Bab 5 Presentasi Pertama

Karen dan Arashi sudah berdiskusi tentang presentasi yang akan ia ikuti. 

Kini mereka sedang merapatkan produk apa yang akan dibawa. Yang pasti harus menjadi solusi untuk masyarakat di semua kalangan.

Sebelum memutuskan untuk mendaftar, Karen dan Arashi melakukan banyak riset untuk menentukan produknya. 

Dua minggu melakukan penelitian akhirnya mereka sudah menentukan produk tersebut.

“Bu, bagaimana jika nantinya kita tidak berhasil mendapatkan investasi? Bukannya ini akan mangkrak?” ucap salah seorang karyawan Karen, “jika demikian, kenapa tidak kita presentasikan saja produk yang sudah ada?” 

“Nice, Shun. Kamu memang jeli,” puji Karen.

Karen pun menjelaskan bagaimana prospek kedepannya jika program atau proyek tersebut gagal mendapatkan investasi. 

Pria bernama Shun itu pun tertegun dengan pemaparan Karen. Bosnya memang pintar memanfaatkan peluang.

Sebelum benar-benar mendaftar, Karen kembali mengecek nama-nama perusahaan yang sudah mendaftar. Tampak beberapa nama perusahaan yang berasal dari luar negeri. Hal ini justru membuat Karen semakin bersemangat.

“Kita hanya punya waktu kurang lebih dua bulan untuk menyelesaikan program ini, Tuan Arashi,” ucap Karen, “karena setelah ini saya akan mendaftar, apakah Anda dan tim sanggup?” 

Arashi melihat satu persatu tim yang ia tunjuk untuk menjalankan proyek ini. 

“Sure,” jawab Arashi mantap.

“Bagus. Ini adalah rancangan yang sudah saya dan tim siapkan.”

Karen memberikan beberapa lembar kertas yang berisikan rancangan proyek dan mockup aplikasinya.

Sebelum mengakhiri rapat Karen menyampaikan tiga tahapan seleksi untuk bisa mendapatkan investasi.

Pertama, presentasi kepada panitia, akan dipilih 20 peserta. 

Kedua, presentasi kecil, perusahaan akan melakukan presentasi sendiri-sendiri di hadapan para calon investor, akan dipilih 5 perusahaan yang paling bagus. 

“Dan terakhir, presentasi besar. Selain disaksikan oleh calon investor, peserta 20 besar juga akan hadir dengan tujuan membuka peluang kerjasama antar perusahaan. Hanya saja, dari presentasi besar ini, hanya akan ada dua perusahaan yang terpilih,” jelas Karen yang ditanggapi dengan anggukan dan senyum antusias dari timnya.

*

Di sisi lain, Diaz selalu mengawasi gerak-gerik Karen melalui orang bayaran. 

Ia juga mengetahui bahwa Karen akan mengikuti presentasi untuk para pengusaha startup.

Hal ini mengundang Diaz mengikuti presentasi tersebut meski sempat ditentang oleh Henry yang merasa itu akan buang-buang waktu.

Namun, Diaz tetap pada pendiriannya.

Tanpa menjelaskan maksud sesungguhnya, pria itu mempersiapkan tim untuk memboyong usaha tour and travel yang baru beberapa bulan ia buka. 

Ia mempersiapkan semuanya semaksimal mungkin walaupun tidak berharap banyak. Toh, ia melakukan itu hanya alasannya untuk pergi ke Jepang.

“Kamu yakin, Yaz? Kita ini sedang di masa sulit, uang dan waktu sangat berharga.” 

“Kalau Elok adalah alasanmu, kamu bisa menemuinya secara pribadi, kamu bisa berlibur ke sana. Tidak perlu susah-susah,” imbuh Glen lagi di hari terakhir pendaftaran.

Diaz terdiam. 

Ucapan Glen ada benarnya. Tapi, jika ia mendatangi langsung wanita itu, pasti Karen akan besar kepala karena seorang Diaz Pradana jauh-jauh datang hanya untuk menemuinya.

Diaz benar-benar tidak mau hal itu terjadi. 

Setelah semua yang wanita itu lakukan padanya dan keluarganya, ia tidak ingin wanita itu merasakan kebahagiaan. 

“Kita tetap akan mengikuti presentasi itu.”

Tak butuh waktu lama, seleksi tahap pertama akhirnya dimulai. 

Baik Karen maupun Diaz melakukan presentasi dengan baik dan pengumuman tahap kedua akan disampaikan esok hari.

“Apa kamu cemas?” tanya Arashi pada Karen.

Karen nampak tak beranjak dari depan komputernya sejak satu jam yang lalu. 

Ia menunggu hasil pengumuman melalui surelnya. 

Sudah berkali-kali ia me-refresh halaman surelnya berharap akan ada email baru yang masuk. Namun, lagi-lagi hasilnya nihil.

“Aku lumayan tegang, Ras,” jawab Karen sambil menggosok-gosok kedua tangannya seperti orang kedinginan. Begitulah kebiasaan Karen saat ia merasa cemas.

“Entah mengapa, aku jadi berharap dengan proyek ini,” beo Karen, lalu kembali me-refresh halaman itu.

“Aku yakin kita akan lolos ke tahap berikutnya.”

Berbeda dengan Karen, Arashi justru tampak tenang. 

Karen hanya bisa memanyunkan bibir kesal. 

Ting!

Suara notif di handphone terdengar, membuat Karen kembali me-refresh halaman surelnya, kali ini ada satu email masuk. 

Hasil pengumuman, perusahaan Karen lolos! 

Wanita itu menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan tangannya. Ia tidak menyangka akan berhasil.

Arashi hanya tersenyum simpul melihat itu. 

Tanpa diberitahu, ia sudah tahu email apa yang baru masuk.

“Yes!” seru Karen berulang kali.

“Arashi! Kita berhasil!” seru Karen, “aku akan beri tahu dulu teman-teman kalau kita berhasil lolos.”

Setelah mengucapkan itu, Karen pergi keluar dari ruangannya.

Di sisi lain, pesan yang sama masuk ke alamat surel Diaz, namun euforia-nya sangat berbeda. 

Diaz hanya tersenyum tipis. “Aku sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu, apakah setelah melihatku kamu masih bisa tersenyum seperti di foto itu,” gumam Diaz.