“Paman Wayan tidak perlu kuatir, aku telah memberitahu beberapa prajurit sebelum berangkat ke pertemuan di balai desa jika aku ada keperluan ke luar. Memang aku tengah ditugaskan untuk memperketat penjagaan di istana bersangkutan dengan adanya seorang pengacau yang tidak berhasil kami tangkap yaitu Arya, akan tetapi kalau pun nanti Saka Galuh bertanya dapat aku jelaskan nanti setibanya aku di istana itu,” tutur Arga Komang dengan sikap tenang tak ada kecemasan sama sekali.“Jadi kamu ditugaskan untuk memperketat penjagaan di kawasan istana?”“Benar Paman, tapi itu di khususkan untuk orang-orang dari luar yang tidak dikenal. Kalau para warga desa yang datang sekedar duduk-duduk di taman tidak ada larangan,” Arga Komang menjawab pertanyaan yang disertai sikap terkejutnya Wayan Bima.“Sepertinya Saka Galuh memang menganggap kamu merupakan ancaman yang serius, Arya. Buktinya ia meminta penjagaan ketat di kawasan istana seperti yang di jelaskan Arga,” ujar Wayan Bima.“Bisa jadi begitu Pam
“Kalau begitu tidak usah Panglima mencaritahu lagi ke luar, cukup berjaga-jaga di dalam kawasan istana ini saja. Oh ya, perkenalkan tamu kita ini berasal dari Pulau Jawa,” ujar Saka Galuh seraya memperkenalkan Gento Geni dan rombongannya.Arga Komang dan para utusan dari lembah neraka itu saling bersalaman dan memperkenal diri, setelah itu mereka kembali di persilahkan duduk di kursi masing-masing.“Saudara Gento dan Lakas Geni beserta rombongan sengaja aku datangkan dari Pulau Jawa untuk membantu kita menangkap pengacau itu hidup atau mati, karena tidak boleh seorangpun jua menentang apalagi sampai membuat pihak istana Kerajaan terancam,” Saka Galuh menjelaskan.“Sejauh mana pengacau itu telah membuat yang mulia dan penghuni istana ini terancam?” tanya Gento Geni.“Sampai detik ini pengacau itu belum berani muncul dan mengacau di kawasan istana, akan tetapi dikuatirkan dalam waktu dekat bukan tidak mungkin dia akan menyusup ke sini. Makanya aku segera meminta bantuan dari kalian,” tu
Arga Komang sangat pandai menguasai situasi hingga ia tak dicurigai kembali ke istana saat malam sudah tiba, alasan yang ia berikan membuat Saka Galuh dan yang lainnya percaya begitu saja. Padahal jika mereka mengetahui terutama raja Kerajaan Dharma itu, pasti ia akan marah besar dan Arga Komang bisa saja dihukum berat berikut keluarganya.Tugas yang akan dilakukan Arga Komang berikutnya tidaklah mudah untuk menyakinkan sebagai besar dari para prajurit istana itu untuk tidak melakukan perlawanan pada warga desa yang di pimpin oleh Arya untuk memberontak lusa pagi, tentu dia akan menyusun strategi agar semuanya berjalan dengan lancar tampa diketahui oleh Saka Galuh begitu pula dengan Gento Geni dan gerombolannya.Setiba di kediamannya Arga Komang di sambut istrinya, sementara putranya yang masih berusia 5 tahun baru saja terlelap tidur di ruang depan menunggu Ayahandanya itu pulang hingga Sendayu nama istri Arga Komang memindahkannya ke dalam kamar.“Sudah malam Kang Mas baru kembali,
“Ya Kang Mas, hati-hati jangan sampai ketauan,” Arga Komang hanya tersenyum dan anggukan kepalanya, kemudian ia keluar dari kediamannya itu menuju ruangan Panglima tempat biasa ia bertugas.Di dalam sebuah ruangan yang biasa digunakan Saka Galuh berpesta, tampak ramai karena di sana dia tidak sendiri saja dilayani oleh para wanita penghibur yang sekaligus dijadikan selir oleh Saka Galuh. Gento dan Lakas Geni serta 5 orang murid padepokan neraka itu ikut berpesta di sana dengan meneguk arak, menikmati berbagai makanan dan buah-buahan segar yang dilayani oleh wanita penghibur.“Ayo saudara-saudaraku kita nikmat malam ini, Ha.. Ha.. Ha!” seru Saka Galuh yang sudah mulai dirasuki pengaruh arak yang ia minum.“Ini merupakan kehormatan dan kebahagian bagi kami karena yang mulia mengundang kami berpesta di ruangan ini, araknya nikmat begitu pula dengan para wanitanya cantik-cantik semua. He.. He.. He!” Lakas Geni terkekeh-kekeh sambil terus meneguk arak di dalam kendi yang ia pegang.Para wa
Para prajurit yang ditunjuk Arga Komang malam itu berhasil mengajak para rekannya untuk mengikuti apa yang diminta dan disarankan Panglima Kerajaan, semua berjalan lancar tampa ada kecurigaan muncul dikalangan para prajurit istana yang ada sebagian setia pada Saka Galuh.Orang-orang yang ditunjuk sangat mudah mempengaruhi para rekannya sesama prajurit, karena memang mereka kerap dijadikan ketua jika para prajurit dibagi menjadi beberapa kelompok besar.****Malam itu juga sebagian besar dari prajurit istana setuju untuk melaksanakan perintah Panglima untuk tidak menyerang para warga desa yang di pimpin oleh Arya dalam melakukan pemberontakan lusa pagi, mereka justru akan bergabung dengan para warga untuk mewujudkan rencana melengserkan Saka Galuh dari tahtanya.Siang itu di seluruh desa-desa di kawasan Pulau Dewata dikumpulkan oleh kepala desa masing-masing, di tempat berkumpul para warga desa itu kepala desa menyampaikan isi pertemuan mereka di balai Desa Kuta. Seluruh warga desa men
“Sudah cukup dan terima kasih, sekarang jika kalian hendak kembali ke rumah masing-masing kami persilahkan,” ucap Wayan Bima.“Baiklah, kami mohon diri dulu,” ujar mereka. Wayan Bima, Arya dan Seno yang berdiri di pendapa anggukan kepala disertai senyuman.“Apa Paman yakin para warga di desa-desa seluruh kawasan Pulau Dewata ini akan ikut dalam aksi kita besok pagi? Kalau tidak ikan-ikan yang begitu banyak di dalam peti-peti itu akan banyak sekali tersisanya nanti,” tanya Arya yang kembali duduk di pendopo beriringan dengan Wayan Bima dan Seno.“Aku yakin sekali Arya, karena para warga di desa-desa seluruh kawasan Pulau Dewata ini pasti sangat mendukung rencana kita itu. Mereka akan bersama-sama ikut serta berkumpul besok pagi di Desa Waru,” tutur Wayan Bima sangat yakin.Tak beberapa lama dari arah depan nampak sosok pria berjalan ke arah pendopo itu, Wayan Bima, Arya dan Seno tersenyum karena mengenali sosok pria yang datang itu.“Mari silahkan duduk Wijaksa,” sapa Wayan Bima sembar
“Saudara Lakas dan Gento Geni ingin bicara sesuatu pada yang mulia, silahkan saudaraku bicarakan saja langsung pada yang mulia,” ujar Arga Komang sembari mempersilahkan Gento dan Lakas Geni bicara.“Terima kasih Panglima, begini yang mulia setelah kami melakukan tugas yang diperintahkan sejak tadi pagi untuk bergabung dengan para prajurit istana ini berjaga-jaga di seputaran istana Kerajaan, agaknya tipis kemungkinan pengacau itu akan muncul. Kalau diperkenankan kami hendak mencari pengacau itu di luar hingga tujuan dari tugas kami segera dapat kami wujudkan menangkap pengacau itu hidup atau mati,” tutur Gento Geni.“Benar yang mulia, cepat selesainya akan lebih baik dan kami bisa kembali ke Pulau Jawa,” tambah Lakas Geni.“Hemmm, aku mengerti kalian tidak sabar untuk segera menangkap pengacau itu. Baik akan aku ijinkan kalian mencari dia di luar sana akan tetapi tidak hari ini melainkan mulai besok siang saja, nanti kalian akan dipandu oleh beberapa prajurit istana sementara Panglima
Sementara kelompok para wanita tetap berada di titik berkumpul itu, mereka segera menyiapkan tempat untuk memasak nasi dan ikan yang berada di dalam puluhan peti yang tadi dibawa dari kediaman Wayan Bima, sementara beras yang akan mereka masak berasal dari setiap warga yang ikut maupun yang tinggal di pemukiman desa.Di sana juga terdapat puluhan gerobak kuda yang nanti akan digunakan membawa nasi dan lauk-pauk yang telah dibungkus daun pisang, kembali terlihat kebersamaan para warga desa yang telah lama menghilang sejak kepemimpinan Saka Galuh yang membuat para warga cenderung hidup sendiri-sendiri karena kerap mendapat tekanan dari pihak istana.Melihat dari banyaknya para warga yang ikut bergerak ke istana Kerajaan Dharma, agaknya halaman istana yang terbilang luas itu tidak akan sanggup menampung, bahkan lautan manusia yang berasal dari para warga desa di seluruh kawasan Pulau Dewata itu akan dapat mengepung keliling istana Kerajaan.Jarak Desa Waru dengan istana Kerajaan Dharma m
“Baiklah jika pilihanmu begitu, jangan salahkan aku jika nanti Gagak Hitam Dari Utara hanya tinggal nama..! He.. he.. he..!” seru Arya lalu cengengesan kembali.“Kau dalang dari semua ini hingga membuat padepokanku hancur dan seluruh anggotaku tewas..! Aku bersumpah akan membunuhmu saat ini juga..!” Sandaka tiba-tiba murka karena melihat para anak buahnya tewas bergelimpangan serta bangunan padepokannya ambruk di lalap api.Ia berdiri tegak lalu berkomat-kamit, kedua telapak tangannya ia rapatkan sejajar dengan kening. Asap berwana hitam bercampur dengan warna kuning muncul di sela-sela telapak tangan yang ia rapatkan itu, makin lama makin mengepul.“Ajian Gagak Meraga Sukma...! Hiyaaaaaaat...!” seketika tubuh Sandaka menjadi dua, dengan posisi yang sama. Keduanya kemudian bergerak dan sekarang berada di sisi kanan dan kiri tubuh Arya berdiri berjarak 5 tombak, salah satu telapak tangan dari kedua sosok tubuh kembar itu di rentangkan ke depan.“Wuuuuuuuus..! Wuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaa
“He.. he.. he..! Baru disentil sedikit saja kau sudah kasak kusuk, benar-benar gagak lumpuh..!” Arya cengengesan membuat Sandaka makin gusar.“Jangan sombong kau bocah edan..! Hiyaaaaat...! Wuuuuuus..!” kedua kaki Sandaka melesat seperti hendak menggunting bagian pergelangan kaki Arya, dengan cepat pula Arya lambungkan tubuhnya ke udara hingga sapuan itu hanya menerpa udara kosong.“Wuuuuuuuuuuuuus..! Deeeeeees..! Bruuuuuk..!” tiba-tiba saja sebuah sinar hitam melesat cepat membuat Arya terkejut dan hanya menangkis dengan tangan kosong bertenaga dalam rendah, akibatnya sang pendekar yang masih berada di udara terpental bergulung-gulung lalu jatuh tertelungkup di tanah.“Sial..! Curang kau gagak jelek..!” umpat Arya sambil berdiri dan mengeletik-letik pergelangan tangannya yang terasa panas dan keram.“Ha.. ha.. ha..! Bagaimana ajian Gagak Menepuk Semut ku ampuh kan?” Sandaka tertawa senang karena telah berhasil membuat Arya terjatuh tertelungkup di tanah dengan melepaskan ajian yang i
Sementara beberapa santri yang ditunjuk Kiai Bimo mendampingi Mantili tentu saja para santri terbaik dari segi bela diri, mereka diperkirakan akan cukup berpengaruh bergabung dengan para warga menghadapi anggota Padepokan Gagak Hitam.“Saudara-saudaraku semuanya, terima kasih kalian telah berkumpul di sini. Aku sebagai kepala Desa Kidung mewakili seluruh warga desa juga menyampaikan permintaan maaf, karena tampa kami sadari telah terpengaruh oleh anggota Padepokan Gagak Hitam yang sesungguhnya mereka lah gerombolan penjahat telah membuat saudara-saudara kita di Desa Sampang terpaksa meninggalkan desa mereka itu akibat di serang dengan keji dan biadab,” ucap Suryo di depan ratusan orang gabungan dari 3 desa yang berkumpul di halaman itu.“Tidak apa-apa Paman Suryo, yang terpenting sekarang Paman dan seluruh warga di sini telah mengetahui tentang Padepokan Gagak Hitam itu,” ujar Mahfud.“Terima kasih, sekarang saudara dipersilahkan untuk memberi pengarahan sebagai pemimpin dalam rencana
“Wargaku semuanya, kalian aku minta hadir berkumpul di halaman ini menyambung dengan rencana Mas Arya yang aku katakan kemarin, beberapa di antara kalian akan aku pilih untuk ikut serta besok pagi ke Desa Kidung. Dari sana nantinya kita akan bersama-sama dengan para warga desa lainnya menyerang ke Padepokan Gagak Hitam yang kemarin pagi telah berusaha berbuat kekacauan di Desa Tengger ini, apa kalian bersedia?” tutur Karta Dimo.“Bersedia Mas Karta, orang-orang biadab seperti mereka harus ditumpas..!” seru para pria warga Desa Tengger yang berkumpul di halaman rumah kepala desa itu.“Baiklah sekarang aku akan memilih beberapa orang di antara kalian, karena sebagiannya musti tinggal dan menjaga desa kita ini selama kami nanti pergi bergabung dengan yang lainnya di Desa Kidung,” sambil berucap Karta Dimo memilih beberapa orang dari mereka untuk dibawa ikut serta besok pagi ke Desa Kidung.Sebelum gelap Mantili dan beberapa orang santri yang ditunjuk Kiai Bimo mendampingi muridnya itu ti
Sedangkan Arya yang saat ini menuju Desa Tengger tentu tidak akan merasa kesulitan pula dalam mewujudkan semua yang telah direncanakannya itu, sebab sebelumnya Karta selaku kepala desa itu juga berharap sesegera mungkin bergerak menumpas Padepokan Gagak Hitam yang telah membuat kekacauan di desanya.Kembali Kiai Bimo didatangi muridnya itu saat tengah melatih para santri ilmu bela diri di sebelah kiri bangunan-bangunan pemondokan, namun kali ini Mantili tidak melakukan serangan secara tiba-tiba seperti yang ia lakukan pada Gurunya itu saat Arya juga berada di sana, Mantili menghampiri Kiai Bimo dengan berjalan santai dan itu diketahui oleh pemilik pemondokan itu.“Hemmm, rupanya kamu telah kembali Mantili. Arya mana?” tanya Kiai Bimo.“Mas Arya tidak bisa ikut ke sini karena ada sesuatu yang musti ia rembukan dengan 3 orang kepala desa di Desa Karapan, ia memintaku untuk kembali sendiri menemui Eyang Guru di pemondokan ini.”“Merembukan sesuatu dengan 3 orang kepala desa? Kamu tahu pe
“Jadi sekarang apa yang musti aku lakukan dengan para warga di desa ini?”“Aku rasa hari ini mereka tidak akan datang ke desa ini untuk kembali menyerang, mereka tentunya akan menunggu sampai besok pagi karena jarak Padepokan Gagak Hitam dari Desa Tengger ini cukup jauh. Jadi Mas Karta dan seluruh warga desa ini tidak perlu terlalu kuatir cukup berjaga-jaga saja, kami juga akan pamit dulu kembali ke Desa Karapan,” ujar Arya.“Mas Arya dan Mbak Mantili akan kembali ke Desa Karapan?”“Benar Mas Karta, ada yang harus kami rembukan dengan beberapa kepala desa menyangkut rencana yang akan kita lakukan selanjutnya menumpas Padepokan Gagak Hitam itu,” jawab Arya.“Apa perlu aku ikut serta juga ke sana Mas Arya?”“Aku rasa tidak usah Mas, karena Mas Karta sudah mengetahui akan rencana yang akan kami lakukan pada Padepokan Gagak Hitam itu.”“Tapi aku dan warga Desa Tengger juga ingin ikut serta dalam menumpas Padepokan Gagak Hitam yang biadab itu, terlebih sebagian anggota mereka telah menyera
“Treeeeeeek... Teeekteeeeek! Tolooooooooooong...!” beberapa atap rumah mulai terbakar akibat lesatan obor-obor yang dilempar anggota Padepokan Gagak Hitam beriringan dengar pekikan para wanita warga desa itu.Bayangan putih dan ungu tiba-tiba bersamaan berkelebat cepat di udara, membuat para anggota Padepokan Gagak Hitam terkejut.“Blaaaaar..! Bruuuuuuuuuuuk..!” sebuah kilatan putih yang berasal dari telapak tangan salah satu sosok bayangan yang masih berkelebat di udara itu, menghantam para anggota Padepokan Gagak Hitam hingga belasan orang di barisan depan terpental dari tertelentang di tanah.Ternyata sosok bayangan yang melesatkan pukulan sewaktu masih berkelebat di udara itu adalah Arya, sementara Mantili saat ini tengah menghadang para anggota Padepokan Gagak Hitam yang lainnya.“Hiyaaaaaat..! Deeeeeees..! Deeeeeeees..! Bruuuuuuuk..!” tendangan memutar cepat dihantamkan wanita cantik berpakaian ungu itu pada beberapa anggota Padepokan Gagak Hitam yang hendak melakukan serangan b
Sementara beberapa warga yang tadi dibawa dari desa-desa yang setuju bergabung dengan padepokan itu, sama sekali tidak mengetahui jika para anggota Padepokan Gagak Hitam yang membawa mereka ke padepokan itu akan menyerang desa mereka saat itu juga.Kedatangan Arya dan Mantili kembali ke Desa Karapan tentu memunculkan rasa penasaran pada Mahfud dan Samin, kedua kepala desa itu membawa Arya dan Mantili ke dalam rumah tepatnya di ruangan depan karena sebelumnya sang pendekar memberitahu jika ada hal yang sangat rahasia sifatnya yang akan disampaikan.“Hal apa yang hendak Mas Arya sampaikan hingga harus dirahasiakan?” tanya Samin.“Begini, di antara Mas berdua siapa yang kenal dengan Suryo kepala Desa Kidung?” Arya balik bertanya.“Paman Suryo? Aku kenal dengan beliau, dan sering berkunjung ke Desa Kidung itu,” jawab Samin.“Aku juga Mas Arya,” tambah Mahfud.“Memangnya ada apa dengan Paman Suryo itu?” sambung Samin penasaran.“Setelah kami berdua menyelidiki, ternyata gerombolan orang ya
Pagi itu cuaca agak mendung, di beberapa kawasan terlihat awan hitam menyelimuti langit. Karena tak setetespun gerimis turun, Arya dan Mantili memutuskan untuk berpamitan pada Suryo dan keluarganya meninggalkan Desa Kidung.“Terima kasih Paman Suryo dan keluarga telah mengizinkan kami bermalam di sini, sekarang kami mohon diri untuk melanjutkan perjalanan kami,” ucap Arya.“Apa tidak sebaiknya nanti saja Arya, hari tampaknya mendung dan dikuatirkan akan turun hujan sebentar lagi.”“Tidak apa-apa Paman, mumpung hujan belum turun sebaiknya kami berangkat sekarang biar nanti dapat mencari tempat berteduh jika memang di perjalanan hujan turun.”“Baiklah jika memang begitu keinginan kalian kami pun tak dapat mencegah lagi, hati-hati di jalan.”“Baik Paman, Assalamu alaikum,” ucap Arya.“Waalaikum salam,” balas Suryo, Arya dan Mantili berjalan ke arah timur sesuai dengan yang mereka katakan pada kepala Desa Kidung itu.Setelah cukup jauh meninggalkan Desa Kidung itu, Arya mengajak Mantili u