Beranda / CEO / Kembalinya Istri Kaya sang CEO / Bab 7. Tidak Tahu Malu

Share

Bab 7. Tidak Tahu Malu

Penulis: Lemongrass
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Halo, Elok Anugrah Cinta!”

“Atau sekarang aku harus memanggilmu Karen? Karen Esme,” sapa Diaz setelah acara presentasi selesai.

Karen masih diam, sejujurnya ia bingung harus bersikap seperti apa, ini terlalu mendadak.

“Oh, kalau kamu lupa, perkenalkan aku Diaz Pradana, suamimu,” ujar Diaz seraya mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

Pria itu memberi penekanan pada kata “suamimu” untuk memberi tahu kepemilikan pada pria yang berdiri di sebelah Karen.

Tatapan tajam Diaz tak lepas dari wajah ayu Karen.

Namun, wanita itu memilih untuk tidak membalas jabat tangan dari Diaz. Sungguh saat ini jantungnya sedang berdetak tak karuan, hatinya gelisah, dan tangannya dingin bagai memegang es batu.

“Salam kenal, tuan Diaz,” balas Karen yang sudah bisa menetralkan detak jantungnya, “sepertinya, Anda salah mengenali seseorang.”

Entah mengapa ia memilih tidak mengakui dirinya sebagai Elok.

“Oh ya? Tapi Anda terlalu sama jika hanya dikatakan mirip dengan istri saya.”

Diaz memainkan emosi Karen.

Pria itu memandang ke arah Arashi dengan tatapan tajam, seolah meminta Arashi untuk memberi ruang untuknya dan Karen.

Awalnya, Arashi menatap tak kalah tajam. Namun, melihat Karen mengangguk tanda mengiyakan, pria itu pun menyerah.

Hanya saja, sebelum meninggalkan Karen, Arashi tersenyum lembut dan menepuk bahu saudarinya pelan. 

Melihat Karen membalas senyum Arashi, dada Diaz bergemuruh. 

Ingin rasanya ia menghajar Arashi jika tidak mengingat ini adalah tempat umum.

Apa ia cemburu? 

Tidak-tidak. Ia hanya tidak suka jika Karen hidup bahagia. Begitulah hatinya meyakinkan dirijya sendiri.

“Apa kamu bahagia, setelah meninggalkanku dengan memalsukan kematian dan mengganti identitas?” ucap Diaz dingin.

Karen hanya diam tanpa ekspresi.

“Kamu tak perlu berpura-pura tidak mengenalku, kita hanya berdua sekarang,” sinis Diaz.

“Tentu saja, aku bahagia, sangat bahagia bisa lepas dari hidup wanita bernama Elok. Wanita yang bahkan tak kau anggap kehadirannya.”

Andai kata-kata itu bisa keluar dari mulutnya, sayang hanya ada dalam kepalanya.

Karen menghela nafas pelan sebelum akhirnya berkata, “Ada apa kamu jauh-jauh mencariku?” 

“Mencarimu? Kamu terlalu percaya diri, nona Karen.”

“Baiklah, kalau tidak ada yang ingin kamu sampaikan, aku permisi lebih dulu,” tutur Karen.

Ia berjalan melewati pria itu, hingga tangan Diaz mencekal tangannya. Lalu kembali mensejajarkan tubuhnya dengan Karen.

“Jangan seperti ini, orang akan salah paham.” 

Karen berusaha melepas tangan Diaz yang memegang tangannya.

Tersirat kemarahan dari tatapan Diaz.

Pria itu berpikir Karen takut bila Arashi akan salah paham. 

Padahal, Karen tidak mau bila anak buah kakeknya melihat pertemuannya dengan Diaz, lalu melapor pada sang kakek.

“Untuk apa kamu mencariku?” ulang Karen.

Diaz belum juga melepas tanganya, seakan takut jika wanita itu kabur meninggalkannya.

“Aku hanya ingin memastikan bahwa istriku yang memalsukan kematiannya benar-benar hidup tenang dan bahagia. Karena, mulai sekarang, aku akan membuat hidupmu tak tenang, hingga tidur pun tak bisa.”

Mata Karen membulat. “Istrimu adalah Elok Anugrah Citra dan dia memang sudah mati bersama calon anak, serta masa lalu kelam kalian.”

“Yang ada di depanmu ini, aku, Karen Esme. Tidak ada kisah masa lalu di antara kita. Jadi, lebih baik kamu lupakan saja dendam masa lalumu itu,” lanjut Karen penuh penekanan.

Kini, tatapannya bahkan tak kalah nyalang pada Diaz. Ada kebencian di sana. “Cukup Elok yang mati di tanganmu, tapi tidak untuk Karen Esme.”

Karen menghempaskan tangan Diaz. Namun, seolah tidak peduli, pria itu justru mengeratkan genggamannya.

“Lepas!” sentak Karen.

Sayang, Diaz seolah tuli dan enggan melepas genggaman tangannya.

Kesabaran Karen mulai menipis. Matanya mulai memerah karena emosi.

Diaz tersenyum dalam hati. Ia ingin melihat Karen lebih meluapkan emosinya. 

Berharap wanita itu akan memaki atau memukulnya, asalkan tidak memberikan tatapan itu padanya.

“Lepaskan!” 

“Tidak akan,” tegas Diaz, “baik Karen atau Elok, tidak akan aku lepas, kecuali karena kematian sungguhan.”

Diaz memegang kedua tangan Karen, memajukan langkah, hingga nyaris tak berjarak. 

Pandangan keduanya saling mengunci.

Deru nafas saling bersahutan, hingga….

BUUUKK!!!

Karen menendang tulang kering Diaz. 

“Arrgh!” Terdengar Diaz mengerang kesakitan.

“Yas!” Suara seorang wanita tiba-tiba mengalihkan atensi sepasang anak manusia itu.

“Hei, kenapa kamu ke Jepang tanpa mengabariku?” ucap Anna bergelayut manja di tangan Diaz tanpa tahu situasi apa yang sedang pria itu hadapi.

Diaz segera melepas genggaman tangan Anna, membuat wanita itu memanyunkan bibirnya.

Melihat pemandangan di depannya, Karen memandang jijik. 

Wanita inilah yang bersama suaminya saat ia berjuang mempertahankan dua nyawa.

Tak menampik, hatinya juga kecewa karena dua insan itu masih berhubungan sampai sekarang, atau mungkin sudah menjadi sepasang suami istri?

Karen segera melangkah kaki meninggalkan dua pasangan tak tahu dari itu.

Di sisi lain, Anna merasa ada yang tidak asing dengan wanita yang sedang beranjak pergi. Ia pun mengejar dan menarik tangan Karen agar menghadap ke arahnya.

“Astaga!” pekik Anna saat melihat wajah Karen. Tangannya sontak menutup mulutnya. “Kamu sungguh-sungguh masih hidup!” 

Anna benar-benar tak percaya sampai ia mencubit pipinya sendiri, sakit.

Diaz dengan tegas meminta Anna untuk meninggalkan mereka. 

Dengan berat hati, wanita itu pergi meninggalkan Karen dan Diaz dengan kesal.

Harusnya momen tadi Karen manfaatkan untuk kabur. Tapi, otak dan tubuhnya tidak sinkron. Ia memilih untuk tetap berdiri tegak menunggu drama apa yang akan terjadi.

Melihat Anna telah pergi, barulah Karen bertepuk tangan. 

“Wah, drama apa yang sedang dimainkan oleh Romeo dan Juliet ini?” ucap Karen lalu tertawa sumbang.

“Aku tidak menyangka! Apa kalian sedang memainkan drama suami istri yang sudah lama tidak bertemu karena kesibukan masing-masing?” sindirnya.

“Sepertinya, kalian selalu bersenang-senang tak peduli keadaan,” ucap Karen tajam, “sama seperti lima tahun lalu saat aku meregang nyawa.”

“Lalu, sekarang  kau datang seolah-olah meminta keadilan?”

“Tidak tahu malu!” maki Karen lalu memilih berlalu.

Mendengar ucapan sang istri, Diaz tertohok–tak bisa berkata apa-apa. 

Ia ingin meminta maaf, tapi tak bisa. 

Seketika, Diaz merasa tak lagi memiliki alasan untuk menghentikan langkah Karen yang semakin menjauh. Jadi, pria itu hanya bisa memandangi kepergian Karen dengan perasaan menyesal yang mulai menyusup di dadanya.

Bab terkait

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 8. Kenshin dan Diaz

    Arashi yang gelisah menunggu Karen akhirnya bisa bernafas lega saat melihat adiknya itu berjalan ke arahnya.Senyum pria itu terkembang, membuat Karen melebur semua emosinya.“Bagaimana?” tanya Arashi.“Buruk! Aku benci berbicara dengannya.”“Mau makan makanan manis?” Karen mengangguk. Arashi selalu tahu apa yang bisa mengembalikan suasana hati Karen.“Mari kita jemput Ken lebih dulu!” seru sang kakak.Keduanya lantas berjalan menuju mobil, dengan Arashi yang memeluk pinggang adiknya.Diaz dapat melihat jelas pemandangan itu dari dalam mobilnya yang melaju melewati kakak beradik itu.Tangannya mengepal kuat.“Kamu cemburu?” tanya Glen setengah meledek.Diaz berdecak kesal, tak menjawab.Melihat itu, Glen menggelengkan kepalanya, sebelum kembali teringat sesuatu. “Kita harus segera bertolak ke Jakarta, Yas. Om Henry sudah marah-marah dengan tindakan egoismu meninggalkan Pradana.”“Kau kembalilah lebih dulu, aku masih ada urusan di sini.”*Sementara itu, setelah menjemput Ken, dua ber

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 9. Kecelakaan

    Karen menghentikan langkah sejenak tanpa menoleh. Lalu kembali berjalan, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun--meninggalkan Diaz yang belum mendapat jawaban atas pertanyaannya.“Apa itu artinya Kenshin memang anakku?” Diaz menyimpulkan sendiri dan segera berlari keluar ruangan--memindai sekeliling mencari jejak Karen walau sekedar bayangan.Ketemu!Diaz kembali mengejar Karen. Langkahnya yang jenjang tak begitu sulit untuk menyusul ibu satu anak itu.“Karen, tunggu!” Pria itu mencekal tangan Karen, tetapi perempuan itu segera melepaskannya. “Sudah kukatakan, orang akan salah paham jika kamu melakukan hal seperti ini,” sentaknya.“Ayo kita bicara sebentar,” ajak Diaz.Karen sejenak melihat ke arah Arashi yang mengangguk dan Ken yang melambaikan tangan pada Diaz.“Ingat janji kita paman,” ucap Ken lalu tersenyum ke arah Diaz.Tanpa sadar, Diaz tersenyum. Senang. Satu kata yang bisa mengungkapkan isi hati Diaz saat ini.Sementara itu, Arashi membawa anak itu berlalu meninggalkan orang tu

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 10. Golongan Darah Sama

    Mendengar penuturan dokter membuat Karen semakin gelisah. Selain khawatir dengan kondisi Ken, golongan darahnya tak sama. Ia hanya menggeleng lemah.Tak kalah khawatir, Diaz berharap golongan darahnya sama.“Golongan darahnya O, tuan.”“Golongan darah kami sama dokter. Saya bisa menjadi pendonor,” ucap Diaz spontan.Karen menatap Diaz dengan ekspresi yang sulit diartikan.“Tidak perlu, Diaz.” Karen mengcekal tangan Diaz yang hendak berjalan mengikuti dokter.“Golongan darah Arashi sama dengan Ken. Sebentar lagi, dia akan sampai di sini,” lanjut Karen.Diaz mendengus kesal.“Jadi kamu akan memepertaruhkan nyawa anakmu demi menunggu pria itu, hah? Waraslah sedikit Karen.”Tanpa sadar ucapan itu keluar dari mulut Diaz. Sejujurnya, ia merasa kecewa mendapati kenyataan bahwa Arashi memiliki golongan darah yang sama dengan Ken. Bahkan, Karen lebih memilih menunggu Arashi ketimbang menerima donor darah darinya.“Harusnya, aku tak boleh seemosional ini, belum tentu Ken itu anakku.”Diaz meru

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 11. Pertengkaran

    “Ayah, sakit!” racau Ken lagi, “Mom, ayah mana?”Karen memang tak terlalu pandai menenangkan Ken, sebab ada Arashi yang selalu bisa diandalkan.Wanita itu seketika tersadar. Sedekat apapun ia dengan anaknya, peran seorang ayah tak kalah pentingnya.Sedangkan Diaz, ia tak tahu harus berbuat apa. Selama ini, ia jarang sekali berinteraksi dengan anak kecil.Ia hanya bisa memandang iba.Untungnya, itu tak berlangsung lama. Arashi telah datang dengan membawa es krim kesukaan Ken.“Ta—da.” Arashi memamerkan paper bag yang ia bawa.“Maafkan ayah, boy. Tadi ayah ada sedikit urusan.”Arashi duduk di samping Ken, lalu mengecup kening bocah itu.Dibelainya kepala Ken lembut. “Di mana yang sakit?”Ken menunjuk bahu dan tangan kirinya. Anak kecil itu terus menangis dan mengeluh sakit--mungkin efek biusnya sudah habis.“Apa sakit sekali?” tanya Arashi, ia masih membelai kepala Ken. Ken mengangguk.“Jagoan ayah harus?”“Ku-at,” jawab Ken terbata.“Pintar.”Lagi. Ada sesuatu yang aneh di hati Diaz m

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 12 Sungguh Aku Merindukanmu, Elok

    Mobil itu berhenti setelah menabrak mobil lain di depannya. “Astaga. Untung saja. Sepertinya tidak terlalu parah,” gumam Diaz. Pria itu sudah melepas sabuk pengaman dan melongok bumper mobil yang di kendarainya. Ia lupa bahwa diseblahnya ada anak manusia yang gemetaran ketakutan. “Ya Tuhan, Diaz. Kamu benar-benar ingin membunuhku?” pekik Karen. Jantungnya berdebar kencang, kaget. Sabuk pengaman benar-benar menyelamatkan hidupnya. Diaz tersadar, menoleh ke arah Karen, “kamu tidak apa-apa?” tanya Diaz panik. Ia memindahi tubuh Karen. Karen menekan pelipisnya, pening. “Berapa kali aku hampir mati karenamu,” lirih Karen. Ingin hati mengucapkan maaf, tapi mulut berkata lain. “Ini semua salahmu, kalau kamu tak memancing keributan, kejadian ini tak akan terjadi.” Dua anak manusia itu masih melanjutkan pertengkaran. Karen mendengus kesal. Tuk! Tuk! Tuk! Kaca pintu mobil diketuk dengan tidak sabar. Diaz menurunkan kaca jendela. “Hei, keluar dan selesaikan masalah kita,” perint

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 13 Prioritas

    Karen mendorong pelan tubuh Diaz. Nyaris saja ia terhipnotis oleh pesona Diaz Pradana. “Jangan berbuat sesukamu, Diaz Pradana.” Karen yang salah tingkah, membuat Diaz merasa gemas. “Ayo kita makan, aku harus segera ke rumah sakit,” ucap Karen canggung. Karen menurunkan tangannya dari dada Diaz. Lalu bergeser dua langkah untuk melepaskan diri dari pria itu. Ternyata tidak semudah itu lepas dari seorang Diaz Pradana. Suaminya itu mencekal kedua tangannya, lalu menariknya, memangkas jarak. “Apa kamu tak merindukanku?” bisik Diaz. Karen menunduk, menghindari tatapan mata Diaz. Jantungnya tak bisa ia ajak kompromi, seperti akan melompat ke luar dari rongga dadanya. Dapat dipastikan wajah telah merona. “Jangan seperti ini, Diaz,” lirih Karen. “Apa jantungmu berdebar saat ini?” sinis Diaz. Karen berdecak dalam hati, Diaz sungguh pandai mempermainkan hati Karen. Di sisi lain, Ken terbangun dari tidurnya. “Ayah, mommy mana?” “Kamu terbangun, boy!” “Mommy sedang pulang mengambi

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 14 Diaz yang Keras Kepala

    Sampai di tempat tinggalnya, Diaz langsung merebahkan diri. Ternyata tubuhnya letih sekali. Tak butuh lama untum sampai ke alam mimpi. Entah kapan terakhir ia bisa tidur senyenyak ini semenjak kematian Elok. Insomnianya berangsur menghilang saat ia melihat paras ayu sang istri. Meski masih harus meminum obat tidur tapi reaksinya lebih cepat ketimbang biasanya. Matahari bersinar terang memasuki cela-cela gorden yang tak rertutup rapat. “Jam berapa ini?” gumam Diaz. Ia mencari handphone yang semalam diletakkannya sembarangan entah dimana. Pukul 11 siang, tulisan itu nampak jelas di layar benda pipih tersebut. Ada sepuluh panggilan tak terjawab salah satunya dari Henry—ayahnya—dan Glen. Pria itu kembali merebahkan diri, tak ada niatan untuk menghubungi dua orang itu. Ia justru membuka galeri fotonya, melihat foto selfinya bersama Kenshin. “Hei, son. Kau tampan sekali. Maafkan daddy,” monolog Diaz. Panggilan dari ayahnya membuat layar itu berganti dengan foto profil sang ayah.

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 15 Jangan Terlalu Memanfaatkan Arashi, Karen

    Mendengar suara asing, reflek Diaz menutup teleponnya.“Siapa itu? Apa pegawai itu salah menekan nomor telepon?”Diaz kembali mendatangi pegawai tadi untuk mengkonfirmasi kebenaran nomor yang ditelepon. Pagawai itu yakin ia benar.Diaz heran mengapa ada orang yang dengan mudahnya mengangkat panggilan telepon milik orang lain.Tak habis akal Diaz meminta kontak nomor Karen, namun sayangnya pegawai itu tidak di perbolehkan memberikan kontak pemilik dan kerabat pada orang lain.“Apa katanya? Kerabat? Jadi bengkel ini milik siapa? Aaarrrgghhh,” Diaz mengerang dalam hati.“Siapa sebenarnya kamu ini, Ren?” Diaz merasa frustasi.Pupus sudah harapannya mengetahui keadaan dan keberadaan Ken.Sepertinya benar apa kata Arashi ia harus lebih bersabar. Tapi sampai kapan?Diaz mengacak-acak kasar rambutnya.*“Apa katanya kak?” tanya Karen pada Haru.Saat panggilan masuk, Karen sedang sibuk membersihkan tubuh Ken. Kepalang tanggung jika

Bab terbaru

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 173 Selamat Tinggal Masa Lalu (End)

    Bandara International Soekarno-Hatta"Kamu benar-benar tak akan menunggu keponakanmu lahir, Len?" tanya Karen pada saudari iparnya.Ellen telah memutuskan untuk menenangkan diri keluar Negeri. Dengan bantuan Rain dia pergi ke Jepang dan menutup semua gerai butik miliknya.Dia akan menata hidup baru di sana, sendirian. Meninggalkan masa lalunya dan juga Glen. Berharap menemukan cinta sejatinya di sana.Ellen akan tinggal di mansion milik Karen. Sejak Arashi menikah, mansion itu benar-benar tak ada yang menggunakan.Ellen tersenyum, "Maafkan aku, Ren. Kamu bisa memberiku fotonya kelak jika dia sudah lahir, aku akan sangat menantikannya.""Hai, Sayang. Sepertinya Tante tidak bisa langsung menemuimu saat kamu lahir nanti, sampai jumps," ucap Ellen seraya membelai perut Karen.Sedangkan Yunita sudah berurai air mata, anak perempuan semata wayangnya akan pergi meninggalkannya, hal yang tak pernah terpikirkan sama sekali di benaknya."Mama jangan menangis, a

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 172 Penjelasan

    Hari telah berganti, Glen datang ke kediaman Pradana bersama keluarganya, Lestari, Rose, dan kakak iparnya.Glen harus melakukan itu karena dia sudah terikat janji pada Ellen. Hanya Henry dan Noah yang datang menyambut mereka."Jadi apa yang ingin kalian bicarakan hingga datang beramai-ramai?" tanya Henry dengan menahan amarah.Glen dengan berani mengucapkan permintaan maaf pada keluarga besar Pradana, dia juga meminta kesempatan untuk dipertemukan dengan Ellen.Tapi dengan tegas Henry menolak."Tidak ada yang perlu kamu jelaskan pada anakku, semuanya sudah jelas. Jika kalian sudah tak ada lagi yang ingin dibicarakan silakan tinggalkan rumah ini.""Tuan, Henry. Saya mohon, tolong berikan saya kesempatan untuk menemui Ellen," Glen memohon."Untuk apa? Untuk lebih menyakiti hatinya lebih dalam lagi?" bentak Henry.Glen terus berusaha menjelaskan semua yang terjadi, dia juga berjanji akan segera mengusut kasus ini.Dari dalam, Ellen menangis dal

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 171 Glen Dijebak

    [Di, kamu sakit? Kenapa tidak bicara sama Mbak?]Pesan tersebut dikirim oleh Rose kakak Glen.[Iya, Mbak. Cuma meriang saja, tak perlu khawatir.]Diana memang sengaja mengatakan dia sedang sakit pada Glen, karena tahu Rose sedang berkunjung kerumahnya, kemungkinan pria itu akan mengatakannya pada sang kakak. Dan benar dugaannya. Rose tak akan tega membiarkan Diana dalam keadaan sakit, maka dia akan memanfaatkan keadaan ini.[Glen sedang menuju kesana, tapi Mbak lupa mau bawakan sop kesukaanmu. Mbak susul saja.][Aassiikkk! Diana tunggu ya, Mbak.] Diana tak perlu repot-repot memancing Rose untuk datang.Diana menyeringai, dia melihat benda yang beberapa waktu lalu dia beli dengan susah payah.Tak berselang lama Glen sampai di Kos Diana. Wanita itu mempersilakan Glen untuk masuk dan menawari pria itu teh manis yang telah dia beri obat penenang yang juga berfungsi sebagai obat tidur.Diana jelas tahu apa yang akan Glen katakan, dia tak mau itu

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 170 Menemui Diana

    Ellen mengerjapkan mata, bingung, tentu saja wanita itu bingung, ini terlalu mendadak untuknya. Diaz, Ellen, dan Noah menatap Tak percaya ke arah Rain.Sedangkan Glen, hatinya sudah tak karuan mendengar pernyataan Rain. 'Sejak kapan mereka berdua sedekat itu?' batin Glen.Isi kepalanya penuh dengan banyak pertanyaan."Kenapa diam saja? Kamu tak ingin menjawabnya sekarang?" desak Rain. Mata pria itu menatap intens pada Ellen.Duukk! Rain menendang kaki Ellen dengan pelan. Ellen sedikit meringis.Ellen mulai membuka mulut hendak menjawab pertanyaan Rain."Jangan dijawab, ayo kita pergi," ucap Glen, lantas berjalan ke arah Ellen."Bayaranku sangat Mahal, Nona," bisik Rain. Sesaat sebelum Glen meraih tangan Ellen dan mengajak wanita itu pergi.Sontak Ellen melongo dengan kejadian barusan.Duukkk!!Karen menendang tulang kering Rain dengan kencang."Karen!" pekik Rain."Jangan mempermainkan perasaan orang, dasar bocah na

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 169 Pernyataan Mengejutkan

    Karen terbangun di subuh hari, wanita itu merasakan pergerakan yang luar biasa pada anak di dalam perutnya. Karen mendesis merasakan sakit dan tidak nyaman di bagian perut, pinggul, bahkan dadanya terasa sesak.Perlahan-lahan dia mulai membangunkanmu tubuhnya.Seiring bertambahnya usia kandungan, Karen mulai kesulitan tidur dan belum lagi terganggu dengan frekuensi buang air kecil yang semakin sering.Merasakan ada pergerakan di sebelahnya Diaz pun ikut terbangun. Dia benar-benar menjadi suami siaga untuk Karen."Ada apa, Sayang? Apa yang kamu rasakan?" tanya Diaz pada istrinya."Tidak apa-apa, Mas. Orang hamil memang seperti ini, kamu tak perlu khawatir," ucap Karen menenangkan suaminya.Diaz ikut meringis saat melihat istrinya seperti kesakitan."Apa sudah mau melahiran?" Karen menggeleng."Pinggangku sakit, perutku mulai kencang-kencang."Diaz menyentuh perut istrinya, benar saja perut Karen terasa keras."Nak, apa kamu merasa sesak di

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 168 Memiliki Rasa yang Sama

    Ellen termenung di pinggir jendela, pikirannya jauh menerawang entah kenapa. Jatuh cinta pada Glen ternyata sesakit itu, jika tahu akan seperti itu Ellen lebih memilih orang lain untuk melabuhkan cintanya.Beberapa kali Ellen menarik nafas panjang, tapi tak juga menghilangkan sesak di dadanya.Mungkinkah dia akan bertahan dalam kisah ini? Atau menyerah begitu saja?Makanan yang tadi dibawa oleh Glen pun masih teronggok di tempatnya, tanpa tersentuh sedikitpun. Kacau, hatinya benar-benar kacau.Ellen kembali duduk di sofa, memandang bunga lili yang tak lagi spesial untuknya. Terdengar denting suara notifikasi pesan di handphonenya.Ellen mengintip siapa gerangan yang mengirim pesan. Glen, pria itu mengabarkan jika dia tak kembali ke butik, Hal yang sudah Ellen perkirakan sebelumnya.Ellen meletakkan kembali handphonenya tanpa sedikitpun ingin membuka pesan tersebut. Dia butuh waktu untuk menata hati.Ditengah keseriusannya mengerjakan beberapa desain untuk

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 167 Gagal

    Diana yang berada di dekat kantor Glen sengaja ingin menemui pria itu, walau  Glen sudah mengatakan jika siang ini ada acara. Siapa tahu Diana beruntung bisa bertemu dengan pria itu. Setidaknya hanya melihat wajah dan sekedar menyapanya saja Diana sudah senang.Pucuk dicinta ulam pun tiba, pria idamannya terlihat keluar dari lobi. Pria itu tampak semringah, ekspresi yang tak pernah diperlihatkan semenjak pertemuan pertama mereka. Diana mengurungkan niat untuk sekedar memanggil Glen.Melihat Glen yang berjalan menuju mobilnya, entah mengapa Diana ingin sekali mengikuti kemana perginya pria itu. Dia pun segera mencari tukang ojek pangkalan untuk mengikuti Glen.Beruntung Glen masih bisa dikejar. Pertama Glen berhenti di sebuah restoran cepat saji dan keluar dengan kantong plastik besar di tangan kirinya, lagi-lagi pria itu tak berhenti tersenyum, membuat hati Diana semakin resah.Tak hanya itu, pria itu kemudian mampir ke sebuah toko kue, yang terakhir berhenti di toko

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 166 Saling Merindu

    Glen terkejut sekaligus senang menerima pesan chat di handphonenya, pria itu reflek berdiri dari duduknya, tanpa sadar pria itu bersorak dan berjingkrak-jingkrak layaknya anak kecil yang mendapatkan hadiah yang sangat dia inginkan.[Besok siang datanglah ke butik, Bang!] Isi pesan tersebut. Pesan dari Ellen Pradana.[Baik, tuan putri. Dengan senang hati hamba akan datang ke sana. Apakah tuan putri ingin makan sesuatu, dengan senang hati akan hamba bawakan.] Balas Glen dengan semringah.Begitu pula dengan wanita di seberang tak kalah senangnya mendapat balasan dan juga panggilan yang menurutnya spesial.Sampai rasanya Ellen ingin koprol dan berguling-guling taking senangnya, dia perlu menormalkan detak jantung lebih dulu sebelum membalas pesan tersebut.Resah menunggu balasan pesan dari Ellen, Glen pun mengetuk-ngetuk mejanya dengan pulpen kesayangannya–gelisah.Glen merasa lega akhirnya Ellen mau menemuinya, walau tak tahu apa yang akan dibicarakan oleh gadis

  • Kembalinya Istri Kaya sang CEO   Bab 165 Lampu Hijau dari Yunita

    "Ellen Pradana!" seru Yunita dengan menatap tajam pada anaknya, lalu berpindah menatap Glen.Sontak Glen langsung melepaskan pegangan tangannya pada Ellen."Apa-apaan kalian ini?" Yunita mengintrogasi keduanya.Glen nampak salah tingkah, dia tak bisa mencari alasan yang tepat."Memangnya ada apa dengan kami, Ma?"Ellen bertanya seolah-olah tidak terjadi apa-apa dengannya dan Glen. Ellen memanfaatkan kedatangan ibunya until menghindariku dari pria itu, dia lantas menggandeng Yunita dan mengajaknya berkeliling sekedar mengambil makan dan menyapa tamu.Pukul 2.00 siang semua sudah selesai. Karen pun sudah kembali ke kediaman Wijaya.Mungkin karena perutnya semakin membesar, Karen merasa lebih cepat lelah."Apa kamu lelah, Sayang?"Diaz memijat bahu istrinya, pria itu semakin perhatian semenjak perut Karen semakin membuncit."Mas, berhentilah, aku tahu kamu juga lelah."Diaz tak mendengarkan kata-kata istrinya. Setelah selesai memberi pijatan,

DMCA.com Protection Status