Arya segera memapah perempuan itu dan mendudukannya di sebuah bangku di ruangan depan rumah itu, saking terkejutnya hingga raut wajah perempuan paruh baya itu terlihat agak pucat.“Bi Lastri kenapa tiba-tiba saja terkejut begitu? Sekarang coba tenangkan diri dulu lalu ceritakanlah apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Arya.“Siapa yang tidak terkejut melihat orang yang dikabarkan telah meninggal lalu datang secara tiba-tiba,” ujar perempuan paruh baya itu yang tidak lain adalah Lastri Bibi angkat Arya, ia masih tak percaya jika pemuda yang ikut duduk di sampingnya itu adalah keponakan angkatnya.“Jadi Bi Lastri mengira saya sudah meninggal? Dari mana Bibi mendengar kabar itu? Lihat saya masih hidup, Bi Lastri tidak sedang bermimpi tapi ini kenyataan,” tutur Arya mengenggam erat kedua telapak tangan Bibi angkatnya itu.“Gusti Allah, maha besar kuasamu..!” pecahlah tangis haru Lastri saat menyadari jika semua itu bukanlah mimpi tapi kenyataan jika keponakan angkatnya yang dikabarkan telah
“Seluruh penghuni Pulau Jawa bahkan Pulau Andalas sana nantinya akan geger saat mengetahui jika kamu telah kembali dalam keadaan selamat tak kurang satu apapun jua,” duga Bayu.“Wajar saja Paman, saya sendiri hampir tak percaya dengan semua yang telah terjadi.” Ulas Arya.“Yang paling kasihan Bidadari Selendang Biru, dia sangat sedih kehilanganmu Arya. Seringkali dia datang ke sini,” ujar Lastri yang mengetahui jika Arya memiliki hubungan dekat dengan gadis itu.“Apa dia juga menyangka saya sudah tewas, Bi?”“Iya, tapi dia selalu penasaran akan jasadmu yang tak kunjung ditemukan.” Jawab Lastri.Arya tampak menarik napasnya, ia seperti merasakan kesedihan yang dialami kekasihnya itu. Ingin rasanya saat itu juga murid Nyi Kondek Perak itu mencarinya ke lereng Gunung Tangkuban Perahu tempat di mana pondok Guru gadis itu berada, akan tetapi hari telah senja tak lama lagi malam akan tiba dan dia juga telah berniat akan mengunjungi makam kedua orang tuanya di depan rumah Paman dan Bibi angk
Langit pagi itu tampak cerah, nyaris tak terlihat setitik awan pun yang menutupi kebiruan langit di sebuah kawasan pantai. Para nelayan tengah asyik-asyiknya menangkap ikan di tengah lautan, tiba-tiba saja terdengar suara bergemuruh disertai munculnya gumpalan angin puting beliung yang diiringi kilatan petir.Para nelayan yang tadi tengah asyik melaut menangkap ikan terlihat panik, begitu pula dengan para penduduk yang berada di sekitaran pantai itu mereka berhamburan ke luar rumah. Pusaran angin itu seperti menyedot air laut yang dilewatinya, Anehnya meskipun pusaran angin itu sempat melewati permukaan lautan, namun tak ada sedikitpun berdampak membuat lautan itu meluap seperti munculnya gelombang tinggi.Permukaan laut tetap tenang, hanya di bagian yang dilewati pusaran angin puting beliung itu saja yang menimbulkan riak dan gelombang-gelombang kecil. Di dalam pusaran angin puting beliung itu bukannya air laut yang tersedot dari bawah naik ke atas, melainkan sosok pemuda berpakaian
Pendekar Rajawali Dari Andalas itu membayangkan betapa menderitanya para warga desa di seluruh kawasan Pulau Dewata itu atas kekejaman Kerajaan Dharma yang dipimpin oleh Saka Galuh, dan memang perlakuan tidak manusiawi yang kerap diterima oleh para warga yang terlambat membayar upeti apalagi tidak dapat membayarnya sama sekali dalam bulan tertentu.Para prajurit utusan Kerajaan bukan hanya akan mengambil paksa persediaan makanan berupa padi dan beras di rumah warga yang tidak mampu membayar upeti pada bulan itu, mereka juga akan mendapat penyiksaan terlebih jika warga itu berusaha menghalang-halangi para prajurit dalam melakukan tindakan pemaksaan itu.Karena membayangkan betapa menderitanya para warga di bawah kepemimpinan Saka Galuh yang merupakan raja sebuah Kerajaan besar, sedangkan seorang Adipati yang pernah ia temui dulu di Tanah Minang saja yang hanya seorang Adipati dapat membuat warga desa semenderita begitu apalagi seorang raja yang kejam seperti Saka Galuh itu.“Keparat..!
“Hemmm, berarti otak semua itu adalah Ibunda Saka Galuh. Putranya itu hanya sebagai alat saja untuk menduduki tahta Kerajaan sementara semuanya dikendalikan olehnya,” ujar Arya memberi pandangan.“Benar Arya, aku juga sependapat denganmu. Dwinta memang kejam wanita berhati iblis!” Wayan Bima turut geram.“Oh, jadi nama Ibunda Saka Galuh itu Dwinta?” Wayan Bima hanya menjawab dengan anggukan kepalanya sementara rasa geramnya belum reda pada Ibu tiri dari Sekar itu.“Dia memang kejam Mas Arya, semasa remajaku di belakang Ayahanda aku kerap diperlakukan tidak baik bahkan pernah diperintah untuk melakukan apa yang dikerjakan oleh para pembantu di istana,” Sekar menceritakan keluh-kesahnya saat diperlakukan rendah oleh Ibu tirinya itu sewaktu di istana.“Kamu tak pernah menceritakan itu pada Ayahandamu?”“Aku takut Mas, karena selalu diancam akan disakiti.”“Paman Wayan dan Bi Lasmi tahu akan hal itu?” Arya alihkan pertanyaan pada Paman dan Bibi angkat Sekar.“Awalnya kami tidak tahu, Arya
“Ya, sebagai seorang putra mahkota sudah selayaknya pula kamu memiliki ilmu silat yang jauh lebih tinggi dari para prajurit dan bahkan Panglima Kerajaan. Berangkatlah besok pagi, kamu akan di antar oleh beberapa orang prajurit istana yang pernah Ayahanda bawa serta dulu ke sana,” pinta Sang Prabu memberi perintah.Saka Galuh sebenarnya sama sekali tidak berminat dengan usulan Ayahandanya itu, namun ia tak berani menolak perintah meskipun kesehariannya seorang Saka Galuh selalu membangkang perintah di belakang Sang Prabu.Pagi itu Saka Galuh memang terlihat bersiap seperti seorang yang akan berpergian jauh, tentu saja Sang Prabu senang karena putranya itu menjalani perintahnya dan akan menjadi seorang pemuda yang memiliki keahlian silat.Akan tetapi harapan Sang Prabu itu tidak sesuai dengan yang sebenarnya terjadi, saat Saka Galuh dan beberapa orang prajurit istana berlayar dengan perahu ke Pulau Madura. Putra mahkotanya itu memilih menuju Pulau Jawa, ia sengaja berada di Pulau Jawa i
“Benar, jika dibiarkan bukan tidak mungkin makin lama rakyat akan semakin menderita.”“Sepertinya malam telah kian larut Arya, sebaiknya kita sekarang istirahat. Mari kita tidur di dalam,” ajak Wayan Bima.“Kalian saja yang tidur di dalam, aku di sini saja.”“Jangan Arya, di luar udaranya terlalu dingin. Kita bisa tidur di ruangan depan,” ujar Wayan Bima.“Tidak apa-apa, Paman. Kalian masuk dan beristirahatlah di dalam, aku di sini saja sembari memantau situasi Desa Kuta ini.”“Baiklah jika begitu kami pamit untuk istirahat dulu,” Arya anggukan kepalanya sembari tersenyum, Wayan Bima, Lasmi dan Sekar masuk ke dalam rumah.Udara malam di pendopo terlebih letaknya tidak jauh dari pinggiran pantai tentu saja dingin apalagi jika angin bertiup dari lautan, namun bagi Arya hal itu merupakan hal biasa bahkan lebih nyaman berada di pendopo itu karena biasanya dia tidur di pinggir hutan yang terkadang diterpa hujan yang tentu lebih dingin lagi.Arya memang telah rebahkan tubuhnya berbaring di
“Justru berlebih makanya uang hasil penjualan ikan-ikan ini aku bagikan pada para warga desa yang kehidupannya sangat sulit, sebab penghasilan mereka tidak mencukupi karena harus menyisihkan untuk upeti buat istana Kerajaan.”“Paman Wayan memang luar biasa, sangat mulia hatimu Paman,” puji Arya dengan rasa kagumnya.“Hanya membantu sesama saja Arya, dan hal itu aku lakukan karena kepemimpinan Saka Galuh telah banyak membuat para warga desa menderita. Para sahabatku di desa-desa lain juga melakukan itu jika penghasilan mereka berlebih dari kebutuhan sehari-hari,” tutur Wayan Bima sambil mengendalikan gerobak kudanya.“Pada saat Prabu Swarna Dipa memimpin apa tidak ada upeti yang ditarik pihak istana, Paman?”“Tentu saja ada, Arya. Dan itu memang sudah ketentuannya di setiap kawasan yang dikuasai sebuah Kerajaan, hanya saja upeti yang beliau anjurkan pada rakyatnya semasa kepemimpinan Prabu Swarna Dipa terbilang kecil dan tidak memberatkan para warga desa,” jawab Wayan Bima menjelaskan
“Seluruh penghuni Pulau Jawa bahkan Pulau Andalas sana nantinya akan geger saat mengetahui jika kamu telah kembali dalam keadaan selamat tak kurang satu apapun jua,” duga Bayu.“Wajar saja Paman, saya sendiri hampir tak percaya dengan semua yang telah terjadi.” Ulas Arya.“Yang paling kasihan Bidadari Selendang Biru, dia sangat sedih kehilanganmu Arya. Seringkali dia datang ke sini,” ujar Lastri yang mengetahui jika Arya memiliki hubungan dekat dengan gadis itu.“Apa dia juga menyangka saya sudah tewas, Bi?”“Iya, tapi dia selalu penasaran akan jasadmu yang tak kunjung ditemukan.” Jawab Lastri.Arya tampak menarik napasnya, ia seperti merasakan kesedihan yang dialami kekasihnya itu. Ingin rasanya saat itu juga murid Nyi Kondek Perak itu mencarinya ke lereng Gunung Tangkuban Perahu tempat di mana pondok Guru gadis itu berada, akan tetapi hari telah senja tak lama lagi malam akan tiba dan dia juga telah berniat akan mengunjungi makam kedua orang tuanya di depan rumah Paman dan Bibi angk
Arya segera memapah perempuan itu dan mendudukannya di sebuah bangku di ruangan depan rumah itu, saking terkejutnya hingga raut wajah perempuan paruh baya itu terlihat agak pucat.“Bi Lastri kenapa tiba-tiba saja terkejut begitu? Sekarang coba tenangkan diri dulu lalu ceritakanlah apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Arya.“Siapa yang tidak terkejut melihat orang yang dikabarkan telah meninggal lalu datang secara tiba-tiba,” ujar perempuan paruh baya itu yang tidak lain adalah Lastri Bibi angkat Arya, ia masih tak percaya jika pemuda yang ikut duduk di sampingnya itu adalah keponakan angkatnya.“Jadi Bi Lastri mengira saya sudah meninggal? Dari mana Bibi mendengar kabar itu? Lihat saya masih hidup, Bi Lastri tidak sedang bermimpi tapi ini kenyataan,” tutur Arya mengenggam erat kedua telapak tangan Bibi angkatnya itu.“Gusti Allah, maha besar kuasamu..!” pecahlah tangis haru Lastri saat menyadari jika semua itu bukanlah mimpi tapi kenyataan jika keponakan angkatnya yang dikabarkan telah
“Bagus, lain kali jika saya bertemu dengan kalian lagi jangan sampai diminta dulu baru dikasih. Ya sudah silahkan kalian jalan lagi!” serunya, para pedagang itu pun mengangguk lalu meneruskan perjalanan dengan gerobak kuda masing-masing. Sepeninggalnya para pedagang pria bertopeng itu tersenyum sambil melambung-lambungkan kantong berisi uang logam itu, kemudian setelah dimasukan ke kantong celana ia pun melompat ke punggung kuda dan berlalu dari tempat itu. “Kalian merasa aneh tidak dengan sikap Tuan Pendekar tadi?” tanya salah seorang pedagang yang berada di barisan tengah karena mereka menjalani gerobak kudanya berjejer ke belakang.“Iya, saya juga merasakan ke anehan itu. Yang saya dengar dari orang-orang yang pernah bertemu dengannya, sosok Pendekar Rajawali Dari Andalas itu sangat baik dan suka menolong. Tapi kenapa saat kita bertemu dengannya sama sekali tidak ada sikap baiknya itu, berterima kasih pun tidak saat kita memberikan uang kepadanya,” jawab salah s
Seorang pria berpakaian serba putih memakai ikat kepala berwarna putih pula dan di punggungnya tersandang sebilah pedang tampak memacu kudanya dengan kencang setelah ke luar dari hutan belantara, memasuki sebuah kawasan pemukiman warga desa ia memperlambat gerak kudanya.Sebuah kedai menjadi tujuannya, begitu tiba di depan kedai pria berpakaian serba putih itu memautkan kudanya lalu masuk ke dalam. Kedai itu sangat ramai karena memang siang itu para warga atau pun pedagang yang melintas di sana mampir untuk makan siang, pria itu duduk di bagian paling belakang.Sebagian besar pengunjung kedai melihat ke arahnya, karena penampilannya memang berbeda dengan pengujung lainnya. Pria berpakaian serba putih itu ternyata menutupi wajahnya dari mulut ke atas, hingga sulit dikenali.Seorang pelayan datang menghampiri meskipun pada awalnya juga ragu karena merasa heran dengan penampilan pria itu, namun sebagai pelayan tentu saja dia harus tetap ramah dan bersedia melayani siap
“Baguslah jika kau sadar telah ditipu dan hampir dimanfaatkan orang untuk melakukan pemberontakan kepadaku, akan tetapi tetap saja kau akan saya jatuhkan hukuman berat!” seru Sang Prabu.“Dan kau Adipati Seto Wirya, karena berani membawa keris pusaka Kerajaan secara diam-diam juga akan mendapatkan hukuman yang berat pula!” sambung Raja Kerajaan Kediri itu.“Raden Ayu..” panggil Arya dengan suara pelan.“Ya, ada apa Kakang?”“Hukuman berat yang dikatakan Baginda Prabu itu seperti apa?”“Seberat-beratnya akan dihukum mati Kakang, atau di penjara berpuluh tahun.”Arya hampir saja terperanjat dari berseru saking terkejutnya kalau saja dia tak menyadari saat itu tengah duduk tidak jauh dari Sang Prabu, dengan segera ia merapatkan kedua tangannya di depan dada memberi sembah hormat kepada Raja Kerajaan Kediri itu.“Maaf Baginda Prabu, izinkan saya untuk menyampaikan sesuatu,”pinta Arya.“Oh, tentu saja saudara Arya silahkan.”“Tadi Baginda Prabu mengatakan kalau saya akan diberi hadiah atau
“Tidak apa-apa Kakang, sebuah kehormatan bagi saya bertemu dan pernah di tolong oleh sosok yang ternyata seorang pendekar kesohor di Negeri Nusantara ini,” puji Dewi Sasanti.“Sudahlah Raden Ayu jangan terlalu berlebihan begitu memuji, saya bukanlah siapa-siapa kalaupun diberi kelebihan itu semata-mata dari Gusti Allah,” ucap Arya.Sementara Sang Prabu tampak berbisik dengan Patih dan Panglima di depan barisan prajurit Kerajaan, sepertinya ada sesuatu hal penting yang tengah mereka bicarakan. Tak beberapa lama Sang Prabu melangkah menuju ke istana Kerajaan Kediri itu diiringi oleh beberapa orang pengawal, sedangkan Suta Soma dan Samba Dirga berjalan menghampiri Arya yang di sana ada Dewi Sasanti dan Adipati Seto Wirya.“Sebelumnya kami berdua minta maaf, Sri Baginda memerintahkan kami agar saudara Arya, Adipati Seto Wirya untuk ikut kami menghadap beliau di dalam istana. Sementara seluruh prajurit baik dari istana kecil di perbatasan Demak maupun di kawasan Sungai Berantas di minta be
Gumpalan cahaya kuning ke emas-emasan itu bergulung cepat ke arah Arya, menyadari serangan lawan kali ini lebih dahsyat murid Nyi Konde Perak itu segera lepaskan ajian Topan Gunung Sumbing tingkat tinggi.“Blaaaaaaam...! Bruuuuuk...!” tubuh Arya terpental beberapa langkah ke belakang terguling di tanah.Gumpalan cahaya yang menyerupai pusaran angin tornado itu seperti tak bergeming sedikitpun, bahkan saat ini semakin dekat dengan tubuh Arya yang masih tertelentang di tanah.“Celaka..! Ajianku tadi sama sekali tak mempan untuk membendung laju pusaran cahaya yang berasal dari keris Narasinga itu,” lirih Arya dalam hati, dengan cepat ia berguling-guling ke samping hingga beberapa langkah menghindari pusaran cahaya yang hendak menggulungnya itu.“Ha.. ha.. ha..! Ternyata hanya segitu kemampuanmu Arya? Julukanmu ternyata tak sebesar yang kemampuanmu..!” Welung Pati tertawa merasa senang meskipun pusaran cahaya dari keris di tangannya itu belum berhasil menggulung tubuh Arya dan sekarang te
Angin pukulan menderu ke wajah Arya, kalau saja murid Nyi Konde Perak itu terlambat mengerakan kepalanya ke samping, mungkin kepalan tinju Welung Pati akan merontokan seluruh giginya. Menyadari hujaman tangan kosongnya hanya menerpa angin, Welung Pati kembali menyerang kali ini hentakan kakinya mengarah ke rusuk lawan.Arya yang tak ingin terus-terusan menghindar sambil melompat ke udara memutarkan kedua kakinya, dengan cepat pula Welung Pati menangkis dengan kedua tangannya meskipun hal itu membuatnya terjajar beberapa langkah ke belakang.“Saya bersumpah kali ini kau takan lolos! Saya akan bertarung nyawa denganmu Arya..!” seru Welung Pati bersiap mencabut goloknya yang tersarung di pinggang, sementara Arya hanya cengengesan saja berdiri di depan berjarak 2 tombak sambil garuk-garuk leher.“Kau boleh jumawa karena berhasil membuatku terluka beberapa waktu yang lalu, tapi kali ini Kau harus mati di tanganku! Dendam kematian Kakak seperguruanku harus terbayar hari ini..! Bersiaplah me
Suta Soma terkejut ia memerintahkan seluruh prajurit berkumpul dan bersiap menghadapi pasukan yang dilaporkan tengah menuju ke istana Kerajaan itu, seiring dengan para prajurit merapatkan barisan Panglima Kerajaan itu menemui Patih kemudian menemui Sang Prabu di ruangannya.“Mohon ampun Baginda, kami datang menghadap secara tiba-tiba karena hendak memberikan laporan,” ujar Suta Soma yang di dampingi Patih Samba Dirga sembari menjura sembah dihadapan Sang Prabu.“Apakah yang hendak Panglima sampaikan? Sepertinya sangat penting.”“Benar Baginda hal ini sangat penting dan berbahaya karena para penjaga di depan istana melihat ada pasukan yang bergerak ke sini, mereka belum mengetahui pasukan itu dari mana.”“Apa..?! Ada pasukan yang tengah menuju ke istana ini? Cepat perintahkan seluruh prajurit untuk bersiap-siap di depan pintu gerbang..!” Sang Prabu terkejut dan langsung memberi perintah.“Saya sudah memerintahkan mereka Baginda sebelum saya dan Patih menghadap,” ujar Suta Soma.“Bagus,