Hayden POV "Octavius!" seruku dengan perasaan lega. Kami tidak perlu buang-buang waktu lagi untuk mencarinya. "Ck! Dasar cucu menantu durhaka. Aku ini kakekmu. Kenapa malah memanggilku dengan kurang ajar seperti itu?" gerutunya sambil mendekati kami. "Memangnya kau mau kupanggil kakek?" tanyaku sambil menaikkan alis. Dia tidak menanggapi pertanyaanku. Hanya memutar matanya dengan wajah sebal. Tiba-tiba dia mengamatiku dengan seksama, membuatku sedikit risih. "Kau terlihat lebih tampan dan segar. Apa yang membuatmu berubah?" tanyanya sambil mengelus dagunya. "Candice menyuruhnya untuk memotong rambut. Cucumu itu langsung menjadi lintah setelah dia mengabulkannya," jawab Giga dengan wajah datar. Aku menoleh ke arah Giga untuk memelototinya, tapi Octavius justru tertawa terbahak-bahak lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar semua keturunan Xander sama saja," ujarnya di tengah-tengah tawanya, sebelum berdehem untuk menetralkan suaranya. "Jadi, kalian kesini ada keperluan apa?
Hayden POV "Ayahmu tidak memiliki kekuatan apapun. Dia hanya bisa beladiri dan berpedang biasa. Untuk itulah dia dibuang oleh keluarganya sampai akhirnya bertemu denganku. Saat tahu bahwa kami adalah mate, kakekmu menutupi fakta ini agar dia tidak diserang oleh para kepala Distrik. Apalagi jika sampai mereka tahu bahwa menantu sang raja adalah dacros buangan, sudah tentu mereka akan berlomba-lomba untuk menjatuhkan kakekmu," jelas Asteria dengan wajah muram. "Lantas kenapa Batrice bisa masuk ke kerajaan dan menjadi istri ayah juga?" tanyaku tak habis fikir. Sudah jelas ayah berpasangan dengan ibu, kenapa malah menikah lagi? "Ibu tidak kunjung hamil selama 20 tahun lamanya setelah kami menikah, dan kepala distrik menuntut ayahmu untuk menikah lagi agar bisa menghasilkan keturunan. Mereka mengancam akan menggulingkan posisi kakekmu karena kami tidak bisa melanjutkan garis keturunan. Apalagi nenekmu sudah meninggal.""Tapi bukankah jika ayah menikah lagi, maka keturunannya tidak bisa
Sudah lewat tengah malam, namun aku masih belum bisa tidur kembali. Setelah percakapanku dengan Hayden tadi, hampir saja aku meledak karena marah ketika dia bilang bahwa dia belum bisa kembali. Kalau saja dia tidak jujur bahwa dia sedang berada di gua dalam Hutan Terlarang bersama kedua kakekku dan ibu Asteria, maka aku akan menuduhnya macam-macam. Entahlah, aku tiba-tiba saja menjadi sensitif akhir-akhir ini. Harusnya aku bisa mengontrol emosiku. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan berubah menjadi lebih dewasa dan bijaksana. Tapi entah kenapa aku merasa moodku berubah-ubah tidak karuan. Dan ini benar-benar menyiksa. Karena sudah tidak tahan dengan suasana kamar yang terasa sepi dan menyesakkan, akhirnya aku bangkit dari ranjang. Mungkin aku bisa berjalan-jalan sebentar untuk mengusir rasa suntuk. Begitu aku keluar dari kamar, suasana begitu sepi dan hening. Hanya ada beberapa lampu redup yang menerangi lorong. Kuputuskan untuk berjalan tanpa menimbulkan suara lan
"Ini semua salahku. Seharusnya aku lebih keras lagi menariknya menjauh dari Aiden.""Dessidra, sudahlah. Kau sudah mengatakannya berkali-kali selama seminggu ini.""Kau pikir aku bisa hidup dengan tenang melihat wajah istrimu dipenuhi dengan darah?!"Ugh! Kepalaku sakit sekali karena telingaku berdenging mendengar teriakan itu. "Dessidra! Lihatlah kau membuatnya kesakitan! Pelankan suaramu," bentak Hayden, setelah itu aku mencium aroma yang khas dari tubuhnya. Perutku terasa bergejolak karena mencium bau itu. Rasanya seperti diaduk-aduk dan membuatku mual bukan main. "Siapkan wadah! Dia akan muntah lagi!"Tubuhku dibangunkan dengan paksa dan aku memuntahkan isi perutku berkali-kali sampai aku tersedak. "Sayang, bagaimana perasaanmu? Kau masih merasa sakit?" tanya Hayden dengan suara panik sambil memijat tengkukku. Aku membuka mata dan terkejut bukan main ketika melihat cairan berwarna ungu tua di wadah dari perunggu yang ada di bawah wajahku. Apakah itu muntahanku? "Minum ini, N
"Lewat sini," kata Giga setelah kami sampai di pertigaan lorong. Setelah ayahku memberitahu kakek Xander bahwa aku dibawa pulang ke istana White Dacros oleh Dessidra dalam keadaan yang mengenaskan, mereka yang ada di gua Hutan Terlarang langsung bertolak ke istana kecuali Giga. Pria itu bilang dia harus ke istana Black Dacros karena melihat kilasan mengenai Aiden yang sudah sepenuhnya sadar. Ibu dan kakek Hayden akhirnya ikut menginap di istana untuk memulihkan tenaga setelah ratusan tahun koma akibat terkena racun Arconium. Kakek Octavius rutin memberi mereka ramuan penawar racun agar seluruh racun itu bisa hilang sepenuhnya dan mereka kembali bisa berjalan dengan normal. Untungnya tidak ada yang mempermasalahkan keberadaan mereka di istana White Dacros. Ayahku menjamin keselamatan mereka dan mengatakan pada para kelapa distrik bahwa mereka adalah keluarga dari Raja Black Dacros yang sedang berkunjung ke sana. Benar-benar suatu kebetulan yang bagus, mengingat mereka juga merupaka
Aku terbangun dengan tenggorokan kering yang menyiksa. Hayden tertidur dengan pulas di sebelahku dan aku tidak ingin mengganggunya. Dia pasti kelelahan karena terus merawatku selama seminggu kemarin. Rasanya begitu malas untuk keluar dari kamar, namun aku ingin minum. Akhirnya aku menghilang dan muncul kembali di dapur istana yang terlihat sangat besar. Tidak ada siapapun di sini. Aku membuka kulkas yang ukurannya sebesar lemari pakaian. Begitu aku membukanya, aku langsung membelalak takjub. Berbagai jenis minuman dan makanan tersedia di sana. Aku memilih sebotol air putih dingin dan mengambil satu cake utuh yang dihiasi dengan berbagai macam buah-buahan. Untuk siapa cake ini? Apa Dessidra yang memintanya? Aku mengedikkan bahu tak peduli. Dia bisa memintanya lagi nanti pada pelayan. "Siapa itu?"Aku tersentak dan tanpa sengaja menjatuhkan botol besar dari kaca di tanganku, namun sepasang tangan besar langsung menangkapnya. Jantungku seperti mau melompat. Aku menatap kesal pada pela
"Yang tidak kutahu adalah, racun itu ternyata mempengaruhi jiwaku. Aku tidak lagi bisa mengontrol jiwaku sendiri. Aku mulai tunduk pada Batrice tanpa bisa melakukan perlawanan.""Itukah kenapa kau berpura-pura tidak tahu bahwa Dessidra adalah mate-mu?" tanyaku penasaran. Dia mengangguk, dan aku merasa sangat bersalah karena memaksanya untuk mengakui hubungan mereka di depan Batrice. Tanpa sadar aku justru memasukkan bibiku sendiri ke dalam bahaya. Aku benar-benar tidak tahu bahwa Batrice adalah sumber dari semua masalah ini. "Maaf. Aku dulu benar-benar egois dan berpikiran pendek," ucapku dengan tulus. Aiden mengangguk dengan senyuman tipis di bibirnya. "Kedatangan Dessidra di luar rencana Batrice, tapi wanita licik itu pintar memanfaatkan situasi."Aku memutar ulang semua kejadian yang telah kualami di masa lalu. Bagaimana aku bisa berhadapan dengan Lucifer dan berakhir di tangannya. "Batrice adalah wanita yang memiliki rasa iri dengki. Karena sifat buruk lebih dominan di hatinya
Sudah sepuluh menit aku terus menatap wanita di hadapanku sambil memakan anggur merah. Bahkan aku tidak peduli apa yang disuapkan oleh ke Hayden ke mulutku. Mataku tetap fokus melihat wanita itu, sampai-sampai Hayden menyenggol lenganku dan menyuruhku untuk berhenti menatap Batrice dengan berbisik. Tapi aku tidak peduli. Aku terus melihat wanita itu. Wanita yang tidak memiliki moral sama sekali. Bayangan dia berciuman dengan ayahnya sendiri tadi malam membuat perutku tiba-tiba mual. Huwek! Prang! Batrice menatapku dengan wajah memerah. Kedua matanya menatapku tajam, membuatku menyeringai. "Kau merasa jijik?" tanyaku masih dengan seringai merendahkan. Pasti dia merasa sangat jengkel sekarang. "Silahkan. Katanya kau ingin membunuhku. Daripada kau membanting gelas yang tidak bersalah, kenapa kau tidak membantingku saja?" Wanita itu hampir saja berdiri, namun cekalan tangan dari pria di sebelahnya menghentikannya. Aku melihat tato trisula kecil di sisi jari tengahnya, membuat serin
"Xyan Uzair," kataku ketika bayi laki-laki yang sangat tampan dan lucu itu kini tengah diserahkan oleh ibu mertuaku untuk kususui. Aku menatap bayi yang baru kulahirkan satu jam yang lalu itu dengan hati berbunga-bunga. Kedua matanya mengerjap lucu ketika melihatku. Tiba-tiba dia tertawa, membuat Dessidra dan Ester langsung mendesah dengan wajah gemas. "Kenapa kau menamai dia dengan nama itu, sayang?" tanya Hayden sambil membelai rambutku. Dia mencium keningku lalu kening Xyan, membuat bayi kecilku semakin tertawa riang. "Ah, aku jadi iri. Kapan aku bisa membuat yang seperti itu juga?" tanya Ester dengan kedua sudut bibir menekuk ke bawah, lalu melirik suaminya yang hanya memasang wajah datar meskipun kedua matanya tak lepas dari Xyan. "Xyan artinya sinar matahari. Kau tahu, dulu aku pernah bertemu dengannya di alam mimpiku ketika aku bersama dengan Zam. Waktu itu Zam menyuruhku untuk memakan banyak tanaman Arconium, dan Xyan versi balita datang membawakan semangkuk madu untukku.
Hayden POV Aku buru-buru mendatangi Candice yang tiba-tiba menangis di depan batu hitam itu. Sebenarnya hal yang sudah biasa terjadi, karena banyak manusia yang juga tiba-tiba menangis dan bertingkah aneh di sekitar Ka'bah. Aku kemarin bahkan melihat seorang pria muda yang berteriak-teriak seperti orang gila sambil melihat kesana kemari, seolah-olah dia mendadak lupa sedang berada dimana. Dia juga berteriak tidak bisa melihat Ka'bah, padahal Ka'bah berada tepat di hadapannya. Hassa menjelaskan padaku bahwa manusia itu memiliki niat yang tidak murni ketika datang ke tempat ini. Uang yang dia gunakan juga didapatkan dari jalan yang dilaknat oleh Tuhan, sehingga ketika datang kesini, Tuhan membuatnya tidak bisa melihat Ka'bah yang merupakan rumah-Nya. Ternyata semua dosa yang pernah dilakukan oleh manusia dan jin di masa lalu atau yang sedang berlangsung, akan langsung mendapatkan balasannya ketika berada di tempat ini. Tidak ada yang lolos dari tempat ini, untuk itulah disebut dengan
Dua bulan berlalu setelah aku bertemu dengan Hassa di pusat bumi, dan aku memutuskan untuk tinggal di rumah pria itu yang ternyata tak jauh dari lokasi pusat bumi berada. Hayden setuju saja dengan keputusanku, karena dia sendiri merasa penasaran. Hassa tinggal bersama istrinya, sedang dua anaknya sudah berkeluarga dan tinggal di daerah lain. Umur Hassa sudah ribuan tahun, mungkin dua ribu lebih. Dia menjadi saksi hidup ketika utusan terakhir diutus ke bumi untuk menyampaikan agama bagi seluruh umat. "Kalian luar biasa. Baru dua bulan sudah mengerti hampir seluruh ajaran agama kami. Bukan hal yang mudah bagi siapapun untuk menerima ajaran kami. Bahkan manusia pun banyak yang menyangkalnya," ucap Hassa ketika kami baru saja menyelesaikan materi tentang hidup bertetangga. "Hayden dulunya adalah seorang raja, sedangkan aku..." Aku mengedikkan bahu. "Aku bukan siapa-siapa. Tapi aku memang penasaran dengan segala hal yang berhubungan dengan Sang Pencipta. Apalagi sejak melihat pusat bumi
"Pusat bumi...pusat bumi... Apa ini tempatnya?" tanyaku setelah mendarat di daratan berwarna serba putih dan terasa sangat dingin. Untungnya aku tidak terlalu merasakan hawa di bumi, karena tubuhku tidak sesolid tubuh manusia. "Kau yakin ini tempatnya?" tanya Hayden balik dengan kening berkerut. Ia terlihat sama sekali tidak yakin dengan tempat yang kami pijaki sekarang. Di sepanjang mata melihat, hanya ada warna putih yang berasal dari butiran salju yang menutupi tanah. "Hmm, aku tidak tahu. Tadi kau lihat sendiri tempat ini berada di tengah-tengah bumi," jawabku. Hayden mengedarkan pandangannya sekali lagi, lalu menggeleng. "Tidak ada kekuatan di sini. Bahkan anak buah Azazil saja tidak ada di sini. Sepertinya bukan tempat ini."Aku kembali memeluknya dan melesat ke atas. Pusat bumi itu yang bagaimana? Di tengah-tengah? Atau poros bumi? "Apa aku menembus bumi saja, ya? Siapa tahu di sana ada batu hitam," gumamku sambil mencari lokasi mana yang bisa kutembus dengan mudah. "Biar
"Aku tetap tidak setuju dengan kebijakan kakek. Kita harus lebih memikirkan apa dampak yang akan terjadi di masa depan."Aku menguap setelah hampir 2 jam menunggu Hayden dan kakek Dante yang masih saja belum selesai membahas soal kebijakan baru yang dibuat oleh kakek Dante. Aku sudah mendengar apa yang mereka bicarakan meskipun aku sedang berada di taman kerajaan, tapi lama-lama aku bosan dan mengantuk. Mereka ini kenapa ribet sekali, sih? Padahal aku sendiri sudah bisa memilih kebijakan mana yang lebih aman untuk rakyat. Tapi dua pria itu masih tetap kukuh dengan pendapat masing-masing. "Masih lama, ya?" tanyaku pada Dessidra yang ikut duduk di sampingku. Sejak kakek Dante mengambil alih kerajaan dan status Aiden diturunkan kembali menjadi Pangeran, Dessidra terlihat jauh lebih santai dan bahagia. Dia tidak lagi terlihat tertekan seperti dulu. Apalagi hubungannya dengan Aiden semakin lengket. Aku bahkan harus menyumpal telingaku ketika mereka mulai berisik. Ck, aku harus protes pa
Hayden POV Sejak meninggalkan ruang bawah tanah, Candice terlihat dingin. Auranya membuat siapapun yang melewatinya menjauh dengan wajah ketakutan. Tentu saja mereka ketakutan, karena istriku masih memegang pedang emasnya seolah-olah dia akan menebas siapapun yang menghalangi jalannya. Semua pelayan yang melihatnya langsung berlari ketakutan dan berteriak, membuat beberapa ksatria langsung berlarian ke arah kami. Namun mereka langsung berhenti ketika melihat kondisi istriku, apalagi kedua sayapnya keluar. "Ada apa ini?" tanya Hexadius dengan wajah panik. Aku meringis melihat semua kekacauan ini. Siapa suruh mencari gara-gara dengan wanita hamil? Apalagi dia adalah pejuang tangguh yang bahkan diberikan kekuatan spesial oleh tangan kanan Gabriel. Aku juga tidak akan kaget jika dia bisa menghancurkan istana ini hanya dengan sekali ayunan pedangnya tanpa menyentuh. "Galeo membuatnya marah," jawabku sambil meraih tubuh istriku dan memeluknya dengan erat. "Lebih baik kau lihat dia di
"Mereka mengira bahwa kalian adalah malaikat."Aku menoleh pada sosok perempuan tua dengan wajah datar dan kulit berwarna putih pucat hampir abu-abu. "Siapa kau?" tanyaku penasaran. "Aku adalah penghuni gunung ini. Para manusia itu sering iseng di tempat ini dan kami sangat membencinya. Mereka tidak menghormati wilayah kami," jawab perempuan itu masih dengan wajah datar, namun suaranya terdengar marah. "Apa mereka memang seperti itu?"Perempuan tua itu mendengkus. "Mereka adalah manusia-manusia jahil yang mengira bahwa diri mereka hebat karena bisa melihat makhluk tak kasatmata seperti kita. Di dalam hati mereka terdapat kesombongan. Mereka tidak punya adab dan sopan santun. Itulah kenapa aku sengaja menuntun mereka ke sini untuk bertemu kalian.""Memangnya kenapa kalau mereka bertemu dengan kami?" tanya Hayden yang sejak tadi diam. Perempuan itu menyeringai. Giginya terlihat runcing dan kedua matanya tiba-tiba menghilang. Wanita itu tertawa terbahak-bahak yang terdengar aneh di t
"Candice? Sayang, bangun!"Aku merasakan tubuhku diguncang beberapa kali, lalu pipiku ditepuk dengan pelan. "Sayang, kenapa kau tidur di sini?"Mataku mulai mengerjap ketika kesadaranku kembali. Aku membuka mata dan melihat wajah khawatir Hayden, lalu mengernyit. "Kenapa kau bisa tidur di sini?""Hah?" Aku mengedarkan pandangan ke sekiling dan terkejut ketika mendapati diriku tengah berada di taman belakang rumah kami. Buru-buru aku bangkit dari tidurku yang ternyata di posisi miring. Eh? Tidur? Bukankah aku tadi terbang ke langit dan bertemu dengan Azazil? "Tadi malam kau pamit ke taman. Kukira kau sudah kembali ke kamar, tapi malah tidak ada dimanapun. Aku mencarimu kemana-mana sampai ke kerajaan ayahmu. Seharusnya kau bilang padaku jika ingin jalan-jalan, bukan malah menghilang tidak jelas begini," jelas Hayden dengan wajah khawatir sekaligus kesal. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Jadi semalam bukanlah mimpi? "Aku kemarin malam terbang ke langit dan bertemu dengan Az
Aku melihat langit malam yang dipenuhi dengan bintang. Penasaran apakah aku bisa terbang sampai ke sana dan melihat bintang-bintang itu? Selama ini aku selalu ingin menembus langit dan mengetahui ada rahasia apa saja disana, tapi aku merasa ragu sekaligus takut. Bagaimana jika ketika aku sampai di sana, tiba-tiba aku mati atau terbakar? Aku pernah melihat bangsa jin yang mati terbakar setelah dilempari dengan panah api dari langit. Waktu itu aku masih remaja dan rasa keingintahuanku begitu tinggi. Aku sering nekat menjelajahi berbagai tempat dengan sayapku. Melihat tempat-tempat dari ketinggian benar-benar menakjubkan. Sampai akhirnya ketika langit berubah gelap karena mendung, tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara petir yang menyambar sebuah pohon tepat di depanku. Aku hanya bisa diam membeku ketika melihat dengan jelas makhluk dengan bentuk aneh yang langsung hangus terbakar oleh panah api dari langit. Panah api itu diiringi dengan petir yang menggelegar dan memekakkan telinga. Aku