"Kemana saja kamu seharian, Cin? Kenapa kamu gak menjawab pesan dan teleponku?" oceh Mario. Cindy baru saja menjawab telepon dari Mario setelah seharian sibuk bekerja. Belum sempat Cindy menjelaskan, kekasihnya itu kembali menggerutu, kali ini dengan suara yang lebih keras. "Apa gunanya kamu mempunyai ponsel kalau gak mau menjawab telepon dariku? Apa susahnya sebentar saja memberi kabar padaku? Kamu membuatku hampir gila." "Maaf, Rio, tadi pagi mendadak aku ada pekerjaan di luar kota. Daerah itu cukup jauh, tiga jam perjalanan jauhnya. Di sana juga susah sinyal, aku gak bisa menggunakan ponsel untuk menghubungi siapapun. Lagi pula sepanjang hari ini aku juga sangat sibuk karena harus merias pengantin dan keluarganya," jawab Cindy. "Seharusnya sebelum berangkat kamu memberi kabar padaku. Tiga jam perjalanan seharusnya juga cukup untuk sekadar mengirim pesan singkat padaku, bukan?" ujar Mario. Cindy menghela nafas panjang, ia menyadari ini memang kesalahannya. Sebenarnya mereka mem
"Apa?! Batal? Kenapa bisa begitu, Rio?" Hana tidak dapat menutupi rasa terkejutnya ketika mendengar jawaban Mario. "Yah, seperti yang Ibu katakan kemarin, Rio memang harus membuka mata lebar-lebar sebelum mengambil keputusan untuk bertunangan dengan Cindy. Setelah Rio pikirkan dengan matang, ternyata kami gak cocok, jadi Rio membatalkan rencana itu.""Bagaimana mungkin kamu bisa berubah secepat itu?" tanya Hana lagi. "Cindy menjalin hubungan dengan pria lain, Bu. Sejak usahanya berkembang, sifatnya juga berubah. Dia mulai cuek dan menjauhi Rio. Dia juga egois dan keras kepala," jawab Mario. "Nak, setiap hubungan pasti mengalami masalah dan ujian. Apa kamu sudah membicarakan ini baik-baik dengan Cindy? Masalah gak akan terselesaikan kalau kalian lebih mengedepankan ego dan dalam keadaan emosi. Ibu gak percaya kalau dia bisa mengkhianati kamu. Sepertinya dia anak yang baik," kata Hana. "Sudah ada buktinya, Bu. Ada foto yang menunjukkan kalau mereka sedang bersama." Mario mengambil p
"Rio...." Hana sangat terkejut melihat kedatangan Mario. Ia berdiri dari tempat duduknya dan menatap sang putra. Ada rasa cemas yang terlihat jelas di mata wanita itu, apakah Mario sudah mengetahui semuanya? "Rio, kamu baru pulang bekerja?" tanya Jason dengan santai. Hana melihat Jason dan Mario bergantian, ia tidak mengerti bagaimana keduanya bisa saling mengenal? "Iya. Kenapa Bapak bisa ada di sini?" tanya Mario. Jason tersenyum dan menepuk bahu Mario. "Saya ada sebuah acara dua minggu lagi dan ingin menjahit pakaian. Kebetulan saya mendengar cerita tentang ibumu yang pintar menjahit. Saat saya datang kemari, ternyata saya dan ibumu sudah saling mengenal.""Benarkah? Apa Ibu sudah mengenal Pak Jason?" tanya Mario. "Iya, Nak. Pak Jason adalah teman lama ibu. Sudah lama sekali kami gak pernah bertemu. Lalu bagaimana kamu bisa mengenal dia?" tanya Hana. "Jadi kalian sudah saling mengenal? Kebetulan sekali, Bu, Pak Jason ini pemilik perusahaan tempatku bekerja," jawab Mario. "Apa
"Ibu kenapa diam saja?" tanya Mario. Melalui kaca spion sepeda motornya, Mario melihat Hana melamun. Hana tersentak saat mendengar pertanyaan dari putranya itu. Ia tersenyum dan mengeratkan pegangan tangannya di pinggang Alex. "Gak apa-apa, Nak. Oh ya, bagaimana kalau kita makan bakso dulu sebelum pulang?" tanya Hana. "Wah, tumben Ibu mengajak makan bakso," jawab Alex. "Iya, Ibu tiba-tiba ingin makan bakso langganan kita. Rasanya sudah lama kita gak makan bakso diwarung itu. Nanti kita belikan juga untuk ayah.""Oke, siap," jawab Alex dengan bersemangat.Jika Alex dan Hana sedang bekerja dan meninggalkan rumah, mereka meminta bantuan seorang tetangga mereka untuk menemani dan menjaga Hadi. Hana terpaksa meminta bantuan pria itu sampai ia kembali ke rumah. Bukannya Hana enggan merawat Hadi sendiri sepanjang hari. Namun, saat ini. Hana masih menjadi tulang punggung keluarganya. Kondisi kesehatan Hadi tidak memungkinkan lagi untuk bekerja. Hana juga tidak mungkin membebankan semua k
"Dia sakit tifus, Nak. Kondisinya semakin parah karena beberapa hari ini ia gak mau makan. Tante juga sangat mencemaskan keadaannya. Biasanya Cindy sangat sehat dan ceria, tapi beberapa hari ini dia seperti orang yang kehilangan semangat," jawab Tante Cindy. "Kenapa dia gak memberi tahu saya, Tante?" tanya Mario. "Kamu pacarnya Cindy, ya? Cindy sempat bercerita kalau kalian sedang bertengkar. Dia sangat sedih dan bingung karenanya.""Maafkan saya, Tante. Memang ada sedikit kesalahpahaman di antara kami," jawab Mario. Mario sedikit menyesal karena dia tidak menjawab telepon dan membalas pesan dari kekasihnya itu. Mungkin itu yang membuat Cindy enggan memberi kabar pada Mario mengenai kondisi kesehatannya yang memburuk saat itu. Tante Cindy menjawab dengan bijak. "Salah paham dan perbedaan pendapat memang biasa terjadi dalam sebuah hubungan. Wajar saja kalau kalian mengalaminya, karena kalian sedang dalam masa saling mengenal dan menyesuaikan diri. Hubungan jarak jauh seperti ini jug
"Tunggu!" Lirih Cindy. Akan tetapi Mario tetap berjalan menuju pintu, enggan mendengarkan perkataan Cindy. Hati Mario dirundung kecewa yang mendalam. Ia berusaha keras menutupi rasa cemburu dan harga diri yang terinjak-injak saat melihat sang kekasih bersama yang lain. Cindy beringsut dan turun dari tempat tidurnya untuk mengejar Mario. Ia tidak menghiraukan usaha Raka untuk mencegahnya turun. "Rio, tunggu aku!" kata Cindy lagi. Cindy mencoba berjalan, ia tidak menghiraukan selang infusnya yang terlepas. Namun, baru beberapa langkah berjalan, Cindy merasa kepalanya sangat sakit dan pandangan matanya berkunang-kunang. Cindy memegang kepalanya, langkahnya terasa tidak stabil. Tubuhnya seakan bertentangan dengan keinginan hatinya. Ia ingin berlari dan mengejar Mario, tetapi tubuhnya justru terasa ringan dan tidak berjejak pada bumi. Bruk... Tiba-tiba Cindy terjatuh dengan suara yang cukup keras. Mario berbalik dan melihat kekasihnya tergeletak di lantai. Raka juga berinisiatif untu
Setelah menyelesaikan persoalannya dengan Cindy, Mario pun kembali ke rumahnya. Kali ini Mario dan Cindy berjanji untuk menjalani hubungan dengan dewasa dan saling pengertian. Mario sangat bersemangat, karena Cindy telah menyetujui ajakannya untuk bertunangan. Mario harus bekerja dengan sungguh-sungguh dan mulai memikirkan rencana masa depan mereka. Pagi itu ia sarapan bersama ibunya dan membicarakan banyak hal. "Jadi kalian sudah berdamai?" tanya Hana. "Iya, Bu," jawab Mario pagi itu. "Ibu sudah menduganya, Nak. Ibu melihat wajahmu yang kemarin murung sudah kembali ceria. Ibu ikut senang mendengarnya. Ternyata anak ibu memang sudah dewasa dan sedang jatuh cinta." Hana karena menyodorkan satu gelas teh manis untuk Mario. "Iya, semua berkat doa Ibu untuk kami. Aku dan Cindy akan berusaha menjaga komunikasi dengan baik agar masalah seperti ini gak terulang lagi. Sebenarnya masalah itu hanya salah paham, ternyata Cindy gak punya hubungan istimewa dengan pria itu. Mario sudah bertem
"Apa masalahnya, Hana? Aku juga ingin mengenal suamimu," kata Jason. "Aku gak mau suamiku salah paham tentang hubungan kita, Mas. Silakan pergi dari sini!" Hana menatap Jason dengan serius. Bukannya lekas meninggalkan tempat itu, Jason justru mendekati Hana dan menatapnya penuh cinta. "Jangan dekati aku, Mas!" Hana berusaha mundur dan menggenggam gagang pintu. Ia berpikir untuk masuk ke dalam dan mengunci pintu itu. "Bersikaplah seperti biasa, Sayang! Suamimu bisa curiga dengan sikapmu yang seperti ini!" bisik Jason. Jason mengulurkan tangannya, ingin membelai rambut Hana yang terurai. Helai demi helai rambut itu tidak sepenuhnya berwarna hitam seperti dahulu. Namun, di mata seorang Jason, kecantikan Hana tetap tiada taranya. Prang... Tiba-tiba terdengar suara pecahan kaca yang membuat Hana tersentak. Ia langsung teringat pada Hadi yang berada di dalam rumah. Hana bergegas masuk dan mencari keberadaan suaminya itu. Hana menemukan sang suami berada di dapur, mencoba mengisi sebu
Cindy menatap Riana dengan bingung. Riana menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia berharap Mario akan kembali membuka hatinya untuk sang mantan kekasih. Cindy mengikuti langkah Mario menuju halaman belakang rumah itu. Di situ sepi dan hanya ada mereka berdua. Cindy dan Mario kini berdiri berhadapan dan saling memandang. Ada rasa yang berbeda saat mereka bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. Sekarang semua rahasia dan kesalahpahaman di antara mereka juga sudah terungkap dengan jelas. "Ada apa, Rio?" Mata Cindy bergerak indah, dengan bibir merah alami yang mampu menggetarkan kembali hati Mario. "Mm... Akhirnya semua sudah jelas sekarang. Aku minta maaf karena sudah salah menilai kamu, Cin. Aku langsung pergi tanpa mendengar penjelasanmu," kata Mario. Cindy menghela nafas lega. Sebenarnya sudah lama ia menantikan saat seperti ini. Perpisahan dengan Mario membuatnya rapuh dan hancur, apalagi mereka berpisah saat rencana pernikahan sudah di depan mata. "Semuanya sudah berla
Wajah Sandra mulai berubah pucat. Rahasia yang ia simpan selama ini ternyata sudah terbongkar. Hadi dan keluarganya mempunyai lebih dari cukup bukti dan saksi yang akan membuat Sandra mendapatkan hukuman berat. Sebelum Mario dan David menaikkan Sandra ke dalam mobil, Sandra melihat pintu pagar rumahnya terbuka lebar. Semua karyawan dan penjaga tak berdaya untuk menolong Sandra, karena David juga menghubungi anak buahnya untuk datang dan berjaga di depan pintu gerbang. Tepat pada saat itu, Sandra yang tidak mau dibawa ke kantor polisi melihat satu kesempatan untuk melarikan diri. Ia berencana untuk melarikan diri dan memaksa salah satu anak buahnya yang ada di pintu gerbang untuk membawanya kabur. dengan sekuat tenaga Sandra memutar roda kursi rodanya. David dan Mario terkejut dan segera mengejar Sandra. "Hentikan dia!" David berteriak pada penjaga dan anak buahnya. Melihat beberapa pria bersiaga untuk menghalanginya, Sandra bergegas berbelok ke arah lain. Sandra hanya berpikir un
Mario dan keluarganya sampai di depan kediaman Sandra. Tentu saja mereka juga membawa serta Raka dan Mira. Raka dan Mira akan bersaksi bahwa mereka memang menerima perintah dari Sandra dan anak buahnya untuk menjalankan skenario yang ia buat. Pagar pintu rumah itu tertutup rapat. Tak ada yang menduga kalau seorang wanita yang cacat di dalam rumah itu bisa mengendalikan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. David dan Mario pun yakin, bahwa Raka dan Mira akan terkejut nantinya saat melihat kondisi Sandra yang sebenarnya. David turun lebih dulu dari mobil dan berbincang sejenak dengan penjaga rumah. David memang beberapa kali pernah datang ke rumah itu untuk mengantar mamanya, sehingga semua penjaga dan asisten rumah tangga sudah mengenalnya. "Apa Tante Sandra ada di rumah?" tanya David pada seorang pria bertubuh besar dan berkacamata. "Apa Mas David sudah punya janji?" tanya pria itu. "Saya keponakan Tante Sandra. Apa saya harus membuat janji untuk bertemu dengan tante saya se
"Masuk!" Seorang anak buah David mendorong Miranda alias Mira masuk ke rumah Mario. Wanita itu ingin menolak, tapi tentu tenaganya kalah besar jika dibandingkan dengan tiga orang pria bertubuh besar yang berada di dekatnya. Mario dan semua orang yang ada di dalam rumah pun keluar menemui Mira. "Miranda...." Mario menatap wanita itu, kini dengan rasa yang berbeda. Mira menundukkan kepalanya dan tidak mau menatap wajah Mario. Penampilan dan riasan wajah Mira kini jauh berbeda. Ia berdandan lebih menor dan menjadi dirinya sendiri. Sikap dan gayanya juga terkesan lebih angkuh daripada Miranda yang biasa dikenal oleh Mario. Setelah beberapa saat menghindar dari pandangan mata mantan kekasih palsunya, Mira akhirnya memberanikan diri menatap mata Mario. Semua bisa melihat rasa kesal dan kemarahan Mario saat itu. "Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura menjadi kekasihku?" tanya Mario. "Rio, sebaiknya kita bicara di dalam. Gak enak dilihat dan didengar orang lain." Hana mengingatkan Mar
"Aku sama sekali gak tahu identitasnya, Rio. Aku hanya mengenalnya sebagai Tante Jelita. Saat aku mendengar suaranya, sepertinya dia wanita yang tegas. Dia juga punya anak buah dan bisa mengatur segala sesuatu sesuai dengan keinginan hatinya," kata Raka. "Kenapa semuanya serba kebetulan seperti ini? Apa wanita itu ada hubungannya dengan Miranda? Kenapa sepertinya orang itu punya rencana untuk menghancurkan hidupku dan hubunganku dengan Cindy?" tanya Mario. "Benar, Mas. Sepertinya rencana ini sudah diatur dengan rapi oleh seseorang," kata Riana. "Siapa orang yang bisa berbuat setega itu?" tanya Cindy. "Hanya satu orang yang bisa berbuat seperti itu." Mario menatap ibu dan ayahnya. "Apa mungkin ini rencana Tante Sandra? Tapi itu gak mungkin, kan?" kata Riana. "Aku juga punya kecurigaan yang sama, Ria. Seumur hidupku, aku hanya menemukan satu orang yang begitu berambisi menghancurkan kehidupan orang lain," ujar Mario. "Tapi Sandra sekarang sakit, Nak. Dia bukan lagi Sandra yang da
"Tolong tunggu sebentar, Tante! Saya datang untuk menjelaskan semuanya." Cindy memegang tangan Hana dengan erat. "Menjelaskan tentang apa? Bukankah semuanya sudah jelas? Kalian sudah resmi menikah, kan? Tolong jangan usik Mario lagi! Saat ini dia sedang dalam kondisi yang gak baik," kata Hana. Mendengar keributan di depan, Riana keluar dari kamarnya. Ia segera mendekat ketika melihat kedatangan Cindy."Bu, jangan marah dulu! Mbak Cindy juga batal menikah, Bu," kata Riana. "Apa?! Kenapa?" Suara Hana mulai melunak saat mendengar cerita Riana. Riana memang belum sempat menceritakan apa yang ia ketahui dari Cindy, karena ia ingin Cindy yang menceritakan sendiri pada Mario dan orang tuanya. "Bu, biarkan mereka masuk dulu! Mereka pasti baru saja sampai. Aku akan membuat minuman dan memanggil Mas Rio. Mbak Cindy akan menceritakan semuanya pada kita," kata Riana. Hana akhirnya mengijinkan Cindy dan Raka masuk ke dalam rumah. Cindy dan Raka duduk di sofa, sementara Riana membuatkan minuma
Hari yang dinantikan oleh Cindy akhirnya tiba. Pagi itu ia sudah ada di bandara dan menunggu Raka. Mereka akan pergi menemui Mario untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Cindy memakai kaus kasual dan celana panjang berwarna hitam. Ia memakai kacamata hitam dan membawa sebuah tas koper. Ia juga akan pulang ke rumah orang tuanya dan tinggal beberapa hari di sana. Cindy duduk di bangku yang tersedia di luar bandara. Di tangannya ia menggenggam ponsel dan terus memantau keberadaan Raka. Cindy cukup tenang ketika Raka memberi tahu bahwa ia sudah ada cukup dekat dengan lokasi bandara. Beberapa menit kemudian, Raka datang menghampiri Cindy. Ia membawa tas ransel di punggungnya dan tersenyum ramah. "Maaf lama menunggu, tadi jalanan macet," kata Raka. "Gak apa-apa, Mas. Aku juga belum lama sampai di sini. Ayo kita masuk!" ajak Cindy. Bagi Raka, perjalanan ini juga sangat penting. Ia cukup puas akan menghabiskan waktu bersama dengan Cindy. Hal yang membuatnya semakin senang adalah
Seorang pria berjaket tebal dan berkacamata hitam berhenti sejenak di depan ruang perawatan Raka. Setelah mengintip sejenak dari celah tirai jendela yang terbuka, ia melangkah pergi ke sudut rumah sakit yang sepi. Setelah merasa cukup aman dan tidak ada yang akan mendengar ucapannya, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Halo, Nyonya. Saya sudah berhasil melaksanakan tugas dari Nyonya," katanya. "Oh ya? Bagaimana hasilnya?" tanya Sandra dari ujung telepon. "Lukanya cukup serius, dia dirawat di rumah sakit. Tolong kirim uang yang Nyonya janjikan sekarang, karena saya harus segera kabur dari kota ini sebelum ada yang curiga," bisik pria itu. Matanya tetap lincah mengawasi keadaan di sekitarnya. "Saya harus mengetahui kondisi Raka yang sebenarnya. Kenapa dia gak m4ti saja?" tanya Sandra. "Nyonya hanya memberi perintah untuk membuat dia mengalami kecelakaan. Saya sudah melakukan tepat seperti yang Nyonya perintahkan," jawab pria itu. "Kirimkan dahulu foto-foto Raka sebagai bukti! S
"Terimakasih banyak, Nak Cindy. Kami janji akan membayarnya segera," ucap Bapak Raka sambil menangis haru. Cindy tersenyum tipis, ia tidak dapat menahan diri untuk menolong Raka, walaupun itu berarti harus mengorbankan uang tabungannya. Cindy juga sadar, mungkin rencananya untuk menemui Mario akan tertunda sampai kondisi Raka pulih. Jika Cindy memaksa menemui Mario saat ini, mungkin Mario akan menolak dan meragukan keterangannya. Bagaimanapun juga, ia membutuhkan keterangan dan pengakuan dari Raka tentang kejadian yang sebenarnya. Kedua orang tua Raka segera masuk ke ruangan IGD, sementara Cindy menuju bagian administrasi. Ia mengisi formulir rawat inap pasien dan memberikan sejumlah uang deposit. Pihak rumah sakit akan segera memindahkan Raka ke ruang perawatan. Setelah menyelesaikan semua proses yang diperlukan, Cindy segera menyusul ke ruang perawatan Raka. Ia berjalan perlahan dan menunggu di depan pintu, karena Raka sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. "Nak, syukurlah