Ronald mengambil tempat lada dan menuangkannya ke sendok sebelum dia menaburkannya ke panci. Dirasa masih tidak cukup, dia menambahkan lagi garamnya terus menerus. Setelah itu dia menaruh garamnya dan mengambil botol kecap, lalu menuangkannya lagi ke dalam panci.“Om Ronald lagi ngapain?” tanya Michael seraya berlarian ke dalam.“Om lagi masak mie buat kamu sama Michelle, kenapa?”“Om tadi masukkin garam banyak banget, sampai tiga sendok makan. Kalau ditambah kecap asin lagi, nanti bakal keasinan. Kandungan garam di kecap asin juga tinggi ….”Ronald pun mencicipi mie buatannya dan langsung memuntahkannya kembali.“Asing banget,” kata Ronald dengan wajah masam, “Kalau begitu coba bikin lagi dari awal.”“Om Ronald beneran bisa masak?”“Aku pernah lihat tutorialnya, harusnya nggak masalah.”Segala hal bisa Ronald kuasai begitu dia mempelajarinya. Meski ini baru pertama kalinya Ronald memasak, harusnya tidak seburuk itu hasilnya. Ronald membuang masakannya yang gagal dan mengambil mie yang
Rasa mienya memang bukan yg terenak, tapi bukan berarti tidak bisa dimakan juga. Lantas, mengapa Michelle langsung melahapnya sampai tinggal tersisa separuh? Namun bagaimanapun juga, mie ini adalah hasil kolaborasi mereka berdua, jadi setidaknya Michael juga harus menghargainya. Maka dari itu, dia pun ikut mencicipinya.Ronald merasa bangga dengan melihat kedua anak itu makan dengan lahap. Ternyata seperti ini rasanya melihat orang lain menikmati masakan buatannya sendiri ….Akan tetapi ketika Ronald mencobanya sendiri, wajah dia langsung menegang seketika. Rasanya …. Bahkan satu persepuluh dari masakan di restoran saja tidak sampai …. Terus, kenapa dua anak itu bisa makan dengan lahap dengan wajah yang datar?“Michelle, Michael, rasanya gimana?”Michelle memperlihatkan wajahnya yang tersenyum lebar, dan Michael juga berkata, “Buat orang yang baru pertama kali masak, rasanya sudah lumayan. Makasih, Om Ronald.”Lagi-lagi Ronald merasa tersentuh dengan pujian itu. Wajahnya yang dingin it
Michael dan Michelle tertidur di sofa dengan lampu kekuningan menyinari mereka. Michelle terlelap di pangukan Ronald dan Michael tidur sendiri di sofa seberang, sementara Ronald pelan-pelan menggendong Michele dan menyelimuti Michael.Andaikan Rachel tidak tahu siapa Ronald, dia hampir saja mengira kalau mereka berdua adalah satu keluarga.Begitu mendengar suara langkah kaki mendekat, Ronald seketika menoleh dan berkata, “Akhirnya kamu pulang juga.”Kalau Rachel masih belum pulang juga, dia benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana menjaga kedua anak yang sudah tertidur pulas ini. Meski Ronald sendiri sudah punya dua orang anak, selama empat tahun ini dia tidak pernah memperlakukan Eddy dan Darren seperti ini.“Makasih, ya, Ronald,” ucap Rachel.Awalnya Rachel ingin meminta bantuan Hilmi untuk menjaga kedua anaknya, karena dia pasti lebih berpengalaman dalam menghadapi anak-anak. Namun siapa sangka yang pada akhirnya menjaga Michael dan Michelle adalah Ronald. Sungguh sulit dipercaya
Rachel pelan-pelan melangkah keluar dari kamar Michael dan menutup pintu kamarnya. Lalu dia turun ke lantai bawah dan melihat Ronald sedang duduk di sofa, tapi dia tidak seperti sedang bersiap-siap untuk pulang, melainkan seperti masih ingin mengatakan sesuatu.Rachel pergi ke dapur menuangkan segelas air dan berkata padanya, “Makasih, ya, Ronald, hari ini kamu sudah jagain dua anak itu.”“Sudah tiga kali kamu bilang makasih.”Ronald mengambil gelasnya dan menatap Rachel. Dia ingin berkata-kata, tapi entah bagaimana kata-kata itu tidak bisa terucap dari mulutnya. Hanya anggota keluarga Tanjaya dan beberapa orang dari keluarga Hutomo yang tahu tentang ibu kandungnya Eddy dan Darren. Selama ini Ronald berpikir dia tidak perlu memberi tahu hal itu kepada siapa pun. Namun sekarang, hatinya berkata kalau dia tidak memberi tahu kepada Rachel, kelak Rachel pasti akan tahu dengan cara lain ….Ronald begitu bimbang dan terus mempertimbangkan apa yang harus dia lakukan …. bahkan di hadapan proye
Ketika hari baru saja terang, Rachel dibangunkan oleh suara dering ponselnya. Dia meraba ponselnya dari bawah bantal dan menekan layar ponselnya beberapa kali sebelum akhirnya panggilan itu terjawab.“Rachel, kamu masih tidur, ya?” ucap Melvin cemas.“Baru juga jam enam lewat. Jam segini kalau bukan lagi tidur, ngapain?” jawab Rachel dengan suara serak khas baru bangun tidur.“Mau kiamat pun kamu pasti masih tidur! Aku lihat berita soal kamu. Hebat, ya, belum lama pulang sudah langsung masuk berita …. Kamu ini memang punya fisik yang dicari-cari, mending banting setir jadi model saja sekalian. Kebetulan Shan Group ada investasi di industri entertainment, kamu pasti bisa jadi aktris terkenal!”“Bawel. Aku coba lihat dulu beritanya, teleponnya kututup dulu, ya.”Lantas, Rachel membuka laman pencarian, tapi sebelum dia sempat mengetikkan namanya, dia sudah melihat berita lokal yang terus bermunculan.“Wanita tercantik di Suwanda melahirkan dua anak lima tahun yang lalu di luar negeri!”“M
Rachel mencuci mukanya sambil memikirkan strategi apa yang harus dia gunakan untuk menghadapi situasi ini. Seusai mencuci muka, dia duduk di teras sambil menyeruput segelas kopi dan menghubungi seseorang. Telepon itu berdering cukup lama sampai akhirnya terjawab.“Selamat pagi, Pak Tony!”“Rachel! Pasti kamu! Kamu yang ngebongkar semuanya, ‘kan? Dasar cewek sial*n! Ternyata kamu nggak ragu-ragu buat nunjukin dua anak kamu demi balas dendam. Kamu sama sekali nggak pantas jadi orang tua!”“Pak Tony pikir aku pelakunya?”“Memangnya siapa lagi kalau bukan kamu?”Semenjak beritanya meledak pada pukul tiga dini hari, saham Denki Group terus terjun bebas, dan hanya dalam waktu dua jam lebih, kerugian yang Denki Group alami sudah lebih dari 800-100 juta! Sekarang, gedung kantor Denki Group sudah dikelilingi oleh wartawan.Situasi di Mambera sudah tak terkendali lagi, dan Tony yang saat ini sedang berada di Suwanda tidak bisa berbuat apa-apa untuk meredakan kekacauan tersebut. Yang bisa dia lak
Sikap Rachel yang santai dalam menghadapi masalah ini berbeda 180 derajat dengan Tony. Seketika berita ini naik, di Mambera sana telepon terus masuk tanpa henti. Asisten dan sekretarisnya terus melaporkan bahwa saham mereka menurun setiap lima menit sekali. Kekacauan tidak hanya terjadi di perusahaannya, tapi juga keluarganya. Istrinya Tony terus menghubungi Tony untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi.Jika Tony tidak segera menyelesaikan kekacauan ini, karir dan keluarga yang telah susah payah dia bangun selama belasan tahun terakhir akan hilang begitu saja tanpa sisa. Dia pun menarik napas panjang dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Shania.Saat itu, Shania baru saja keluar dari auditorium setelah menampilkan konsernya yang ketiga kali. Setiap konser yang dia bawakan semakin bagus dari sebelumnya, dan semakin banyak orang pula yang mengenali namanya. Reputasi Shania terus meroket tajam. Ketika konser berakhir, Shania yakin dia pasti akan menjadi pianis yang paling menyit
“Tolong bawain papan iklan yang dibikin dua hari lalu dan ikut aku ke bawah. Sekalian minta orang lain bawain meja juga.”“Bu Rachel mau ngapain?”“Biasanya pas mau konferensi pers, media-media besar nggak pernah mau datang, tapi giliran sekarang malah mereka sendiri yang datang nggak diundang. Jadi, mending kita manfaatin saja sekalian.”Meski Aurora Technology bukan perusahaan yang terdaftar di bursa saham dan tidak terlalu terpengaruh dengan isu yang sedang ramai dibicarakan, tetap saja berita itu membuat mereka pusing, apalagi ketika melihat sudah ada banyak wartawan yang berkumpul di bawah. Jenny khawatir Rachel merasa down karena masalah ini, tapi tak disangka Rachel justru mampu memanfaatkan situasi ini untung keuntungan mereka sendiri. Tak heran di usia yang masih muda, Rachel sudah mendirikan perusahaannya sendiri. Temperamen dan keberaniannya sama sekali tidak bisa disamakan dengan orang biasa ….Rachel dan Jenny pun masuk ke dalam lift bersama. Setelah meja, kursi, dan papan