Elang mendapati ibunya sedang mencuci pakaian banyak sekali. lelaki bermata sipit itu memperhatikan pakaian yang telah dijemur ibunya, karena itu adalah pakaian Ayah dan adiknya.
"Ibu, tak usah lah betkali-kali baju ini dicuci, toh tak terlalu kotor, karena hanya tersimpan di lemari, bukan?""Biar sajalah, ini untuk kegiatan ibu, karena .... tiba-tiba kangen dengan Erin, sedang apa anak gadisku?" Pandangan mata ibunya menerawang jauh ke atas langit."Besok kita ke makam Ayah dan Erin ya, Bu.""Boleh lah, tapi ....""Paman Rudi kemari, dan tinggalkan beberapa uang, itu simpan saja untuk ibu." Elang mencoba memancing informasi pada ibunya siapa yang dia maksud dengan gadis bermata emas."Ambilah saja untukmu, aku tak butuh uang Rudi, kasihan dia. bertahun-tahun harus membela ibumu ini. "Elang berjalan masuk ke dalam ruangan, benar saja di atas meja sudah ada beberapa lembar uang yang tertindih oleh sebuah gelas yang isinya masih penuh. Elang mengambil dan memasukkannya ke dalam sebuah kotak tabungan milik ibunya."Siapa gadis bermata emas itu Bu?!" Akhirnya Elang berani bertanya. Tapi Ibunya hanya diam saja, dirinya sedang asyik mengucek baju-baju itu, walaupun tak kotor sama sekali.Elang hanya bisa membuang napasnya, penat sekali tubuhnya, duduk di sebuah sofa, hingga angin yang semilir menghantarkan dirinya dalam. buaian mimpi.Mimpi itu hadir kembali. Elang bagai dibawa ke alam mimpi berpuluh tahun terlampoi, sebuah hutan gelap, pohon-pohon yang menjulang tinggi. Aroma bunga pinus yang segar menguar dalam penciumannya. Dari jauh terdengar seperti ada yang bertanding, diiringi berkali-kali dentingan suara pedang bersentuhan. Elang mencoba mendekati suara tersebut, menyibakkan beberapa onak yang menutupi. Benar saja, ada dua orang saling bertanding, wajah-wajah kelelahan dan terdapat berbagai goresan darah pada masih-masing lawan."Tunggu Shang Fu! kau harus mati!""Tidak akan! aku akan terus melawanmu, aku tak ikhlas kau kuasai manusia dalam kejahatan yang kau ciptakan!"Crang!! tebasan sebuah pedang bisa ditangkis oleh seseorang yang dipanggil Shang Fu.Desing! tebasan yang menyisakan asap berwarna hitam itu langsung mengenai ujung kepala lelaki berpakaian bak seorang pendekar dari Tiongkok. Tapi Elang menjadi sangat ketakutan saat dalam kepala yang berdarah karena tebasan pedang itu, terbuka dan keluarlah sosok mahluk yang menyeramkan. Elang terbangun, karena ketakutan. Napasnya memburu, tubuhnya basah oleh keringat. Dirinya sempat linglung, masih bingung di mana dirinya sekarang, menatap seluruh isi rumah dan mendapati bahwa ini adalah rumahnya."Ya Tuhan, aku mimpi itu lagi, siapa Shang Fu? monster itu sangat mengerikan sekali." gumamnya seraya mengusap wajahnya dengan kasar.***"Brengsek!" Elang sudah menyerang lagi, tapi berkali-kali dirinya kalah. Jordi tertawa terbahak."Dengar ya? kalau kau mau aman, pergi kau dari kota ini , pencundang!!""Kau dasar!" Elang kembali hendak memukul wajah lelaki yang menyebalkan itu. Lagi-lagi, Elang begitu lemah, tak ada apa-apanya di hadapan Jordi. Ada setetes darah di sudut bibirnya."Paham maksudku? Pergi dari Kota ini, dan bawa ibumu yang gila itu."Beberapa teman Jordi melepaskan cekakan pada lengan pemuda itu. Ada rasa sakit yang teriris saat ibunya dikatakan orang gila oleh Jordi..Andai kau bukan anak bos Ayahku, pasti aku sudah berkali-kali memukulmu! bisik Elang penuh kebencian. Tapi kini, Ayahnya sudah tak ada, Jordi semakin saja merajalela menghina keluarganya. Karena saking sewotnya Elang mendekat pada Jordi dengan spontan kedua tangannya mendorong dada Jordi hingga jatuh terjengkang ke belakang. Kekuatan Elang yang spontan itu membuat Jordi membentur dinding dengan keras, tubuh Jordi merosot pelan, dan luruh ke lantai tak bergerak!Semua memandang Jordi, apakah Jordi meninggal?Kejadian malam itu membuat geger pinggiran kota. Elang ditangkap pihak berwajib, Elang sudah menjelaskan dengan kejujuran, bahkan luka-luka yang didapatnya menjadikan bukti bahwa dirinya yang diserang kelompotan Jordi. elang yang menjadi korban. Atas celakanya Jordi, Elang tak tahu menahu, dirinya hanya mendorongnya biasa, bahkan tubuh Jordi lebih besar dari Elang.Elang hanya menjalani tahanan luar saja dan wajib lapor.Jordi terkapar di rumah sakit, beberapa tulang punggung bagian bawah ada yang patah. Keadaan yang sangat rawan, bisa saja Jordi mengalami kelumpuhan.***ibunya menatap Elang lama. Berulang kali Elang meminta maaf pada ibunya. Ibunya hanya meneteskan air matanya saja. Tangan dengan jari kecilnya mencoba menyentuh sudut bibir Elang yang sudah mengering."Sakit, Nak?""Tidak, Bu apakah kita bisa pergi dari kota ini dan hidup dengan yang baru?"Jiang terdiam, dan menggeleng lemah. "Tidak Nak, tidak bisa. ibu ingin terus berada di rumah ini."Elang terdiam, ada rasa kece
Elang berlari dengan cepat, segera masuk ke dalam rumahnya. Nampak ibunya sedang berbaring di sofa, Rudi sedang membereskan semua benda yang sudah porak poranda termasuk guci abu suci milik Ayahnya dan Erin."Paman, siapa yang melakukan ini!" Api amarahnya semakin meluap melihat kehormatan Ayah dan adiknya tergores.guci abu itu sudah pecah berantakan."Tenanglah, Abu suci milik Ayah dan adikmu sudah ibumu pindah dalam kamar sucinya."Elang sedikit lega mendengarnya. Lalu itu apakah palsu?"Lalu? itu palsu?""Iya, ibumu yang menukarnya," jawab Rudi lirih, karena Jiang baru saja tenang setelah lelaki itu memberikan beberapa obat penenang."Paman apakah paman tahu banyak hal tentang Shang Fu?"Rudi lalu terdiam, menatap wajah Elang dengan serius."Dari mana kau tahu nama Shang Fu?'"Nama itu hadir dalam setiap mimpiku, hingga aku takut terlelap Paman. Tolong jelaskan siapa Shang Fu?""Nanti aku ceritakan tentang mimpimu, tapi bantu aku membereskan ruangan ini, sebelum ibumu terbangun. a
Elang masih juga bingung dengan semuanya, kakek? aku masih punya kakek, begitu terus dalam pikirannya. Ingin rasanya dirinya menanyakan pada ibu, tapi dalam keadaan seperti ini, rasanya tak tega, menanyakan perihal ini.Akhirnya Elang tertidur, lagi-lagi mimpi itu hadir kembali. Elang menyaksikan sebuah perkelahian hebat dari dua orang berpakaian kesatria. warna hitam dan merah mendominasi mimpinya kali ini. Berkali -kali nama Shang Fu terdengar, sampai-sampai Elang mengingau menyebutkan nama Shang Fu berulang kali.Jiang menatap Elang yang tertidur pulas sambil menyebutkan nama yang membuat Jiang mendekati dengan tatapan berbeda."Shang Fu." "Shang Fu."Jiang mundur, dan segera membuka sebuah laci mengambil sesuatu dari dalam laci tersebut. Membukanya dan melihat benda di tangannya, sebuah plakat kecil, bertuliskan nama Shang Fu!Jiang terdiam, napasnya mulai memburu, dan kembali berjalan ke kamar anaknya yang memang tak berpintu.Terlihat, Elang sudah terduduk dengan napas yang mas
Elang menatap ibunya, gadis bermata emas? ibunya memanggil nama Sherlyn dengan gadis bermata emas.Siapa sebenarnya Sherlyn. "Kau akan tahu nanti, sekarang kau tahu bahwa kini Elang adalah cucu dari Shang Fu. ibu tak tahu banyak tentang kakekmu. ""Aku tahu, siapa Shang Fu." Tiba-tiba Sherlyn ada di belakang Elang.Lelaki itu mundur dan melihat gadis mungil itu dengan waspada."Siapa kau sebenarnya, gadis nakal?"Sherlyn tertawa, "Hanya kau yang menyebut aku gadis nakal, padahal aku tak pernah nakal padamu, iya kan?"Jiang tersenyum. "Kini boleh aku tanya, mengapa kau suka melihat foto Elang waktu kecil dengan mata emasmu."Sherlyn pun mendekat pada foto yang tergantung di dinding, melihat dengan bola mata emasnya, dan meminta dengan hormat, pada Elang untuk menurunkan foto yang bertahun-tahun tak pernah ada yang menyentuhnya.Elang segera mengambil foto berbingkai tersebut. Sherlyn menerimanya, melihat sesaat wajah yang terpampang pada bingkai tersebut."Aku bisa melihat masa depanm
Lagi-lagi orang-orang perusuh datang ke rumah Elang. Rupanya masalah mereka belum tuntas. Tapi kali ini ada Elang yang belum berangkat kerja. Hingga sebuah perseteruan pun terjadi Elang yang tak punya keahlian bela diri mencoba melawan mereka dengan sekuat tenaga, ibunya hanya bisa berteriak histeris setiap pukulan mengenai tubuh anaknya."Maunya kalian apa hah!?" Jiang meringsak maju dan mendorong lelaki bertubuh besar yang hendak memukul perut Elang yang sudah lemah.Jiang langsung melindungi tubuh Elang."Minggir! anakmu harus merasakan bagaimana tergeletak di rumah sakit seperti anak majikanku.""Itu salah dia sendiri!" teriak Jiang. "kalau tidak menganggu anakku pasti Elang tak membalas kekejiannya!""Diam! seharusnya kau ikut mati saja dalam kecelakaan itu, dasar wanita tak ada guna!"Jiang mendapatkan tendangan pada perutnya."Ibu!!!!" Melihat ibunya mendapat perlakuan kasar, Elang langsung menarik rambut pria berotot itu hingga mendongak ke atas, saat itu juga kaki Elang lang
Perjalanan lewat udara ditempuhnya dalam 10 jam, sebuah perjalanan yang panjang. Tiba juga di sebuah bandara kata Taipe. Ternyata keluarga besar dari Sherlyn sudah menyambutnya. Elang merasa kikuk sendiri dengan keramah tamahan mereka."Lebih baik kita di rumah Paman Ho saja, Bagaimana Sher? kau setuju?"tanya adik dari ibu Sherlyn."Kalau itu yang terbaik, ayolah."Merekapun segera masuk ke sebuah mobil berukuran panjang, berwarna hitam.Elang hanya diam saja, cuma senyam-senyum, tak tahu harus bagaimana. walaupun bahasa mereka Elang pahami dengan mudah. Sampailah kini pada rumah Paman Ho. Rumah yang besar. Dengan arsitektur lama yang nampak masih kokoh.Paman Ho adalah adik bungsu di keluarga besar Sherlyn.Elang pun bertanya-tanya, apakah mereka pun mempunyai kekuatan yang sama seperti Sherlyn? karena Elang amati, hampir wajah dan tipe wajah mereka hampir mirip satu sama lainnya. "Nanti aku kenalkan pada Paman Ho. maaf Paman Ho selama ini hilangan penglihatan.""Buta?" tanya Elan
Penampakan di depan matanya membuat Elang bangkit dari duduknya, dan mundur beberapa langkah. Mata berkelopak emas dan menonjol besar itu, membuat elang takut. "Kau takut?""Tidak," jawab bohong Elang.Paman Ho tersenyum lalu menutup matanya dengan kacamata hitamnya lagi. Bangkit dari duduknya berjalan menuju sebuah lemari, mengambil sesuatu dan kembali duduk. Semua dilakukan lancar tanpa menggunakan tongkatnya. Ah, mungkin ruangan ini sudah dihapalnya, batin Elang."Aku bisa melihatmu, aku tak buta, justru penglihatanku lebih tajam dari orang biasa.""Benarkah? Apa yang kau lihat dariku?""Kau bawa plakat itupun aku tahu, lihat aku pun punya plakat yang sama." Paman Ho memperlihatkan barang yang tadi diambilnya, ternyata sebuah plakat yang sama dan dibungkus dengan kain hitam. Nampaknya dia sangat menyayangi benda tersebut."Aku hanya mau melihat, apakah itu plakat asli atau bukan?"Elang tergugu, pelan tangannya mengambil plakat yang selalu ada di balik bajunya.Tangan Paman Ho men
"Sepertinya rumah dalam keadaan sepi, kau gagal dengan perintahku!" bisik Nui tajam, " Sekarang masuk pelan ke dalam kamar Pamanmu dan curi plakat itu! aku mempunyai firasat yang buruk.""Ah, mengapa tidak kau saja yang masuk, aku khawatir karena tempo hari aku sudah terkena hawa panasnya.""Kau membantah perintahku!" Nui sudah marah, dan mengepalkan tangannya, terlihat kuku tajam keluar dari jempolnya."Apa kau mau merasakan racun kukuku ini?!" gertak Nui, dan matanya sudah berubah berwarna hitam."Baik ... aku masuk." jawab Nira pelan.Langkahnya pelan menuju sebuah kamar yang pintunya terlihat selalu tertutup rapat. Tangannya pelan meraih hendel pintu dan memutarnya, hay, pintunya tak terkunci. Nira, tak perlu bersusah payah membukanya dengan cepet rambutnya.Nira memandang sesaat pada Nui yang sedang menunggu agak jauh darinya.Perlahan Nira membuka pelan daun pintu tersebut, melongokkan kepalanya dan mengawasi ruangan yang nampak kosong dan sepi, rupanya paman sedang bermeditasi
"Syukurlah, kau sudah siuman Elang, kami semua khawatir padamu," kata Mae dan mulai memeriksa peredaran darah pada tubuh Elang. Mengobati luka-lukanya dengan obatan herbal yang tersedia pada alam.Elang tersenyum, hatinya plong rasanya, meraba pinggangnya, merasakan pedang batu giok masih menempel di kakinya."Aku butuh, warangka untuk pedangku ini," ucap Elang dan mengambil pedang tersebut dari kaki kirinya.Semua berdesir hatinya, melihat apa yang dilakukan Elang."Apa kau tak merasakan sakit pada kakimu?" tanya Sher perlahan."Kakekmu Shang Fu pun meletakan pedang kesayangannya seperti yang kau lakukan. Dan dia tak merasakan sakit," jelas Bho. "Kau betul Bho, pedang ini yang mencari sendiri tempat yang nyamannya, tanpa menimbulkan sakit pada bagian tubuhku.""Kau pemuda yang hebat Elang, luar biasa. Pemuda yang kuat!" Puji Mae dan memeluk pemuda yang sudah dianggapnya anaknya tersebut. Rasanya tak sanggup dirinya menceritakan hal yang sebenarnya terjadi pada Jiang, ibunya."Terima
Sher, Mae dan Bho tak tahu dengan apa yang terjadi pada mereka. Hanya terlihat Elang yang bertarung sendirian, hologram itu semakin melemah. "Apa yang akan terjadi Ibu? Tubuh Elang semakin samar kita lihat. Apakah ini tandanya, dia dalam kepayahan?""Entahlah, Sher. Ibu tak tahu. Sekarang ini sudah tak bisa gunakan apa-apa lagi. Aku malah khawatir dengan pamanmu. Elang bisa kita tarik dari peredaran hologram itu. Tapi ....""Berjuang lah Elang. Aku mohon bertahan dan kalahkan musuh itu. Demi semuanya." Doa Sher.Terlihat Bho hanya bisa memandang dengan cemas. Batinnya antara menerima takdir dan membenci takdir. Seakan tuhan tak adil padanya, tapi ia harus terima dengan lapang dada.Kembali pada sosok Elang yang sudah cape luar biasa. Kini penampakan Huang betul-betul sangat menyeramkan."Kini kau melawanku, Huang yang sebenarnya, terimalah ini!!!"Kembali Huang maju dan menyerang Elang. Elang tak sia-siakan kelihaian tubuhnya, dirinya terbang ke atas, mereka bertarung di udara. Ela
Elang masih tegak berdiri dalam tatapan tajamnya.Tiba-tiba,"Aku menolak tawaranmu! Aku lebih baik mati berkalang tanah diatas tanah negeriku dari pada aku menjadi pengecut dan pecundang negara."Elang berkata dengan tegas. Elang semakin menyatu dalam dimensi tersebut, tubuhnya semakin terisi oleh bayangan Shang Fu.Wusttt! Sabetan pedang milik lawan menerpa wajah pemuda tersebut. "Sudah aku duga!! Kau mata-mata itu." sungut Huang."Aku tak pernah menjadi mata-mata siapapun! Kau licik, Huang! "Blasttt! Kali ini Huang memberikan pukulan telak pada Elang. Tubuh pemuda itu langsung mundur selangkah. Pukulan itu hanya mengenai tempat kosong 'Bagus, Elang. Kau mulai bisa mengatur gerak spontan tubuhmu.' bisik paman Ho.Elang kembali menahan kakinya agar tak terjatuh, satu pukulan pada pundak Huang pun tak terelakan.Lengan baju kiri Huang robek."Sialan! Kau memang kampungan Shang Fu. Pantas saja tak ada wanita yang mau hidup bersamamu. Huh ... Ingat kau berhutang budi padaku. Posisi s
Wajah Elang tegang sesaat, mendengar penjelasan Ho tentang siapa sebenarnya Huang. "Dia musuh dalam selimut, dia yang menggulingkan jabatan kakekmu, Bahkan Shang Fu mendapatkan fitnah dari istri Huang, yang berakibat dirinya diusirnya dari kota ini." Ho masih menerawang jauh ke masa silamnya."Bedebah itu yang kau serang waktu ada di tanah keramat, dan kau berhasil membuat kedua istri Huang yang berbentuk kelelawar raksasa itu terluka berat. Entah bagaimana nasib monster jelek itu," timpal Bho dengan geram.Ada rasa amarah dalam diri Elang tentang masa lalu kakeknya yang tersingkirkan oleh lelaki jahat bernama Huang."Aku akan menghadapi dia." Elang semakin mantap dengan tekadnya."Aku punya rencana." Lalu Ho mulai berdiskusi dengan mereka."Kau masih ingat semua kejadian itu Bho? Kaulah saksi satu-satunya atas pertarungan mereka." tanya Ho melihat pada Bho."Iya, akan aku coba mengingatnya, saat itu ..." Bho menceritakan kejadian itu dengan runtut. "Sayang sekali aku dan Sher tak b
Mata giok hitam itu bersinar tertimpa sinar matahari. Sinarnya berpencar ke segala arah. Karena permukaannya yang berbentuk prisma tak beraturan. Giok itu tertancap pada salah satu batang pohon tersebut. Pantas saja setiap matahari tepat di tengah gunung ini terlihat bersinar. Orang yang memandangnya mengira bahwa gunung itu adalah tempat para dewa. Setelah lama bertahun-tahun barulah tahu, bahwa sinar itu terpancar dari pantulan batu giok hitam milik Shang Fu. Batu ini lah yang ditakuti oleh Huang hanya pedang milik panglima perang itu yang dapat membelahnya. Karena ketakutannya, maka mata pedang itu yang merupakan batu giok itu ia buang hingga menancap pada batang pohon tua ini selama puluhan tahun. Saat itulah kekalahan berpihak pada Shang Fu, dan naasnya, Huang tak bisa kembali kepada bentuk semula sebagai manusia, ia harus menunggu 30 tahun. Huang menjadi monster mirip naga yang tinggal di dinasty yang hilang, perwujudannya sangat menyiksanya. Kekuasaannya menjadi berantakan oleh
Semburat pagi mulai menembus daun-daun pinus yang berembun. Suasana kembali tenang. Udara segar langsung terasa. Hutan yang penuh dengan efek kesehatan yang bagus. Tenang tapi menghanyutkan.Tak lama, tangan Mae bergerak pelan! "Ibu," panggil Sher pelan dan mengelus pipi ibunya yang masih dalam pelukannya."Ah, badanku sakit semua. Kau kah itu Sher?" Mae langsung menatap wajah anaknya penuh bahagia.Sher mengangguk sambil tersenyum bahagia. Segera diraihnya wajah yang dirindukannya itu, mengecupnya berulang kali, lalu memeluknya erat."Ho, adikku yang baik, terima kasih. Bila tak ada kau. Aku tak akan kembali." Senyum merekah menghiasi wajah lesu Mae. Pandangan Mae tertuju pada sosok anak kecil yang masih juga belum siuman."Elang?""Dia sedang tertidur, lelah dan lapar membuatnya begitu. Tapi ini belum usai Mae.""Aku tahu." Ditatapnya wajah anak kecil tersebut, "Dia dehidrasi, bibirnya pucat.""Ini lebih baik, aliran darahnya sudah aku normalkan. Semoga saja ia bangun dari komanya
Ho langsung berada di dimensi yang lain. Tubuhnya langsung bersembunyi diantara gundukan batu. Tempat ini mirip sekali dengan goa yang sudah sangat lapuk. Bau busuk dan amis lebih dominan, bukan aroma tanah ataupun akar pohon yang banyak menjuntai dari atas. Matanya beredar cepat mencari sosok kakaknya, karena Mae sudah menjadi bagian dari mereka, Ho tak bisa mencium dan mengendus aroma tubuhnya.Perlahan kakinya melangkah menyusuri tempat tersebut. Mata emas Ho sudah kembali sempurna, maka ia bisa menggunakan mata itu. Tak jauh dari tempatnya berdiri, ada segerombolan mahluk dalam balutan kain rombeng, mereka mencicit, meludah bahkan di sudut ruangan ada yang sedang berkelahi. Tempat mereka sangat berantakan, belatung, dedaunan kering berserakan dan sangat menjijikan."Aku mencium sesuatu! Ada manusia di sini!" ungkap salah satu dari mereka dan berjalan sambil menghirup udara."Baunya sangat kuat." timpal yang lain.Sesaat dua mahluk yang berkelahi tadi terhenti, dan mereka mulai me
Malam ini menjadi malam penuh epik, Ho terus memeriksa Elang, totokan ringan pada pergelangan tangannya membuat Elang tersadar kembali, masih dalam keadaan sangat lemas karena perjalanan dalam keadaan perut kosong, kelelahan jiwa dan raga. Ho kembali memeriksa dada pemuda itu, mengapa Ho begitu peduli pada pemuda ini? Karena dialah inti dari semua ini. Perlahan Elang mulai bangun dan megangi tangannya, dengan sadar langsung tahu siapa orang di hadapannya."Paman Ho, syukurlah kalian datang, tolong Sher, cepat." Suaranya lemah hampir berbisik."Tenangkan dirimu, Elang, aku butuh tenagamu, pejamkan matamu, aku akan ambil mata emasku, ini tak akan sakit." Paman Ho mulai merapal mantranya, hanya sebentar saja, mata emas milik Ho sudah kembali. Elang tersadar dan langsung membuka matanya perlahan."Paman, maafkan lah aku.""Tenang, jangan banyak bicara, aku mau dampingi kakakku dahulu, jagalah raga kami."Elang mengangguk lemah.Lalu, tangan Ho, segera meraih tangan Kakaknya, kekuatannya k
Pemuda berwajah keras itu menggenggam erat gagang pedang milik kakeknya, kini kesadarannya sedikit pulih perlahan. Mencoba mendekati Bho dan Sher. Memeriksa keduanya, Bho bersuhu tubuh panas, dan tubuh Sher terasa dingin, bibirnya sudah mulai memburu, Elang mendesah panik, mengapa tak disadari hal seperti ini, pikirnya menyesal. Lalu apa yang harus dilakukannya, tak ada kain tebal untuk menyelimutinya, bahkan meminta bantuan pun tak bisa, mereka terlalu masuk ke dalam hutan. Tiba-tiba, Brak!! Gedebuk! Terdengar benda jatuh dengan kerasnya. Elang segera waspada. Matanya langsung mengawasi area sekitar, keringat dingin mulai keluar, memang dirinya yang penakut mulai menjalari pikirannya."Jangan takut ,Elang. Jangan takut, semua butuh bantuan mu." Pemuda itu menyemangati dirinya sendiri.Benda yang jatuh itu adalah dua tubuh renta dari Ho dan Mae, mereka tak selincah dulu, Mae nampak cemberut saat tubuh Ho menimpa kakinya."Sudah aku bilang, aku tak mau kau buat uji coba teleport-mu, ka