Cilera berdiri terpaku, tangan yang memegang busur gemetar hebat. Air matanya tak lagi dapat ditahan, mengalir deras melewati pipinya. la memandangi Darrel yang masih tertusuk oleh tulang tajam, tubuhnya lemas tak bergerak. Sejenak, bayangan masa lalu mereka melintas di benaknya-senyuman hangat Darrel, keberanian yang ia tunjukkan, dan janji untuk melindungi dunia. Suara Luciferos yang penuh ejekan terus menggema di telinganya, tetapi tidak ada yang mampu menenangkan ketakutan dalam hatinya. Ia meremas busurnya dengan kedua tangan, tetapi lututnya melemas, seolah kekuatan untuk berdiri pun menghilang.“Darrel…” lirihnya, air mata mengalir semakin deras. “Kau… ini semua salahku. Aku harusnya tak membiarkanmu pergi sendiri.”Di sampingnya, Vindel mengeratkan genggamannya pada pedang yang ia pegang. Rahangnya mengatup kuat, menahan gejolak emosi yang meluap-luap dalam dirinya. Darrel, ia tahu bahwa pemuda itu adalah sosok yang lebih dari sekadar sekutu ia adalah harapan yang mampu me
Di suatu dimensi yang dipenuhi bintang-bintang dan langit biru gelap, terlihat seperti sebuah alam semesta yang tak terbatas. Sosok Darrel terbaring di atas permukaan air dangkal yang berkilauan, bak cermin yang memantulkan segalanya. Ia merasakan keheningan yang mendalam, namun juga ada perasaan asing yang mengganggu.Perlahan, Darrel membuka matanya. Matanya terasa berat, namun ia terkejut mengetahui bahwa dirinya masih hidup. Ia mencoba bangkit, namun tubuhnya terasa lemah. Dan matanya menyapu sekitar tempat yang ia tempati begitu terasa asing baginya."Apa... ini? Dimana aku?" gumam Darrel, kebingungannya semakin memuncak.Suara yang berat dan penuh wibawa terdengar dari arah yang tidak jauh. "Kau sudah bangun, nak?" tanya sosok raksasa itu dengan suara dalam dan penuh kehormatan.Darrel mendongak dan melihat sosok besar yang memancarkan kekuatan agung, sebuah makhluk yang tak bisa disangkal lagi—sebuah naga raksasa. Sayap lebar yang berkilauan dan mata emas yang penuh kebijaksana
Tubuh Darrel bergetar hebat, pancaran cahaya keemasan keluar dari setiap retakan di kulitnya. Rasa sakit yang luar biasa menghantamnya, membuat tubuhnya seolah tak mampu menahan energi besar yang terus meluap."Aah!" Darrel meraung keras, mencoba menahan ledakan kekuatan di dalam tubuhnya. Kulitnya mengembang seperti balon besar, terasa elastis namun menyakitkan. Energi itu begitu mengerikan, hingga seluruh dimensi tampak bergetar karena keberadaannya.Cahaya keemasan memancar dari mata dan mulut Darrel, raungan kerasnya menggema, seolah ingin menghancurkan dimensi yang ia tempati.Namun, seketika, tubuhnya yang mengembang kembali ke bentuk semula, seolah tak pernah terjadi apa-apa.Matanya yang terpejam perlahan terbuka, memancarkan cahaya keemasan yang menyilaukan. Pupilnya, yang sebelumnya biru langit dan biasa, kini berkilauan dengan warna emas membara, seperti mata naga yang menyimpan kebijaksanaan dan kekuatan abadi.Darrel menarik napas panjang, ruang di sekitarnya bergetar heb
Di bawah langit mendung yang tampak berat, rintikan hujan kecil jatuh ke bumi dengan lembut, membasahi dedaunan dan tanah hutan yang gelap. Kabut hitam pekat menyelimuti seluruh wilayah, menciptakan suasana yang suram dan penuh misteri. Di tengah keheningan ini, sebuah kastil yang tampak suram dan angker berdiri tegak, dikelilingi oleh bayang-bayang kegelapan.Di dalam kastil tersebut, sebuah siluet hitam berdiri tegak, merasakan gelombang energi yang datang dari kejauhan. Mata sosok tersebut memancarkan kilatan tajam, dan tubuhnya seolah menegang, tak dapat bergerak. Kejutan yang luar biasa mengguncang dirinya, disertai perasaan gairah dan hasrat yang terpendam lama."Energi ini! Dia... apakah dia kembali?" bisiknya dengan suara serak, matanya terbelalak, penuh ketegangan dan kebingungan. Ada semacam kebencian yang terpendam dalam dirinya, bercampur dengan keinginan untuk memiliki kekuatan yang luar biasa tersebut. "Tidak mungkin... tidak bisa!" gumamnya, merasakan kegelisahan yang
Dalam kegelapan malam, langit membentang luas di atas pegunungan Tethra, diterangi hanya oleh cahaya bintang-bintang. Di bawah langit yang tenang itu, kerajaan Drakonik berjaga dalam keheningan. Di tengah pusat kerajaan, berdiri sebuah kastil megah yang dipahat dari batu hitam, tempat Raja Naga, Drakonis, memerintah dengan bijaksana. Sebagai penguasa naga terakhir, ia memiliki kekuatan besar yang tak tertandingi di dunia manusia. Drakonis telah menjaga keseimbangan antara manusia dan makhluk magis selama berabad-abad. Namun, di malam itu, ketenangan hanya menjadi ilusi tipis. Sesuatu yang gelap, berbahaya, dan tidak terlihat sedang bersembunyi di balik tembok kastil. Jenderal Arkanis, salah satu panglima perang terpercaya Raja Naga, berjalan cepat melewati koridor batu yang dingin, matanya penuh tekad dan niat busuk. Dalam diam, ia menggenggam erat sebuah permata hitam, artefak kuno yang selama ini tersembunyi dari pandangan Drakonis. Raja Naga duduk di singgasananya, tubuhnya yang
Kerajaan Morph terletak di lembah hijau yang dikelilingi oleh pegunungan megah, tempat angin dingin selalu menyapu desa-desa kecil yang tersebar di sekitarnya. Di atas bukit tertinggi berdiri Kastil Bertrand, rumah bagi salah satu keluarga bangsawan terkuat di seluruh kerajaan. Keluarga Van Bertrand telah memerintah tanah ini selama beberapa generasi dengan kekuasaan dan kehormatan. Duke Davin Van Bertrand, penguasa saat ini, dikenal sebagai seorang pemimpin tegas dan adil, dengan dua putra yang cerdas dan seorang anak ketiga yang berbeda dari mereka semua. Darrel Van Bertrand, putra ketiga Duke, sedang berdiri di tepi balkon kamarnya, menatap ke cakrawala di kejauhan. Usianya baru menginjak lima belas tahun, namun beban kehidupan bangsawan sudah mulai terasa. Angin yang menerpa wajahnya membawa bau pinus dari hutan yang membentang jauh di luar kastil. Matanya yang biru cerah memandangi lembah di bawahnya dengan perasaan campur aduk—di sanalah kebebasan terletak, di balik hutan
Langit di atas Kastil Bertrand mulai gelap ketika Darrel Van Bertrand terbenam dalam buku kuno yang baru saja ditemukannya. Di balik halaman demi halaman yang dipenuhi dengan tulisan kuno dan simbol-simbol yang memusingkan, Darrel merasa seolah-olah dirinya ditarik ke dalam kisah yang berbeda—lebih tua dan lebih besar dari sekadar catatan sejarah manusia. Kisah tentang Drakonis, Sang Raja Naga, yang telah lama dilupakan oleh dunia manusia, kini tampak lebih nyata daripada apa pun yang pernah ia pelajari. Saat Darrel terus membaca, rasa dingin yang aneh menjalar melalui tubuhnya. Tulisan-tulisan dalam buku mulai terasa bukan hanya sebagai cerita belaka, tetapi sebuah panggilan, bisikan dari masa lalu yang mencoba mencapai pikirannya. “Drakonis,” Darrel berbisik, namanya terasa asing di lidah, namun penuh makna. Di saat yang sama, seseorang bergerak di balik bayang-bayang perpustakaan. Elara, sang pelayan yang telah melayani keluarga Van Bertrand selama bertahun-tahun, perlahan mende
Perpustakaan kastil yang gelap dan penuh debu terasa semakin sunyi setelah kekuatan yang dipanggil oleh Elara mulai surut. Getaran-getaran magis yang sebelumnya menyelimuti ruangan perlahan memudar, meninggalkan Darrel sendirian di lantai batu dingin. Tubuhnya gemetar hebat, jiwanya seakan terkoyak oleh kekuatan luar biasa yang baru saja terbangun di dalam dirinya.Di sudut ruangan, Elara berdiri diam, tatapannya penuh dengan kepuasan yang tenang. Wajahnya yang biasanya lembut dan ramah kini tampak jauh lebih dingin, seolah-olah ada jarak yang tak terlihat antara dirinya dan dunia di sekelilingnya. Dia tahu tugasnya hampir selesai. Kekuatan yang telah disimpan di dalam tubuh Darrel selama bertahun-tahun telah dibangkitkan, dan sekarang, waktunya telah tiba baginya untuk kembali.“Elara…” Darrel berbisik, suaranya penuh kebingungan dan kelelahan. Ia berusaha bangkit, namun tubuhnya terasa begitu berat. “Apa yang kau lakukan padaku? Siapa kau… sebenarnya?”Elara memandangnya dengan seny
Di bawah langit mendung yang tampak berat, rintikan hujan kecil jatuh ke bumi dengan lembut, membasahi dedaunan dan tanah hutan yang gelap. Kabut hitam pekat menyelimuti seluruh wilayah, menciptakan suasana yang suram dan penuh misteri. Di tengah keheningan ini, sebuah kastil yang tampak suram dan angker berdiri tegak, dikelilingi oleh bayang-bayang kegelapan.Di dalam kastil tersebut, sebuah siluet hitam berdiri tegak, merasakan gelombang energi yang datang dari kejauhan. Mata sosok tersebut memancarkan kilatan tajam, dan tubuhnya seolah menegang, tak dapat bergerak. Kejutan yang luar biasa mengguncang dirinya, disertai perasaan gairah dan hasrat yang terpendam lama."Energi ini! Dia... apakah dia kembali?" bisiknya dengan suara serak, matanya terbelalak, penuh ketegangan dan kebingungan. Ada semacam kebencian yang terpendam dalam dirinya, bercampur dengan keinginan untuk memiliki kekuatan yang luar biasa tersebut. "Tidak mungkin... tidak bisa!" gumamnya, merasakan kegelisahan yang
Tubuh Darrel bergetar hebat, pancaran cahaya keemasan keluar dari setiap retakan di kulitnya. Rasa sakit yang luar biasa menghantamnya, membuat tubuhnya seolah tak mampu menahan energi besar yang terus meluap."Aah!" Darrel meraung keras, mencoba menahan ledakan kekuatan di dalam tubuhnya. Kulitnya mengembang seperti balon besar, terasa elastis namun menyakitkan. Energi itu begitu mengerikan, hingga seluruh dimensi tampak bergetar karena keberadaannya.Cahaya keemasan memancar dari mata dan mulut Darrel, raungan kerasnya menggema, seolah ingin menghancurkan dimensi yang ia tempati.Namun, seketika, tubuhnya yang mengembang kembali ke bentuk semula, seolah tak pernah terjadi apa-apa.Matanya yang terpejam perlahan terbuka, memancarkan cahaya keemasan yang menyilaukan. Pupilnya, yang sebelumnya biru langit dan biasa, kini berkilauan dengan warna emas membara, seperti mata naga yang menyimpan kebijaksanaan dan kekuatan abadi.Darrel menarik napas panjang, ruang di sekitarnya bergetar heb
Di suatu dimensi yang dipenuhi bintang-bintang dan langit biru gelap, terlihat seperti sebuah alam semesta yang tak terbatas. Sosok Darrel terbaring di atas permukaan air dangkal yang berkilauan, bak cermin yang memantulkan segalanya. Ia merasakan keheningan yang mendalam, namun juga ada perasaan asing yang mengganggu.Perlahan, Darrel membuka matanya. Matanya terasa berat, namun ia terkejut mengetahui bahwa dirinya masih hidup. Ia mencoba bangkit, namun tubuhnya terasa lemah. Dan matanya menyapu sekitar tempat yang ia tempati begitu terasa asing baginya."Apa... ini? Dimana aku?" gumam Darrel, kebingungannya semakin memuncak.Suara yang berat dan penuh wibawa terdengar dari arah yang tidak jauh. "Kau sudah bangun, nak?" tanya sosok raksasa itu dengan suara dalam dan penuh kehormatan.Darrel mendongak dan melihat sosok besar yang memancarkan kekuatan agung, sebuah makhluk yang tak bisa disangkal lagi—sebuah naga raksasa. Sayap lebar yang berkilauan dan mata emas yang penuh kebijaksana
Cilera berdiri terpaku, tangan yang memegang busur gemetar hebat. Air matanya tak lagi dapat ditahan, mengalir deras melewati pipinya. la memandangi Darrel yang masih tertusuk oleh tulang tajam, tubuhnya lemas tak bergerak. Sejenak, bayangan masa lalu mereka melintas di benaknya-senyuman hangat Darrel, keberanian yang ia tunjukkan, dan janji untuk melindungi dunia. Suara Luciferos yang penuh ejekan terus menggema di telinganya, tetapi tidak ada yang mampu menenangkan ketakutan dalam hatinya. Ia meremas busurnya dengan kedua tangan, tetapi lututnya melemas, seolah kekuatan untuk berdiri pun menghilang.“Darrel…” lirihnya, air mata mengalir semakin deras. “Kau… ini semua salahku. Aku harusnya tak membiarkanmu pergi sendiri.”Di sampingnya, Vindel mengeratkan genggamannya pada pedang yang ia pegang. Rahangnya mengatup kuat, menahan gejolak emosi yang meluap-luap dalam dirinya. Darrel, ia tahu bahwa pemuda itu adalah sosok yang lebih dari sekadar sekutu ia adalah harapan yang mampu me
Darrel berdiri dengan napas memburu, tubuhnya penuh luka. Setiap gerakan terasa seperti menahan beban gunung, tetapi matanya masih bersinar tajam dengan tekad yang tidak tergoyahkan. Di hadapannya, ketiga jenderal iblis—Mordor dengan kapak raksasanya, Kroel dengan tombak tajam mematikannya, dan Isengard dengan pedang-pedang melengkung yang berkilauan oleh energi merah darah—melangkah maju, aura mematikan mereka semakin menekan atmosfer.“Aku sudah cukup bersenang-senang,” Isengard berkata dingin sambil menyeringai. “Saatnya kau mati, manusia kecil.”Darrel memejamkan mata, berusaha mengabaikan rasa sakit yang melanda seluruh tubuhnya. Dalam pikirannya, bayangan naga emas raksasa, Drakonis, muncul, memandangnya dengan mata yang penuh kebijaksanaan dan wibawa."Drakonis, aku butuh kekuatanmu.""Tubuhmu tidak cukup kuat untuk menanggung semuanya, nak," balas suara berat Drakonis. "Jika aku memberimu lebih, kau mungkin tidak akan bertahan.""Aku tidak peduli! Bahkan jika nyawaku harus me
Bab 93 – Tekanan Tiga JenderalKapak besar Jendral iblis Mordor mengayun dengan kekuatan yang menggetarkan bumi. Udara di sekitarnya berdesing tajam, menyiratkan kekuatan destruktif yang dapat menghancurkan gunung dalam sekali tebasan. Namun, Darrel dengan refleks luar biasa menghindar, tubuhnya bergerak cepat meninggalkan bayangan hitam.Mata keemasan Darrel bersinar tajam, memindai tiga jenderal iblis yang mengepungnya. Mordor berdiri dengan kapak raksasanya, sosok merah darah itu adalah simbol kekuatan mentah. Di sisi lain, Isengard yang lebih ramping namun menyeramkan dengan dua pedang melengkung di tangannya, menebarkan aura haus darah. Terakhir adalah Kroel, tubuhnya dilapisi armor hitam pekat yang membuatnya tampak seperti benteng hidup, dengan tombak panjang berujung runcing yang sesekali menyala dengan energi gelap."Kau manusia keras kepala!" raung Mordor, taring tajamnya tampak saat ia membuka mulutnya lebar. "Menghindar terus? Apa itu cara para kalian manusia bertarung?
Medan perang semakin kacau setelah kemunculan Demon Lord Luciferos. Kabut hitam pekat yang menyelimuti wilayah Redthorn kini meluas, menyebar perlahan ke seluruh penjuru medan tempur, menyebarkan aroma busuk yang membuat siapa pun merasa mual.Di tengah suasana mencekam itu, barisan pasukan iblis terus muncul dari dalam hutan. Mereka berbaris dengan rapi, dipimpin oleh para jenderal iblis yang memiliki tampilan ganas dan mengintimidasi. Salah satu jenderal, sosok tinggi besar dengan kulit merah pekat dan pedang raksasa di punggungnya, tertawa keras."Haha! Lihat wajah ketakutan mereka! Pasukan elf sudah kehilangan nyali!" teriaknya, suaranya menggema di antara gemuruh langkah pasukan.Para prajurit elf semakin tertekan. Banyak di antara mereka yang jatuh berlutut, kehilangan semangat bertempur. Beberapa bahkan mulai menangis, membayangkan kematian yang tak terelakkan.Namun, dari kejauhan, terdengar suara terompet perang. Derap langkah ribuan pasukan bergema, menggetarkan tanah. Dari
Di medan perang yang porak-poranda, kekuatan luar biasa terpancar dari tubuh Darrel yang kini bertransformasi menjadi sesuatu yang hampir tak bisa dikenali. Sisik-sisik hitam keemasan membalut tubuhnya, membentuk armor kokoh yang memancarkan aura mengancam. Kedua tangannya berubah menjadi cakar tajam, seperti lengan seekor naga, sementara matanya bersinar keemasan, memancarkan tatapan dingin yang menusuk jiwa siapa pun yang melihatnya.Barrak tertegun, masih memegangi luka di perutnya yang tidak kunjung sembuh. Darah hitam pekat mengalir deras, namun luka itu bukan yang membuatnya gentar. Kekuatan yang terpancar dari Darrel memunculkan kenangan yang sudah lama terkubur dalam benaknya—bayangan sosok raksasa bermata emas, dengan suara yang menggema seperti guntur di atas langit yang kosong."Iblis. Beraninya makhluk menjijikkan seperti kalian menginjakkan kaki di duniaku."Suara berat nan agung itu terngiang kembali di kepala Barrak, membuat tubuhnya bergetar. Ia memandang Darrel den
Medan perang adalah neraka. Jeritan prajurit dan raungan iblis terus menggema, sementara darah mengalir seperti sungai di atas tanah, menghiasi tanah tandus itu, sementara tubuh-tubuh tak bernyawa bergelimpangan, menjadi saksi bisu betapa brutalnya pertarungan yang berlangsung.Di tengah kekacauan, Jenderal Leonor berdiri dengan pedang yang meneteskan darah. Napasnya memburu, tapi matanya tetap memancarkan determinasi. Armor peraknya berkilauan, memantulkan sinar matahari yang memudar di balik awan gelap. Ia baru saja berhasil menumbangkan golem iblis raksasa dengan bantuan para penyihir elf dan Darrel. Namun, senyum kepuasan tak sempat menghiasi wajahnya."Sial! Mereka tidak kenal lelah!" seru Leonor seraya menebaskan pedangnya ke arah iblis yang mendekat. "Seolah mereka tak peduli dengan nyawa mereka sendiri!"Seorang penyihir elf, Mariel, mengangguk dengan wajah pucat. "Pasukan iblis ini seperti dipacu oleh sesuatu yang lebih besar, Jenderal. Ada kekuatan yang tidak biasa mempenga