Rasanya kenyang sekali. Makanan ini semuanya lezat. Entah apa nama makanan ini, yang pasti aku sangat menyukai makanan bangsa manusia. Lain kali aku akan membawa satu atau dua manusia untuk memasakkan makanan mereka untukku. Tunggu! Memangnya mereka mau kubawa kemana? Rumah di dunia dacros saja aku tidak punya. Baiklah, sekarang waktunya untuk meminum air bunga yang begitu menyegarkan. Oh, rasanya seperti berada di alam terbuka yang begitu alami dan indah. Aku sangat menyukai air bunga."Selesai," ucapku sambil mengelus-elus perutku dengan puas.Aku menatap tiga dacros di depanku dengan kening berkerut. Mereka semua melihatku dengan mulut terbuka dan tampang bodoh. Oh, mungkin karena aku baru saja menghabiskan 10 piring makanan, 3 gelas besar susu, dan 2 gelas besar air bunga? Hm, sepertinya tak ada yang salah dengan itu. Atau aku terlalu rakus? Tapi, bukankah itu adalah hal yang wajar mengingat aku tidak makan selama seminggu?Aku kembali melihat Giga yang menatapku, lalu menatap
"Ehem."Jantungku seperti mencelos. Buru-buru kujauhkan wajahku dari wajah Hayden. Aku segera menoleh ke asal suara dan langsung mengangakan mulutku saat melihat siapa yang datang. Satu lagi pria tampan, tapi kadar ketampanannya di bawah Hayden dan di atas Giga. Kulitnya memang tidak seputih milik Hayden, tapi itu justru membuatnya terlihat eksotis. Kedua alisnya sama tebalnya dengan milik Hayden, hidungnya juga mancung seperti milik Hayden, yang membedakan adalah bibirnya lebih tipis dari bibir Hayden yang berwarna merah alami dan sedikit berisi. Dari hasil pengamatanku, terlihat sekali bahwa Hayden dan pria itu memiliki wajah yang hampir mirip, kecuali bentuk rambut dan caranya menatap orang lain. "Sayang, tak bisakah kau menutup mulutmu? Aku jauh lebih tampan daripada dia," protes Hayden. Tangannya mulai bergerak sesuai dengan kehendaknya."Singkirkan tangan nakalmu itu dari tubuhnya, Hayden. Dan kau Ester, cepat lepaskan dirimu dari ksatria es itu. Ibu memanggil kalian untuk
"Ayah, kenapa kau membiarkan perempuan sialan itu lolos? Aku bersumpah akan membunuhnya dengan tanganku sendiri!"Aku menatap tak percaya pada pemandangan di hadapanku. Airis sedang menangis histeris sambil memeluk Alvon yang berbaring tak berdaya di atas ranjang. Seluruh tubuhnya berwarna hitam."Terserah! Itupun kalau kau mampu," jawab Raja Galeo dingin lalu meninggalkan mereka.Ada apa ini sebenarnya? Apakah ini hanyalah mimpi? Tiba-tiba tubuhku sudah berpindah ke kamar lain. Kamar yang besar dan mewah dengan Raja Galeo yang tengah memandangi lukisan Ratu Sophia—ibuku—dengan datar."Kupastikan kau akan menjadi milikku selamanya," gumamnya, membuatku mengernyit. Apa maksudnya?Kemudian pemandangan kembali berubah. Kali ini aku berada di sebuah hutan yang lebat dan indah. Dimana ini? Setahuku di wilayah White Dacros tidak ada hutan yang seperti ini. Banyak air terjun kecil dan hamparan berbagai macam bunga yang begitu indah. Pohon yang lebat sama sekali tak menghalangi keinda
Akhirnya aku mendapatkan waktu untuk beristirahat setelah tadi Aiden menyuruhku kerja rodi. Bagaimana tidak? Dia membuatku tak bisa beristirahat sama sekali selama menjadi sekretaris Giga. Jika aku emosi sedikit saja, maka tubuhku akan tersengat dan itu membuat Giga terpuaskan karena dia langsung tertawa riang. Belum lagi selama perjalanan dari pintu masuk kantor ke ruangan Giga, banyak pria hidung belang yang terang-terangan menggodaku dan wanita-wanita iri yang mengataiku wanita jalang. Sekarang tubuhku sukses lemah tak bertenaga karena emosiku selalu berhasil tersulut. Untungnya singa es itu tak menggangguku saat makan siang di restoran yang terletak di depan gedung perusahaan."Candice, kau terlihat mengenaskan," ujar Sharon lalu tertawa terbahak-bahak.Aku memutar mata dengan malas, enggan untuk mengeluarkan emosiku karena sengatan menyebalkan itu. Kulanjutkan makan siangku dengan lahap. Semangat Candice! Kau harus banyak makan makanan yang berlemak sebelum singa es itu kemba
"Tak akan ada seorang pun yang tahu bahwa kau berada di sini, Cintaku. Hanya ada kau dan aku," gumam Raja Galeo pada sesosok wanita yang terbujur di sebuah tempat tidur berkelambu sutera.Aku mematung di tempatku saat mengetahui siapa sosok cantik itu. "Aku sangat membenci anak itu, karena dia adalah kunci bagi si brengsek itu untuk mengambilmu dariku. Aku bersumpah akan mempertahankanmu dari siapapun yang akan merebutmu. Kau hanyalah milikku, Sophia."Aku menelan ludah sambil melangkah mundur. Tidak! Tidak mungkin!"Kau tahu, aku sudah berhasil mengusir anak itu dari Kerajaan White Dacros. Kudengar dari Alvon bahwa anak itu melarikan diri ke dunia manusia. Huh, dia pikir dia bisa bersembunyi dariku? Aku akan segera melenyapkannya, setelah itu aku akan melenyapkan pria brengsek itu agar tak ada lagi yang mendekatimu."Ada apa ini sebenarnya? Ini berada di mana? Kenapa terasa begitu nyata? Tiba-tiba pemandangan berubah menjadi sebuah jurang yang sangat terjal dan kering. Aku meli
"Aku heran kenapa kita malah ke sini alih-alih ke pantai? Bukankah biasanya manusia menghabiskan musim panas di pantai?" tanyaku heran saat Ester menggelar tikar di atas rerumputan.Kalian ingin tahu sekarang kami sedang berada di mana? Di hutan yang sangat lebat yang bernama hutan Amazon. Aku bahkan tak tahu ada di negara mana hutan ini, karena kami sampai ke sini dengan cara menghilang. Oh, tentu saja aku dan Ester memeluk Sharon karena vampir tak bisa menghilang dengan sendirinya."Kau ingin Sharon terus meneteskan air liur karena melihat makanan lezat bergelimpangan di pantai itu, huh?" cibir Ester yang membuat Sharon tertawa.Aku mengangkat bahu tak acuh. Yah, setidaknya di sini banyak bunga liar dan rasanya pasti lebih alami. Tidak seperti di kota manusia, banyak bunga yang rasanya hambar bahkan pahit. Sharon bilang itu karena mereka menyemprotkan obat untuk membasmi hama atau untuk membuat bunga itu bisa tetap tumbuh subur. Aneh sekali. Bukankah di hutan mereka bisa tumbuh d
Rasanya sakit. Benar-benar sakit. Tapi anehnya bukan di dada kiriku, melainkan jauh di dalam diriku. Seperti nyeri, perih. Apakah itu berarti hatiku yang sakit? "Terkadang apa yang kita lihat dan yang kita dengar tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya." Suara berat namun jernih di belakangku membuatku menoleh. Mataku langsung membelalak hingga tubuhku reflek ikut memutar menghadapnya. Aku membuka mulutku, ingin mengatakan sesuatu namun terasa sulit."Percayalah pada hatimu, jangan pada orang lain yang hendak mempengaruhimu. Aku percaya kau bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang palsu," lanjutnya sambil menatapku dengan sorot mata lembut dan penuh kerinduan.Jantungku berdegup kencang, tubuhku gemetar, lidahku kelu, dan bahkan kakiku pun tak sanggup untuk bergerak menghampirinya. Aku merindukannya. Tidak, aku sangat merindukannya. Kedua mataku terasa panas dan air mataku kubiarkan mengalir begitu saja. Aku tak sanggup menahan luapan rindu yang sebesar ini."Ayah," pan
"Apa?" teriakku dan dengan refleks melompat dari pelukannya. "Jangan bercanda! Bagaimana mungkin? Mereka adalah dua ras yang berbeda!" tukasku, kemudian tertawa hambar. Tawaku perlahan berhenti saat Hayden hanya menatapku datar."Beratus-ratus ribu tahun yang lalu, adalah hal yang biasa ketika ras White Dacros memiliki mate dari ras Black Dacros. Anak mereka tentu saja juga berbeda ras mengikuti ayah atau ibunya. Namun keturunan campuran adalah hal yang langka dan sangat jarang terjadi. Dalam kasus ibumu, ayahnya adalah dacros yang memiliki ilmu tinggi, kekuatan yang sangat hebat, dan hati yang bersih. Ditambah lagi ibunya adalah wanita yang lembut, berhati murni, dan setia pada suaminya. Saat mereka memiliki anak yaitu Sophia, dia memiliki sayap berwarna perak. Kemungkinan karena pasangan suami istri itu sama-sama berhati bersih dan jauh dari sifat jahat," jelas Hayden.Hayden memberiku kode agar aku kembali ke pangkuannya, tapi dengan tegas aku menggeleng. Aku tak akan bisa berkon
"Xyan Uzair," kataku ketika bayi laki-laki yang sangat tampan dan lucu itu kini tengah diserahkan oleh ibu mertuaku untuk kususui. Aku menatap bayi yang baru kulahirkan satu jam yang lalu itu dengan hati berbunga-bunga. Kedua matanya mengerjap lucu ketika melihatku. Tiba-tiba dia tertawa, membuat Dessidra dan Ester langsung mendesah dengan wajah gemas. "Kenapa kau menamai dia dengan nama itu, sayang?" tanya Hayden sambil membelai rambutku. Dia mencium keningku lalu kening Xyan, membuat bayi kecilku semakin tertawa riang. "Ah, aku jadi iri. Kapan aku bisa membuat yang seperti itu juga?" tanya Ester dengan kedua sudut bibir menekuk ke bawah, lalu melirik suaminya yang hanya memasang wajah datar meskipun kedua matanya tak lepas dari Xyan. "Xyan artinya sinar matahari. Kau tahu, dulu aku pernah bertemu dengannya di alam mimpiku ketika aku bersama dengan Zam. Waktu itu Zam menyuruhku untuk memakan banyak tanaman Arconium, dan Xyan versi balita datang membawakan semangkuk madu untukku.
Hayden POV Aku buru-buru mendatangi Candice yang tiba-tiba menangis di depan batu hitam itu. Sebenarnya hal yang sudah biasa terjadi, karena banyak manusia yang juga tiba-tiba menangis dan bertingkah aneh di sekitar Ka'bah. Aku kemarin bahkan melihat seorang pria muda yang berteriak-teriak seperti orang gila sambil melihat kesana kemari, seolah-olah dia mendadak lupa sedang berada dimana. Dia juga berteriak tidak bisa melihat Ka'bah, padahal Ka'bah berada tepat di hadapannya. Hassa menjelaskan padaku bahwa manusia itu memiliki niat yang tidak murni ketika datang ke tempat ini. Uang yang dia gunakan juga didapatkan dari jalan yang dilaknat oleh Tuhan, sehingga ketika datang kesini, Tuhan membuatnya tidak bisa melihat Ka'bah yang merupakan rumah-Nya. Ternyata semua dosa yang pernah dilakukan oleh manusia dan jin di masa lalu atau yang sedang berlangsung, akan langsung mendapatkan balasannya ketika berada di tempat ini. Tidak ada yang lolos dari tempat ini, untuk itulah disebut dengan
Dua bulan berlalu setelah aku bertemu dengan Hassa di pusat bumi, dan aku memutuskan untuk tinggal di rumah pria itu yang ternyata tak jauh dari lokasi pusat bumi berada. Hayden setuju saja dengan keputusanku, karena dia sendiri merasa penasaran. Hassa tinggal bersama istrinya, sedang dua anaknya sudah berkeluarga dan tinggal di daerah lain. Umur Hassa sudah ribuan tahun, mungkin dua ribu lebih. Dia menjadi saksi hidup ketika utusan terakhir diutus ke bumi untuk menyampaikan agama bagi seluruh umat. "Kalian luar biasa. Baru dua bulan sudah mengerti hampir seluruh ajaran agama kami. Bukan hal yang mudah bagi siapapun untuk menerima ajaran kami. Bahkan manusia pun banyak yang menyangkalnya," ucap Hassa ketika kami baru saja menyelesaikan materi tentang hidup bertetangga. "Hayden dulunya adalah seorang raja, sedangkan aku..." Aku mengedikkan bahu. "Aku bukan siapa-siapa. Tapi aku memang penasaran dengan segala hal yang berhubungan dengan Sang Pencipta. Apalagi sejak melihat pusat bumi
"Pusat bumi...pusat bumi... Apa ini tempatnya?" tanyaku setelah mendarat di daratan berwarna serba putih dan terasa sangat dingin. Untungnya aku tidak terlalu merasakan hawa di bumi, karena tubuhku tidak sesolid tubuh manusia. "Kau yakin ini tempatnya?" tanya Hayden balik dengan kening berkerut. Ia terlihat sama sekali tidak yakin dengan tempat yang kami pijaki sekarang. Di sepanjang mata melihat, hanya ada warna putih yang berasal dari butiran salju yang menutupi tanah. "Hmm, aku tidak tahu. Tadi kau lihat sendiri tempat ini berada di tengah-tengah bumi," jawabku. Hayden mengedarkan pandangannya sekali lagi, lalu menggeleng. "Tidak ada kekuatan di sini. Bahkan anak buah Azazil saja tidak ada di sini. Sepertinya bukan tempat ini."Aku kembali memeluknya dan melesat ke atas. Pusat bumi itu yang bagaimana? Di tengah-tengah? Atau poros bumi? "Apa aku menembus bumi saja, ya? Siapa tahu di sana ada batu hitam," gumamku sambil mencari lokasi mana yang bisa kutembus dengan mudah. "Biar
"Aku tetap tidak setuju dengan kebijakan kakek. Kita harus lebih memikirkan apa dampak yang akan terjadi di masa depan."Aku menguap setelah hampir 2 jam menunggu Hayden dan kakek Dante yang masih saja belum selesai membahas soal kebijakan baru yang dibuat oleh kakek Dante. Aku sudah mendengar apa yang mereka bicarakan meskipun aku sedang berada di taman kerajaan, tapi lama-lama aku bosan dan mengantuk. Mereka ini kenapa ribet sekali, sih? Padahal aku sendiri sudah bisa memilih kebijakan mana yang lebih aman untuk rakyat. Tapi dua pria itu masih tetap kukuh dengan pendapat masing-masing. "Masih lama, ya?" tanyaku pada Dessidra yang ikut duduk di sampingku. Sejak kakek Dante mengambil alih kerajaan dan status Aiden diturunkan kembali menjadi Pangeran, Dessidra terlihat jauh lebih santai dan bahagia. Dia tidak lagi terlihat tertekan seperti dulu. Apalagi hubungannya dengan Aiden semakin lengket. Aku bahkan harus menyumpal telingaku ketika mereka mulai berisik. Ck, aku harus protes pa
Hayden POV Sejak meninggalkan ruang bawah tanah, Candice terlihat dingin. Auranya membuat siapapun yang melewatinya menjauh dengan wajah ketakutan. Tentu saja mereka ketakutan, karena istriku masih memegang pedang emasnya seolah-olah dia akan menebas siapapun yang menghalangi jalannya. Semua pelayan yang melihatnya langsung berlari ketakutan dan berteriak, membuat beberapa ksatria langsung berlarian ke arah kami. Namun mereka langsung berhenti ketika melihat kondisi istriku, apalagi kedua sayapnya keluar. "Ada apa ini?" tanya Hexadius dengan wajah panik. Aku meringis melihat semua kekacauan ini. Siapa suruh mencari gara-gara dengan wanita hamil? Apalagi dia adalah pejuang tangguh yang bahkan diberikan kekuatan spesial oleh tangan kanan Gabriel. Aku juga tidak akan kaget jika dia bisa menghancurkan istana ini hanya dengan sekali ayunan pedangnya tanpa menyentuh. "Galeo membuatnya marah," jawabku sambil meraih tubuh istriku dan memeluknya dengan erat. "Lebih baik kau lihat dia di
"Mereka mengira bahwa kalian adalah malaikat."Aku menoleh pada sosok perempuan tua dengan wajah datar dan kulit berwarna putih pucat hampir abu-abu. "Siapa kau?" tanyaku penasaran. "Aku adalah penghuni gunung ini. Para manusia itu sering iseng di tempat ini dan kami sangat membencinya. Mereka tidak menghormati wilayah kami," jawab perempuan itu masih dengan wajah datar, namun suaranya terdengar marah. "Apa mereka memang seperti itu?"Perempuan tua itu mendengkus. "Mereka adalah manusia-manusia jahil yang mengira bahwa diri mereka hebat karena bisa melihat makhluk tak kasatmata seperti kita. Di dalam hati mereka terdapat kesombongan. Mereka tidak punya adab dan sopan santun. Itulah kenapa aku sengaja menuntun mereka ke sini untuk bertemu kalian.""Memangnya kenapa kalau mereka bertemu dengan kami?" tanya Hayden yang sejak tadi diam. Perempuan itu menyeringai. Giginya terlihat runcing dan kedua matanya tiba-tiba menghilang. Wanita itu tertawa terbahak-bahak yang terdengar aneh di t
"Candice? Sayang, bangun!"Aku merasakan tubuhku diguncang beberapa kali, lalu pipiku ditepuk dengan pelan. "Sayang, kenapa kau tidur di sini?"Mataku mulai mengerjap ketika kesadaranku kembali. Aku membuka mata dan melihat wajah khawatir Hayden, lalu mengernyit. "Kenapa kau bisa tidur di sini?""Hah?" Aku mengedarkan pandangan ke sekiling dan terkejut ketika mendapati diriku tengah berada di taman belakang rumah kami. Buru-buru aku bangkit dari tidurku yang ternyata di posisi miring. Eh? Tidur? Bukankah aku tadi terbang ke langit dan bertemu dengan Azazil? "Tadi malam kau pamit ke taman. Kukira kau sudah kembali ke kamar, tapi malah tidak ada dimanapun. Aku mencarimu kemana-mana sampai ke kerajaan ayahmu. Seharusnya kau bilang padaku jika ingin jalan-jalan, bukan malah menghilang tidak jelas begini," jelas Hayden dengan wajah khawatir sekaligus kesal. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Jadi semalam bukanlah mimpi? "Aku kemarin malam terbang ke langit dan bertemu dengan Az
Aku melihat langit malam yang dipenuhi dengan bintang. Penasaran apakah aku bisa terbang sampai ke sana dan melihat bintang-bintang itu? Selama ini aku selalu ingin menembus langit dan mengetahui ada rahasia apa saja disana, tapi aku merasa ragu sekaligus takut. Bagaimana jika ketika aku sampai di sana, tiba-tiba aku mati atau terbakar? Aku pernah melihat bangsa jin yang mati terbakar setelah dilempari dengan panah api dari langit. Waktu itu aku masih remaja dan rasa keingintahuanku begitu tinggi. Aku sering nekat menjelajahi berbagai tempat dengan sayapku. Melihat tempat-tempat dari ketinggian benar-benar menakjubkan. Sampai akhirnya ketika langit berubah gelap karena mendung, tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara petir yang menyambar sebuah pohon tepat di depanku. Aku hanya bisa diam membeku ketika melihat dengan jelas makhluk dengan bentuk aneh yang langsung hangus terbakar oleh panah api dari langit. Panah api itu diiringi dengan petir yang menggelegar dan memekakkan telinga. Aku