Sepanjang hari itu Mario dan David berkeliling mencari jejak keberadaan Sandra dan Richard. Namun mereka belum mendapatkan titik terang atau informasi mengenai tempat persembunyian mereka.David mengantar Mario pulang ke rumahnya. Mario melangkah gontai dan langsung duduk di sofa. David ikut duduk di sofa itu dan menghilangkan rasa penat yang melanda. Riana dan ibunya menyambut kedatangan mereka dengan ekspresi penuh tanya."Tante Sandra kabur dari rumah sakit jiwa, Bu. Dia pergi bersama kekasihnya, Richard," kata Mario."Kemana mereka pergi? Mas, aku takut kalau anak buah mereka masih berkeliaran dan bisa mengancam kita," ujar Riana."Kalian gak perlu cemas. Polisi pasti bekerja dengan baik dan secepatnya akan meringkus mereka. Kita tunggu saja kabar dari polisi. Aku juga sudah menghubungi seluruh keluarga yang tinggal di dalam dan luar kota. Jika Tante Sandra menuju ke rumah salah satu saudaraku, mereka akan segera memberi tahu kita.""Apa gak ada kemungkinan kalau mereka akan meli
"Rio, kamu ke mana?" tanya Hana ketika melihat Mario langsung berkemas setelah menerima panggilan telepon."Bu, ada kabar terbaru dari polisi. Mobil yang dikendarai Tante Sandra dan pria itu mengalami kecelakaan.""Apa?! Lalu bagaimana keadaan mereka?" tanya Hana terkejut."Pria itu dipastikan langsung meninggal di lokasi kejadian. Sementara Tante Sandra langsung dilarikan ke rumah sakit. Aku dan David harus ke sana, Bu."Mario mengambil tas ranselnya dan bergegas menunggu di teras. Tak lama kemudian David datang menjemput. "Keluargaku juga sedang dalam perjalanan ke rumah sakit itu," ujar David sambil mengemudi mobilnya."Apa kalian sudah mengetahui bagaimana keadaan Tante Sandra?" tanya Mario."Belum ada informasi yang pasti dari pihak rumah sakit. Kita lihat saja nanti." "Kalau Tante Sandra tidak mengalami luka serius, aku akan pastikan dia menerima hukuman sesuai dengan perbuatannya. Kita sudah tahu bahwa hasil pemeriksaan kejiwaan itu telah dipalsukan. Tante Sandra ternyata tid
Hari Minggu pagi, David dan seluruh keluarganya sudah merancang pertemuan antara Sandra, Hana, dan Hadi. Mario dan Riana tentu juga akan ikut serta dalam pertemuan itu. Mama David dan beberapa saudara lain mengantarkan Sandra ke rumah Hana. Sementara itu, David menjemput Hadi di panti jompo dan akan menuju ke rumah mantan istrinya.Hana duduk di depan meja riasnya dengan berjuta rasa. Pertemuan ini tentu bukanlah pertemuan yang diharapkan, layaknya reuni atau temu kangen dengan sahabat lama.Sebentar lagi, Hana akan kembali berhadapan dengan wanita yang sudah membawa luka dan duka dalam keluarga yang dulu sangat bahagia. Entah apa yang akan terjadi nanti. Apakah Sandra sungguh-sungguh akan meminta maaf dan menyesal? Apakah Hana bisa memaafkannya? Sungguh ia sangat menyadari bahwa dirinya bukan malaikat yang bisa melupakan begitu saja kejahatan Sandra yang membuat hidupnya hancur berkeping.Riana masuk ke dalam kamar dan berdiri di belakang Hana. Ia mengusap bahu ibunya itu dan berkat
"Aku.. aku gak bisa menjawab sekarang."Hana segera mengalihkan pandangannya dari mantan suaminya. Semakin lama mereka berdekatan atau saling menatap seperti itu akan membuat getaran di hati Hana kembali timbul. Ingin rasanya Hana terhanyut dalam rasa atau nostalgia cinta masa lalu, tapi semudah itukah dirinya kembali membuka hati bagi pria yang membuatnya merasakan cinta dan sakit hati yang teramat dalam?Hana berdiri dan mendekati David, Riana, dan Mario."David, tolong antarkan Om Hadi kembali ke panti."David tercengang, demikian pula Riana dan Mario yang tidak bisa menutupi rasa terkejutnya."Baik, Tante," jawab David.Tanpa melihat mantan suaminya pergi, Hana langsung masuk ke dalam rumah. Hati Riana dan Mario perih ketika melihat raut wajah sang ayah yang kecewa dan pilu.Riana menyusul ibunya masuk ke dalam kamar. Ia melihat Hana duduk di tempat tidurnya sambil termenung. Riana duduk di sisi ibunya dan memeluknya erat."Ibu kenapa? Apa yang Ayah sampaikan?" tanya Riana."Ayah
"Ayah, kami punya kabar gembira untuk Ayah." Riana duduk di hadapan ayahnya dan tersenyum lebar. Mario duduk di kursi yang tersedia di samping tempat tidur ayahnya. Hadi yang sedang berbaring langsung ingin bangun. Riana membantu ayahnya duduk dan memberi bantal di belakangnya sebagai sandaran."Ibu sudah memaafkan Ayah. Kami datang untuk menjemput Ayah pulang ke rumah."Hadi tercengang mendengar perkataan Riana, ia menangis dan tertawa bersamaan. Ia memeluk Riana dan Mario seperti orang yang kegirangan karena mendapatkan hadiah impiannya.Air mata haru mengalir juga di pipi Riana dan Mario. Mario segera mengurus administrasi yang diperlukan. Sementara itu, Riana merapikan barang-barang milik Hadi. Beberapa kali Hadi menyeka air matanya dan termenung, seolah masih belum mempercayai semua hal yang terjadi.Riana membantu Hadi mengganti pakaiannya, lalu mengantar hati untuk berpamitan dengan perawat dan teman-temannya. Hadi terlihat sangat bahagia, Riana berpikir bahwa ayahnya mungkin
Mario berusaha keras menutupi kegirangan di hatinya. Iya tidak menduga bahwa momen indah itu akan terjadi dalam hidupnya. Dalam hatinya Mario selalu berharap untuk dapat bertemu dengan Cindy sekali lagi. Seiring usia yang makin bertambah dan kedewasaan Mario, ia sempat menyesal karena tidak mengantar kepergian Cindy dan selalu bersikap acuh untuk menutupi perasaannya.Secara fisik, Mario adalah pria yang berwajah tampan, tubuhnya tegap dan tinggi, tentu banyak wanita yang tergoda padanya. Namun selama ini dia tetap menutup hatinya dengan rapat. Mario hanya fokus pada kuliah dan persoalan keluarganya."Cindy, ka-kamu semakin cantik." Mario memberanikan diri memulai pembicaraan kembali setelah keduanya dilanda suasana yang canggung.Cindy tersenyum tipis, ia menghargai usaha pria di hadapannya itu untuk bersikap lebih terbuka."Kamu juga bertambah dewasa dan tampan, Rio."Mario merasa wajahnya memerah mendengar pujian dari Cindy. Ia berusaha mengalihkan pandangannya."Kita ke kafe, yuk!
Mario yang semula bersikap dingin pada ayahnya kini mulai kembali melunak. Ia melihat senyum ibunya telah kembali terukir di wajahnya. Ia berharap senyuman itu tidak akan hilang lagi untuk selamanya. Mario mulai bisa memaafkan kesalahan ayahnya dan berusaha menerimanya kembali. Mario melihat ibu melayani ayahnya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Oleh karena itu, Mario dan Riana juga memilih menjaga perasaan kedua orang tuanya. Mereka sangat bersyukur dan menikmati kebahagiaan yang ada dalam keluarga mereka. Kebahagiaan yang nyaris hilang karena ego dan dendam seseorang pada keluarga mereka. Beberapa waktu berlalu, meskipun kisah kelam itu takkan bisa dihapuskan, tetapi mereka tidak ingin mengungkit atau membicarakannya lagi. Semua telah dikubur dalam palung terdalam kisah keluarga mereka. Hidup harus terus berjalan, manusia tidak akan bisa terus berkutat dalam kenangan pahit di masa yang lalu. Hana mulai kembali sibuk di butiknya yang semakin berkembang. Sementara itu, Riana
Mario mengerutkan keningnya saat melihat pria yang duduk di hadapannya. Ia berusaha mengingat, apakah dirinya pernah mengenal pria itu. "Sepertinya kita belum pernah bertemu sebelumnya, Pak," kata Mario. Pria itu masih menatap Mario dengan lekat, seperti sedang memikirkan sesuatu yang sangat penting dalam benaknya. "Saya cukup yakin, kita memang pernah bertemu sebelumnya. Rasanya wajahmu tidak asing bagiku." Mario tersenyum, ia melirik papan nama direktur perusahaan itu. Jason Arga Putra, nama yang terasa sangat asing bagi Mario, namun entah mengapa pria itu justru meyakini hal yang sebaliknya. "Mungkin Bapak salah mengenali orang. Mungkin saja orang yang Bapak kenali itu mirip denganku," kata Mario. "Mungkin juga," jawab pria itu. Ia mengalihkan pandangannya sejenak dan menghela nafas panjang sebelum kembali menatap Mario dan tersenyum. Wawancara pun berlanjut seperti wawancara pekerjaan yang biasanya terjadi. Hal itu juga bukan yang pertama kali untuk Mario. Sudah dua perusah
Cindy menatap Riana dengan bingung. Riana menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia berharap Mario akan kembali membuka hatinya untuk sang mantan kekasih. Cindy mengikuti langkah Mario menuju halaman belakang rumah itu. Di situ sepi dan hanya ada mereka berdua. Cindy dan Mario kini berdiri berhadapan dan saling memandang. Ada rasa yang berbeda saat mereka bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. Sekarang semua rahasia dan kesalahpahaman di antara mereka juga sudah terungkap dengan jelas. "Ada apa, Rio?" Mata Cindy bergerak indah, dengan bibir merah alami yang mampu menggetarkan kembali hati Mario. "Mm... Akhirnya semua sudah jelas sekarang. Aku minta maaf karena sudah salah menilai kamu, Cin. Aku langsung pergi tanpa mendengar penjelasanmu," kata Mario. Cindy menghela nafas lega. Sebenarnya sudah lama ia menantikan saat seperti ini. Perpisahan dengan Mario membuatnya rapuh dan hancur, apalagi mereka berpisah saat rencana pernikahan sudah di depan mata. "Semuanya sudah berla
Wajah Sandra mulai berubah pucat. Rahasia yang ia simpan selama ini ternyata sudah terbongkar. Hadi dan keluarganya mempunyai lebih dari cukup bukti dan saksi yang akan membuat Sandra mendapatkan hukuman berat. Sebelum Mario dan David menaikkan Sandra ke dalam mobil, Sandra melihat pintu pagar rumahnya terbuka lebar. Semua karyawan dan penjaga tak berdaya untuk menolong Sandra, karena David juga menghubungi anak buahnya untuk datang dan berjaga di depan pintu gerbang. Tepat pada saat itu, Sandra yang tidak mau dibawa ke kantor polisi melihat satu kesempatan untuk melarikan diri. Ia berencana untuk melarikan diri dan memaksa salah satu anak buahnya yang ada di pintu gerbang untuk membawanya kabur. dengan sekuat tenaga Sandra memutar roda kursi rodanya. David dan Mario terkejut dan segera mengejar Sandra. "Hentikan dia!" David berteriak pada penjaga dan anak buahnya. Melihat beberapa pria bersiaga untuk menghalanginya, Sandra bergegas berbelok ke arah lain. Sandra hanya berpikir un
Mario dan keluarganya sampai di depan kediaman Sandra. Tentu saja mereka juga membawa serta Raka dan Mira. Raka dan Mira akan bersaksi bahwa mereka memang menerima perintah dari Sandra dan anak buahnya untuk menjalankan skenario yang ia buat. Pagar pintu rumah itu tertutup rapat. Tak ada yang menduga kalau seorang wanita yang cacat di dalam rumah itu bisa mengendalikan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. David dan Mario pun yakin, bahwa Raka dan Mira akan terkejut nantinya saat melihat kondisi Sandra yang sebenarnya. David turun lebih dulu dari mobil dan berbincang sejenak dengan penjaga rumah. David memang beberapa kali pernah datang ke rumah itu untuk mengantar mamanya, sehingga semua penjaga dan asisten rumah tangga sudah mengenalnya. "Apa Tante Sandra ada di rumah?" tanya David pada seorang pria bertubuh besar dan berkacamata. "Apa Mas David sudah punya janji?" tanya pria itu. "Saya keponakan Tante Sandra. Apa saya harus membuat janji untuk bertemu dengan tante saya se
"Masuk!" Seorang anak buah David mendorong Miranda alias Mira masuk ke rumah Mario. Wanita itu ingin menolak, tapi tentu tenaganya kalah besar jika dibandingkan dengan tiga orang pria bertubuh besar yang berada di dekatnya. Mario dan semua orang yang ada di dalam rumah pun keluar menemui Mira. "Miranda...." Mario menatap wanita itu, kini dengan rasa yang berbeda. Mira menundukkan kepalanya dan tidak mau menatap wajah Mario. Penampilan dan riasan wajah Mira kini jauh berbeda. Ia berdandan lebih menor dan menjadi dirinya sendiri. Sikap dan gayanya juga terkesan lebih angkuh daripada Miranda yang biasa dikenal oleh Mario. Setelah beberapa saat menghindar dari pandangan mata mantan kekasih palsunya, Mira akhirnya memberanikan diri menatap mata Mario. Semua bisa melihat rasa kesal dan kemarahan Mario saat itu. "Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura menjadi kekasihku?" tanya Mario. "Rio, sebaiknya kita bicara di dalam. Gak enak dilihat dan didengar orang lain." Hana mengingatkan Mar
"Aku sama sekali gak tahu identitasnya, Rio. Aku hanya mengenalnya sebagai Tante Jelita. Saat aku mendengar suaranya, sepertinya dia wanita yang tegas. Dia juga punya anak buah dan bisa mengatur segala sesuatu sesuai dengan keinginan hatinya," kata Raka. "Kenapa semuanya serba kebetulan seperti ini? Apa wanita itu ada hubungannya dengan Miranda? Kenapa sepertinya orang itu punya rencana untuk menghancurkan hidupku dan hubunganku dengan Cindy?" tanya Mario. "Benar, Mas. Sepertinya rencana ini sudah diatur dengan rapi oleh seseorang," kata Riana. "Siapa orang yang bisa berbuat setega itu?" tanya Cindy. "Hanya satu orang yang bisa berbuat seperti itu." Mario menatap ibu dan ayahnya. "Apa mungkin ini rencana Tante Sandra? Tapi itu gak mungkin, kan?" kata Riana. "Aku juga punya kecurigaan yang sama, Ria. Seumur hidupku, aku hanya menemukan satu orang yang begitu berambisi menghancurkan kehidupan orang lain," ujar Mario. "Tapi Sandra sekarang sakit, Nak. Dia bukan lagi Sandra yang da
"Tolong tunggu sebentar, Tante! Saya datang untuk menjelaskan semuanya." Cindy memegang tangan Hana dengan erat. "Menjelaskan tentang apa? Bukankah semuanya sudah jelas? Kalian sudah resmi menikah, kan? Tolong jangan usik Mario lagi! Saat ini dia sedang dalam kondisi yang gak baik," kata Hana. Mendengar keributan di depan, Riana keluar dari kamarnya. Ia segera mendekat ketika melihat kedatangan Cindy."Bu, jangan marah dulu! Mbak Cindy juga batal menikah, Bu," kata Riana. "Apa?! Kenapa?" Suara Hana mulai melunak saat mendengar cerita Riana. Riana memang belum sempat menceritakan apa yang ia ketahui dari Cindy, karena ia ingin Cindy yang menceritakan sendiri pada Mario dan orang tuanya. "Bu, biarkan mereka masuk dulu! Mereka pasti baru saja sampai. Aku akan membuat minuman dan memanggil Mas Rio. Mbak Cindy akan menceritakan semuanya pada kita," kata Riana. Hana akhirnya mengijinkan Cindy dan Raka masuk ke dalam rumah. Cindy dan Raka duduk di sofa, sementara Riana membuatkan minuma
Hari yang dinantikan oleh Cindy akhirnya tiba. Pagi itu ia sudah ada di bandara dan menunggu Raka. Mereka akan pergi menemui Mario untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Cindy memakai kaus kasual dan celana panjang berwarna hitam. Ia memakai kacamata hitam dan membawa sebuah tas koper. Ia juga akan pulang ke rumah orang tuanya dan tinggal beberapa hari di sana. Cindy duduk di bangku yang tersedia di luar bandara. Di tangannya ia menggenggam ponsel dan terus memantau keberadaan Raka. Cindy cukup tenang ketika Raka memberi tahu bahwa ia sudah ada cukup dekat dengan lokasi bandara. Beberapa menit kemudian, Raka datang menghampiri Cindy. Ia membawa tas ransel di punggungnya dan tersenyum ramah. "Maaf lama menunggu, tadi jalanan macet," kata Raka. "Gak apa-apa, Mas. Aku juga belum lama sampai di sini. Ayo kita masuk!" ajak Cindy. Bagi Raka, perjalanan ini juga sangat penting. Ia cukup puas akan menghabiskan waktu bersama dengan Cindy. Hal yang membuatnya semakin senang adalah
Seorang pria berjaket tebal dan berkacamata hitam berhenti sejenak di depan ruang perawatan Raka. Setelah mengintip sejenak dari celah tirai jendela yang terbuka, ia melangkah pergi ke sudut rumah sakit yang sepi. Setelah merasa cukup aman dan tidak ada yang akan mendengar ucapannya, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Halo, Nyonya. Saya sudah berhasil melaksanakan tugas dari Nyonya," katanya. "Oh ya? Bagaimana hasilnya?" tanya Sandra dari ujung telepon. "Lukanya cukup serius, dia dirawat di rumah sakit. Tolong kirim uang yang Nyonya janjikan sekarang, karena saya harus segera kabur dari kota ini sebelum ada yang curiga," bisik pria itu. Matanya tetap lincah mengawasi keadaan di sekitarnya. "Saya harus mengetahui kondisi Raka yang sebenarnya. Kenapa dia gak m4ti saja?" tanya Sandra. "Nyonya hanya memberi perintah untuk membuat dia mengalami kecelakaan. Saya sudah melakukan tepat seperti yang Nyonya perintahkan," jawab pria itu. "Kirimkan dahulu foto-foto Raka sebagai bukti! S
"Terimakasih banyak, Nak Cindy. Kami janji akan membayarnya segera," ucap Bapak Raka sambil menangis haru. Cindy tersenyum tipis, ia tidak dapat menahan diri untuk menolong Raka, walaupun itu berarti harus mengorbankan uang tabungannya. Cindy juga sadar, mungkin rencananya untuk menemui Mario akan tertunda sampai kondisi Raka pulih. Jika Cindy memaksa menemui Mario saat ini, mungkin Mario akan menolak dan meragukan keterangannya. Bagaimanapun juga, ia membutuhkan keterangan dan pengakuan dari Raka tentang kejadian yang sebenarnya. Kedua orang tua Raka segera masuk ke ruangan IGD, sementara Cindy menuju bagian administrasi. Ia mengisi formulir rawat inap pasien dan memberikan sejumlah uang deposit. Pihak rumah sakit akan segera memindahkan Raka ke ruang perawatan. Setelah menyelesaikan semua proses yang diperlukan, Cindy segera menyusul ke ruang perawatan Raka. Ia berjalan perlahan dan menunggu di depan pintu, karena Raka sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. "Nak, syukurlah