Dessidra mundur selangkah kemudian merentangkan kedua tangannya yang diikuti dengan kedua sayap putihnya. Hayden langsung menyilangkan sebelah tangannya di depan tubuhku, mencoba melindungiku. Aku memegang tangannya dan meyakinkannya bahwa Dessidra tidak berbahaya. Beberapa detik kemudian, muncul rantai kecil berwarna emas yang menjerat lehernya dengan sebuah kotak kecil berwarna hijau emerald di tengah-tengahnya. Rantai itu terhubung dengan kedua tangan perempuan itu. Aku menggeram marah. Siapa yang berani-beraninya mengikatnya seperti anjing?"Kumohon," ucap Dessidra tanpa suara. Wajahnya menahan rasa sakit yang teramat sangat."Apa itu?" gumam Hayden dengan wajah terpana."Kotak kecil berwarna hijau itu adalah semacam alat pelacak sekaligus perekam. Jadi dimanapun Dessidra berada, dia akan diketahui oleh siapapun yang memerintahnya. Dan apa yang diucapkan olehnya maupun oleh orang yang berada di sekitarnya bisa didengarkan juga oleh si pemerintah itu. Tapi rantai sialan itu ada
Aku memasuki sebuah ruangan yang didesain dengan gaya maskulin seperti pemiliknya. Aroma khas dari pemilik ruangan ini membuatku menghela nafas, sedikit merasa bersalah karena telah membuatnya harus menghabiskan waktu selama seminggu secara sia-sia dengan berbaring di sini."Maaf, aku sangat terpaksa harus melakukannya," ucapku begitu berada di sampingnya.Dia sama sekali bergeming dan menganggapku seolah-olah tak kasatmata dengan terus membaca. Meskipun secara harfiah, kami memang sebenarnya adalah makhluk tak kasatmata bagi kaum manusia. Hanya yang memiliki ilmu tingkat tinggi saja yang bisa menampakkan wujud kami di dunia manusia. Kembali ke topik awal. Aku tahu bahwa dia merasa sangat kecewa dan marah padaku karena tidak mendiskusikannya terlebih dahulu dengannya. Tapi aku harus bergerak cepat atau nyawa Dessidra akan melayang sia-sia. Siapa yang bisa menjamin bahwa Hayden tidak akan lepas kendali lagi dan membunuhnya tanpa sepengetahuanku? "Dengar, Aiden. Saat itu aku masih
Aku memejamkan mata dan berusaha untuk tenang, hingga selubung hitam pekat di sekitar benteng itu berangsur-angsur lenyap. Aku tetap memejamkan mata, dan lama-kelamaan benteng itu tiba-tiba membentuk lubang berbentuk kotak yang sangat besar. Aku langsung membuka mata dan terkejut saat mendapati benteng itu masih utuh."Bagaimana bisa?" tanyaku takjub.Hayden tersenyum lembut padaku, kemudian menarik tanganku dan menggenggamnya. "Kedua kakekmu membantu kami membuatkan pelindung tak kasatmata ini, ditambah dengan bantuan dari Gabriel. Karena ada kau yang akan menghuni istana ini, maka Gabriel mau memenuhi permintaan kedua kakekmu untuk membantu memasang pelindung ini. Tak akan ada yang bisa menembusnya, termasuk Raja Iblis sekalipun. Dan cara ini adalah rahasia kita bertiga, bahkan Aiden dan Giga pun tidak mengetahuinya sama sekali."Aku menoleh pada Dessidra yang membalasku dengan senyum tak enak. "Maafkan aku. Aku sudah mengetahui bagaimana cara menembus benteng ini. Tapi aku menga
Aku mencengkeram lengan kiri Hayden sambil mengikuti setiap gerak-gerik dari ayah...maksudku ibuku, yang saat ini terjebak di dalam tubuh ayahku. Hayden hanya memutar matanya setiap kali aku merasa tegang dan ngeri dengan setiap gerakan ibuku yang begitu gemulai. Seperti saat ini.Kami sedang berada di sebuah gua yang terlihat mengerikan di luar, tapi begitu indah dan nyaman di dalam. Gua ini didesain seperti sebuah villa kecil lengkap dengan perabotan rumah tangga. Siapapun tak akan menyangka bahwa ruangan bercat merah muda ini adalah sebuah gua yang luas dan besar."Dessidra, ayah dimana? Dia sudah lama sekali tidak menjengukku di sini. Aku sendirian dan terkadang ayah Hexadius yang menemaniku. Sekarang mereka berdua entah pergi kemana dan meninggalkanku di sini sendirian," rajuk ibuku pada bibiku, dan aku masih belum terbiasa dengan ekspresi ibuku yang menggunakan tubuh ayahku.Aku melirik Dessidra sekilas dan dia melotot ngeri dengan tubuh tegang. Hayden malah dengan santai men
"Ayah! Ayah! Kau sudah kembali! Yeaaayyyy!" teriakku girang sambil berlari ke arahnya dan menubruknya."Ugh, kehebohanmu sungguh sangat telat, Can," keluh bibiku yang disambut tawa oleh Hayden.Ayahku memelukku dengan erat lalu memutar-mutar tubuh kami. Aku benar-benar sangat bahagia saat ini. Rasanya sungguh tak terkira. Setelah 130 tahun hidup secara menyedihkan, sekarang aku bisa memeluk ayah kandungku yang sangat tampan ini."Aku benar-benar sudah lama menunggu kesempatan ini. Memelukmu dan merasakan gadis kecilku secara nyata, bukan hanya melalui mimpi," gumam ayahku yang membuatku menangis.Aku mendongak untuk mengamati wajah ayahku. Meskipun dia kembaran Galeo, tapi ada beberapa hal yang membuatnya terlihat jauh lebih tampan dan lebih bercahaya. Senyumannya membuatku merasa nyaman dan seperti kembali ke rumah, alih-alih merasa terintimidasi dan tak nyaman seperti yang kurasakan saat melihat Galeo."My man is back. Aku merasa seperti terlahir kembali," gumamku dengan suara
"Jadi, tidak ada pelukan untuk adik kembarmu ini?"Aku menatap Galeo muak yang bertingkah seolah-olah dia sama sekali tidak bersalah. Ayahku mendengus, namun tetap saja berjalan menghampiri Galeo dan memeluknya. Aku mengangkat kedua alisku. Apa-apaan itu?"Lihatlah, sang Hexadius telah kembali. Bukankah ini menyenangkan?" teriaknya pada para White Dacros di belakangnya lalu tertawa keras. Mungkin mereka adalah anggota kerajaan yang belum pernah kutahu keberadaannya.Banyak yang melihat ayahku dengan sorot mata ketakutan. Aku memutar mataku ke atas. Hebat sekali si brengsek itu menyebarkan rumor. "Tenanglah kalian, hei ras White Dacros. Aku bukanlah dacros yang sangat jahat seperti yang selama ini kalian dengar. Lihatlah, adik kembarku begitu pintar dalam membual. Aku turut berduka cita pada ibu kami karena telah mengandung produk gagal seperti dia. Aku pribadi merasa sangat malu," ucap ayahku dengan lantang, membuat Galeo langsung bungkam dan menatap ayahku tajam.Bagus, Yah!"
"Candice? Hei, apa yang terjadi? Hei, tetaplah di sini..."Aku merasakan tepukan lembut di pipiku, memaksaku untuk tetap membuka mataku. "Wow, kau benar-benar hebat," puji seseorang dengan suara yang lembut dan merdu.Aku berusaha keras untuk memfokuskan pandanganku dan mendapati wanita cantik bergaun biru itu masih terlihat segar, tidak terluka sedikitpun."Kau tidak merindukan ibumu?" tanyanya lalu tersenyum miring.Aku menggelengkan kepala dengan perlahan. Tubuhku terasa sangat remuk sekarang. "Kau bukan ibuku. Jangan coba-coba menipuku," jawabku dengan suara lemah."Siapa kau?" tanya Hayden dengan tajam."Aku? Aku adalah Sophia Espargarcia, ibunya Candice. Oh, hai, calon menantuku," jawab wanita itu sambil tersenyum licik.“Tidak! Kau bukanlah Sophia,” desis Hayden. Nama belakangnya bahkan bukan Espargarcia.Wanita itu tertawa terbahak-bahak dan detik berikutnya menatap kami tajam. "Well, aku memang bukan Sophia. Kalian penasaran siapa aku?"(Candice, siapa yang menempa
Hayden POVSuara jeritan kesakitan seketika membuat gerakanku terhenti. Tanpa kusadari tiba-tiba tubuhku terhempas ke tanah karena Alvon menendangku. Aku sama sekali tidak peduli dan lebih memilih untuk berlari secepat mungkin menuju ke tempat Candice berada. Suara teriakan calon ayah mertuaku memanggil-manggil nama putrinya membuatku semakin mempercepat lariku. Begitu sampai di sana, semuanya sudah terlambat. Tubuh Candice sudah terbujur kaku berwarna abu-abu, sedangkan di sampingnya terbaring tubuh calon ibu mertuaku yang sedang merintih kesakitan.Aku menjatuhkan lututku ke tanah, lalu mengulurkan tanganku dengan gemetar untuk menyentuh tubuhnya. Lidahku terasa kelu dan mataku mendadak terasa panas, diiringi dengan memburamnya pandanganku. "Candice," gumamku dengan suara bergetar. Aku mengangkat tubuhnya dan membaringkannya di atas pangkuanku. "Candice, bangun," bisikku sambil menggoyang-goyangkan bahunya, namun tetap tidak ada perubahan.Bibirnya sudah sangat pucat dan tubuhn
"Xyan Uzair," kataku ketika bayi laki-laki yang sangat tampan dan lucu itu kini tengah diserahkan oleh ibu mertuaku untuk kususui. Aku menatap bayi yang baru kulahirkan satu jam yang lalu itu dengan hati berbunga-bunga. Kedua matanya mengerjap lucu ketika melihatku. Tiba-tiba dia tertawa, membuat Dessidra dan Ester langsung mendesah dengan wajah gemas. "Kenapa kau menamai dia dengan nama itu, sayang?" tanya Hayden sambil membelai rambutku. Dia mencium keningku lalu kening Xyan, membuat bayi kecilku semakin tertawa riang. "Ah, aku jadi iri. Kapan aku bisa membuat yang seperti itu juga?" tanya Ester dengan kedua sudut bibir menekuk ke bawah, lalu melirik suaminya yang hanya memasang wajah datar meskipun kedua matanya tak lepas dari Xyan. "Xyan artinya sinar matahari. Kau tahu, dulu aku pernah bertemu dengannya di alam mimpiku ketika aku bersama dengan Zam. Waktu itu Zam menyuruhku untuk memakan banyak tanaman Arconium, dan Xyan versi balita datang membawakan semangkuk madu untukku.
Hayden POV Aku buru-buru mendatangi Candice yang tiba-tiba menangis di depan batu hitam itu. Sebenarnya hal yang sudah biasa terjadi, karena banyak manusia yang juga tiba-tiba menangis dan bertingkah aneh di sekitar Ka'bah. Aku kemarin bahkan melihat seorang pria muda yang berteriak-teriak seperti orang gila sambil melihat kesana kemari, seolah-olah dia mendadak lupa sedang berada dimana. Dia juga berteriak tidak bisa melihat Ka'bah, padahal Ka'bah berada tepat di hadapannya. Hassa menjelaskan padaku bahwa manusia itu memiliki niat yang tidak murni ketika datang ke tempat ini. Uang yang dia gunakan juga didapatkan dari jalan yang dilaknat oleh Tuhan, sehingga ketika datang kesini, Tuhan membuatnya tidak bisa melihat Ka'bah yang merupakan rumah-Nya. Ternyata semua dosa yang pernah dilakukan oleh manusia dan jin di masa lalu atau yang sedang berlangsung, akan langsung mendapatkan balasannya ketika berada di tempat ini. Tidak ada yang lolos dari tempat ini, untuk itulah disebut dengan
Dua bulan berlalu setelah aku bertemu dengan Hassa di pusat bumi, dan aku memutuskan untuk tinggal di rumah pria itu yang ternyata tak jauh dari lokasi pusat bumi berada. Hayden setuju saja dengan keputusanku, karena dia sendiri merasa penasaran. Hassa tinggal bersama istrinya, sedang dua anaknya sudah berkeluarga dan tinggal di daerah lain. Umur Hassa sudah ribuan tahun, mungkin dua ribu lebih. Dia menjadi saksi hidup ketika utusan terakhir diutus ke bumi untuk menyampaikan agama bagi seluruh umat. "Kalian luar biasa. Baru dua bulan sudah mengerti hampir seluruh ajaran agama kami. Bukan hal yang mudah bagi siapapun untuk menerima ajaran kami. Bahkan manusia pun banyak yang menyangkalnya," ucap Hassa ketika kami baru saja menyelesaikan materi tentang hidup bertetangga. "Hayden dulunya adalah seorang raja, sedangkan aku..." Aku mengedikkan bahu. "Aku bukan siapa-siapa. Tapi aku memang penasaran dengan segala hal yang berhubungan dengan Sang Pencipta. Apalagi sejak melihat pusat bumi
"Pusat bumi...pusat bumi... Apa ini tempatnya?" tanyaku setelah mendarat di daratan berwarna serba putih dan terasa sangat dingin. Untungnya aku tidak terlalu merasakan hawa di bumi, karena tubuhku tidak sesolid tubuh manusia. "Kau yakin ini tempatnya?" tanya Hayden balik dengan kening berkerut. Ia terlihat sama sekali tidak yakin dengan tempat yang kami pijaki sekarang. Di sepanjang mata melihat, hanya ada warna putih yang berasal dari butiran salju yang menutupi tanah. "Hmm, aku tidak tahu. Tadi kau lihat sendiri tempat ini berada di tengah-tengah bumi," jawabku. Hayden mengedarkan pandangannya sekali lagi, lalu menggeleng. "Tidak ada kekuatan di sini. Bahkan anak buah Azazil saja tidak ada di sini. Sepertinya bukan tempat ini."Aku kembali memeluknya dan melesat ke atas. Pusat bumi itu yang bagaimana? Di tengah-tengah? Atau poros bumi? "Apa aku menembus bumi saja, ya? Siapa tahu di sana ada batu hitam," gumamku sambil mencari lokasi mana yang bisa kutembus dengan mudah. "Biar
"Aku tetap tidak setuju dengan kebijakan kakek. Kita harus lebih memikirkan apa dampak yang akan terjadi di masa depan."Aku menguap setelah hampir 2 jam menunggu Hayden dan kakek Dante yang masih saja belum selesai membahas soal kebijakan baru yang dibuat oleh kakek Dante. Aku sudah mendengar apa yang mereka bicarakan meskipun aku sedang berada di taman kerajaan, tapi lama-lama aku bosan dan mengantuk. Mereka ini kenapa ribet sekali, sih? Padahal aku sendiri sudah bisa memilih kebijakan mana yang lebih aman untuk rakyat. Tapi dua pria itu masih tetap kukuh dengan pendapat masing-masing. "Masih lama, ya?" tanyaku pada Dessidra yang ikut duduk di sampingku. Sejak kakek Dante mengambil alih kerajaan dan status Aiden diturunkan kembali menjadi Pangeran, Dessidra terlihat jauh lebih santai dan bahagia. Dia tidak lagi terlihat tertekan seperti dulu. Apalagi hubungannya dengan Aiden semakin lengket. Aku bahkan harus menyumpal telingaku ketika mereka mulai berisik. Ck, aku harus protes pa
Hayden POV Sejak meninggalkan ruang bawah tanah, Candice terlihat dingin. Auranya membuat siapapun yang melewatinya menjauh dengan wajah ketakutan. Tentu saja mereka ketakutan, karena istriku masih memegang pedang emasnya seolah-olah dia akan menebas siapapun yang menghalangi jalannya. Semua pelayan yang melihatnya langsung berlari ketakutan dan berteriak, membuat beberapa ksatria langsung berlarian ke arah kami. Namun mereka langsung berhenti ketika melihat kondisi istriku, apalagi kedua sayapnya keluar. "Ada apa ini?" tanya Hexadius dengan wajah panik. Aku meringis melihat semua kekacauan ini. Siapa suruh mencari gara-gara dengan wanita hamil? Apalagi dia adalah pejuang tangguh yang bahkan diberikan kekuatan spesial oleh tangan kanan Gabriel. Aku juga tidak akan kaget jika dia bisa menghancurkan istana ini hanya dengan sekali ayunan pedangnya tanpa menyentuh. "Galeo membuatnya marah," jawabku sambil meraih tubuh istriku dan memeluknya dengan erat. "Lebih baik kau lihat dia di
"Mereka mengira bahwa kalian adalah malaikat."Aku menoleh pada sosok perempuan tua dengan wajah datar dan kulit berwarna putih pucat hampir abu-abu. "Siapa kau?" tanyaku penasaran. "Aku adalah penghuni gunung ini. Para manusia itu sering iseng di tempat ini dan kami sangat membencinya. Mereka tidak menghormati wilayah kami," jawab perempuan itu masih dengan wajah datar, namun suaranya terdengar marah. "Apa mereka memang seperti itu?"Perempuan tua itu mendengkus. "Mereka adalah manusia-manusia jahil yang mengira bahwa diri mereka hebat karena bisa melihat makhluk tak kasatmata seperti kita. Di dalam hati mereka terdapat kesombongan. Mereka tidak punya adab dan sopan santun. Itulah kenapa aku sengaja menuntun mereka ke sini untuk bertemu kalian.""Memangnya kenapa kalau mereka bertemu dengan kami?" tanya Hayden yang sejak tadi diam. Perempuan itu menyeringai. Giginya terlihat runcing dan kedua matanya tiba-tiba menghilang. Wanita itu tertawa terbahak-bahak yang terdengar aneh di t
"Candice? Sayang, bangun!"Aku merasakan tubuhku diguncang beberapa kali, lalu pipiku ditepuk dengan pelan. "Sayang, kenapa kau tidur di sini?"Mataku mulai mengerjap ketika kesadaranku kembali. Aku membuka mata dan melihat wajah khawatir Hayden, lalu mengernyit. "Kenapa kau bisa tidur di sini?""Hah?" Aku mengedarkan pandangan ke sekiling dan terkejut ketika mendapati diriku tengah berada di taman belakang rumah kami. Buru-buru aku bangkit dari tidurku yang ternyata di posisi miring. Eh? Tidur? Bukankah aku tadi terbang ke langit dan bertemu dengan Azazil? "Tadi malam kau pamit ke taman. Kukira kau sudah kembali ke kamar, tapi malah tidak ada dimanapun. Aku mencarimu kemana-mana sampai ke kerajaan ayahmu. Seharusnya kau bilang padaku jika ingin jalan-jalan, bukan malah menghilang tidak jelas begini," jelas Hayden dengan wajah khawatir sekaligus kesal. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Jadi semalam bukanlah mimpi? "Aku kemarin malam terbang ke langit dan bertemu dengan Az
Aku melihat langit malam yang dipenuhi dengan bintang. Penasaran apakah aku bisa terbang sampai ke sana dan melihat bintang-bintang itu? Selama ini aku selalu ingin menembus langit dan mengetahui ada rahasia apa saja disana, tapi aku merasa ragu sekaligus takut. Bagaimana jika ketika aku sampai di sana, tiba-tiba aku mati atau terbakar? Aku pernah melihat bangsa jin yang mati terbakar setelah dilempari dengan panah api dari langit. Waktu itu aku masih remaja dan rasa keingintahuanku begitu tinggi. Aku sering nekat menjelajahi berbagai tempat dengan sayapku. Melihat tempat-tempat dari ketinggian benar-benar menakjubkan. Sampai akhirnya ketika langit berubah gelap karena mendung, tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara petir yang menyambar sebuah pohon tepat di depanku. Aku hanya bisa diam membeku ketika melihat dengan jelas makhluk dengan bentuk aneh yang langsung hangus terbakar oleh panah api dari langit. Panah api itu diiringi dengan petir yang menggelegar dan memekakkan telinga. Aku