"Malam ini kamu ada acara, Nak?" tanya Mama David saat sarapan pagi bersama. "Sepertinya gak ada, Ma. Ada apa?" tanya David sambil mengoleskan selai nanas di roti tawarnya. "Kalau begitu, nanti kita jenguk Tante Sandra, ya.""Malas ah, Ma. David masih belum mau menemui Tante Sandra," jawabnya. "Sayang, sudah lama kamu gak menjenguk dia. Terakhir kali mama ke rumahnya, dia menanyakan kamu," kata Mama David. "Apa yang dia tanyakan? David gak suka bertemu dengan orang yang bermuka dua, Ma."Mama David menggelengkan kepalanya dan menatap putranya. "Sayang, dia itu tantemu. Kita masih ada hubungan darah dengannya. Dia memang pernah melakukan kesalahan besar, tapi dia sudah menyadari kesalahannya dan bertobat. Gak ada salahnya kalau kita memberi dia kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik bukan?" "Entahlah, Ma, tapi David gak percaya kalau manusia bisa berubah dengan cepat. Tante Sandra sudah menghancurkan keluarga Riana. Beruntung akhirnya keluarga itu bisa kembali utuh setelah m
Sandra tersenyum tipis, ia tidak menjawab perkataan David yang tertuju padanya. Namun David bisa melihat tatapan mata Sandra masih menyeramkan seperti dahulu. Sekalipun duduk lemah di kursi roda, tatapan mata itu tetap mengintimidasi dan membuat David merasa ada yang berbeda dengannya. "Vid, kenapa bicara seperti itu? Jangan menyinggung dan mengungkit kembali apa yang sudah terjadi. Jaga perasaan Tante Sandra!" bisik Mama David. "Maaf, Ma," jawab David singkat. Pembicaraan Mama David dan Sandra kembali berlangsung. David tak lagi terlibat pembicaraan dengan mereka. Ia mengalihkan perhatiannya dan membalas satu per satu pesan yang masuk ke ponselnya. Sesekali David menatap Tante Sandra yang duduk di kursi rodanya. Menurut hasil pengamatan singkatnya saat itu, kali ini Tante Sandra memang tidak sedang berpura-pura seperti dahulu. Tubuh dan tulang kaki Tante Sandra terlihat lebih kurus, seperti tidak terbiasa digunakan untuk berjalan. Secara rutin Tante Sandra juga melakukan pemerik
Pagi itu David sedang menyetir mobilnya dalam perjalanan ke kantor. Semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena perkataan Tante Sandra terus terngiang di benaknya. Sekeras apapun David berusaha untuk menepis pikiran negatif itu, namun tetap saja ia kembali memikirkannya lagi. Ada sedikit rasa sesal, karena ia mau ikut menemui Tante Sandra semalam. Ternyata walaupun kondisi fisik Tante Sandra terus melemah, wanita itu tetap mempunyai daya untuk mengintimidasi siapa saja. Dering ponsel David membuyarkan lamunannya. Ia menatap layar benda pipih itu dan melihat foto dan nama Riana berkedip di layar. Oleh karena pikirannya yang sedikit kacau, David sampai melupakan kebiasaannya untuk menyapa Riana di pagi hari. "Halo," sapa David. "Halo, Mas. Ada dimana?" tanya Riana. "Aku dalam perjalanan ke kantor, Sayang. Maaf karena aku gak sempat meneleponmu tadi pagi. Aku bangun kesiangan dan langsung mandi," kata David. "Oh, iya gak apa-apa, Mas. Bagaimana pertemuan dengan Tante Sandra
Keesokan harinya David segera menemui Mario di rumahnya. Sore itu sepulang bekerja, David singgah di rumah Mario sebelum pulang ke rumah. Mario juga baru saja pulang bekerja. Ia sedang mandi saat David tiba di rumahnya. "Tumben kamu datang kemari walaupun gak ada Riana." Mario menghampiri David dan duduk di hadapannya. Mario menyisir rambutnya yang masih setengah kering. "Memangnya aku gak boleh datang kemari kalau Ria gak di rumah? Dulu juga aku datang kemari untuk menemui kamu," jawab David. "Iya, sebelum kamu berpacaran dengan Riana. Setelah kalian berpacaran, rasanya hampir gak pernah kamu datang kemari dengan tujuan lain." Mario menyipitkan matanya untuk menggoda David. "Ah, maafkan aku kalau memang begitu. Kali ini aku datang khusus untuk menemui kamu. Ada hal yang penting yang harus aku sampaikan," kata David. "Ada apa? Apa ada sesuatu yang serius?" tanya Mario. "Mm... Maaf kalau aku harus menyampaikan ini sama kamu, Rio. Maaf kalau setelah melihat apa yang aku tunjukkan
"Foto-foto itu sudah menjadi bukti yang jelas tentang apa yang terjadi kemarin, Miranda," tegas David. Mario masih diam dan mengepalkan tangannya. Miranda duduk di hadapannya dan berusaha meredakan amarah Mario. Mario menghembuskan nafas kasar dan bertanya pada Miranda, "Aku kecewa dan menyesal karena sudah mempercayai kamu, Mir. Ternyata kamu sama saja dengan Cindy. Kemarin aku sudah mengantar kamu pulang ke rumah. Sebenarnya kamu ke mana lagi? Siapa pria yang bersamamu? Ada hubungan apa di antara kalian berdua?" "Dia itu saudara sepupuku," jawab Miranda. "Apa?! Kemarin kamu mengatakan padaku bahwa di kota ini kalian gak punya saudara sedarah. Kenapa sekarang ucapanmu berbeda? Jangan berbohong, Mir! Aku gak suka dengan kebohongan," kata Mario. "Mas, aku minta maaf karena sudah berbohong. Laki-laki itu adalah sepupuku, namanya Martin. Dia sebenarnya tinggal di kota ini, tetapi dari seluruh keluarganya, hanya dia yang dekat denganku. Orang tuanya sangat angkuh dan gak mau mengakui
David melirik Mario yang duduk di kursi penumpang di sampingnya. Wajah Mario tampak kesal, bahkan tidak mau menatapnya. Ada rasa bersalah dalam benak David, karena kali ini kecurigaannya tidak terbukti. Akan tetapi dirinya benar-benar tidak punya niat buruk pada Mario. "Maafkan aku, Rio," ucap David setelah beberapa saat lamanya mereka hanya diam membisu. "Aku harap itu bukan kesengajaan, Vid. Selama ini aku mempercayai kamu dan selalu berpikir bahwa kamu akan mendukung setiap langkahku," jawab Mario. "Rio, mana mungkin aku sengaja membuat hubunganmu dan Miranda hancur? Aku dan Riana hanya gak mau kalau hatimu kembali tersakiti. Seandainya memang Miranda adalah wanita yang baik dan tepat untuk menjadi jodohmu tentu aku dan Riana akan mendukung kalian.""Jadi Riana juga sudah tahu tentang foto-foto itu?" tanya Mario. David menganggukkan kepalanya. "Iya, aku memberi tahu dia.""Kamu terlalu ceroboh, Vid. Kamu menyebarkan berita yang belum pasti kebenarannya. Aku jadi sepemikiran den
Satu jam sebelumnya"Halo, Miranda. Apa yang terjadi di sana?" Suara Sandra terdengar kesal. "A-apa maksud Tante? Gak ada apa-apa koq, Tante. Semuanya baik-baik saja di sini. Memangnya kenapa?" tanya Miranda dengan panik. "Jangan bohong, Mir! Aku tahu kalau Mario dan David baru saja datang ke rumah. Rahasia kita hampir terbongkar karena kebodohanmu, kan? Kenapa kamu gak hati-hati dan nekat pergi berdua bersama pria lain? Apa kamu gak sanggup menahan diri sebentar saja sampai rencana kita berhasil?" cecar Sandra. Miranda terkejut, karena Sandra sudah mengetahui apa yang terjadi. 'Sial! Pasti Bu Ijah yang memberi tahu semuanya pada Tante Sandra. Dasar wanita tua cerewet! Aku akan memberinya pelajaran besok,' batin Miranda. "Kenapa diam? Jangan pikir kamu bisa menyembunyikan apapun dari tante!" "Tante, maaf. Ini terlalu berlebihan. Bu Ijah pasti sengaja menjelek-jelekkan aku di depan Tante. Apa yang terjadi tadi gak seburuk itu, Tante. percayalah padaku!" jawab Miranda. "Eh, tante
Akhir pekan yang dinantikan akhirnya tiba. David bangun pagi-pagi untuk menemui sang kekasih di kota tempatnya menuntut ilmu. Mungkin orang lain memilih menghabiskan waktu akhir pekan mereka dengan beristirahat dan bersantai, tetapi bagi David, itu adalah kesempatan yang dinantikan untuk bertemu dengan Riana. Banyak hal yang terjadi dalam sepanjang masa pacaran mereka. Dimulai sejak duduk di bangku SMA, hingga kini mereka harus saling berjauhan. Akan tetapi sejauh ini hubungan mereka tetap terjaga karena David dan Riana berusaha menjaga komunikasi mereka tetap baik. Saat sedang cuti bekerja atau di akhir pekan, David akan mengunjungi Riana. Mereka menghabiskan waktu dengan bersantai, menonton film di bioskop, atau berjalan-jalan. Semuanya terasa sangat manis dan indah bagi mereka. "David pergi dulu, ya Ma," ucap David pagi itu sambil mencium tangan sang mama. "Wah, semangat sekali kamu, Nak. Apa kamu sudah benar-benar sembuh?""Iya, Ma. Aku sudah sehat kembali. Lukaku gak terasa
Cindy menatap Riana dengan bingung. Riana menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia berharap Mario akan kembali membuka hatinya untuk sang mantan kekasih. Cindy mengikuti langkah Mario menuju halaman belakang rumah itu. Di situ sepi dan hanya ada mereka berdua. Cindy dan Mario kini berdiri berhadapan dan saling memandang. Ada rasa yang berbeda saat mereka bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. Sekarang semua rahasia dan kesalahpahaman di antara mereka juga sudah terungkap dengan jelas. "Ada apa, Rio?" Mata Cindy bergerak indah, dengan bibir merah alami yang mampu menggetarkan kembali hati Mario. "Mm... Akhirnya semua sudah jelas sekarang. Aku minta maaf karena sudah salah menilai kamu, Cin. Aku langsung pergi tanpa mendengar penjelasanmu," kata Mario. Cindy menghela nafas lega. Sebenarnya sudah lama ia menantikan saat seperti ini. Perpisahan dengan Mario membuatnya rapuh dan hancur, apalagi mereka berpisah saat rencana pernikahan sudah di depan mata. "Semuanya sudah berla
Wajah Sandra mulai berubah pucat. Rahasia yang ia simpan selama ini ternyata sudah terbongkar. Hadi dan keluarganya mempunyai lebih dari cukup bukti dan saksi yang akan membuat Sandra mendapatkan hukuman berat. Sebelum Mario dan David menaikkan Sandra ke dalam mobil, Sandra melihat pintu pagar rumahnya terbuka lebar. Semua karyawan dan penjaga tak berdaya untuk menolong Sandra, karena David juga menghubungi anak buahnya untuk datang dan berjaga di depan pintu gerbang. Tepat pada saat itu, Sandra yang tidak mau dibawa ke kantor polisi melihat satu kesempatan untuk melarikan diri. Ia berencana untuk melarikan diri dan memaksa salah satu anak buahnya yang ada di pintu gerbang untuk membawanya kabur. dengan sekuat tenaga Sandra memutar roda kursi rodanya. David dan Mario terkejut dan segera mengejar Sandra. "Hentikan dia!" David berteriak pada penjaga dan anak buahnya. Melihat beberapa pria bersiaga untuk menghalanginya, Sandra bergegas berbelok ke arah lain. Sandra hanya berpikir un
Mario dan keluarganya sampai di depan kediaman Sandra. Tentu saja mereka juga membawa serta Raka dan Mira. Raka dan Mira akan bersaksi bahwa mereka memang menerima perintah dari Sandra dan anak buahnya untuk menjalankan skenario yang ia buat. Pagar pintu rumah itu tertutup rapat. Tak ada yang menduga kalau seorang wanita yang cacat di dalam rumah itu bisa mengendalikan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. David dan Mario pun yakin, bahwa Raka dan Mira akan terkejut nantinya saat melihat kondisi Sandra yang sebenarnya. David turun lebih dulu dari mobil dan berbincang sejenak dengan penjaga rumah. David memang beberapa kali pernah datang ke rumah itu untuk mengantar mamanya, sehingga semua penjaga dan asisten rumah tangga sudah mengenalnya. "Apa Tante Sandra ada di rumah?" tanya David pada seorang pria bertubuh besar dan berkacamata. "Apa Mas David sudah punya janji?" tanya pria itu. "Saya keponakan Tante Sandra. Apa saya harus membuat janji untuk bertemu dengan tante saya se
"Masuk!" Seorang anak buah David mendorong Miranda alias Mira masuk ke rumah Mario. Wanita itu ingin menolak, tapi tentu tenaganya kalah besar jika dibandingkan dengan tiga orang pria bertubuh besar yang berada di dekatnya. Mario dan semua orang yang ada di dalam rumah pun keluar menemui Mira. "Miranda...." Mario menatap wanita itu, kini dengan rasa yang berbeda. Mira menundukkan kepalanya dan tidak mau menatap wajah Mario. Penampilan dan riasan wajah Mira kini jauh berbeda. Ia berdandan lebih menor dan menjadi dirinya sendiri. Sikap dan gayanya juga terkesan lebih angkuh daripada Miranda yang biasa dikenal oleh Mario. Setelah beberapa saat menghindar dari pandangan mata mantan kekasih palsunya, Mira akhirnya memberanikan diri menatap mata Mario. Semua bisa melihat rasa kesal dan kemarahan Mario saat itu. "Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura menjadi kekasihku?" tanya Mario. "Rio, sebaiknya kita bicara di dalam. Gak enak dilihat dan didengar orang lain." Hana mengingatkan Mar
"Aku sama sekali gak tahu identitasnya, Rio. Aku hanya mengenalnya sebagai Tante Jelita. Saat aku mendengar suaranya, sepertinya dia wanita yang tegas. Dia juga punya anak buah dan bisa mengatur segala sesuatu sesuai dengan keinginan hatinya," kata Raka. "Kenapa semuanya serba kebetulan seperti ini? Apa wanita itu ada hubungannya dengan Miranda? Kenapa sepertinya orang itu punya rencana untuk menghancurkan hidupku dan hubunganku dengan Cindy?" tanya Mario. "Benar, Mas. Sepertinya rencana ini sudah diatur dengan rapi oleh seseorang," kata Riana. "Siapa orang yang bisa berbuat setega itu?" tanya Cindy. "Hanya satu orang yang bisa berbuat seperti itu." Mario menatap ibu dan ayahnya. "Apa mungkin ini rencana Tante Sandra? Tapi itu gak mungkin, kan?" kata Riana. "Aku juga punya kecurigaan yang sama, Ria. Seumur hidupku, aku hanya menemukan satu orang yang begitu berambisi menghancurkan kehidupan orang lain," ujar Mario. "Tapi Sandra sekarang sakit, Nak. Dia bukan lagi Sandra yang da
"Tolong tunggu sebentar, Tante! Saya datang untuk menjelaskan semuanya." Cindy memegang tangan Hana dengan erat. "Menjelaskan tentang apa? Bukankah semuanya sudah jelas? Kalian sudah resmi menikah, kan? Tolong jangan usik Mario lagi! Saat ini dia sedang dalam kondisi yang gak baik," kata Hana. Mendengar keributan di depan, Riana keluar dari kamarnya. Ia segera mendekat ketika melihat kedatangan Cindy."Bu, jangan marah dulu! Mbak Cindy juga batal menikah, Bu," kata Riana. "Apa?! Kenapa?" Suara Hana mulai melunak saat mendengar cerita Riana. Riana memang belum sempat menceritakan apa yang ia ketahui dari Cindy, karena ia ingin Cindy yang menceritakan sendiri pada Mario dan orang tuanya. "Bu, biarkan mereka masuk dulu! Mereka pasti baru saja sampai. Aku akan membuat minuman dan memanggil Mas Rio. Mbak Cindy akan menceritakan semuanya pada kita," kata Riana. Hana akhirnya mengijinkan Cindy dan Raka masuk ke dalam rumah. Cindy dan Raka duduk di sofa, sementara Riana membuatkan minuma
Hari yang dinantikan oleh Cindy akhirnya tiba. Pagi itu ia sudah ada di bandara dan menunggu Raka. Mereka akan pergi menemui Mario untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Cindy memakai kaus kasual dan celana panjang berwarna hitam. Ia memakai kacamata hitam dan membawa sebuah tas koper. Ia juga akan pulang ke rumah orang tuanya dan tinggal beberapa hari di sana. Cindy duduk di bangku yang tersedia di luar bandara. Di tangannya ia menggenggam ponsel dan terus memantau keberadaan Raka. Cindy cukup tenang ketika Raka memberi tahu bahwa ia sudah ada cukup dekat dengan lokasi bandara. Beberapa menit kemudian, Raka datang menghampiri Cindy. Ia membawa tas ransel di punggungnya dan tersenyum ramah. "Maaf lama menunggu, tadi jalanan macet," kata Raka. "Gak apa-apa, Mas. Aku juga belum lama sampai di sini. Ayo kita masuk!" ajak Cindy. Bagi Raka, perjalanan ini juga sangat penting. Ia cukup puas akan menghabiskan waktu bersama dengan Cindy. Hal yang membuatnya semakin senang adalah
Seorang pria berjaket tebal dan berkacamata hitam berhenti sejenak di depan ruang perawatan Raka. Setelah mengintip sejenak dari celah tirai jendela yang terbuka, ia melangkah pergi ke sudut rumah sakit yang sepi. Setelah merasa cukup aman dan tidak ada yang akan mendengar ucapannya, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Halo, Nyonya. Saya sudah berhasil melaksanakan tugas dari Nyonya," katanya. "Oh ya? Bagaimana hasilnya?" tanya Sandra dari ujung telepon. "Lukanya cukup serius, dia dirawat di rumah sakit. Tolong kirim uang yang Nyonya janjikan sekarang, karena saya harus segera kabur dari kota ini sebelum ada yang curiga," bisik pria itu. Matanya tetap lincah mengawasi keadaan di sekitarnya. "Saya harus mengetahui kondisi Raka yang sebenarnya. Kenapa dia gak m4ti saja?" tanya Sandra. "Nyonya hanya memberi perintah untuk membuat dia mengalami kecelakaan. Saya sudah melakukan tepat seperti yang Nyonya perintahkan," jawab pria itu. "Kirimkan dahulu foto-foto Raka sebagai bukti! S
"Terimakasih banyak, Nak Cindy. Kami janji akan membayarnya segera," ucap Bapak Raka sambil menangis haru. Cindy tersenyum tipis, ia tidak dapat menahan diri untuk menolong Raka, walaupun itu berarti harus mengorbankan uang tabungannya. Cindy juga sadar, mungkin rencananya untuk menemui Mario akan tertunda sampai kondisi Raka pulih. Jika Cindy memaksa menemui Mario saat ini, mungkin Mario akan menolak dan meragukan keterangannya. Bagaimanapun juga, ia membutuhkan keterangan dan pengakuan dari Raka tentang kejadian yang sebenarnya. Kedua orang tua Raka segera masuk ke ruangan IGD, sementara Cindy menuju bagian administrasi. Ia mengisi formulir rawat inap pasien dan memberikan sejumlah uang deposit. Pihak rumah sakit akan segera memindahkan Raka ke ruang perawatan. Setelah menyelesaikan semua proses yang diperlukan, Cindy segera menyusul ke ruang perawatan Raka. Ia berjalan perlahan dan menunggu di depan pintu, karena Raka sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. "Nak, syukurlah