Rasanya sakit. Benar-benar sakit. Tapi anehnya bukan di dada kiriku, melainkan jauh di dalam diriku. Seperti nyeri, perih. Apakah itu berarti hatiku yang sakit? "Terkadang apa yang kita lihat dan yang kita dengar tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya." Suara berat namun jernih di belakangku membuatku menoleh. Mataku langsung membelalak hingga tubuhku reflek ikut memutar menghadapnya. Aku membuka mulutku, ingin mengatakan sesuatu namun terasa sulit."Percayalah pada hatimu, jangan pada orang lain yang hendak mempengaruhimu. Aku percaya kau bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang palsu," lanjutnya sambil menatapku dengan sorot mata lembut dan penuh kerinduan.Jantungku berdegup kencang, tubuhku gemetar, lidahku kelu, dan bahkan kakiku pun tak sanggup untuk bergerak menghampirinya. Aku merindukannya. Tidak, aku sangat merindukannya. Kedua mataku terasa panas dan air mataku kubiarkan mengalir begitu saja. Aku tak sanggup menahan luapan rindu yang sebesar ini."Ayah," pan
"Apa?" teriakku dan dengan refleks melompat dari pelukannya. "Jangan bercanda! Bagaimana mungkin? Mereka adalah dua ras yang berbeda!" tukasku, kemudian tertawa hambar. Tawaku perlahan berhenti saat Hayden hanya menatapku datar."Beratus-ratus ribu tahun yang lalu, adalah hal yang biasa ketika ras White Dacros memiliki mate dari ras Black Dacros. Anak mereka tentu saja juga berbeda ras mengikuti ayah atau ibunya. Namun keturunan campuran adalah hal yang langka dan sangat jarang terjadi. Dalam kasus ibumu, ayahnya adalah dacros yang memiliki ilmu tinggi, kekuatan yang sangat hebat, dan hati yang bersih. Ditambah lagi ibunya adalah wanita yang lembut, berhati murni, dan setia pada suaminya. Saat mereka memiliki anak yaitu Sophia, dia memiliki sayap berwarna perak. Kemungkinan karena pasangan suami istri itu sama-sama berhati bersih dan jauh dari sifat jahat," jelas Hayden.Hayden memberiku kode agar aku kembali ke pangkuannya, tapi dengan tegas aku menggeleng. Aku tak akan bisa berkon
Nafasku memburu dan aku berjalan dengan cepat kemanapun kakiku membawa. Aku sedang marah. Marah sekali. Semalaman sampai pagi aku sama sekali tak tidur, dan sekarang aku malah tak bisa tidur karena sudah melewati titik mengantuk. Sialan!"Oh, ayolah Sayang. Kau mau ke mana?""Kemanapun asal menjauh darimu!" jeritku kesal sambil mempercepat langkahku dengan setengah berlari.Baru kali ini aku mengelilingi istana Kerajaan Black Dacros yang begitu luas. Dan itu benar-benar menyulitkanku saat ini untuk melarikan diri dari pria sialan itu. Aku sampai di pertigaan lorong, dan instingku mengatakan bahwa aku sebaiknya ke kanan."Jangan begitu, Sayang. Kau tahu kan hukuman itu yang paling ringan?""Diamlah, brengsek!" bentakku semakin marah.Kakiku sampai pada sebuah taman yang begitu indah. Oh, bahkan taman ini lebih indah daripada taman milik Kerajaan White Dacros. Ck, setelah melihat tempat ini, aku sampai pada kesimpulan bahwa desainer kerajaan White Dacros benar-benar payah dan memil
"Apa kau mau memaafkan aku? Aku sudah berjanji pada Giga dan kedua kakakku untuk tidak kembali lagi ke dunia manusia. Bahkan Giga memberiku ini."Ah, pikiranku melantur kemana-mana, sampai-sampai tak sadar bahwa gadis cantik ini sedang menunggu jawabanku."Hmm, baiklah. Asal kau tak mengulanginya lagi. Kau tahu, kau terlihat mengerikan saat itu. Ngomong-ngomong, kalung yang bagus," pujiku sambil melihat sebuah kalung dengan liontin bintang berwarna merah yang melingkati lehernya.Ester tertawa, kemudian menggenggam kedua tanganku. "Kita kembali seperti semula?" tanyanya dengan mata berbinar-binar.Aku tertawa melihatnya yang begitu antusias. "Baiklah. Eh, tapi bagaimana dengan perusahaan mereka? Aku berada di sini dan tidak boleh keluar juga dari dunia dacros. Lantas yang menjadi sekretaris Giga siapa?""Aku menyuruh Sharon untuk menggantikan posisiku. Aku tidak ingin ada wanita manusia atau makhluk lain yang menjadi sekretaris Giga. Mereka benar-benar seperti jalang, selalu beru
"Jadi maksud pelatihan ini apa?" teriakku sambil menghindari serangan Aiden yang bertubi-tubi.Aku terus berlari menuju ke sebuah batu besar di hutan untuk berlindung, namun sialnya kakiku terpeleset dan aku jatuh dengan tidak elegan. "Ugh, hentikan! Berikan aku waktu untuk beristirahat," pekikku sambil mencabut pedang besar milik Aiden yang baru saja menancap di pinggangku.Nafasku terengah-engah dan tenagaku seakan-akan sudah habis tak bersisa. Aku berlutut sambil bertumpu pada pedang itu. Kepalaku pusing dan tubuhku lemas. "Jadi...kenapa seranganmu selalu tiba-tiba?" tanyaku masih dengan nafas terengah-engah.Aiden berdiri di depanku dengan ekspresi datar. "Kau harus meningkatkan sensitivitasmu.""Tapi setidaknya beritahu aku dulu kalau kau akan menyerangku tadi!" bentakku sambil menatapnya tajam."Musuh tak akan pernah bertindak bodoh dengan memberitahumu terlebih dulu sebelum menyerang. Mereka akan menyerangmu saat kau lengah agar kau kehilangan banyak tenagamu sehingga mu
Apa hubungannya latihan dengan jatuh cinta? Ada-ada saja. Tiba-tiba gerakan kecil dan halus itu kembali terdengar, dan aku langsung membalikkan tubuhku. Tanganku memelintir sebelah lengan Aiden dan memutarnya ke belakang tubuhnya. Aku memelintirnya dengan sekuat tenaga, namun ia sama sekali tidak menunjukkan kesakitan sedikit pun. Aku mengerucutkan bibirku. Mentang-mentang tubuhnya kekar dan tinggi, cih!Inilah yang sering diabaikan oleh seluruh kaum perempuan di dunia manapun. Sekuat apapun perempuan, sehebat apapun kemampuan beladiri yang kami miliki, tetap tidak bisa mengalahkan fisik kaum laki-laki dengan tangan kosong. Kecuali laki-laki itu dalam keadaan lemah atau kami memakai senjata. Kami tidak akan bisa mematahkan fakta itu jika hanya mengandalkan otot. Terdengar menyedihkan, tapi kami tetap tidak boleh menyerah begitu saja, bukan? Wanita dikaruniai dengan seribu akal untuk memperdaya kaum laki-laki. Kami bisa mengalahkan mereka tanpa perlu menggunakan otot. "Kau pasti ta
"Aduh! Kau pikir aku batu? Pelankan pijatanmu!" bentakku sambil menoleh sedikit ke belakang."I...iya, Sayang. Maaf," jawab Hayden sambil gelagapan.Dia memijat punggungku dengan lebih lembut dan aku benar-benar menikmatinya. Setelah seharian bertempur dengan Aiden, dipijat seperti ini terasa sangat nikmat. Aku mengerang saat laki-laki itu menyentuh satu titik yang terasa sangat sakit.Berkali-kali Hayden mengumpat saat memijit punggungku. Dengan gerakan tiba-tiba aku berbalik, sehingga sekarang aku berbaring terlentang di hadapannya."Sekarang pijat betisku!" perintahku sambil meletakkan kaki kiriku di bahunya.Hayden langsung gelagapan. Dengan tangan gemetar dia mulai memijat betisku. Aku memejamkan mata, menikmati pijatannya yang begitu enak. Tak kusangka seorang raja seperti dia bisa memijit."Hayden," panggilku dengan suara sedikit mendayu. Aku harus merayu pria ini agar mau menjawab pertanyaanku. "Kau mau hukumanmu dibatalkan?" bisikku yang langsung dijawab dengan angguk
Tanpa terasa air mataku menetes satu persatu, dan semakin lama semakin deras. Hayden mengusap air mataku dengan jari-jarinya yang gemetar. Ketakukan di kedua matanya membuat hatiku sakit. Aku memegang jari-jemari itu, kemudian menciuminya."Kau tahu, baru kali ini aku merasakan cinta yang begitu tulus. Setelah cinta yang diberikan oleh ibuku, aku tidak bisa merasakan cinta lagi. Semuanya terasa palsu dan...mereka semua bahkan ingin membunuhku karena keabadian sialan ini.""Sayang...""Tapi kau...kau bahkan rela untuk menyerahkan hidupmu padaku meskipun aku sering menolakmu atau memakimu. Kau rela meninggalkan tugas-tugasmu hanya untuk menemuiku. Bahkan kau merendahkan harga dirimu dengan meminta Aiden untuk melatihku."Hayden terkejut. Kedua matanya membelalak dan tubuhnya menegang. Aku tersenyum seraya meletakkan telapak tanganku di pipi kirinya dan membelainya."Kau berhasil, Sayang. Meskipun Aiden begitu kasar dan kejam, tapi dia berhasil melepaskan seluruh kekuatan yang dulu
"Xyan Uzair," kataku ketika bayi laki-laki yang sangat tampan dan lucu itu kini tengah diserahkan oleh ibu mertuaku untuk kususui. Aku menatap bayi yang baru kulahirkan satu jam yang lalu itu dengan hati berbunga-bunga. Kedua matanya mengerjap lucu ketika melihatku. Tiba-tiba dia tertawa, membuat Dessidra dan Ester langsung mendesah dengan wajah gemas. "Kenapa kau menamai dia dengan nama itu, sayang?" tanya Hayden sambil membelai rambutku. Dia mencium keningku lalu kening Xyan, membuat bayi kecilku semakin tertawa riang. "Ah, aku jadi iri. Kapan aku bisa membuat yang seperti itu juga?" tanya Ester dengan kedua sudut bibir menekuk ke bawah, lalu melirik suaminya yang hanya memasang wajah datar meskipun kedua matanya tak lepas dari Xyan. "Xyan artinya sinar matahari. Kau tahu, dulu aku pernah bertemu dengannya di alam mimpiku ketika aku bersama dengan Zam. Waktu itu Zam menyuruhku untuk memakan banyak tanaman Arconium, dan Xyan versi balita datang membawakan semangkuk madu untukku.
Hayden POV Aku buru-buru mendatangi Candice yang tiba-tiba menangis di depan batu hitam itu. Sebenarnya hal yang sudah biasa terjadi, karena banyak manusia yang juga tiba-tiba menangis dan bertingkah aneh di sekitar Ka'bah. Aku kemarin bahkan melihat seorang pria muda yang berteriak-teriak seperti orang gila sambil melihat kesana kemari, seolah-olah dia mendadak lupa sedang berada dimana. Dia juga berteriak tidak bisa melihat Ka'bah, padahal Ka'bah berada tepat di hadapannya. Hassa menjelaskan padaku bahwa manusia itu memiliki niat yang tidak murni ketika datang ke tempat ini. Uang yang dia gunakan juga didapatkan dari jalan yang dilaknat oleh Tuhan, sehingga ketika datang kesini, Tuhan membuatnya tidak bisa melihat Ka'bah yang merupakan rumah-Nya. Ternyata semua dosa yang pernah dilakukan oleh manusia dan jin di masa lalu atau yang sedang berlangsung, akan langsung mendapatkan balasannya ketika berada di tempat ini. Tidak ada yang lolos dari tempat ini, untuk itulah disebut dengan
Dua bulan berlalu setelah aku bertemu dengan Hassa di pusat bumi, dan aku memutuskan untuk tinggal di rumah pria itu yang ternyata tak jauh dari lokasi pusat bumi berada. Hayden setuju saja dengan keputusanku, karena dia sendiri merasa penasaran. Hassa tinggal bersama istrinya, sedang dua anaknya sudah berkeluarga dan tinggal di daerah lain. Umur Hassa sudah ribuan tahun, mungkin dua ribu lebih. Dia menjadi saksi hidup ketika utusan terakhir diutus ke bumi untuk menyampaikan agama bagi seluruh umat. "Kalian luar biasa. Baru dua bulan sudah mengerti hampir seluruh ajaran agama kami. Bukan hal yang mudah bagi siapapun untuk menerima ajaran kami. Bahkan manusia pun banyak yang menyangkalnya," ucap Hassa ketika kami baru saja menyelesaikan materi tentang hidup bertetangga. "Hayden dulunya adalah seorang raja, sedangkan aku..." Aku mengedikkan bahu. "Aku bukan siapa-siapa. Tapi aku memang penasaran dengan segala hal yang berhubungan dengan Sang Pencipta. Apalagi sejak melihat pusat bumi
"Pusat bumi...pusat bumi... Apa ini tempatnya?" tanyaku setelah mendarat di daratan berwarna serba putih dan terasa sangat dingin. Untungnya aku tidak terlalu merasakan hawa di bumi, karena tubuhku tidak sesolid tubuh manusia. "Kau yakin ini tempatnya?" tanya Hayden balik dengan kening berkerut. Ia terlihat sama sekali tidak yakin dengan tempat yang kami pijaki sekarang. Di sepanjang mata melihat, hanya ada warna putih yang berasal dari butiran salju yang menutupi tanah. "Hmm, aku tidak tahu. Tadi kau lihat sendiri tempat ini berada di tengah-tengah bumi," jawabku. Hayden mengedarkan pandangannya sekali lagi, lalu menggeleng. "Tidak ada kekuatan di sini. Bahkan anak buah Azazil saja tidak ada di sini. Sepertinya bukan tempat ini."Aku kembali memeluknya dan melesat ke atas. Pusat bumi itu yang bagaimana? Di tengah-tengah? Atau poros bumi? "Apa aku menembus bumi saja, ya? Siapa tahu di sana ada batu hitam," gumamku sambil mencari lokasi mana yang bisa kutembus dengan mudah. "Biar
"Aku tetap tidak setuju dengan kebijakan kakek. Kita harus lebih memikirkan apa dampak yang akan terjadi di masa depan."Aku menguap setelah hampir 2 jam menunggu Hayden dan kakek Dante yang masih saja belum selesai membahas soal kebijakan baru yang dibuat oleh kakek Dante. Aku sudah mendengar apa yang mereka bicarakan meskipun aku sedang berada di taman kerajaan, tapi lama-lama aku bosan dan mengantuk. Mereka ini kenapa ribet sekali, sih? Padahal aku sendiri sudah bisa memilih kebijakan mana yang lebih aman untuk rakyat. Tapi dua pria itu masih tetap kukuh dengan pendapat masing-masing. "Masih lama, ya?" tanyaku pada Dessidra yang ikut duduk di sampingku. Sejak kakek Dante mengambil alih kerajaan dan status Aiden diturunkan kembali menjadi Pangeran, Dessidra terlihat jauh lebih santai dan bahagia. Dia tidak lagi terlihat tertekan seperti dulu. Apalagi hubungannya dengan Aiden semakin lengket. Aku bahkan harus menyumpal telingaku ketika mereka mulai berisik. Ck, aku harus protes pa
Hayden POV Sejak meninggalkan ruang bawah tanah, Candice terlihat dingin. Auranya membuat siapapun yang melewatinya menjauh dengan wajah ketakutan. Tentu saja mereka ketakutan, karena istriku masih memegang pedang emasnya seolah-olah dia akan menebas siapapun yang menghalangi jalannya. Semua pelayan yang melihatnya langsung berlari ketakutan dan berteriak, membuat beberapa ksatria langsung berlarian ke arah kami. Namun mereka langsung berhenti ketika melihat kondisi istriku, apalagi kedua sayapnya keluar. "Ada apa ini?" tanya Hexadius dengan wajah panik. Aku meringis melihat semua kekacauan ini. Siapa suruh mencari gara-gara dengan wanita hamil? Apalagi dia adalah pejuang tangguh yang bahkan diberikan kekuatan spesial oleh tangan kanan Gabriel. Aku juga tidak akan kaget jika dia bisa menghancurkan istana ini hanya dengan sekali ayunan pedangnya tanpa menyentuh. "Galeo membuatnya marah," jawabku sambil meraih tubuh istriku dan memeluknya dengan erat. "Lebih baik kau lihat dia di
"Mereka mengira bahwa kalian adalah malaikat."Aku menoleh pada sosok perempuan tua dengan wajah datar dan kulit berwarna putih pucat hampir abu-abu. "Siapa kau?" tanyaku penasaran. "Aku adalah penghuni gunung ini. Para manusia itu sering iseng di tempat ini dan kami sangat membencinya. Mereka tidak menghormati wilayah kami," jawab perempuan itu masih dengan wajah datar, namun suaranya terdengar marah. "Apa mereka memang seperti itu?"Perempuan tua itu mendengkus. "Mereka adalah manusia-manusia jahil yang mengira bahwa diri mereka hebat karena bisa melihat makhluk tak kasatmata seperti kita. Di dalam hati mereka terdapat kesombongan. Mereka tidak punya adab dan sopan santun. Itulah kenapa aku sengaja menuntun mereka ke sini untuk bertemu kalian.""Memangnya kenapa kalau mereka bertemu dengan kami?" tanya Hayden yang sejak tadi diam. Perempuan itu menyeringai. Giginya terlihat runcing dan kedua matanya tiba-tiba menghilang. Wanita itu tertawa terbahak-bahak yang terdengar aneh di t
"Candice? Sayang, bangun!"Aku merasakan tubuhku diguncang beberapa kali, lalu pipiku ditepuk dengan pelan. "Sayang, kenapa kau tidur di sini?"Mataku mulai mengerjap ketika kesadaranku kembali. Aku membuka mata dan melihat wajah khawatir Hayden, lalu mengernyit. "Kenapa kau bisa tidur di sini?""Hah?" Aku mengedarkan pandangan ke sekiling dan terkejut ketika mendapati diriku tengah berada di taman belakang rumah kami. Buru-buru aku bangkit dari tidurku yang ternyata di posisi miring. Eh? Tidur? Bukankah aku tadi terbang ke langit dan bertemu dengan Azazil? "Tadi malam kau pamit ke taman. Kukira kau sudah kembali ke kamar, tapi malah tidak ada dimanapun. Aku mencarimu kemana-mana sampai ke kerajaan ayahmu. Seharusnya kau bilang padaku jika ingin jalan-jalan, bukan malah menghilang tidak jelas begini," jelas Hayden dengan wajah khawatir sekaligus kesal. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Jadi semalam bukanlah mimpi? "Aku kemarin malam terbang ke langit dan bertemu dengan Az
Aku melihat langit malam yang dipenuhi dengan bintang. Penasaran apakah aku bisa terbang sampai ke sana dan melihat bintang-bintang itu? Selama ini aku selalu ingin menembus langit dan mengetahui ada rahasia apa saja disana, tapi aku merasa ragu sekaligus takut. Bagaimana jika ketika aku sampai di sana, tiba-tiba aku mati atau terbakar? Aku pernah melihat bangsa jin yang mati terbakar setelah dilempari dengan panah api dari langit. Waktu itu aku masih remaja dan rasa keingintahuanku begitu tinggi. Aku sering nekat menjelajahi berbagai tempat dengan sayapku. Melihat tempat-tempat dari ketinggian benar-benar menakjubkan. Sampai akhirnya ketika langit berubah gelap karena mendung, tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara petir yang menyambar sebuah pohon tepat di depanku. Aku hanya bisa diam membeku ketika melihat dengan jelas makhluk dengan bentuk aneh yang langsung hangus terbakar oleh panah api dari langit. Panah api itu diiringi dengan petir yang menggelegar dan memekakkan telinga. Aku