"Kami menemukan dia!" Seru lelaki bertopi yang masuk ke dalam salah satu ruang di gedung kepolisian itu. Mereka semua yang terlihat duduk di meja masing - masing seketika menoleh dan menatap serius."Siapa yang kau maksud?" Tanya seorang anggota kepolisian di sana."Pembunuh Erica! Aku menemukan dia!"Semua yang berada di sana seketika berdiri, tanpa aba - aba seluruh ruangan menjadi kosong seketika."Di mana dia?""Ruang interogasi.""Bagus, kasus ini akan segera terungkap!""Kerja bagus, bagaimana kau menangkapnya?" Tanya seseorang yang berjalan cepat menuju ruangan yang dimaksud."Dia sedang berada di pusat perbelanjaan ketika kami menemukannya. Dia tidak melakukan perlawanan," sahutnya.lelaki itu menautkan alisnya, "Bahkan tanpa perlawanan? Kurasa dia sudah menyerah setelah menjadi buruan selama ini. Tapi, berani juga dia menunjukkan dirinya.""Ya, kurasa begitu."..."Jadi, kau pelakunya?" Lelaki dengan perawakan cukup itu bertanya, ia duduk tepat di depan pria yang diduga adala
"Kau tidak salah dengar, Zen? Mereka menemukan pelakunya?" Mata Brian berbinar saat mendengar kabar tentang penangkapan lelaki yang diduga adalah sang pelaku."Ya, tapi kabar itu masih simpang siur, Brian. Mereka masih melakukan penyelidikan. Berita itu belum dimuat, tapi aku mendapatkan kabar itu dari seorang teman yang bekerja di kepolisian." Jelas Zen."Aku ingin bertemu dengannya, Brian. Bisakah kau membantuku?""Tidak semudah itu. Polisi belum bisa memutuskan apakah dia tersangka atau saksi.""Memangnya, apa yang dia katakan? Sehingga mereka meragukannya?""Dia mengatakan ada orang lain yang datang ke hotel itu selain dirinya. Seseorang yang tak ia kenali."Brian meremas tangannya, wajahnya memerah marah saat mendengar cerita itu. "Maksudmu Erica membawa dua lelaki dalam waktu yang sama? Itu tidak mungkin! Dia pasti mengarang cerita!""Tenanglah, semua itu akan terbukti nantinya. Tapi, apakah kau juga tahu kalau adikmu itu memiliki beberapa kekasih? Itu dugaan sementara."Mata Br
"Thanos, mereka menangkap pria itu." Cal mengatakan itu dengan terburu - buru, membawa kabar bagi Thanos yang sedang duduk di meja kerjanya. Thanos mendongak, menatap Cal yang kini berdiri tepat di depannya."Sepertinya itu kabar buruk, bukan? Apakah dia akan mengatakan yang sebenarnya kepada polisi?"Cal menautkan alisnya heran, "Apa maksudmu? Kau menyembunyikan sesuatu?"Thanos meletakkan ponselnya, menatap Cal, "Dia melihatku, Cal. Tapi mungkin tidak mengenaliku.""Kau bertemu dengannya?""Tepat di muka pintu kamar wanita itu." Jawab Thanos. "Tapi, kau sudah menghapus semua bukti keberadaanku di sana, kan?""Ya, seperti yang kau perintahkan. Mereka tidak akan menemukan pria lain selain orang itu.""Jadi, mereka tidak akan percaya kalau tidak ada bukti walaupun dia mengatakan kebenaran. Baguslah, apa yang harus kucemaskan. Dia akan menanggung segalanya. Dia adalah pria terakhir yang bertemu Erica." Senyum terulas di bibir Thanos, tapi Cal melihat kejanggalan di sana."Sebenarnya, ap
"Hari ini kita berangkat." Cal mengatakan itu kepada timnya, setelah ia menatap Athena beberapa saat. Athena hanya tersenyum tipis, ia tahu itu bukanlah sebuah tatapan yang menyambut bergabungnya ia ke dalam tim mereka. "Apakah kita memiliki proposal baru?" tanya seorang anggota tim kepada Cal. Cal menggeleng."Tidak. Kita bahkan tak mendapatkan dana lebih untuk itu.""Lalu? Apa yang akan kita lakukan di sana? Mereka sudah menolak dengan dana yang kita tawarkan, bukan?"Cal menatap Athena, dengan senyum miring ia berkata, "Barangkali si cantik ini bisa meluluhkan hati para penghuni di sana. Kurasa Thanos menempatkan dia ke dalam tim kita kerena itu.""Apa?" Athena tak percaya dengan apa yang dikatakan Cal padanya. Ini tak bisa ia terima."Bukankah itu benar?" Tukas Cal lagi."Cal, ada apa denganmu? Kau tidak suka aku bergabung? Kurasa hubungan kita baik - baik saja, dan aku berpikir kau adalah orang yang baik. Tapi sepertinya...lagipula aku berada di sini karena Thanos menganggap aku
Athena berjalan di pantai itu, pandangannya tertuju kepada kedai kopi kemarin. Ia sengaja bangun pagi - pagi sekali, bahkan saat cahaya mentari belum sepenuhnya terbit. Semalam Cal dan timnya memutuskan untuk pulang lebih dulu, mereka tak mendapat apa - apa selain kata penolakan. Namun Athena memilih untuk tinggal barang sehari lagi. Cal tertawa saat mendengar keinginan wanita itu. Cal tahu, Athena hanya membuang waktunya di sini. Masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Ini bukan saatnya liburan. Wanita itu berjalan menuju kedai kopi yang tampaknya buka 24 jam. Kedai itu sudah memiliki beberapa pelanggan di pagi seperti ini. Kedatangan Athena disambut dengan ramah, sepertinya lelaki itu bukan pelayan yang semalam. "Anda ingin memesan apa?" Tanya pelayan itu sembari memberikan daftar menunya saat Athena sudah duduk."Kopi yang paling disukai di sini, dan mungkin sedikit camilan."Lelaki itu mengangguk, berjalan ke bar kecil dan mulai membuatnya. Athena menatap kedai itu lagi
"Tuan Ansel, sepertinya dia adalah wanita yang datang bersama lelaki itu kemarin. Mereka mencari anda, dan ini sudah beberapa kalinya lelaki itu datang." Pelayan itu berbisik, saat Ansel masuk ke dapur untuk memeriksa bahan adonan kue."Begitu rupanya. Jadi, dia memang berkaitan dengan rencana pembebasan lahan di sini, ya? Lalu apakah lelaki bernama Cal itu terlihat sangat mirip denganku?"Pelayan itu menggeleng , "Tidak. Sangat tidak mirip.""Oh, mungkin bukan lelaki bernama Cal yang mirip denganku. Apakah ada orang lain yang datang ke sini selain dia, mungkin yang mirip denganku?" Ansel bertanya lagi, tampaknya ia begitu penasaran."Ehm, sepertinya tidak juga. Ada sekitar empat laki - laki, tapi tidak ada yang mirip dengan anda." Jawab pelayan itu yakin."Ini aneh, tapi dia terus mengatakan seolah aku adalah lelaki yang ia kenal. Namanya Thanos. Apakah kau pernah mendengarnya?""Thanos? Siapa?" Pelayan itu kembali bertanya, dan Ansel hanya tersenyum untuk menanggapinya."Berikan kue
Ansel menjentikkan jarinya di depan wajah Athena, membuat wanita itu kembali terkesiap. "Kau melamun?" Kata Ansel dengan tawa renyahnya itu. "Apa yang kau pikirkan, Athena?""Tidak ada. Aku merasa sedang...entahlah. Apa benar kau bukan Thanos?" Athena mengubah gaya bicaranya, ia ingin melihat reaksi lelaki itu.Ansel mengangguk, "Hmm, itu bukan aku. Mungkin, kami hanya mirip. Kudengar ada beberapa orang yang mirip di dunia ini. Aku juga bingung dengan itu. Mungkinkah nenek moyang kami sebenarnya orang yang sama?" Lelaki itu tersenyum, senyum yang benar - benar mampu memikat siapapun yang melihatnya. Lesung pipi yang dalam serta wajah tampan yang terus mengulaskan senyuman secara tak langsung menghapus kesan kejam dari dalam diri Thanos."Tapi itu aneh," kata Athena kemudian setelah ia menatap wajah Ansel beberapa saat."Aneh? Kenapa?""Kau benar - benar mirip dengannya. Tidak ada yang berbeda. Hanya saja..."Ansel menaikkan sebelah alisnya saat Athena menghentikan kalimatnya itu. "Ha
"Bagaimana liburanmu, Athena? Pasti menyenangkan." Athena terkejut saat ia berpapasan dengan Thanos pagi ini. Lelaki itu tampaknya datang lebih awal dari biasanya. "Maaf, apakah Cal tidak memberitahu anda kalau saya tidak berlibur di sana?" Athena menatap punggung Thanos yang seketika berhenti saat wanita itu menjawabnya.Lelaki itu berbalik, menatap Athena dengan menyipitkan mata. "Cal? Dia tidak mengatakan apa-apa padaku. Cal dan timnya kembali, tapi aku tidak melihatmu di sana. Jadi, aku hanya berpikir kau terlalu menikmati tempat itu. Bahkan sampai meninggalkan pekerjaanmu di sini. Kau harus ingat, tidak mudah untuk bergabung dengan De Aluna." Tatapan Thanos begitu tajam, rahang lelaki itu mengeras menunjukkan betapa ia marah saat mengatakan itu kepada Athena."Tapi, saya memang tidak berlibur. Saya di sana untuk proyek hotel itu.""Proyek hotel?" Thanos menautkan alisnya. "Cal mengatakan proyek itu masih sangat alot, Athena. Lantas kau di sana untuk itu? Lalu bagaimana apakah ad
“Aku sudah berusaha. Dia terlihat gugup saat aku membicarakan tentang Erica.” Fine kembali menemui Brian di sebuah restoran berkelas, tak semua orang bisa masuk ke tempat itu.“Memang dia pelakunya. Aku tak rela lelaki itu masih bisa menikmati kemewahan, sementara Erica tewas dengan cara seperti itu,” sahut Brian dengan matanya yang memerah.“Tapi, apa yang bisa kita lakukan sekarang?” tanya Fine.Brian menggeleng, “Setidaknya, hari-hari ini dia tidak akan tenang karena kau sudah mengatakan itu padanya. Kau harus berhati-hati mulai sekarang, Fine. Dia bisa melakukan apa saja.”“Dia tahu di mana aku tinggal, tapi apartemenku memiliki sistem keamanan yang kuat. Tak semua orang bisa masuk dengan mudah. Jadi, jangan cemaskan itu.” Fine tersenyum, menatap Brian yang terlihat sedikit kecewa di sana.“Ya, tapi tetap saja. Di luar kau tak memiliki seseorang yang menjagamu. Aku hanya takut kalau Thanos akan melakukan hal yang buruk padamu,Fine.”Fine tersenyum tipis, matanya lekat tertuju kepa
“Aku senang kau menemuiku lagi, Thanos.” Wanita itu menyilangkan kakinya, membuat rok pendeknya terangkat ke atas.“Kau tinggal di sini?” Thanos melayangkan matanya ke seluruh ruangan. Apartemen bergaya eropa memang selalu terlihat menarik.“Ya, seperti yang kau lihat. Apakah aku terkesan seperti wanita yang membutuhkan uang?” Wanita itu tersenyum, kilau di bibirnya menarik perhatian Thanos.“Fine, namamu sangat unik.” Thanos kembali menatap wanita bernama Fine itu, nama yang baru ia ketahui sehari sebelum pertemuan mereka malam ini.Fine mengangguk, matanya lurus menatap Thanos seakan sedang berjaga-jaga terhadap sesuatu yang akan menyerangnya.“Kalau bukan karena uang, lantas karena apa? Semua wanita yang datang padaku, hanya membutuhkan uangku,” ucap Thanos menyeringai.Fine menatap lelaki itu sedalam mungkin, hanya dengan mendengar perkataannya, Fine bisa menduga orang seperti apa Thanos ini.“Kau pasti seseorang yang sangat kesepian dan terluka, Thanos.”Perkataan Fine membuat le
BAB 48“Thanos bukanlah seseorang yang mudah untuk ditaklukkan. Dia selalu menghindar untuk membicarakan adikmu itu.” Wanita bertubuh sintal itu menatap Brian, bibirnya lantas menyunggingkan senyum tipis.“Lalu, kau ingin menyerah begitu saja?” Brian membalas tatapan wanita itu, sesekali terlihat mengusap dagunya yang kasar.“Aku tidak mengatakan itu,” sahutnya dingin. Wanita itu meletakkan wine di tangannya, lalu berjalan ke arah jendela besar yang ada di apartemen itu. Ditatapnya dari sana keindahan kota dengan lampunya yang berkelap-kelip. Jalanan masih begitu ramai di tengah malam seperti ini.Brian berdiri, menghampiri wanita itu di sana. Menatap tubuh rampingnya yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. “Kau tidak boleh melepaskan dia begitu saja,” bisik Brian di sisi leher wanita itu.“Jangan memerintahku, aku juga tak menyukai adikmu itu.” Wanita itu menolehkan sedikit kepalanya, menatap Brian dari sudut matanya yang tajam.Brian tertawa kecil, sedikit menjauhkan tubuhnya dari
Thanos menyeka sudut bibirnya yang terluka dengan air hangat, ditatapnya wajah itu dari pantulan cermin. Sesaat ia tak terima, kenapa dirinya begitu mirip dengan Megan? Guratan wajah serta rahang yang tegas...semua itu milik Megan. Lelaki itu mengepalkan tinjunya, dihantamnya cermin yang memantulkan bayangan dirinya itu. Sesuatu yang tak pernah ia harapkan.Thanos menatap ponselnya, sebuah pesan yang berasal dari seorang wanita. Wanita yang belum lama ia kenal dari sebuah klub malam. Ingin bertemu lagi malam ini? Thanos hanya tersenyum kecut membaca pesan itu. Wanita ini terlihat begitu berani. Dia memang cantik, juga sangat seksi tapi lagi - lagi Thanos tak pernah ingin menjalin hubungan yang serius. Tantangannya saat ini adalah Athena, wanita yang cukup sulit untuk ia dapatkan. Sementara wanita - wanita lain hanyalah pelampiasan akan rasa marahnya itu. Kau begitu berani mengirim pesan padaku. Kau tidak tahu siapa aku? Balas Thanos angkuh.Tentu saja aku tahu, Thanos. Kau putra D
"Apa yang kau lakukan, Ayah? Semua itu karenamu?" Thanos mendatangi Megan, lelaki itu terlihat berdiri di taman rumahnya yang luas. Megan berbalik begitu mendengar suara putranya itu."Melakukan apa? Seharusnya aku yang bertanya padamu, Thanos. Apa yang kau lakukan kepada wanita itu?"Thanos menautkan alisnya, menatap lelaki paruh baya itu dengan terkejut. "Kau mengawasi aku, Ayah?""Salahkah? Kau adalah pewaris perusahaan besar, Thanos. Aku mendirikan perusahaan itu dengan susah payah, dan kau mau menghancurkannya begitu saja? Kau ingin perusahaanku jatuh karena perbuatan burukmu itu?""Perbuatan burukku? Lalu bagaimana denganmu, Ayah? Bukankah kau memiliki wanita lain selain ibuku?""Thanos!" Megan membentak Thanos, mata lelaki itu terbuka lebar. Tubuhnya goyang namun ia segera menahannya dengan tongkat yang selalu berada di tangannya itu."Kenapa? Ayah pikir selama ini aku tidak tahu apa - apa? Wanita - wanita itu, membuat ibuku menderita.""Kau tidak tahu apa - apa, Thanos! Semua
Brian memukul meja itu dengan marah, ditatapnya Zen yang duduk di sana dengan tak percaya. "Kasusnya ditutup? Bagaimana mungkin?""Sepertinya pelakunya memang tak bisa ditemukan, Brian. Lelaki itu bukan pelakunya.""Tapi kau lihat sendiri, kan? Ada luka di tubuh Erica! Polisi juga mengatakan itu pembunuhan!" tukas Brian tak terima."Kau benar, tapi ini sudah lewat dari delapan bulan semenjak kematian Erica. Dan mereka tak memiliki petunjuk. Lelaki itu sudah dibebaskan. Karena memang tak ada bukti yang memberatkan dia.""Sudah kubilang sejak awal, bukan dia pelakunya. Tapi Thanos!"Zen menatap Brian seksama, "Tak ada bukti yang merujuk padanya. Wartawan bahkan mendatangi dia karena foto yang beredar itu, tapi Thanos mengatakan pertemuan mereka di tempat itu hanya semata hubungan bisnis, ia tidak tahu menahu soal Erica. Thanos...lelaki sekelas dia? Mana mungkin, Brian. Untuk apa ia melakukan itu? Tidak ada untungnya bagi Thanos, kan?""Sekarang kau membela dia?""Aku tidak membela dia,
Sean duduk di sana, menunggu Ansel meracik kopi untuk mereka. Tak butuh waktu lama bagi Ansel, lelaki itu kini kembali dengan dua gelas kopi di tangannya. Memberikan satu kepada Sean.Sean tersenyum saat aroma kopi yang terlihat nikmat berpindah ke hidungnya, aroma yang memang tak biasa. "Aku ingin mencobanya," ucap Sean yang mencicipi kopi itu dengan sebuah sendok kecil."Kau menyukainya?""Ini nikmat, tak seperti kopi yang pernah kuminum. Kau hebat, ya? Ehm, tapi kau bilang ingin mengatakan sesuatu tentang Ciara. Tentang apa itu?"Ansel menatap Sean yang terlihat tak sabar dengan ucapannya tadi, lelaki itu tersenyum kecil. "Ciara adalah gadis yang manja, dan aku adalah salah satu orang yang memanjakan dia. Yah, dia satu - satunya adikku. Mungkin karena ini sikapnya terkadang sedikit menjengkelkan. Dia memang tidak suka basa - basi. Sebenarnya itu cukup bagus, dia tegas dan tahu apa yang dikatakannya. Hanya saja, dia lupa kalau kata - katanya terkadang melukai orang lain. Tapi, Sean,
Ciara menatap pemuda yang duduk berhadapan dengan dirinya itu, sementara Ansel memilih untuk duduk di sisi adiknya. Wanita paruh baya itu tersenyum, ia tak menyangka kalau bocah lelaki yang dulu dilihatnya tumbuh menjadi lelaki tampan nan mapan. Kabarnya lelaki itu seorang dokter muda di sebuah rumah sakit swasta yang cukup terkenal. "Apa kabarmu, Amira? Sudah lama kita tak bertemu." Kata wanita paruh baya itu kepada sahabat kecilnya dulu. Amira meraih tangan Kane, menyentuhnya lembut. "Aku sangat gembira mendengar kau mengundang kami ke rumah ini, Kane. Setelah sekian tahun lamanya, kau membesarkan Ciara dengan baik." Senyumnya mengembang dan menatap Ciara dengan mata teduhnya itu. Kane tertawa, membalas tangan Amira di yang berada di punggung tangannya itu. "Kau juga, Sean terlihat begitu gagah dengan kemeja itu."Amira tersenyum, "Ciara pasti menyukai Sean, kan?"Ciara seketika menatap Ansel, ia tak tahu menahu soal pertemuan ini. Ibunya hanya mengatakan akan ada tamu dari jauh
Ansel mendekati ibunya, yang saat itu sedang duduk di teras rumah sambil membuat adonan kue. Hari ini mereka akan kedatangan tamu, teman jauh yang diharapkan bakal menjadi besan. Sudah lama mereka tidak bertemu, karenanya sang ibu ingin membuat sesuatu yang istimewa dengan tangannya sendiri. "Apakah mereka jadi datang?" Tanya Ansel memperhatikan tangan terampil ibunya saat mengadon."Tentu saja, nanti malam mereka tiba. Perjalanannya cukup jauh, memakan waktu hingga beberapa jam untuk sampai ke rumah ini. Memangnya kenapa?" Ibunya bertanya tanpa melihat Ansel. "Jangan katakan kau mau pergi, kau harus bertemu mereka dan membantu ibu. Ayahmu mungkin akan pulang terlambat, dia selalu sibuk," gerutu ibunya.Ansel tersenyum, "Dia sibuk untuk memenuhi kebutuhan di sini, kan? Jangan marah, Mom. Aku tidak akan ke mana - mana. Aku juga ingin melihat siapa calon suami Cia.""Calon suami? Mom berharap begitu, tapi apakah mereka akan berjodoh?""Kita lihat saja nanti saat mereka bertemu. Cia gad