Satu jam sebelumnya"Halo, Miranda. Apa yang terjadi di sana?" Suara Sandra terdengar kesal. "A-apa maksud Tante? Gak ada apa-apa koq, Tante. Semuanya baik-baik saja di sini. Memangnya kenapa?" tanya Miranda dengan panik. "Jangan bohong, Mir! Aku tahu kalau Mario dan David baru saja datang ke rumah. Rahasia kita hampir terbongkar karena kebodohanmu, kan? Kenapa kamu gak hati-hati dan nekat pergi berdua bersama pria lain? Apa kamu gak sanggup menahan diri sebentar saja sampai rencana kita berhasil?" cecar Sandra. Miranda terkejut, karena Sandra sudah mengetahui apa yang terjadi. 'Sial! Pasti Bu Ijah yang memberi tahu semuanya pada Tante Sandra. Dasar wanita tua cerewet! Aku akan memberinya pelajaran besok,' batin Miranda. "Kenapa diam? Jangan pikir kamu bisa menyembunyikan apapun dari tante!" "Tante, maaf. Ini terlalu berlebihan. Bu Ijah pasti sengaja menjelek-jelekkan aku di depan Tante. Apa yang terjadi tadi gak seburuk itu, Tante. percayalah padaku!" jawab Miranda. "Eh, tante
Akhir pekan yang dinantikan akhirnya tiba. David bangun pagi-pagi untuk menemui sang kekasih di kota tempatnya menuntut ilmu. Mungkin orang lain memilih menghabiskan waktu akhir pekan mereka dengan beristirahat dan bersantai, tetapi bagi David, itu adalah kesempatan yang dinantikan untuk bertemu dengan Riana. Banyak hal yang terjadi dalam sepanjang masa pacaran mereka. Dimulai sejak duduk di bangku SMA, hingga kini mereka harus saling berjauhan. Akan tetapi sejauh ini hubungan mereka tetap terjaga karena David dan Riana berusaha menjaga komunikasi mereka tetap baik. Saat sedang cuti bekerja atau di akhir pekan, David akan mengunjungi Riana. Mereka menghabiskan waktu dengan bersantai, menonton film di bioskop, atau berjalan-jalan. Semuanya terasa sangat manis dan indah bagi mereka. "David pergi dulu, ya Ma," ucap David pagi itu sambil mencium tangan sang mama. "Wah, semangat sekali kamu, Nak. Apa kamu sudah benar-benar sembuh?""Iya, Ma. Aku sudah sehat kembali. Lukaku gak terasa
"Ayo kita pergi!" ajak Riana yang baru masuk ke mobil. Ia melihat David sedang memperhatikan sesuatu dengan serius. "Ada apa, Mas?" tanya Riana. David melihat mobil itu berlalu meninggalkan tempat itu. Ia berusaha berpikir positif bahwa mungkin mobil itu milik salah seorang penghuni kos atau pengunjung. Ia tidak mau kecemasan mengganggu kencan yang berharga itu. "Oh, bukan apa-apa. Kita berangkat sekarang, ya." David menghidupkan mesin mobilnya. Riana sangat bahagia menikmati kebersamaannya dengan David. Walaupun hanya satu atau dua minggu sekali mereka bisa bertemu, tetapi itu sudah cukup menyenangkan baginya. "Apa ada sesuatu yang mau kamu beli?" tanya David. "Gak ada, Mas. Cuma mau jalan-jalan saja," jawab Riana. "Oke, kita jalan-jalan sepuasnya hari ini. Aku akan menemani kemana pun kamu mau pergi." "Oh ya, Mas. Ada teman sekolah kita yang akan segera menikah," celoteh Riana. "Siapa?" tanya David. "Ira dan Budi. Entah sejak kapan mereka berpacaran, padahal dahulu rasany
"Ria, aku bisa jelaskan ini. Aku juga gak kenal siapa dia." David menunjuk wanita yang menangis tersedu-sedu itu. "Kasihan kamu, Nak. Papamu gak mengakui mama dan kamu. Maafkan mama karena sudah begitu bodoh dan mempercayai dia. Kamu jadi menderita seperti ini sejak dalam kandungan mama," kata wanita itu sambil terus menangis.Tangisannya menarik perhatian semua orang yang ada di situ. Beberapa orang wanita mendekati dan memeluknya, seolah turut larut dalam adegan menyedihkan yang biasa terlihat di drama televisi. Sementara itu beberapa orang pria dan wanita lain berdiri di dekatnya dan menantang David. Mereka seolah tersulut emosi dan menjadi pahlawan yang rela melindungi wanita itu. "Dasar gak tahu malu! Kamu merebut suami orang lain? Ingat ada karma yang menantimu!" kata seorang wanita tua dengan rambut mulai memutih pada Riana. Riana tersentak, wajahnya pucat karena tuduhan yang disematkan padanya sebagai wanita yang menjalin hubungan khusus dengan pria beristri. "Ternyata se
Riana kembali ke kamar dan mengunci pintu. Ia bersandar dan terduduk di lantai. "Kenapa semua jadi begini?" Riana yang sejak tadi menahan perasaannya mulai menangis tersedu-sedu. Ia tidak pernah menyangka, kekasih yang sudah lama menjalin hubungan dengannya, bahkan telah mengajaknya untuk menikah telah berkhianat. "Sejak kapan dia membohongi aku? Kenapa aku terlalu bodoh untuk membaca kepalsuannya?" ratap Riana. Riana hampir tidak bisa mempercayai, bahwa David telah menghamili wanita lain. Selama ini sama sekali tidak ada celah baginya untuk merasa curiga. Riana berusaha mengingat setiap detail peristiwa yang ia lalui bersama dengan David.Selama ini ia berpikir bahwa David adalah pria yang nyaris sempurna. David sangat pengertian dan dewasa. Ia juga menolong keluarga Riana tanpa pamrih setiap kali ada masalah yang mendera. Teman-teman SMA mereka dahulu, bahkan teman kos Riana saat ini juga sering merasa iri pada Riana, karena mempunyai pacar seperti David. David tampan dan kaya,
David baru saja tiba di halaman rumahnya yang luas. Ia tidak pernah membayangkan kencannya kali ini berakhir dengan putusnya hubungan mereka. Bagi David dan Riana, ini adalah persoalan terbesar yang mereka alami dalam hubungan mereka.Sepanjang perjalanan hubungan mereka selama beberapa tahun ini, tidak ada masalah besar yang menimpa mereka. Mungkin masalah terbesar mereka adalah saat Ayah Riana masih menjalin hubungan dengan Sandra. David melangkah gontai dan masuk ke dalam rumahnya. Wajah muram dan lesu terlihat dengan sangat jelas saat David melintas di hadapan mamanya dan langsung masuk ke dalam kamar. Sang mama tentu bisa melihat bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan David. Mama David menyusul masuk ke dalam kamar dan duduk di atas tempat tidur David. "Kenapa wajahmu muram? Biasanya kamu selalu ceria setelah bertemu dengan Riana. Apa kalian bertengkar?" "Hubungan kami sudah berakhir, Ma," jawab David. "Apa?! Kenapa bisa begitu?" tanya sang mama. David menghembuskan nafa
"Tunggu! Mau kemana kamu? Kamu harus menjelaskan apa maksudmu memfitnah aku!" seru David. "Ampun, Pak David. Tolong lepaskan saya!" kata wanita itu. Ekspresi wajahnya sangat berbeda dengan saat kejadian itu. Kini wajah angkuh itu sirna dan berubah menjadi ketakutan. "Pengakuanmu membuat hubunganku dan pacarku berantakan. Apa sebenarnya yang kamu inginkan?" tanya David dengan suara keras. Wanita itu terkejut dan menutup kedua telinganya. "Masuk dulu, Pak. Kita bicara baik-baik. Tolong jangan terlalu keras karena saya benar-benar sedang hamil."David melihat perut wanita itu memang membuncit di balik dasternya. David menahan diri dan perkataannya sekalipun ia sudah sangat ingin melampiaskan amarahnya. David dan anak buahnya mengalah dan masuk ke rumah yang kecil dan sempit itu. David duduk di sebuah kursi kayu usang dan berhadapan dengan wanita itu. "Siapa sebenarnya kamu? Aku yakin kita belum pernah bertemu sebelumnya," kata David. "A-aku Rindy, Pak," jawab wanita itu. "Siapa ya
"Kita bawa saja dia ke kantor polisi. Aku akan mengajukan gugatan untuk fitnah dan pencemaran nama baik," kata David. Rindy langsung mendekat dan duduk di kaki David dan Riana. "Pak, tolong jangan lakukan itu! Saya sungguh-sungguh minta maaf pada Bapak dan Mbak Riana." "Apa semudah itu kamu minta maaf? Apa kamu sudah biasa berbuat seperti ini? Seharusnya kamu pikirkan bagaimana dampak perbuatanmu itu pada hubungan kami. Orang-orang sudah menilai kami dengan buruk karena cerita bohongmu itu. Kalau kemarin ada yang merekam kejadian itu dan menyebarkannya, bagaimana kamu akan bertanggung jawab dan menyelesaikan semuanya?" tanya David dengan emosi. Rindy menundukkan kepala dan menangis sesegukan. Riana menghela nafas panjang dan menatap David. Ada rasa lega, karena ternyata kejadian kemarin hanyalah mimpi buruk yang akan segera berlalu. "Mbak Riana, Pak David, tolong saya! Saya sedang hamil dan ditinggalkan oleh pria yang sepatutnya bertanggung jawab atas anak ini. Hidup saya sudah su
Cindy menatap Riana dengan bingung. Riana menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia berharap Mario akan kembali membuka hatinya untuk sang mantan kekasih. Cindy mengikuti langkah Mario menuju halaman belakang rumah itu. Di situ sepi dan hanya ada mereka berdua. Cindy dan Mario kini berdiri berhadapan dan saling memandang. Ada rasa yang berbeda saat mereka bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. Sekarang semua rahasia dan kesalahpahaman di antara mereka juga sudah terungkap dengan jelas. "Ada apa, Rio?" Mata Cindy bergerak indah, dengan bibir merah alami yang mampu menggetarkan kembali hati Mario. "Mm... Akhirnya semua sudah jelas sekarang. Aku minta maaf karena sudah salah menilai kamu, Cin. Aku langsung pergi tanpa mendengar penjelasanmu," kata Mario. Cindy menghela nafas lega. Sebenarnya sudah lama ia menantikan saat seperti ini. Perpisahan dengan Mario membuatnya rapuh dan hancur, apalagi mereka berpisah saat rencana pernikahan sudah di depan mata. "Semuanya sudah berla
Wajah Sandra mulai berubah pucat. Rahasia yang ia simpan selama ini ternyata sudah terbongkar. Hadi dan keluarganya mempunyai lebih dari cukup bukti dan saksi yang akan membuat Sandra mendapatkan hukuman berat. Sebelum Mario dan David menaikkan Sandra ke dalam mobil, Sandra melihat pintu pagar rumahnya terbuka lebar. Semua karyawan dan penjaga tak berdaya untuk menolong Sandra, karena David juga menghubungi anak buahnya untuk datang dan berjaga di depan pintu gerbang. Tepat pada saat itu, Sandra yang tidak mau dibawa ke kantor polisi melihat satu kesempatan untuk melarikan diri. Ia berencana untuk melarikan diri dan memaksa salah satu anak buahnya yang ada di pintu gerbang untuk membawanya kabur. dengan sekuat tenaga Sandra memutar roda kursi rodanya. David dan Mario terkejut dan segera mengejar Sandra. "Hentikan dia!" David berteriak pada penjaga dan anak buahnya. Melihat beberapa pria bersiaga untuk menghalanginya, Sandra bergegas berbelok ke arah lain. Sandra hanya berpikir un
Mario dan keluarganya sampai di depan kediaman Sandra. Tentu saja mereka juga membawa serta Raka dan Mira. Raka dan Mira akan bersaksi bahwa mereka memang menerima perintah dari Sandra dan anak buahnya untuk menjalankan skenario yang ia buat. Pagar pintu rumah itu tertutup rapat. Tak ada yang menduga kalau seorang wanita yang cacat di dalam rumah itu bisa mengendalikan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. David dan Mario pun yakin, bahwa Raka dan Mira akan terkejut nantinya saat melihat kondisi Sandra yang sebenarnya. David turun lebih dulu dari mobil dan berbincang sejenak dengan penjaga rumah. David memang beberapa kali pernah datang ke rumah itu untuk mengantar mamanya, sehingga semua penjaga dan asisten rumah tangga sudah mengenalnya. "Apa Tante Sandra ada di rumah?" tanya David pada seorang pria bertubuh besar dan berkacamata. "Apa Mas David sudah punya janji?" tanya pria itu. "Saya keponakan Tante Sandra. Apa saya harus membuat janji untuk bertemu dengan tante saya se
"Masuk!" Seorang anak buah David mendorong Miranda alias Mira masuk ke rumah Mario. Wanita itu ingin menolak, tapi tentu tenaganya kalah besar jika dibandingkan dengan tiga orang pria bertubuh besar yang berada di dekatnya. Mario dan semua orang yang ada di dalam rumah pun keluar menemui Mira. "Miranda...." Mario menatap wanita itu, kini dengan rasa yang berbeda. Mira menundukkan kepalanya dan tidak mau menatap wajah Mario. Penampilan dan riasan wajah Mira kini jauh berbeda. Ia berdandan lebih menor dan menjadi dirinya sendiri. Sikap dan gayanya juga terkesan lebih angkuh daripada Miranda yang biasa dikenal oleh Mario. Setelah beberapa saat menghindar dari pandangan mata mantan kekasih palsunya, Mira akhirnya memberanikan diri menatap mata Mario. Semua bisa melihat rasa kesal dan kemarahan Mario saat itu. "Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura menjadi kekasihku?" tanya Mario. "Rio, sebaiknya kita bicara di dalam. Gak enak dilihat dan didengar orang lain." Hana mengingatkan Mar
"Aku sama sekali gak tahu identitasnya, Rio. Aku hanya mengenalnya sebagai Tante Jelita. Saat aku mendengar suaranya, sepertinya dia wanita yang tegas. Dia juga punya anak buah dan bisa mengatur segala sesuatu sesuai dengan keinginan hatinya," kata Raka. "Kenapa semuanya serba kebetulan seperti ini? Apa wanita itu ada hubungannya dengan Miranda? Kenapa sepertinya orang itu punya rencana untuk menghancurkan hidupku dan hubunganku dengan Cindy?" tanya Mario. "Benar, Mas. Sepertinya rencana ini sudah diatur dengan rapi oleh seseorang," kata Riana. "Siapa orang yang bisa berbuat setega itu?" tanya Cindy. "Hanya satu orang yang bisa berbuat seperti itu." Mario menatap ibu dan ayahnya. "Apa mungkin ini rencana Tante Sandra? Tapi itu gak mungkin, kan?" kata Riana. "Aku juga punya kecurigaan yang sama, Ria. Seumur hidupku, aku hanya menemukan satu orang yang begitu berambisi menghancurkan kehidupan orang lain," ujar Mario. "Tapi Sandra sekarang sakit, Nak. Dia bukan lagi Sandra yang da
"Tolong tunggu sebentar, Tante! Saya datang untuk menjelaskan semuanya." Cindy memegang tangan Hana dengan erat. "Menjelaskan tentang apa? Bukankah semuanya sudah jelas? Kalian sudah resmi menikah, kan? Tolong jangan usik Mario lagi! Saat ini dia sedang dalam kondisi yang gak baik," kata Hana. Mendengar keributan di depan, Riana keluar dari kamarnya. Ia segera mendekat ketika melihat kedatangan Cindy."Bu, jangan marah dulu! Mbak Cindy juga batal menikah, Bu," kata Riana. "Apa?! Kenapa?" Suara Hana mulai melunak saat mendengar cerita Riana. Riana memang belum sempat menceritakan apa yang ia ketahui dari Cindy, karena ia ingin Cindy yang menceritakan sendiri pada Mario dan orang tuanya. "Bu, biarkan mereka masuk dulu! Mereka pasti baru saja sampai. Aku akan membuat minuman dan memanggil Mas Rio. Mbak Cindy akan menceritakan semuanya pada kita," kata Riana. Hana akhirnya mengijinkan Cindy dan Raka masuk ke dalam rumah. Cindy dan Raka duduk di sofa, sementara Riana membuatkan minuma
Hari yang dinantikan oleh Cindy akhirnya tiba. Pagi itu ia sudah ada di bandara dan menunggu Raka. Mereka akan pergi menemui Mario untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Cindy memakai kaus kasual dan celana panjang berwarna hitam. Ia memakai kacamata hitam dan membawa sebuah tas koper. Ia juga akan pulang ke rumah orang tuanya dan tinggal beberapa hari di sana. Cindy duduk di bangku yang tersedia di luar bandara. Di tangannya ia menggenggam ponsel dan terus memantau keberadaan Raka. Cindy cukup tenang ketika Raka memberi tahu bahwa ia sudah ada cukup dekat dengan lokasi bandara. Beberapa menit kemudian, Raka datang menghampiri Cindy. Ia membawa tas ransel di punggungnya dan tersenyum ramah. "Maaf lama menunggu, tadi jalanan macet," kata Raka. "Gak apa-apa, Mas. Aku juga belum lama sampai di sini. Ayo kita masuk!" ajak Cindy. Bagi Raka, perjalanan ini juga sangat penting. Ia cukup puas akan menghabiskan waktu bersama dengan Cindy. Hal yang membuatnya semakin senang adalah
Seorang pria berjaket tebal dan berkacamata hitam berhenti sejenak di depan ruang perawatan Raka. Setelah mengintip sejenak dari celah tirai jendela yang terbuka, ia melangkah pergi ke sudut rumah sakit yang sepi. Setelah merasa cukup aman dan tidak ada yang akan mendengar ucapannya, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Halo, Nyonya. Saya sudah berhasil melaksanakan tugas dari Nyonya," katanya. "Oh ya? Bagaimana hasilnya?" tanya Sandra dari ujung telepon. "Lukanya cukup serius, dia dirawat di rumah sakit. Tolong kirim uang yang Nyonya janjikan sekarang, karena saya harus segera kabur dari kota ini sebelum ada yang curiga," bisik pria itu. Matanya tetap lincah mengawasi keadaan di sekitarnya. "Saya harus mengetahui kondisi Raka yang sebenarnya. Kenapa dia gak m4ti saja?" tanya Sandra. "Nyonya hanya memberi perintah untuk membuat dia mengalami kecelakaan. Saya sudah melakukan tepat seperti yang Nyonya perintahkan," jawab pria itu. "Kirimkan dahulu foto-foto Raka sebagai bukti! S
"Terimakasih banyak, Nak Cindy. Kami janji akan membayarnya segera," ucap Bapak Raka sambil menangis haru. Cindy tersenyum tipis, ia tidak dapat menahan diri untuk menolong Raka, walaupun itu berarti harus mengorbankan uang tabungannya. Cindy juga sadar, mungkin rencananya untuk menemui Mario akan tertunda sampai kondisi Raka pulih. Jika Cindy memaksa menemui Mario saat ini, mungkin Mario akan menolak dan meragukan keterangannya. Bagaimanapun juga, ia membutuhkan keterangan dan pengakuan dari Raka tentang kejadian yang sebenarnya. Kedua orang tua Raka segera masuk ke ruangan IGD, sementara Cindy menuju bagian administrasi. Ia mengisi formulir rawat inap pasien dan memberikan sejumlah uang deposit. Pihak rumah sakit akan segera memindahkan Raka ke ruang perawatan. Setelah menyelesaikan semua proses yang diperlukan, Cindy segera menyusul ke ruang perawatan Raka. Ia berjalan perlahan dan menunggu di depan pintu, karena Raka sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. "Nak, syukurlah