Hadi terlihat geram, dengan sekuat tenaga ia memutar roda kursi rodanya dan menabrak Hana yang berlutut di depannya. Hadi tidak menghiraukan Hana yang jatuh terduduk. Jason segera mendekati Hana dan membantunya untuk berdiri. "Hadi jadi salah paham karena kamu, Mas. Apa kamu sengaja melakukan ini padaku?" tanya Hana. "Suamimu masih sangat kasar dan egois, Hana. Dia bahkan sengaja menabrak dan gak berbuat apa-apa saat kamu terjatuh. Pikirkan lagi kata-kataku, Hana! Suamimu sudah gak berdaya dan pernah menyakiti kamu. Untuk apa kamu mempertahankan dia lagi? Kamu juga berhak bahagia dan punya masa depan. Aku jamin kehidupanmu akan lebih nyaman dan bahagia saat bersama denganku," bujuk Jason. Hana memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya. "Tolong pergi dari sini sebelum Mario tiba di rumah!""Tapi....""Tolong tinggalkan aku, Mas! Atau aku harus berteriak dan meminta pertolongan warga untuk mengusirmu?" Nada suara Hana kini meninggi. Jason mengalah, ia mundur dan bersedia menin
"Cukup, Rio! Jangan bicara sembarangan lagi! Bawa ayahmu masuk ke kamarnya!" kata Hana dengan suara cukup keras. Mario terdiam, ia sadar bahwa dirinya tidak boleh turut memperkeruh suasana. Ia berusaha meredam rasa penasaran yang ada di dalam hatinya. Ia memegang tangan ayahnya dan menatap matanya yang sendu. "Ayah, ayo kita masuk! Ayah gak boleh pergi sendirian!" kata Mario. Hadi menggenggam tangan Mario, seolah ingin mengungkapkan banyak cerita dan perasaan kepada sang putra. Sebagai seorang pria, ia bisa melihat bahwa Jason memang menyukai istrinya dan itu memantik rasa cemburu di hatinya. Rasa tidak berdaya membuat Hadi semakin sensitif. Seorang pria tampan dan mapan menaruh hati pada istrinya yang juga masih terlihat sempurna. Ia sadar, tidak akan bisa bersaing dengan pria mana pun saat ini. Hadi pasrah saat Mario mendorong kursi rodanya ke kamar. Ia masih belum mau menatap wajah Hana, wanita yang kini benar-benar telah mengisi hatinya sepenuhnya. Saat Hadi menyadari bahwa d
Hana berlari masuk ke dalam rumahnya dengan tergesa-gesa. Ia melihat orang yang bertugas menjaga Hadi hanya bisa terduduk diam dan gelisah. Ada rasa bersalah yang terlihat jelas dalam raut wajahnya. "Apa yang terjadi? Kenapa Mas Hadi bisa tiba-tiba hilang?" tanya Hana panik. "Maaf, Mbak Hana, tadi Mas Hadi memintaku membeli makanan. Sepanjang hari ini dia gak mau makan sama sekali. Tadinya aku mau memesan saja melalui tukang ojek, tetapi Mas Hadi memaksa aku membelinya sendiri. Aku gak berpikir sama sekali kalau Mas Hadi mengambil kesempatan untuk pergi dari rumah ini. Sesampainya aku di sini, Mas Hadi sudah gak ada," jawabnya. "Tapi Mas Hadi itu gak bisa berjalan. Mana mungkin dia bisa pergi sendiri? Atau jangan-jangan ada yang menculik dia?" Mata Hana melotot serius. "Aku juga gak tahu, Mbak. Sekali lagi maafkan aku karena lalai menjaga Mas Hadi," sesal pria itu. Hana terduduk di sofa dan menutup wajahnya. Ia menyesal karena tetap meninggalkan rumah saat suaminya sedang marah d
"Bukan begitu, Nak. Ibu sama sekali gak pernah berpikir untuk membalas perbuatan ayah. Apa yang terjadi sekarang benar-benar tak terduga dan ada di luar kendali ibu," jawab Hana dengan sungguh-sungguh. "Rio kecewa sama Ibu. Kenapa selama ini Ibu gak pernah menceritakan tentang semua ini? Mungkin aku akan mengundurkan diri dari perusahaan itu, kalau aku tahu siapa Pak Jason yang sebenarnya. Kasihan ayah, kalau ayah sampai pergi seperti itu, berarti memang ada sesuatu di antara Ibu dan Pak Jason. Apa sebenarnya yang terjadi di antara kalian tadi malam? Apa lagi yang Ibu sembunyikan dari aku, Bu?" desak Mario. Air mata Hana kembali mengalir deras saat mendengar ucapan Mario. Ia sama sekali tidak pernah berpikir, bahwa Jason akan bertindak nekat seperti itu. Hana juga penasaran, untuk apa Jason datang kembali tadi pagi dan apa saja yang ia katakan pada Hadi. "Aku harus menemui Pak Jason sekarang," kata Mario. "Untuk apa, Nak? Ibu gak mau kamu bertengkar dengan dia," cegah Hana. "Rio
"Lepaskan saya, Rio! Saya pikir kamu adalah anak yang baik dan santun, tapi ternyata kamu sama saja dengan preman yang gak berpendidikan. Beraninya kamu menyerang orang yang lebih tua seperti ini! Apa kamu lupa siapa saya? Saya ini pemilik perusahaan tempat kamu bekerja. Saya bisa memerintahkan petugas keamanan untuk mengusir kamu dari sini," kata Jason. "Saya gak peduli, Pak. Kalau ini menyangkut kebahagiaan keluarga saya, saya akan melakukan apa saja. Saya punya alasan yang kuat untuk menghajar Bapak sekarang ini. Saya gak peduli kalau Bapak mau memecat saya," teriak Mario. "Tunggu! Lepaskan saya dulu! Saya akan menjelaskan semuanya," teriak Jason. Mario melepaskan cengkeraman tangannya dari kerah kemeja atasannya itu. Nafasnya masih menderu saat ia kembali ke tempat duduknya.Bagaimanapun juga ia masih menghargai Jason yang usianya lebih tua darinya. Mario tahu, jika dirinya membuat keributan di kantor ini, itu adalah hal yang bodoh. Mario juga harus menjaga nama baik kedua oran
"Kenapa kamu sampai mengundurkan diri, Nak? Ibu tahu bagaimana kamu sudah berjuang untuk mendapatkan pekerjaan itu. Ibu juga bisa melihat kamu mencintai pekerjaanmu. Apa kamu sudah mempertimbangkan keputusanmu baik-baik? Jangan lakukan itu karena sedang marah dan kecewa. Kamu gak harus berbuat sejauh itu, Nak," kata Hana. "Bu, setelah mengetahui semuanya, bagaimana mungkin aku bisa bekerja lagi di kantor itu? Aku gak bisa lagi bertemu dengan Pak Jason setiap hari tanpa mengingat apa yang ia lakukan pada ayah. Ibu tenang saja, aku akan mencari pekerjaan lain setelah masalah ini selesai. Untuk saat ini, aku belum dapat fokus bekerja. Aku sangat cemas dengan keadaan ayah," jawab Mario. "Apakah Mas Jason benar-benar telah mengintimidasi ayahmu? Apa dia mengakui perbuatannya? Kenapa dia tega berbuat seperti itu pada Mas Hadi?" Hana menundukkan kepalanya. "Entahlah, Bu. Pak Jason masih menginginkan ibu sampai saat ini."Perbincangan Hana dan Mario terhenti, ketika Riana dan David tiba di
Malam itu Mario masuk ke dalam kamarnya. Ia merebahkan diri di atas tempat tidurnya dan berharap bisa segera tertidur. Tubuh dan otaknya terasa sangat lelah sepanjang hari ini. Ia sudah berusaha mencari sang ayah ke beberapa tempat, tetapi belum juga dapat menemukannya. "Ayah sebenarnya ada dimana? Apa ayah baik-baik saja?" gumam Mario sambil menatap langit-langit putih kamarnya. Mario masih merasa cemas dan gelisah. Walaupun ia berusaha keras untuk menenangkan diri, rasa itu tidak beranjak dari dalam batinnya. "Ayah, andai aku tahu rasa putus asa dan kecewa di hati ayah akan sedalam ini, mungkin tadi pagi aku akan menemani ayah lebih lama. Aku akan mengambil cuti untuk ayah," sesal Mario. Tiga puluh menit sudah Mario berada di kamarnya, tanpa bisa memejamkan mata walau sesaat. Mario mengambil ponselnya dan mencari nomor kontak David. Ia berharap David belum tertidur dan segera meneleponnya. "Halo, Vid, apa sudah ada berita tentang ayahku?" tanya Mario dengan antusias ketika keka
Mario merasa baru tertidur selama beberapa detik ketika ia mendengar suara teriakan ibunya. Mario yang masih berusaha mengumpulkan kesadarannya bergegas melompat dari tempat tidurnya. Mario membuka pintu kamarnya dan berlari ke arah sumber suara. Ia melihat ibunya duduk tersungkur di lantai dan seorang pria yang merupakan tetangga mereka berdiri di depannya. Riana yang keluar hampir bersamaan dengan Mario berlutut di samping ibunya. Ia berusaha menenangkan Hana yang menangis sesenggukan. "Ada apa ini?" tanya Mario. "Ada orang yang mengaku menemukan Pak Hadi," jawab pria itu. "Apa?! Dimana ayah?" tanya Mario penasaran. "Orang itu menemukan Pak Hadi pingsan di trotoar dan membawanya ke Rumah Sakit Pelita Harapan.""Apa orang itu benar-benar ayah?" "Ada foto yang dia kirimkan," kata pria itu sambil melihat layar ponselnya. "Ini dia, coba kamu lihat, Rio!"Mario menerima benda pipih itu dan melihat foto yang terlihat di layar. Seorang pria terlihat berbaring di ranjang sebuah rumah