“Not good,” ucap Galaxy tersenyum tipis. Meski di wajahnya ada sedikit kekecewaan.
Brooke sebagai teman yang baik, mengajak Galaxy keluar dari mall tersebut dan pergi ke cafe untuk membeli kopi dan sedikit camilan. Lalu, keduanya pergi ke taman. Di sana Brooke mengajak Galaxy untuk menikmati ketenangan itu untuk menenangkan harinya.
Dengan ketenangan itu, hati Galaxy yang sakit karena kekalahan itu menjadi sedikit terobati. Dia tidak ingin kembali dengan wajah yang sedih di depan keluarganya. Pemuda itu mengikuti kompetisi itu hanya ingin mengetahui kesukaannya saja.
Ternyata, dia lebih dari menyukai kegiatan memasak sehingga ingin belajar lebih banyak. Ada satu impian yang mulai menarik hatinya. Mungkin dia akan tetap magang dan belajar mengenai perusahaan tapi dia ingin tetap mengejar impian barunya.
“Ayo, Brooke, kita pulang. Udah malem banget,” ajak Galaxy yang sudah kembali ke dirinya sendiri.
“Ok, mampir
“Galen kenapa sih, main jatuhin ponsel orang,” gerutu Galaxy kesal menatap ponselnya yang di lantai.Galaxy mengambil ponselnya yang terjatuh dan penasaran apa yang membuat saudaranya panik. Lekas dia nyalakan ponsel tersebut. Matanya membelalak menatap pesan panjang dari Brooke yang berpamitan.Pemuda yang baru saja selesai dari kamar mandi langsung mengganti kaosnya dan menyusul saudaranya yang masih ada di parkiran mobil.“Kamu mau apa, Len?” tanya Galaxy menghalangi sebelum saudaranya berbuat macam-macam.“Aku harus menemui Brooke sebelum dia pergi, Gal. Aku merasa hanya ini kesempatanku menemuinya. Bisa jadi kita gak akan ketemu dia lagi setelah ini,” ucap Galen lemah.“Oke, aku yang menyetir karena aku gak ingin kamu kenapa-kenapa. Sekarang lebih baik kamu cuci muka dan ganti baju dulu,” saran Galaxy yang melihat saudaranya masih berantakan.Galen pun harus didorong adiknya untuk mencapai
“Om, kenapa tidak bisa mengerti keinginan anak sendiri!” teriak Galen membela Brooke. Dia tahu gadis itu tidak ingin pergi dari Springham.“Kenapa? Dia anak saya, putri saya satu-satunya. Siapa kamu!” bentak ayah Brooke murka. “Brooke, apa benar kamu tidak ingin kembali bersama daddy?”Brooke menunduk, air matanya telah jatuh tak tertahankan karena dia tidak ingin mendengarkan pertengkaran. Dia meninggalkan sisi pemuda yang dia sukai karena percuma, dia tidak bisa meninggalkan sang ayah. Setidaknya untuk saat ini.Lebih baik berpisah sekarang dan dia akan menyusun masa depannya seperti yang ayahnya mau. Ya, gadis muda itu yakin jika bukan saatnya menjadi anak yang durhaka.Brooke kembali ke ruang tamu dengan membawa dua buah koper yang berisi dengan pakaiannya selama ini. Tangannya digandeng oleh ayahnya tapi ditepis karena dia ingin meminta maaf kepada si kembar atas kebaikan mereka selama ini.“Kamu yakin
“Dasar gak profesional!” Joanna menutup teleponnya dengan kesal, usai bengkel langgangannya menolakmenangani mobilnya yang tiba-tiba mogok dan berasap di tengah jalan.Tidak tahu ingin menghubungi siapa lagi, dia pun mencobalagi dengan menyalakan kunci mobilnya, tetapi tetap tidak ada respon. Lantas Joanna keluar dari mobil, dan membuka kap mesinmobilnya. Keluarlah asap dari mesin itu yang membuatnya terbatuk.“Oh, Tuhan!” teriaknya kencang.Joanna menelan kekecewaaan meski dirinya ingin menangiskarena ia sama sekali tidak mengerti apapun mengenai mobil. Temannyayang dia mintai tolong pun tidak membalas. Satu-satunya solusi adalah dengancara meminta tolong kepada pengendara mobil yang lewat. Wanita cantik itumencoba melambaikan tangan, tetapi tidak ada satu pun mobil yang berhenti.Beberapa menit kemudian, sebuah mobil mendekat setelah diamelambai untuk yang kesekian kalinya, hingga tangannya terasa kebas.Pengemudi mobil sedan berwarna merah itu menepikan kendaraannya di de
“Hey, Anna! Kau melamun?” seru Elise memanggil Joanna yang sedari terlihat termenung.“Maaf, Lis. Ada apa?” sahut Joanna yang masih sedikit linglung. Dia masih memiikirkan ujian yang baru saja dilakukannya.“Kamu khawatir ujianmu tidak lolos lagi? Ayolah, jangan pesimis dulu.” Elise adalah teman yang selalu memberinya semangat jika dia sedang sedih.Joanna hanya menggeleng sambil tersenyum lalu kembali ke pekerjaannya sebagai sekretaris umum. Salah satu hal yang membuatnya mengikuti ujian sertifikasi adalah agar dia bisa ditugaskan menjadi sekretaris dengan jabatan yang lebih tinggi dan tentunya mendapatkan gaji yang lebih besar. Tidak seperti sekarang, wanita itu masih berpindah-pindah bagian sesuai posisi yang kosong.Kemudian, Joanna teringat akan mobilnya yang entah bagaimana nasibnya. Saking terburu-burunya dia lupa tidak meminta kartu nama pria itu. Meski dia yang sudah memberikan kartu nama dan nomor ponselnya, tetapi Joanna harus menunggu pria itu mengirim pesan kepadanya lebi
“Hah. Tanner?” desis Joanna yang tidak yakin akan pendengarannya. “Lionel James Tanner adalah putra Franklin Tanner?”Namun, semua keraguan dan rasa penasaran itu hilang begitu melihat sosok laki-laki yang sedari kemarin telah menolongnya sedang berdiri di atas panggung. Wajah Joanna menjadi pias dan tanpa sadar ia telah menahan napas.‘Jadi, selama ini hidupku masih saja berhubungan dengan Tanner? Argh,’ erang Joanna hanya dalam hati.Saat Elise menepuk bahu Joanna, dia menghembuskan napas yang sedari ditahannya.“Kamu kenapa, Anna? Capek berdiri? Mau pergi dari sini?” Elise merasa temannya terlihat tidak baik-baik saja. Bibirnya yang kehilangan warna darah membuatnya khawatir.“Ah, aku tidak apa-apa. Aku hanya kaget dengan pimpinan kita yang baru. Itu saja- ya itu saja,” balas Joanna lebih kepada meyakinkan dirinya sendiri. Ia tersenyum canggung.Elise pun memilih untuk tetap di samping temannya itu, dan mulai memperhatikan sambutan yang disampaikan oleh pimpinan baru mereka. Sement
“Buka pintunya!” teriak Joanna kali ini lebih keras.Wanita itu semakin panik, sementara Lionel terkejut melihat seorang bocah laki-laki memanggil Joanna dengan sebutan ibu dan membuat wanita itu gelisah. Akhirnya ia membuka pintu sesuai permintaan Joanna. Lionel melihat sekretarisnya menghampiri bocah kecil itu dan cepat mengajaknya masuk ke dalam. Saking paniknya Joanna, pria itu jadi tidak fokus melihat wajah si bocah.Karena pintu rumah sekretarisnya tidak terbuka lagi, Lionel memutuskan untuk pergi dari sana. Entah bagaimana caranya dia sampai di hotelnya dengan selamat, saking terkejutnya dia dengan kenyataan bahwa Joanna sudah memiliki anak.Sementara itu, Joanna meminta kedua putranya untuk berkumpul di ruang tamu. Dia khawatir apabila Lionel sempat melihat putranya. Kedua putranya yang berusia 6 tahun itu menurut dan menunggu di ruang tamu sementara ibunya selesai mandi.“Dengar, kalian berdua, lain kali jika sudah malam jangan keluar rumah sembarangan seperti tadi,” tegur Jo
“Apa??” Lionel terkejut dengan permintaan ayahnya.“Iya, Tuan. Menikah dengan wanita yang fotonya ada di dalam amplop ini, atau sisa warisan ayah anda akan disumbangkan kepada yayasan yang sudah dipilih. Waktu yang diberikan ayah anda adalah satu tahun sejak anda menerima foto tersebut. Hanya itu yang bisa saya sampaikan. Saya permisi,” pamit pengacara itu setelah menyerahkan amplop tersebut.Lionel masih termenung dan tidak bergerak dari posisinya. Saat Jeff menghampirinya, baru dia berdiri dan menyimpan amplop itu di laci kedua ruang kerja ayahnya. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dijadikan syarat oleh ayahnya.“Maaf, Tuan, mengganggu istirahat anda, tetapi ini laporan yang harus anda periksa dan tanda tangani untuk kerja sama dengan Soft Game Inc karena sudah tertahan selama tiga hari kemarin.” Jeff meletakkan dokumen tersebut di meja kerja. Dia meninggalkan tuannya sendirian karena dia masih berkabung."Baiklah, terima kasih, Jeff. Untuk sementara, kamu gantikan aku berada
“Gak mungkin! Ini gak mungkin.” Lionel tidak terima dengan isi surat itu. Lionel yakin jika dirinya tidak mungkin memiliki anak karena dia selalu bermain aman. Namun, foto-foto itu mengaburkan keyakinannya. Dia mengirim pesan kepada Jeff untuk menjemputnya besok di rumah ayahnya. Ya, pria itu sekarang sudah menempati rumah ayahnya karena diminta oleh pengacara ayahnya.**Di kediaman lain, kedua putra Joanna sedang mengerjakan tugas sekolah malam itu. Mereka tampak serius karena seharian ini mereka bermain di taman bermain dekat rumah mereka. Joanna menatap sendu kedua putranya dari kursi makan tempatnya duduk. Dia merasa bersalah kepada keduanya karena telah membuat mereka tidak memiliki figur ayah. Namun, wanita itu juga tidak ingin kedua putranya mengalami penolakan sepertinya jika ayah mereka tahu. Dulu pernah, saat mereka di usia 4 tahun, Galaxy bertanya mengapa tidak pernah terlihat sosok ayah. Ketika ditanya alasan, bocah kecil itu menjawab dengan polosnya bahwa dia ingin di