"Dia sakit tifus, Nak. Kondisinya semakin parah karena beberapa hari ini ia gak mau makan. Tante juga sangat mencemaskan keadaannya. Biasanya Cindy sangat sehat dan ceria, tapi beberapa hari ini dia seperti orang yang kehilangan semangat," jawab Tante Cindy. "Kenapa dia gak memberi tahu saya, Tante?" tanya Mario. "Kamu pacarnya Cindy, ya? Cindy sempat bercerita kalau kalian sedang bertengkar. Dia sangat sedih dan bingung karenanya.""Maafkan saya, Tante. Memang ada sedikit kesalahpahaman di antara kami," jawab Mario. Mario sedikit menyesal karena dia tidak menjawab telepon dan membalas pesan dari kekasihnya itu. Mungkin itu yang membuat Cindy enggan memberi kabar pada Mario mengenai kondisi kesehatannya yang memburuk saat itu. Tante Cindy menjawab dengan bijak. "Salah paham dan perbedaan pendapat memang biasa terjadi dalam sebuah hubungan. Wajar saja kalau kalian mengalaminya, karena kalian sedang dalam masa saling mengenal dan menyesuaikan diri. Hubungan jarak jauh seperti ini jug
"Tunggu!" Lirih Cindy. Akan tetapi Mario tetap berjalan menuju pintu, enggan mendengarkan perkataan Cindy. Hati Mario dirundung kecewa yang mendalam. Ia berusaha keras menutupi rasa cemburu dan harga diri yang terinjak-injak saat melihat sang kekasih bersama yang lain. Cindy beringsut dan turun dari tempat tidurnya untuk mengejar Mario. Ia tidak menghiraukan usaha Raka untuk mencegahnya turun. "Rio, tunggu aku!" kata Cindy lagi. Cindy mencoba berjalan, ia tidak menghiraukan selang infusnya yang terlepas. Namun, baru beberapa langkah berjalan, Cindy merasa kepalanya sangat sakit dan pandangan matanya berkunang-kunang. Cindy memegang kepalanya, langkahnya terasa tidak stabil. Tubuhnya seakan bertentangan dengan keinginan hatinya. Ia ingin berlari dan mengejar Mario, tetapi tubuhnya justru terasa ringan dan tidak berjejak pada bumi. Bruk... Tiba-tiba Cindy terjatuh dengan suara yang cukup keras. Mario berbalik dan melihat kekasihnya tergeletak di lantai. Raka juga berinisiatif untu
Setelah menyelesaikan persoalannya dengan Cindy, Mario pun kembali ke rumahnya. Kali ini Mario dan Cindy berjanji untuk menjalani hubungan dengan dewasa dan saling pengertian. Mario sangat bersemangat, karena Cindy telah menyetujui ajakannya untuk bertunangan. Mario harus bekerja dengan sungguh-sungguh dan mulai memikirkan rencana masa depan mereka. Pagi itu ia sarapan bersama ibunya dan membicarakan banyak hal. "Jadi kalian sudah berdamai?" tanya Hana. "Iya, Bu," jawab Mario pagi itu. "Ibu sudah menduganya, Nak. Ibu melihat wajahmu yang kemarin murung sudah kembali ceria. Ibu ikut senang mendengarnya. Ternyata anak ibu memang sudah dewasa dan sedang jatuh cinta." Hana karena menyodorkan satu gelas teh manis untuk Mario. "Iya, semua berkat doa Ibu untuk kami. Aku dan Cindy akan berusaha menjaga komunikasi dengan baik agar masalah seperti ini gak terulang lagi. Sebenarnya masalah itu hanya salah paham, ternyata Cindy gak punya hubungan istimewa dengan pria itu. Mario sudah bertem
"Apa masalahnya, Hana? Aku juga ingin mengenal suamimu," kata Jason. "Aku gak mau suamiku salah paham tentang hubungan kita, Mas. Silakan pergi dari sini!" Hana menatap Jason dengan serius. Bukannya lekas meninggalkan tempat itu, Jason justru mendekati Hana dan menatapnya penuh cinta. "Jangan dekati aku, Mas!" Hana berusaha mundur dan menggenggam gagang pintu. Ia berpikir untuk masuk ke dalam dan mengunci pintu itu. "Bersikaplah seperti biasa, Sayang! Suamimu bisa curiga dengan sikapmu yang seperti ini!" bisik Jason. Jason mengulurkan tangannya, ingin membelai rambut Hana yang terurai. Helai demi helai rambut itu tidak sepenuhnya berwarna hitam seperti dahulu. Namun, di mata seorang Jason, kecantikan Hana tetap tiada taranya. Prang... Tiba-tiba terdengar suara pecahan kaca yang membuat Hana tersentak. Ia langsung teringat pada Hadi yang berada di dalam rumah. Hana bergegas masuk dan mencari keberadaan suaminya itu. Hana menemukan sang suami berada di dapur, mencoba mengisi sebu
Hadi terlihat geram, dengan sekuat tenaga ia memutar roda kursi rodanya dan menabrak Hana yang berlutut di depannya. Hadi tidak menghiraukan Hana yang jatuh terduduk. Jason segera mendekati Hana dan membantunya untuk berdiri. "Hadi jadi salah paham karena kamu, Mas. Apa kamu sengaja melakukan ini padaku?" tanya Hana. "Suamimu masih sangat kasar dan egois, Hana. Dia bahkan sengaja menabrak dan gak berbuat apa-apa saat kamu terjatuh. Pikirkan lagi kata-kataku, Hana! Suamimu sudah gak berdaya dan pernah menyakiti kamu. Untuk apa kamu mempertahankan dia lagi? Kamu juga berhak bahagia dan punya masa depan. Aku jamin kehidupanmu akan lebih nyaman dan bahagia saat bersama denganku," bujuk Jason. Hana memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya. "Tolong pergi dari sini sebelum Mario tiba di rumah!""Tapi....""Tolong tinggalkan aku, Mas! Atau aku harus berteriak dan meminta pertolongan warga untuk mengusirmu?" Nada suara Hana kini meninggi. Jason mengalah, ia mundur dan bersedia menin
"Cukup, Rio! Jangan bicara sembarangan lagi! Bawa ayahmu masuk ke kamarnya!" kata Hana dengan suara cukup keras. Mario terdiam, ia sadar bahwa dirinya tidak boleh turut memperkeruh suasana. Ia berusaha meredam rasa penasaran yang ada di dalam hatinya. Ia memegang tangan ayahnya dan menatap matanya yang sendu. "Ayah, ayo kita masuk! Ayah gak boleh pergi sendirian!" kata Mario. Hadi menggenggam tangan Mario, seolah ingin mengungkapkan banyak cerita dan perasaan kepada sang putra. Sebagai seorang pria, ia bisa melihat bahwa Jason memang menyukai istrinya dan itu memantik rasa cemburu di hatinya. Rasa tidak berdaya membuat Hadi semakin sensitif. Seorang pria tampan dan mapan menaruh hati pada istrinya yang juga masih terlihat sempurna. Ia sadar, tidak akan bisa bersaing dengan pria mana pun saat ini. Hadi pasrah saat Mario mendorong kursi rodanya ke kamar. Ia masih belum mau menatap wajah Hana, wanita yang kini benar-benar telah mengisi hatinya sepenuhnya. Saat Hadi menyadari bahwa d
Hana berlari masuk ke dalam rumahnya dengan tergesa-gesa. Ia melihat orang yang bertugas menjaga Hadi hanya bisa terduduk diam dan gelisah. Ada rasa bersalah yang terlihat jelas dalam raut wajahnya. "Apa yang terjadi? Kenapa Mas Hadi bisa tiba-tiba hilang?" tanya Hana panik. "Maaf, Mbak Hana, tadi Mas Hadi memintaku membeli makanan. Sepanjang hari ini dia gak mau makan sama sekali. Tadinya aku mau memesan saja melalui tukang ojek, tetapi Mas Hadi memaksa aku membelinya sendiri. Aku gak berpikir sama sekali kalau Mas Hadi mengambil kesempatan untuk pergi dari rumah ini. Sesampainya aku di sini, Mas Hadi sudah gak ada," jawabnya. "Tapi Mas Hadi itu gak bisa berjalan. Mana mungkin dia bisa pergi sendiri? Atau jangan-jangan ada yang menculik dia?" Mata Hana melotot serius. "Aku juga gak tahu, Mbak. Sekali lagi maafkan aku karena lalai menjaga Mas Hadi," sesal pria itu. Hana terduduk di sofa dan menutup wajahnya. Ia menyesal karena tetap meninggalkan rumah saat suaminya sedang marah d
"Bukan begitu, Nak. Ibu sama sekali gak pernah berpikir untuk membalas perbuatan ayah. Apa yang terjadi sekarang benar-benar tak terduga dan ada di luar kendali ibu," jawab Hana dengan sungguh-sungguh. "Rio kecewa sama Ibu. Kenapa selama ini Ibu gak pernah menceritakan tentang semua ini? Mungkin aku akan mengundurkan diri dari perusahaan itu, kalau aku tahu siapa Pak Jason yang sebenarnya. Kasihan ayah, kalau ayah sampai pergi seperti itu, berarti memang ada sesuatu di antara Ibu dan Pak Jason. Apa sebenarnya yang terjadi di antara kalian tadi malam? Apa lagi yang Ibu sembunyikan dari aku, Bu?" desak Mario. Air mata Hana kembali mengalir deras saat mendengar ucapan Mario. Ia sama sekali tidak pernah berpikir, bahwa Jason akan bertindak nekat seperti itu. Hana juga penasaran, untuk apa Jason datang kembali tadi pagi dan apa saja yang ia katakan pada Hadi. "Aku harus menemui Pak Jason sekarang," kata Mario. "Untuk apa, Nak? Ibu gak mau kamu bertengkar dengan dia," cegah Hana. "Rio