Athena memperhatikan Jane, wanita yang duduk di sudut ruangan ruang kerjanya itu. Cukup lama ia menatap wanita yang terlihat sibuk dengan laptopnya itu. Sesekali ia tampak menautkan alisnya.Athena bangun dan memilih untuk menghampiri wanita itu di sana, duduk di depannya tanpa suara."Hei, kau butuh sesuatu?" Jane bertanya lembut, seakan senang karena Athena tiba - tiba datang ke mejanya seperti itu. sesuatu yang bahkan jarang Athena lakukan padanya."Kau punya janji makan siang dengan seseorang, Jane?" "Ehm, sepertinya tidak. Kalaupun ya paling dengan teman - teman di sini saja. Kenapa? Kau butuh bantuanku?" tanya Jane dengan senyum di bibirnya."Begini, Bagaimana kalau kita makan siang berdua. Ada hal yang ingin kutanyakan padamu." Athena mengatakan itu lirih, tak ingin orang lain mendengar obrolan mereka.Jane menatap Athena dengan mata membulat, seakan menunjukkan rasa ingin tahu yang besar. "Sepertinya sangat penting? Oke, aku setuju.""Terima kasih." Athena kembali ke mejanya
"Itu sangat mengerikan, Athena. Sebaiknya kau menghindari orang seperti itu." Carol meletakkan secangkir teh di depan Athena, lalu kembali duduk di sana dan menatap kawannya itu dengan cemas."Kalau aku bisa, Carol. Tapi aku tidak ingin kehilangan pekerjaanku." Jawab Athena setelah ia menceritakan semuanya perihal Thanos kepada Carol. "Kau benar, posisimu bisa dibilang tidak mudah. Aku juga tahu bagaimana kau sangat ingin bekerja di sana. Tapi, bagaimana bisa kau terlibat dengan dia setelah bekerja beberapa bulan di sana?""Itulah dia, Carol. Tiba - tiba dia memanggilku dan mengatakan sesuatu yang aneh. Seolah dia hanya ingin tahu seperti apa aku dan bagaimana aku. Aku juga tidak tahu pastinya kapan kami bertemu sebelum aku masuk ke dalam ruang kerjanya. Carol, aku sangat tidak nyaman dengan ini." Athena meneguk teh itu dan menghabiskannya seketika."Kau mau lagi?" tawar Carol."Tidak. Jantungku masih berdebar setiap kali aku mengingat tawaran itu. Datang ke kantor seperti masuk ke d
"Memang hanya aku yang tidak tahu apa - apa di sini." Gumam Athena menatap setiap orang yang berjalan melewati lobi gedung. Pagi itu Athena berdiri di sana, di depan pintu gedung bertingkat nan megah. Tak seperti biasanya, ada rasa ragu untuk terus melangkah masuk. Rasanya ia ingin pergi saja dari sana, tapi jauh di dalam rumahnya mereka membutuhkan Athena."Hei!" Suara itu membuat Athena menoleh, dan Cal berdiri tak jauh darinya. Lelaki dengan kemeja hitam berdasi itu menatap dengan senyum, wajahnya yang cerah dan tampan membuat semua yang melihatnya pasti terbius. "Hai," balas Athena yang kini menatap Cal dengan cara yang berbeda, setidaknya setelah ia mendengar cerita itu dari Jane."Kau sedang menunggu seseorang?" Tanya Cal lembut.Athena menggeleng pelan, "Tidak, aku akan masuk." Athena tersenyum dan melangkah masuk dengan Cal di sisinya."Ada apa? Kau terlihat bingung. Apakah sesuatu yang buruk sedang terjadi?" Cal dengan cepat membaca gerak gerik Athena, menatapnya dengan leka
"Jadi dia mengatakan itu?" Carol menyingkirkan rambutnya ke belakang, saat angin berhembus cukup kencang dan mempermainkan rambut panjangnya itu."Ya, bukankah itu aneh? Semua orang mengatakan kalau Cal adalah orang yang paling dekat dengan Thanos. Bisa dikatakan dia adalah tangan kanannya. Tapi kenapa Cal justru mengatakan kalau dia tak sepenuhnya mendukung Thanos?"Carol memutar bola matanya, ia lalu tersenyum lebar, "Mungkinkah Cal diam - diam berkhianat?""Aku tidak tahu, tapi kurasa dia juga memiliki rahasia.""Sangat rumit. Mereka dekat namun kita semua tidak tahu apa yang terjadi di belakang, kan? Ehm, lantas bagaimana kau dengan Thanos? Apakah kau sudah menolaknya?"Athena menggeleng, "Aku belum bertemu lagi dengannya. Kudengar dia sedang mengurus sebuah proyek besar. Tapi itu tidak termasuk pekerjaanku. Jadi, kau tidak begitu tahu.""Begitu, ya? Kau tumben tidak dilibatkan di dalam proyek itu? Biasanya kau selalu berhasil, kan?"Athena tersenyum, "Aku masih orang baru, Carol.
"Terima kasih, Carol. Aku tidak percaya kau masih mau menerimaku lagi." Wilson mengecup bibir Carol berulang kali seolah ingin menunjukkan betapa ia sangat merindukan wanita itu. "Berjanjilah kau tidak akan melukaiku lagi, Wilson. Kau tahu bagaimana sakitnya aku, bukan?" Carol menatap Wilson lembut, lelaki yang baru saja kembali menjadi suaminya itu. "Jangan cemas, aku terlalu bodoh jika menyakitimu lagi, Carol. Kau adalah wanita yang sangat baik. Maaf karena aku buta kala itu." Wilson meraih Carol ke dalam pelukannya, mencium leher Carol lembut. "Carol, aku sangat rindu padamu. Malam ini aku akan membuatmu kembali ke masa itu, masa di mana hanya ada kita berdua, Sayang." Wilson menatap Carol lembut, tangannya yang terampil menarik tali piyama yang melingkar di pinggang istrinya itu. Menjatuhkan gaun berkain lembut itu ke lantai. "Bukankah sudah lama, Carol? Kau pasti sangat merindukan sentuhan itu, bukan?" Carol memejamkan matanya, saat Wilson perlahan mulai menyusuri tubuh wanita
"Kau sakit, Carol? Wajahmu pucat." Tegur Athena, saat wanita itu berkunjung ke rumahnya sore ini. Carol duduk, wanita itu terlihat murung."Hei, ada apa dengan pengantin baru kita, hmm? Kau punya masalah, katakan saja padaku?" Kata Athena yang kini duduk di dekat Carol sembari menatapnya lembut.Carol menghela napas panjang, ia bingung harus memulai dari mana. Mengingat Athena sendiri belum pernah menjalani kehidupan berumah tangga seperti dirinya."Carol," panggil Athena ketika melihat wanita itu hanya diam saja."Athena, aku benar - benar bingung dan tidak tahu harus memulai dari mana. Rasanya aku juga malu mengatakan ini padamu."Athena tersenyum, ia meraih tangan Carol lembut, menatapnya dengan penuh rasa simpati, "Sejak kapan kau menjadi orang asing bagiku, Carol? Kau adalah orang pertama yang menyambutku saat aku datang dan tinggal di sini. Kau bisa mengatakan apapun padaku, jangan cemas, oke?""Ini soal aku dan Wilson.""Kenapa? Dia menyakitimu lagi?" Athena berkata dengan nada
"Proyek ini tak memiliki kemajuan, Thanos. Bagaimana kau akan mengatakannya?" Cal meletakkan proposal itu di hadapan Thanos. Dan lelaki bertubuh tegap itu hanya menatapnya sekilas."Kenapa? Apakah lelaki tua itu memaksamu untuk bertanya padaku?" Thanos menyeringai, lalu menatap Cal tajam."Aku harus bagaimana? Dia selalu bertanya padaku setiap saat. Kenapa kau tidak mengunjungi dia? Sudah lama kau tidak pulang, kan?" tanya Cal yang juga merasa putus asa itu."Pulang? Aku tak memiliki tempat di sana, tepatnya setelah wanita itu menggantikan posisi ibuku. Aku bahkan benci caranya yang seolah ingin terlihat sebagai ibu yang baik. Munafik!" Thanos meraih proposal itu, membacanya."Yah, kurasa kau butuh waktu untuk itu, Thanos. Memiliki ibu tiri yang cantik dan masih mudah memang terlihat aneh." Cal terkekeh merasa lucu dengan keadaan ini. "Wanita muda mana yang rela menikahi pria tua kalau bukan karena harta? Dia mengincarnya. Dan, aku benci itu. Aku tak akan pernah membiarkan dia mendap
Athena masih merasa canggung saat kembali berhadapan dengan Thanos. Tatapan mata lelaki itu terlihat begitu menyelidik saat menatapnya lekat. Thanos tersenyum tatkala Athena berdiri di hadapannya dengan wajah yang begitu tegang."Aku senang bertemu denganmu lagi, Athena. Kau bisa duduk sekarang." Mata Thanos memberi isyarat kepada Athena untuk duduk di sebuah sofa yang berada di tengah ruang kerjanya itu."Saya di sini saja," sahut Athena yang merasa aneh jika harus duduk berdekatan dengan Thanos seperti itu."Kenapa? Kau menolak perintahku? Duduklah." Thanos menepuk sisi kosong di dekatnya, membuat Athena tak bisa menolak lagi."Bagus. Dengan begitu aku bisa melihatmu dengan sangat jelas, Athena." Lelaki itu kembali mengulaskan senyuman, dan Athena hanya bisa terdiam di sana. "Apa kau tahu kenapa aku memanggilmu?"Athena menaikkan alisnya, jauh di dalam hati wanita itu menduga kalau Thanos mungkin akan membicarakan soal tawaran yang ia ajukan beberapa waktu yang lalu. Dan Athena tid
“Aku sudah berusaha. Dia terlihat gugup saat aku membicarakan tentang Erica.” Fine kembali menemui Brian di sebuah restoran berkelas, tak semua orang bisa masuk ke tempat itu.“Memang dia pelakunya. Aku tak rela lelaki itu masih bisa menikmati kemewahan, sementara Erica tewas dengan cara seperti itu,” sahut Brian dengan matanya yang memerah.“Tapi, apa yang bisa kita lakukan sekarang?” tanya Fine.Brian menggeleng, “Setidaknya, hari-hari ini dia tidak akan tenang karena kau sudah mengatakan itu padanya. Kau harus berhati-hati mulai sekarang, Fine. Dia bisa melakukan apa saja.”“Dia tahu di mana aku tinggal, tapi apartemenku memiliki sistem keamanan yang kuat. Tak semua orang bisa masuk dengan mudah. Jadi, jangan cemaskan itu.” Fine tersenyum, menatap Brian yang terlihat sedikit kecewa di sana.“Ya, tapi tetap saja. Di luar kau tak memiliki seseorang yang menjagamu. Aku hanya takut kalau Thanos akan melakukan hal yang buruk padamu,Fine.”Fine tersenyum tipis, matanya lekat tertuju kepa
“Aku senang kau menemuiku lagi, Thanos.” Wanita itu menyilangkan kakinya, membuat rok pendeknya terangkat ke atas.“Kau tinggal di sini?” Thanos melayangkan matanya ke seluruh ruangan. Apartemen bergaya eropa memang selalu terlihat menarik.“Ya, seperti yang kau lihat. Apakah aku terkesan seperti wanita yang membutuhkan uang?” Wanita itu tersenyum, kilau di bibirnya menarik perhatian Thanos.“Fine, namamu sangat unik.” Thanos kembali menatap wanita bernama Fine itu, nama yang baru ia ketahui sehari sebelum pertemuan mereka malam ini.Fine mengangguk, matanya lurus menatap Thanos seakan sedang berjaga-jaga terhadap sesuatu yang akan menyerangnya.“Kalau bukan karena uang, lantas karena apa? Semua wanita yang datang padaku, hanya membutuhkan uangku,” ucap Thanos menyeringai.Fine menatap lelaki itu sedalam mungkin, hanya dengan mendengar perkataannya, Fine bisa menduga orang seperti apa Thanos ini.“Kau pasti seseorang yang sangat kesepian dan terluka, Thanos.”Perkataan Fine membuat le
BAB 48“Thanos bukanlah seseorang yang mudah untuk ditaklukkan. Dia selalu menghindar untuk membicarakan adikmu itu.” Wanita bertubuh sintal itu menatap Brian, bibirnya lantas menyunggingkan senyum tipis.“Lalu, kau ingin menyerah begitu saja?” Brian membalas tatapan wanita itu, sesekali terlihat mengusap dagunya yang kasar.“Aku tidak mengatakan itu,” sahutnya dingin. Wanita itu meletakkan wine di tangannya, lalu berjalan ke arah jendela besar yang ada di apartemen itu. Ditatapnya dari sana keindahan kota dengan lampunya yang berkelap-kelip. Jalanan masih begitu ramai di tengah malam seperti ini.Brian berdiri, menghampiri wanita itu di sana. Menatap tubuh rampingnya yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. “Kau tidak boleh melepaskan dia begitu saja,” bisik Brian di sisi leher wanita itu.“Jangan memerintahku, aku juga tak menyukai adikmu itu.” Wanita itu menolehkan sedikit kepalanya, menatap Brian dari sudut matanya yang tajam.Brian tertawa kecil, sedikit menjauhkan tubuhnya dari
Thanos menyeka sudut bibirnya yang terluka dengan air hangat, ditatapnya wajah itu dari pantulan cermin. Sesaat ia tak terima, kenapa dirinya begitu mirip dengan Megan? Guratan wajah serta rahang yang tegas...semua itu milik Megan. Lelaki itu mengepalkan tinjunya, dihantamnya cermin yang memantulkan bayangan dirinya itu. Sesuatu yang tak pernah ia harapkan.Thanos menatap ponselnya, sebuah pesan yang berasal dari seorang wanita. Wanita yang belum lama ia kenal dari sebuah klub malam. Ingin bertemu lagi malam ini? Thanos hanya tersenyum kecut membaca pesan itu. Wanita ini terlihat begitu berani. Dia memang cantik, juga sangat seksi tapi lagi - lagi Thanos tak pernah ingin menjalin hubungan yang serius. Tantangannya saat ini adalah Athena, wanita yang cukup sulit untuk ia dapatkan. Sementara wanita - wanita lain hanyalah pelampiasan akan rasa marahnya itu. Kau begitu berani mengirim pesan padaku. Kau tidak tahu siapa aku? Balas Thanos angkuh.Tentu saja aku tahu, Thanos. Kau putra D
"Apa yang kau lakukan, Ayah? Semua itu karenamu?" Thanos mendatangi Megan, lelaki itu terlihat berdiri di taman rumahnya yang luas. Megan berbalik begitu mendengar suara putranya itu."Melakukan apa? Seharusnya aku yang bertanya padamu, Thanos. Apa yang kau lakukan kepada wanita itu?"Thanos menautkan alisnya, menatap lelaki paruh baya itu dengan terkejut. "Kau mengawasi aku, Ayah?""Salahkah? Kau adalah pewaris perusahaan besar, Thanos. Aku mendirikan perusahaan itu dengan susah payah, dan kau mau menghancurkannya begitu saja? Kau ingin perusahaanku jatuh karena perbuatan burukmu itu?""Perbuatan burukku? Lalu bagaimana denganmu, Ayah? Bukankah kau memiliki wanita lain selain ibuku?""Thanos!" Megan membentak Thanos, mata lelaki itu terbuka lebar. Tubuhnya goyang namun ia segera menahannya dengan tongkat yang selalu berada di tangannya itu."Kenapa? Ayah pikir selama ini aku tidak tahu apa - apa? Wanita - wanita itu, membuat ibuku menderita.""Kau tidak tahu apa - apa, Thanos! Semua
Brian memukul meja itu dengan marah, ditatapnya Zen yang duduk di sana dengan tak percaya. "Kasusnya ditutup? Bagaimana mungkin?""Sepertinya pelakunya memang tak bisa ditemukan, Brian. Lelaki itu bukan pelakunya.""Tapi kau lihat sendiri, kan? Ada luka di tubuh Erica! Polisi juga mengatakan itu pembunuhan!" tukas Brian tak terima."Kau benar, tapi ini sudah lewat dari delapan bulan semenjak kematian Erica. Dan mereka tak memiliki petunjuk. Lelaki itu sudah dibebaskan. Karena memang tak ada bukti yang memberatkan dia.""Sudah kubilang sejak awal, bukan dia pelakunya. Tapi Thanos!"Zen menatap Brian seksama, "Tak ada bukti yang merujuk padanya. Wartawan bahkan mendatangi dia karena foto yang beredar itu, tapi Thanos mengatakan pertemuan mereka di tempat itu hanya semata hubungan bisnis, ia tidak tahu menahu soal Erica. Thanos...lelaki sekelas dia? Mana mungkin, Brian. Untuk apa ia melakukan itu? Tidak ada untungnya bagi Thanos, kan?""Sekarang kau membela dia?""Aku tidak membela dia,
Sean duduk di sana, menunggu Ansel meracik kopi untuk mereka. Tak butuh waktu lama bagi Ansel, lelaki itu kini kembali dengan dua gelas kopi di tangannya. Memberikan satu kepada Sean.Sean tersenyum saat aroma kopi yang terlihat nikmat berpindah ke hidungnya, aroma yang memang tak biasa. "Aku ingin mencobanya," ucap Sean yang mencicipi kopi itu dengan sebuah sendok kecil."Kau menyukainya?""Ini nikmat, tak seperti kopi yang pernah kuminum. Kau hebat, ya? Ehm, tapi kau bilang ingin mengatakan sesuatu tentang Ciara. Tentang apa itu?"Ansel menatap Sean yang terlihat tak sabar dengan ucapannya tadi, lelaki itu tersenyum kecil. "Ciara adalah gadis yang manja, dan aku adalah salah satu orang yang memanjakan dia. Yah, dia satu - satunya adikku. Mungkin karena ini sikapnya terkadang sedikit menjengkelkan. Dia memang tidak suka basa - basi. Sebenarnya itu cukup bagus, dia tegas dan tahu apa yang dikatakannya. Hanya saja, dia lupa kalau kata - katanya terkadang melukai orang lain. Tapi, Sean,
Ciara menatap pemuda yang duduk berhadapan dengan dirinya itu, sementara Ansel memilih untuk duduk di sisi adiknya. Wanita paruh baya itu tersenyum, ia tak menyangka kalau bocah lelaki yang dulu dilihatnya tumbuh menjadi lelaki tampan nan mapan. Kabarnya lelaki itu seorang dokter muda di sebuah rumah sakit swasta yang cukup terkenal. "Apa kabarmu, Amira? Sudah lama kita tak bertemu." Kata wanita paruh baya itu kepada sahabat kecilnya dulu. Amira meraih tangan Kane, menyentuhnya lembut. "Aku sangat gembira mendengar kau mengundang kami ke rumah ini, Kane. Setelah sekian tahun lamanya, kau membesarkan Ciara dengan baik." Senyumnya mengembang dan menatap Ciara dengan mata teduhnya itu. Kane tertawa, membalas tangan Amira di yang berada di punggung tangannya itu. "Kau juga, Sean terlihat begitu gagah dengan kemeja itu."Amira tersenyum, "Ciara pasti menyukai Sean, kan?"Ciara seketika menatap Ansel, ia tak tahu menahu soal pertemuan ini. Ibunya hanya mengatakan akan ada tamu dari jauh
Ansel mendekati ibunya, yang saat itu sedang duduk di teras rumah sambil membuat adonan kue. Hari ini mereka akan kedatangan tamu, teman jauh yang diharapkan bakal menjadi besan. Sudah lama mereka tidak bertemu, karenanya sang ibu ingin membuat sesuatu yang istimewa dengan tangannya sendiri. "Apakah mereka jadi datang?" Tanya Ansel memperhatikan tangan terampil ibunya saat mengadon."Tentu saja, nanti malam mereka tiba. Perjalanannya cukup jauh, memakan waktu hingga beberapa jam untuk sampai ke rumah ini. Memangnya kenapa?" Ibunya bertanya tanpa melihat Ansel. "Jangan katakan kau mau pergi, kau harus bertemu mereka dan membantu ibu. Ayahmu mungkin akan pulang terlambat, dia selalu sibuk," gerutu ibunya.Ansel tersenyum, "Dia sibuk untuk memenuhi kebutuhan di sini, kan? Jangan marah, Mom. Aku tidak akan ke mana - mana. Aku juga ingin melihat siapa calon suami Cia.""Calon suami? Mom berharap begitu, tapi apakah mereka akan berjodoh?""Kita lihat saja nanti saat mereka bertemu. Cia gad