Kejadian malam itu membuat geger pinggiran kota. Elang ditangkap pihak berwajib, Elang sudah menjelaskan dengan kejujuran, bahkan luka-luka yang didapatnya menjadikan bukti bahwa dirinya yang diserang kelompotan Jordi. elang yang menjadi korban. Atas celakanya Jordi, Elang tak tahu menahu, dirinya hanya mendorongnya biasa, bahkan tubuh Jordi lebih besar dari Elang.
Elang hanya menjalani tahanan luar saja dan wajib lapor.Jordi terkapar di rumah sakit, beberapa tulang punggung bagian bawah ada yang patah. Keadaan yang sangat rawan, bisa saja Jordi mengalami kelumpuhan.***ibunya menatap Elang lama. Berulang kali Elang meminta maaf pada ibunya. Ibunya hanya meneteskan air matanya saja. Tangan dengan jari kecilnya mencoba menyentuh sudut bibir Elang yang sudah mengering."Sakit, Nak?""Tidak, Bu apakah kita bisa pergi dari kota ini dan hidup dengan yang baru?"Jiang terdiam, dan menggeleng lemah."Tidak Nak, tidak bisa. ibu ingin terus berada di rumah ini."Elang terdiam, ada rasa kecewa dalam hatinya."Kau harus laporkan pada gurumu, berkali-kali orang itu mengganggumu terus."Elang tertegun dengan ucapan ibunya."Aku sudah lulus sekolah Bu, besok aku akan cari kerja yang lain.""Bukankah bosmu sudah datang kemari dan memberikan bonus atas kerjamu yang bagus. lihat dia bawa beras dan beberapa makanan.""Siapa Bu?" Elang semakin tak mengerti dengan kata-kata ibunya."Gadis bermata emas itu, datang tadi pagi. sepertinya dia suka padamu, buktinya selalu saja memandang fotomu yang ada di bufet itu." jelas Jiang sambil menunjukkan sebuah foto Elang saat masih kecil."Apa Bu? gadis bermata emas?"***"Hai orang Chino!" Sherlyn teriak dari dalam mobilnya. "Ayo masuk!"Elang yang sedang berjalan langsung mendekati mobil jaguar hitam itu lalu membuka pintu depan, terus duduk di samping Sherlyn yang menyetir mobil ayahnya."Mau kemana?""Aku tadinya mau ke toko swalayan itu, ada lowongan di sana, antar kan aku ke sana, andai berkenan.""Oke bos, siap!" jawab sherlyn, gadis itu tertawa renyah dan menatap lelaki pujaannya ini, tapi tak berani ia ungkapkan ataupun tunjukan. dalam sikapnya.Elang tersenyum dan mengangguk mengucapkan terima kasih. Sherlyn anak dari salah satu bos ruko beras di depan pasar induk. Wajah blasteran Palestina membuat wajah imut dan perawakan yang mungil menjadikan Sherlyn jarang bergaul dengan wanita yang lain. Dirinya dianggap seperti anak kecil. Untuk masuk nonton bioskop saja ditanyakan KTP nya, tak pernah lolos ikut wahana di tempat rekreasi. sungguh memilukan sekali, bukan?"Yupz udah sampai."Sherlyn langsung ikut turun, dan mengiringi langkah Elang."Mengapa kau ikut masuk?""Apa tak boleh? aku mau beli sesuatu.""Baiklah. bila selesai urusanmu, aku tak usah kau pikirkan, tinggal saja. oke.""Hai Bung GR banget ya!"Elang tertawa ngakak, dan segera mendekati salah satu kasir dan menanyakan prihal lowongan pekerjaan. Sementara Sherlyn sudah melangkah masuk ke dalam rak-rak kebutuhan rumah tangga, dirasakan aman, ia menelepon seseorang, terlibat sebuah perbincangan serius."Oke, terima kasih." Sherlyn menutup sambungan ponselnya. Tak lama gadis itu melihat, Elang sudah dipanggil masuk oleh pemilik dari swalayan ini. Gadis imut itu tersenyum, dan meletakkan kembali barang yang ada di keranjangnya ke tempatnya semula, kemudian pergi meninggalkan swalayan tersebut.***Prang!! semua benda di atas bufet jatuh berantakan."Mana anakmu yang bodoh itu!! dia harus pertanggung jawabkan perbuatannya!"Jiang hanya diam, bola matanya berputar gelisah. Hari ini adalah hari pertama Elang berkerja di swalayan ADA, walaupun hanyalah sebagai pelayan saja. Jiang tak bisa berpikir dengan jernih, kata-katanya mulai ngelantur. Terkadang berteriak histeris. Rudi yang sedang berjualan, mendadak pergi meninggalkan tokonya dan terus berlari menuju rumah Jiang. Untung saja Rudi datang tepat waktu, saat tangan lelaki tua bertubuh tambun itu hendak memukul Jiang, tangannya sudah ditarik Rudi dengan cepat."Singkirkan tanganmu itu! jangan sentuh Jiang! kau sudah bunuh suami dan anaknya, kali ini, tak kan kubiarkan kau bunuh Jiang!"Elang berlari dengan cepat, segera masuk ke dalam rumahnya. Nampak ibunya sedang berbaring di sofa, Rudi sedang membereskan semua benda yang sudah porak poranda termasuk guci abu suci milik Ayahnya dan Erin."Paman, siapa yang melakukan ini!" Api amarahnya semakin meluap melihat kehormatan Ayah dan adiknya tergores.guci abu itu sudah pecah berantakan."Tenanglah, Abu suci milik Ayah dan adikmu sudah ibumu pindah dalam kamar sucinya."Elang sedikit lega mendengarnya. Lalu itu apakah palsu?"Lalu? itu palsu?""Iya, ibumu yang menukarnya," jawab Rudi lirih, karena Jiang baru saja tenang setelah lelaki itu memberikan beberapa obat penenang."Paman apakah paman tahu banyak hal tentang Shang Fu?"Rudi lalu terdiam, menatap wajah Elang dengan serius."Dari mana kau tahu nama Shang Fu?'"Nama itu hadir dalam setiap mimpiku, hingga aku takut terlelap Paman. Tolong jelaskan siapa Shang Fu?""Nanti aku ceritakan tentang mimpimu, tapi bantu aku membereskan ruangan ini, sebelum ibumu terbangun. a
Elang masih juga bingung dengan semuanya, kakek? aku masih punya kakek, begitu terus dalam pikirannya. Ingin rasanya dirinya menanyakan pada ibu, tapi dalam keadaan seperti ini, rasanya tak tega, menanyakan perihal ini.Akhirnya Elang tertidur, lagi-lagi mimpi itu hadir kembali. Elang menyaksikan sebuah perkelahian hebat dari dua orang berpakaian kesatria. warna hitam dan merah mendominasi mimpinya kali ini. Berkali -kali nama Shang Fu terdengar, sampai-sampai Elang mengingau menyebutkan nama Shang Fu berulang kali.Jiang menatap Elang yang tertidur pulas sambil menyebutkan nama yang membuat Jiang mendekati dengan tatapan berbeda."Shang Fu." "Shang Fu."Jiang mundur, dan segera membuka sebuah laci mengambil sesuatu dari dalam laci tersebut. Membukanya dan melihat benda di tangannya, sebuah plakat kecil, bertuliskan nama Shang Fu!Jiang terdiam, napasnya mulai memburu, dan kembali berjalan ke kamar anaknya yang memang tak berpintu.Terlihat, Elang sudah terduduk dengan napas yang mas
Elang menatap ibunya, gadis bermata emas? ibunya memanggil nama Sherlyn dengan gadis bermata emas.Siapa sebenarnya Sherlyn. "Kau akan tahu nanti, sekarang kau tahu bahwa kini Elang adalah cucu dari Shang Fu. ibu tak tahu banyak tentang kakekmu. ""Aku tahu, siapa Shang Fu." Tiba-tiba Sherlyn ada di belakang Elang.Lelaki itu mundur dan melihat gadis mungil itu dengan waspada."Siapa kau sebenarnya, gadis nakal?"Sherlyn tertawa, "Hanya kau yang menyebut aku gadis nakal, padahal aku tak pernah nakal padamu, iya kan?"Jiang tersenyum. "Kini boleh aku tanya, mengapa kau suka melihat foto Elang waktu kecil dengan mata emasmu."Sherlyn pun mendekat pada foto yang tergantung di dinding, melihat dengan bola mata emasnya, dan meminta dengan hormat, pada Elang untuk menurunkan foto yang bertahun-tahun tak pernah ada yang menyentuhnya.Elang segera mengambil foto berbingkai tersebut. Sherlyn menerimanya, melihat sesaat wajah yang terpampang pada bingkai tersebut."Aku bisa melihat masa depanm
Lagi-lagi orang-orang perusuh datang ke rumah Elang. Rupanya masalah mereka belum tuntas. Tapi kali ini ada Elang yang belum berangkat kerja. Hingga sebuah perseteruan pun terjadi Elang yang tak punya keahlian bela diri mencoba melawan mereka dengan sekuat tenaga, ibunya hanya bisa berteriak histeris setiap pukulan mengenai tubuh anaknya."Maunya kalian apa hah!?" Jiang meringsak maju dan mendorong lelaki bertubuh besar yang hendak memukul perut Elang yang sudah lemah.Jiang langsung melindungi tubuh Elang."Minggir! anakmu harus merasakan bagaimana tergeletak di rumah sakit seperti anak majikanku.""Itu salah dia sendiri!" teriak Jiang. "kalau tidak menganggu anakku pasti Elang tak membalas kekejiannya!""Diam! seharusnya kau ikut mati saja dalam kecelakaan itu, dasar wanita tak ada guna!"Jiang mendapatkan tendangan pada perutnya."Ibu!!!!" Melihat ibunya mendapat perlakuan kasar, Elang langsung menarik rambut pria berotot itu hingga mendongak ke atas, saat itu juga kaki Elang lang
Perjalanan lewat udara ditempuhnya dalam 10 jam, sebuah perjalanan yang panjang. Tiba juga di sebuah bandara kata Taipe. Ternyata keluarga besar dari Sherlyn sudah menyambutnya. Elang merasa kikuk sendiri dengan keramah tamahan mereka."Lebih baik kita di rumah Paman Ho saja, Bagaimana Sher? kau setuju?"tanya adik dari ibu Sherlyn."Kalau itu yang terbaik, ayolah."Merekapun segera masuk ke sebuah mobil berukuran panjang, berwarna hitam.Elang hanya diam saja, cuma senyam-senyum, tak tahu harus bagaimana. walaupun bahasa mereka Elang pahami dengan mudah. Sampailah kini pada rumah Paman Ho. Rumah yang besar. Dengan arsitektur lama yang nampak masih kokoh.Paman Ho adalah adik bungsu di keluarga besar Sherlyn.Elang pun bertanya-tanya, apakah mereka pun mempunyai kekuatan yang sama seperti Sherlyn? karena Elang amati, hampir wajah dan tipe wajah mereka hampir mirip satu sama lainnya. "Nanti aku kenalkan pada Paman Ho. maaf Paman Ho selama ini hilangan penglihatan.""Buta?" tanya Elan
Penampakan di depan matanya membuat Elang bangkit dari duduknya, dan mundur beberapa langkah. Mata berkelopak emas dan menonjol besar itu, membuat elang takut. "Kau takut?""Tidak," jawab bohong Elang.Paman Ho tersenyum lalu menutup matanya dengan kacamata hitamnya lagi. Bangkit dari duduknya berjalan menuju sebuah lemari, mengambil sesuatu dan kembali duduk. Semua dilakukan lancar tanpa menggunakan tongkatnya. Ah, mungkin ruangan ini sudah dihapalnya, batin Elang."Aku bisa melihatmu, aku tak buta, justru penglihatanku lebih tajam dari orang biasa.""Benarkah? Apa yang kau lihat dariku?""Kau bawa plakat itupun aku tahu, lihat aku pun punya plakat yang sama." Paman Ho memperlihatkan barang yang tadi diambilnya, ternyata sebuah plakat yang sama dan dibungkus dengan kain hitam. Nampaknya dia sangat menyayangi benda tersebut."Aku hanya mau melihat, apakah itu plakat asli atau bukan?"Elang tergugu, pelan tangannya mengambil plakat yang selalu ada di balik bajunya.Tangan Paman Ho men
"Sepertinya rumah dalam keadaan sepi, kau gagal dengan perintahku!" bisik Nui tajam, " Sekarang masuk pelan ke dalam kamar Pamanmu dan curi plakat itu! aku mempunyai firasat yang buruk.""Ah, mengapa tidak kau saja yang masuk, aku khawatir karena tempo hari aku sudah terkena hawa panasnya.""Kau membantah perintahku!" Nui sudah marah, dan mengepalkan tangannya, terlihat kuku tajam keluar dari jempolnya."Apa kau mau merasakan racun kukuku ini?!" gertak Nui, dan matanya sudah berubah berwarna hitam."Baik ... aku masuk." jawab Nira pelan.Langkahnya pelan menuju sebuah kamar yang pintunya terlihat selalu tertutup rapat. Tangannya pelan meraih hendel pintu dan memutarnya, hay, pintunya tak terkunci. Nira, tak perlu bersusah payah membukanya dengan cepet rambutnya.Nira memandang sesaat pada Nui yang sedang menunggu agak jauh darinya.Perlahan Nira membuka pelan daun pintu tersebut, melongokkan kepalanya dan mengawasi ruangan yang nampak kosong dan sepi, rupanya paman sedang bermeditasi
"Siapa yang melakukan ini!" Sebuah suara kemarahan dari seseorang lelaki berbadan tinggi dan besar. Setelah mengetahui kematian adiknya yang ditemukan tak bernyawa di tengah jalan dengan kondisi kepala pecah.Semua yang ada di ruangan besar itu terdiam, tak ada yang berani membuka suaranya."Apa kau Dong?! tanyanya lagi sambil melotot pada sosok yang terlihat menunduk ketakutan."Tidak, bukan aku! walaupun aku sering bertengkar dengan adikmu, tapi aku pantang membunuh klanku!" jawabnya dengan suara bergetar.Mata lelaki yang sedang marah itu melotot tajam padanya."Bila kau ketahuan pelakunya, aku tak akan segan membunuh seluruh keluargamu. ingat itu!"Lalu lelaki itu pergi begitu saja. Kasak-kusuk pun terdengar. Semua bergunjing atas kematian manusia berkepala kuda itu.Kembali pada Sherlyn dan Elang, beruntung mereka sudah jauh melangkah, kini mereka melewati sebuah hutan kecil. Gelap dan penuh belukar. Ini adalah hutan Shihou. Hutan ini penuh pohon perdu dan berdiri, sebagian tanam
"Syukurlah, kau sudah siuman Elang, kami semua khawatir padamu," kata Mae dan mulai memeriksa peredaran darah pada tubuh Elang. Mengobati luka-lukanya dengan obatan herbal yang tersedia pada alam.Elang tersenyum, hatinya plong rasanya, meraba pinggangnya, merasakan pedang batu giok masih menempel di kakinya."Aku butuh, warangka untuk pedangku ini," ucap Elang dan mengambil pedang tersebut dari kaki kirinya.Semua berdesir hatinya, melihat apa yang dilakukan Elang."Apa kau tak merasakan sakit pada kakimu?" tanya Sher perlahan."Kakekmu Shang Fu pun meletakan pedang kesayangannya seperti yang kau lakukan. Dan dia tak merasakan sakit," jelas Bho. "Kau betul Bho, pedang ini yang mencari sendiri tempat yang nyamannya, tanpa menimbulkan sakit pada bagian tubuhku.""Kau pemuda yang hebat Elang, luar biasa. Pemuda yang kuat!" Puji Mae dan memeluk pemuda yang sudah dianggapnya anaknya tersebut. Rasanya tak sanggup dirinya menceritakan hal yang sebenarnya terjadi pada Jiang, ibunya."Terima
Sher, Mae dan Bho tak tahu dengan apa yang terjadi pada mereka. Hanya terlihat Elang yang bertarung sendirian, hologram itu semakin melemah. "Apa yang akan terjadi Ibu? Tubuh Elang semakin samar kita lihat. Apakah ini tandanya, dia dalam kepayahan?""Entahlah, Sher. Ibu tak tahu. Sekarang ini sudah tak bisa gunakan apa-apa lagi. Aku malah khawatir dengan pamanmu. Elang bisa kita tarik dari peredaran hologram itu. Tapi ....""Berjuang lah Elang. Aku mohon bertahan dan kalahkan musuh itu. Demi semuanya." Doa Sher.Terlihat Bho hanya bisa memandang dengan cemas. Batinnya antara menerima takdir dan membenci takdir. Seakan tuhan tak adil padanya, tapi ia harus terima dengan lapang dada.Kembali pada sosok Elang yang sudah cape luar biasa. Kini penampakan Huang betul-betul sangat menyeramkan."Kini kau melawanku, Huang yang sebenarnya, terimalah ini!!!"Kembali Huang maju dan menyerang Elang. Elang tak sia-siakan kelihaian tubuhnya, dirinya terbang ke atas, mereka bertarung di udara. Ela
Elang masih tegak berdiri dalam tatapan tajamnya.Tiba-tiba,"Aku menolak tawaranmu! Aku lebih baik mati berkalang tanah diatas tanah negeriku dari pada aku menjadi pengecut dan pecundang negara."Elang berkata dengan tegas. Elang semakin menyatu dalam dimensi tersebut, tubuhnya semakin terisi oleh bayangan Shang Fu.Wusttt! Sabetan pedang milik lawan menerpa wajah pemuda tersebut. "Sudah aku duga!! Kau mata-mata itu." sungut Huang."Aku tak pernah menjadi mata-mata siapapun! Kau licik, Huang! "Blasttt! Kali ini Huang memberikan pukulan telak pada Elang. Tubuh pemuda itu langsung mundur selangkah. Pukulan itu hanya mengenai tempat kosong 'Bagus, Elang. Kau mulai bisa mengatur gerak spontan tubuhmu.' bisik paman Ho.Elang kembali menahan kakinya agar tak terjatuh, satu pukulan pada pundak Huang pun tak terelakan.Lengan baju kiri Huang robek."Sialan! Kau memang kampungan Shang Fu. Pantas saja tak ada wanita yang mau hidup bersamamu. Huh ... Ingat kau berhutang budi padaku. Posisi s
Wajah Elang tegang sesaat, mendengar penjelasan Ho tentang siapa sebenarnya Huang. "Dia musuh dalam selimut, dia yang menggulingkan jabatan kakekmu, Bahkan Shang Fu mendapatkan fitnah dari istri Huang, yang berakibat dirinya diusirnya dari kota ini." Ho masih menerawang jauh ke masa silamnya."Bedebah itu yang kau serang waktu ada di tanah keramat, dan kau berhasil membuat kedua istri Huang yang berbentuk kelelawar raksasa itu terluka berat. Entah bagaimana nasib monster jelek itu," timpal Bho dengan geram.Ada rasa amarah dalam diri Elang tentang masa lalu kakeknya yang tersingkirkan oleh lelaki jahat bernama Huang."Aku akan menghadapi dia." Elang semakin mantap dengan tekadnya."Aku punya rencana." Lalu Ho mulai berdiskusi dengan mereka."Kau masih ingat semua kejadian itu Bho? Kaulah saksi satu-satunya atas pertarungan mereka." tanya Ho melihat pada Bho."Iya, akan aku coba mengingatnya, saat itu ..." Bho menceritakan kejadian itu dengan runtut. "Sayang sekali aku dan Sher tak b
Mata giok hitam itu bersinar tertimpa sinar matahari. Sinarnya berpencar ke segala arah. Karena permukaannya yang berbentuk prisma tak beraturan. Giok itu tertancap pada salah satu batang pohon tersebut. Pantas saja setiap matahari tepat di tengah gunung ini terlihat bersinar. Orang yang memandangnya mengira bahwa gunung itu adalah tempat para dewa. Setelah lama bertahun-tahun barulah tahu, bahwa sinar itu terpancar dari pantulan batu giok hitam milik Shang Fu. Batu ini lah yang ditakuti oleh Huang hanya pedang milik panglima perang itu yang dapat membelahnya. Karena ketakutannya, maka mata pedang itu yang merupakan batu giok itu ia buang hingga menancap pada batang pohon tua ini selama puluhan tahun. Saat itulah kekalahan berpihak pada Shang Fu, dan naasnya, Huang tak bisa kembali kepada bentuk semula sebagai manusia, ia harus menunggu 30 tahun. Huang menjadi monster mirip naga yang tinggal di dinasty yang hilang, perwujudannya sangat menyiksanya. Kekuasaannya menjadi berantakan oleh
Semburat pagi mulai menembus daun-daun pinus yang berembun. Suasana kembali tenang. Udara segar langsung terasa. Hutan yang penuh dengan efek kesehatan yang bagus. Tenang tapi menghanyutkan.Tak lama, tangan Mae bergerak pelan! "Ibu," panggil Sher pelan dan mengelus pipi ibunya yang masih dalam pelukannya."Ah, badanku sakit semua. Kau kah itu Sher?" Mae langsung menatap wajah anaknya penuh bahagia.Sher mengangguk sambil tersenyum bahagia. Segera diraihnya wajah yang dirindukannya itu, mengecupnya berulang kali, lalu memeluknya erat."Ho, adikku yang baik, terima kasih. Bila tak ada kau. Aku tak akan kembali." Senyum merekah menghiasi wajah lesu Mae. Pandangan Mae tertuju pada sosok anak kecil yang masih juga belum siuman."Elang?""Dia sedang tertidur, lelah dan lapar membuatnya begitu. Tapi ini belum usai Mae.""Aku tahu." Ditatapnya wajah anak kecil tersebut, "Dia dehidrasi, bibirnya pucat.""Ini lebih baik, aliran darahnya sudah aku normalkan. Semoga saja ia bangun dari komanya
Ho langsung berada di dimensi yang lain. Tubuhnya langsung bersembunyi diantara gundukan batu. Tempat ini mirip sekali dengan goa yang sudah sangat lapuk. Bau busuk dan amis lebih dominan, bukan aroma tanah ataupun akar pohon yang banyak menjuntai dari atas. Matanya beredar cepat mencari sosok kakaknya, karena Mae sudah menjadi bagian dari mereka, Ho tak bisa mencium dan mengendus aroma tubuhnya.Perlahan kakinya melangkah menyusuri tempat tersebut. Mata emas Ho sudah kembali sempurna, maka ia bisa menggunakan mata itu. Tak jauh dari tempatnya berdiri, ada segerombolan mahluk dalam balutan kain rombeng, mereka mencicit, meludah bahkan di sudut ruangan ada yang sedang berkelahi. Tempat mereka sangat berantakan, belatung, dedaunan kering berserakan dan sangat menjijikan."Aku mencium sesuatu! Ada manusia di sini!" ungkap salah satu dari mereka dan berjalan sambil menghirup udara."Baunya sangat kuat." timpal yang lain.Sesaat dua mahluk yang berkelahi tadi terhenti, dan mereka mulai me
Malam ini menjadi malam penuh epik, Ho terus memeriksa Elang, totokan ringan pada pergelangan tangannya membuat Elang tersadar kembali, masih dalam keadaan sangat lemas karena perjalanan dalam keadaan perut kosong, kelelahan jiwa dan raga. Ho kembali memeriksa dada pemuda itu, mengapa Ho begitu peduli pada pemuda ini? Karena dialah inti dari semua ini. Perlahan Elang mulai bangun dan megangi tangannya, dengan sadar langsung tahu siapa orang di hadapannya."Paman Ho, syukurlah kalian datang, tolong Sher, cepat." Suaranya lemah hampir berbisik."Tenangkan dirimu, Elang, aku butuh tenagamu, pejamkan matamu, aku akan ambil mata emasku, ini tak akan sakit." Paman Ho mulai merapal mantranya, hanya sebentar saja, mata emas milik Ho sudah kembali. Elang tersadar dan langsung membuka matanya perlahan."Paman, maafkan lah aku.""Tenang, jangan banyak bicara, aku mau dampingi kakakku dahulu, jagalah raga kami."Elang mengangguk lemah.Lalu, tangan Ho, segera meraih tangan Kakaknya, kekuatannya k
Pemuda berwajah keras itu menggenggam erat gagang pedang milik kakeknya, kini kesadarannya sedikit pulih perlahan. Mencoba mendekati Bho dan Sher. Memeriksa keduanya, Bho bersuhu tubuh panas, dan tubuh Sher terasa dingin, bibirnya sudah mulai memburu, Elang mendesah panik, mengapa tak disadari hal seperti ini, pikirnya menyesal. Lalu apa yang harus dilakukannya, tak ada kain tebal untuk menyelimutinya, bahkan meminta bantuan pun tak bisa, mereka terlalu masuk ke dalam hutan. Tiba-tiba, Brak!! Gedebuk! Terdengar benda jatuh dengan kerasnya. Elang segera waspada. Matanya langsung mengawasi area sekitar, keringat dingin mulai keluar, memang dirinya yang penakut mulai menjalari pikirannya."Jangan takut ,Elang. Jangan takut, semua butuh bantuan mu." Pemuda itu menyemangati dirinya sendiri.Benda yang jatuh itu adalah dua tubuh renta dari Ho dan Mae, mereka tak selincah dulu, Mae nampak cemberut saat tubuh Ho menimpa kakinya."Sudah aku bilang, aku tak mau kau buat uji coba teleport-mu, ka