mengetahui nyawa-nyawa tak berdosa telah dikorbankan untuknya!”Herold mengangguk, dadanya berdebar. Di balik keraguan, ada secercah h