”Memenuhi perintahku? Hanya ketika itu menguntungkanmu, kan?” Aku melontarkan kata-kata itu padanya. “Kukira pertemanan kita selalu nomor satu.”“Apa? Apa yang kamu bicarakan?” tanyanya kebingungan.“Aku harus pergi, kita bicara lagi nanti.”“Apa? Tunggu, Jason…!” Dia mencoba menghentikanku, tapi aku mematikan ponselku sebelum dia bisa menyelesaikan perkataannya.Aku menghela nafas, mengusap wajahku. Aku ingin mengatakan banyak hal padanya, tapi aku menahan diriku sendiri. Pada saat itu, aku melihat kerumunan kecil anak-anak melewati gerbang seraya para wali mereka menjemput mereka. Aku langsung turun dari mobil dan mencari-cari apakah aku bisa menemukan anak yang ada di foto di tanganku.Aku tidak pernah melihatnya dari dekat atau bahkan berinteraksi dengannya, jadi sulit bagiku untuk mengenalinya di antara kerumunan anak-anak itu. Dengan begitu, aku menghampiri kerumunan anak-anak itu dan membandingkan wajah-wajah anak perempuan di sana dengan foto di tanganku. Ini memakan waktu
LauraAku masih berada di ruang kerjaku di kantor Hextec seraya menyelesaikan pekerjaanku sore itu. Singkatnya, waktu yang kuhabiskan di Jakarta Selatan untuk bekerja sama dengan Nemesis sukses besar sampai akhir-akhir ini kami terus mendapatkan pekerjaan, dari perusahaan kecil sampai perusahaan terkenal terus menghubungi layanan pemasaran kami karena rekomendasi dari Nemesis.Sebagai contoh, akhir-akhir ini, aku sedang bekerja dengan perusahaan terkenal bernama Williams Jewels yang merupakan produsen perhiasan mewah, jadi seluruh staf dan aku sibuk bekerja dengan perusahaan itu, yang akan menarik perhatian lebih banyak klien dari panteon itu.Pintuku terbuka dan aku sudah tahu siapa itu karena satu-satunya orang yang bisa memasuki ruanganku tanpa pemberitahuan dari sekretarisku hanyalah Richard, rekanku. Richard masuk ke dalam, dengan buket bunga mawar merah besar di tangannya, dan dia memberikan itu padaku dengan senyuman menggoda.“Wah, buket yang besar sekali!” seruku, berdiri d
Laura“Bukan begitu, Richard. Charme membuatku trauma yang tidak ada kaitannya dengan mantan suamiku,” kataku padanya, mencoba yakin akan hal itu.Aku menelan ludah, merasa dipojokkan oleh pertanyaan-pertanyaannya. Aku tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Dia terdiam, menghela nafas frustrasi seraya terus menyetir. Dia tidak mengatakan apa-apa lagi, seolah dia sudah menyerah mendiskusikan hal itu denganku. Ketika aku mengira dia tidak akan berkata apa-apa lagi, dia bertanya lagi ketika sedang memarkirkan mobil di dekat tempat penitipan anak Anna.“Katakan yang sebenarnya, Laura. Apakah kamu masih menyukainya? Mantan suamimu yang berengsek itu.”Aku membetulkan rambutku, menatap ke depan, merasa gugup. Kenapa dia menanyakan hal itu? Apa masalah dia?“Apakah kamu tahu kalau diam artinya setuju?” katanya, sudah mengambil kesimpulan.“Aku tidak setuju pada apa pun, Richard. Aku tidak menyukai Jason, kamu hanya paranoid,” ujarku padanya.“Paranoid? Sudah berapa lama kita ber
Laura“Apakah kamu yakin tidak ada anggota keluarga atau teman terdekat yang menjemputnya dari tempat penitipan hari ini, Nyonya?” tanya petugas polisi ketika aku melapor ke kantor polisi terdekat. Hari sudah gelap dan aku hampir berubah menjadi wanita gila yang putus asa, mencari-cari anaknya ke semua tempat.“Tidak, Pak. Aku hampir tidak memiliki teman dekat di sini, dan jika iya, tidak ada yang akan menjemput anakku tanpa izinku atau sebelum berbicara denganku, jawabku pada petugas polisi itu. Aku telah menelepon semua teman dan orang yang dekat denganku, tapi tidak ada satu pun yang sedang bersama anakku, yang membuatku makin khawatir.Ke mana anakku pergi?“Sayangnya, tidak ada yang bisa kami lakukan sebelum 24 jam berlalu sejak anakmu hilang untuk membuat laporan bahwa anakmu menghilang,” kata petugas polisi itu, membuatku menghela nafas frustrasi.Aku meninggalkan kantor polisi itu tanpa hasil dan menelepon penjaga pintu kondominiumku dengan harapan Anna pulang ke rumah send
Laura“Maksudmu anakku diculik?” tanyaku takut-takut.“Aku tidak bermaksud apa-apa, tapi itu adalah sebuah kemungkinan. Ada banyak orang-orang jahat yang menipu anak-anak dengan makanan manis lalu menculik mereka,” katanya dan aku meletakkan tanganku di dadaku ketakutan.Aku menelan ludah menyadari kemungkinan bahwa anakku telah diculik. Astaga, jika itu benar, maka semua hal lebih mengkhawatirkan dari yang kukira.“Tama, jangan menakutinya seperti itu. Bahkan jika seseorang dengan niat aneh telah membawa Anna dengan menawarkannya makanan manis dan jajanan, anak itu pintar dan akan tahu bagaimana caranya untuk menjauh. Laura telah mengajarkan anaknya dengan sangat baik sampai dia tidak akan tertipu oleh hal-hal itu,” kata Fia untuk menenangkan aku. Dia dan Tama masih di perjalanan menuju Bogor untuk membantuku mencari anakku.“Aku bukan ingin membuatmu panik, Laura, tapi faktanya adalah fakta. Anak itu mungkin pintar, tapi dia hanyalah anak berumur lima tahun. Kamu tidak bisa mengh
”Ibu Anna ingin tahu apakah kamu melihat Anna hari ini ketika kamu pulang dari tempat penitipan anak, Nak,” kata Natasha pada anaknya.“Iya, aku melihatnya, kami bermain di lapangan sampai ayahnya datang untuk menjemputnya,” kata anak itu dengan tenang.Aku menatap pasangan itu dan menggeleng kepalaku, berkata, “Tidak ada yang menjemput Anna dari tempat penitipan hari ini…” Pasangan itu terlihat sedikit ketakutan ketika mereka mulai menyadari seberapa serius situasi ini.“Apakah kamu yakin ayah Anna menjemput temanmu dari tempat penitipan, kawan?” tanya ayahnya pada anak itu dan anak itu mengangguk.“Dia bilang dia adalah ayahnya dan dia akan membelikannya cokelat panas dan burger untuk Anna. Aku juga mau, tapi dia bilang lain kali dia akan membelikannya untukku,” kata anak yang polos itu.“Astaga,” kata Natasha, badannya bergidik. Ada sesuatu yang tercekat di tenggorokanku. Ternyata, anakku telah diculik.“Bisakah kamu mendeskripsikan ayah Anna, Ciko?” tanya Natasha pada anaknya
JasonSegera setelah aku menjemput anakku dari tempat penitipan anak, aku memenuhi janjiku dan membawanya ke toko jajanan dan memakan jajanan bersamanya. Dia sangat menggemaskan dan tidak berhenti berbicara mengenai apa pun, terutama ibunya dan kehidupan yang mereka jalani. Dia juga anak yang penasaran dan banyak bertanya padaku.“Apakah kamu mengenal ibuku?” tanyanya seraya meminum jusnya.“Tentu saja. Aku mengenalnya dengan baik,” jawabku padanya.“Siapa namamu?”“Panggil aku Papa,” kataku dan matanya membelalak kesenangan.“Sungguh? Aku bisa memanggilmu Papa?”“Tentu, aku ayahmu, ‘kan? Kamu boleh memanggilku Papa,” kataku padanya, tersenyum dan mengusap rambutnya.“Aku selalu ingin memanggil seseorang Papa. Ibu melarangku memanggil Ricky Papa,” katanya, melahap kentangnya.“Karena dia bukan ayahmu yang sebenarnya, dia hanyalah temannya ibumu.” Aku bersikeras memberi tahunya dan dia tersenyum lebar.“Apakah kamu akan tinggal dengan kami? Orang tua Jacob tinggal bersama denga
”Bisakah kita berfoto di depan pohon Natal itu?” tanyanya setelah beberapa saat jadi kami mengambil banyak foto sambil tertawa-tawa dan membicarakan tentang hari Natal, Santa, dan hal-hal yang tidak terlalu penting.Ketika aku bersamanya, rasanya seperti berada di orbit yang berbeda, di sebuah dunia yang mana aku merasa sangat bahagia dengan anakku. Rasanya luar biasa bagaimana aku bisa melupakan semua hal ketika aku bersama dengan gadis kecil ini. Aku terus bermain dengannya di plaza sampai hari makin malam dan udara makin dingin.“Hatchim!” Gadis itu bersin.“Kedinginan, ya?” tanyaku dan dia tertawa kecil. “Sebaiknya kita ke tempat yang lebih hangat.” Aku menggendongnya dan membawanya kembali ke mobil.“Apakah kita akan pulang? Mama pasti menungguku,” katanya saat aku membawanya ke dalam mobil dan memasangkan sabuk pengaman.“Mama tinggal bersamamu selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya untukmu menghabiskan waktu dengan Papa?” tanyaku, mengusap ujung hidungnya yang kemerahan
LauraCassandra Maharani, tunangan Josh, pergi bersama kami dan temannya menuju kamarnya, tempat para tamu lainnya seharusnya berada. Fia dan aku mengikutinya dalam diam, mendengarkan gadis itu mengatakan betapa dia sangat bersemangat karena besok adalah hari pernikahannya. Flatnya kecil, tapi dijaga dengan baik dan wangi, menunjukkan bahwa gadis itu bersih dan pandai merawat dirinya sendiri. Ketika dia tiba di kamarnya, kami mendapati beberapa wanita lainnya di sana—beberapa wanita yang lebih muda adalah teman-teman Cassie juga, satu wanita tua yang dia perkenalkan sebagai ibunya, dan, mengecewakan bagiku, Niken Aditama—dokter dan pacar Jason—juga ada di sana.“Senang bertemu denganmu, Laura,” katanya padaku, sambil melambaikan tangannya dengan senyum yang sedikit angkuh. Sebenarnya, aku tidak yakin apakah dia dan Jason benar-benar berpacaran, tapi jika dia ada di pesta lajang tunangan Joshua, yang merupakan perkumpulan yang sangat privat, jelas sekali bahwa dia ada di sana sebagai
Laura“Apakah kamu yakin tunangan Josh tinggal di gedung ini?” tanyaku pada Fia setelah kami turun dari mobil dan memasuki bangunan sewa rendah di pinggiran Bekasi.“Alamat di undangannya bilang memang di sini,” jawabnya sambil melihat tempat itu.Aku membaca undangannya untuk memeriksanya, lalu menaikkan sebelah alisku. “Yah, tampaknya kita memang berada di tempat yang benar,” komentarku sambil meletakkan catatan itu di tasku.“Kamu kenal dia, ‘kan?” tanya Fia padaku.Aku mengangguk. “Aku sudah pernah bertemu dengannya sekali. Joshua waktu itu mengundang Gideon dan aku untuk makan siang bersama. Sejujurnya, aku bahkan sebelumnya tidak tahu dia mengenal Gideon.” Dunia di antara para miliarder kecil sekali, jadi pada akhirnya mereka semua bertemu satu sama lain.“Em, keren. Menurutmu dia orang yang seperti apa?” tanya temanku sambil menatap struktur bangunan itu. Kami sedang berjalan ke arah lift. Aku tidak bisa menyangkal bahwa aku sedikit takut oleh tatapan sekumpulan wanita di
JasonKetika Tama dan aku tiba di apartemen Joshua, kami langsung menyadari bahwa dia sudah sedikit mabuk dan gila meskipun pesta lajangnya baru saja dimulai.“Jason Santoso, kamu datang! Ini membuatku luar biasa bahagia,” kata pria itu dengan suara yang lantang seraya dia membuka pintu, memelukku, dan menepuk-nepuk punggungku dengan keras sambil tertawa dengan gembira. Kebahagiaannya tercampur dengan minuman, membuatnya lebih bahagia daripada yang seharusnya.“Tentu saja aku datang. Aku tidak akan melewatkan acara yang amat sangat penting ini,” jawabku, memeluknya juga.“Ini luar biasa,” gumamnya sambil menarikku ke sebuah pojokan di lorong masuk rumahnya. “Dengar …. Kamu harus tahu bahwa ayahmu ada di sini. Aku tahu kamu dan dia tidak akrab dan aku mengerti, tapi dia adalah salah satu sahabatku.” Dia terlihat merasa bersalah ketika dia mengatakannya.Aku menggelengkan kepalaku. “Tentu saja aku mengerti. Kamu tidak perlu minta maaf. Ini adalah pesta lajangmu, hari untuk mengesamp
TamaKami baru saja tiba di Bekasi. Karena kami memiliki anak-anak, bepergian sekarang terasa jauh berbeda dan lebih menegangkan daripada sebelumnya ketika kami hanyalah sebuah pasangan yang bebas. Sekarang, kami jarang berlibur di akhir pekan, tidak sampai kami telah selesai mengurus anak-anak kami. Jadi, karena ada pernikahan Josh dan dia telah mengundang Fia dan aku juga, kami harus membawa anak-anak kami ke Bekasi supaya bisa menghadiri upacara pernikahan teman kami yang sangat ditunggu-tunggu oleh semua orang.Karena Joshua telah bercerai dengan mantan istrinya sepuluh tahun yang lalu, dia tidak pernah menjalin hubungan serius lagi karena dia bilang urusan cinta tidak cocok dengannya, tapi tampaknya wanita yang muncul ke kehidupannya ini mampu merubah pikirannya itu hingga membuatnya ingin menikah lagi setelah sekian lama. Jadi, kami semua yang dekat dengan Josh benar-benar ingin menyaksikan momen spesial ini untuk teman kami.“Kamu bilang pesta lajang Josh akan diadakan di apa
LauraKarena Jason dan aku memutuskan bahwa kali ini kami akan mengenyampingkan perselisihan kami supaya tidak menghancurkan kenangan yang akan putri kami miliki hari itu, hidup bersamanya bahkan terasa nikmat. Sungguh menakjubkan betapa mudahnya kami tertawa ketika perdamaian terwujud—meskipun itu hanya kepura-puraan.Jadi, kami pergi ke taman hiburan bersama Anna dan kami benar-benar bersenang-senang dengan banyak mainan raksasa di sana. Selama beberapa saat, kami dapat melupakan segala hal dan hanya menikmati waktu bersama putri kami.Setelah itu, kami pergi ke sebuah restoran dan makan sambil berbincang. Aku sedang memisahkan bawang bombai dari makanan putriku karena dia tidak menyukainya, tapi Jason memakan bawang bombai itu untuknya, mungkin untuk mendorong gadis itu agar dia mau memakannya karena anak itu suka meniru ayahnya.“Papa suka makanan yang manis atau yang gurih?” tanya gadis itu dengan bersemangat.“Hei, singkirkan makanan-makanan manis dari pandanganku. Itu membu
LauraJason dan aku tetap di sana, menonton penampilan gadis kecil itu seraya dia tampil bersama teman-teman sekelasnya. Aku senang sekali melihat Anna tumbuh menjadi anak yang makin bahagia hari demi hari.“Dia anak yang manis. Benar, ‘kan? Sangat menggemaskan,” komentar Jason juga, tersenyum dengan bahagia.“Iya, dia tampil dengan baik,” jawabku, juga sepenuhnya jatuh cinta padanya.“Harus kuakui bahwa kamu telah membesarkannya dengan baik,” komentarnya, membuatku menoleh ke arahnya.“Menarik sekali mendengar itu darimu ketika kamulah yang mencoba merenggutnya dariku,” tuduhku.“Ah, jangan begitu. Biarkan aku menikmati penampilan putriku dengan tenteram,” katanya sambil membetulkan posisi duduknya.Aku menggeram dan mengembalikan perhatianku pada putriku yang hanya menghiasi kami dengan pesonanya. “Oh, sial. Aku harus menghapus bagian ini,” komentarku pada diri sendiri, melihat video yang sedang kurekam. Aku tidak ingin bagian bodoh ketika aku dan Jason berdebat tertangkap di
LauraMalam itu, aku lebih memilih untuk tidur di kantorku lagi ketika jam kerja sudah berakhir. Aku berbincang dengan putriku melalui ponsel hingga dia tertidur. Lalu, aku memandang langit-langit ruang tengahku, mencoba mencari rasa kantuk yang tidak kunjung datang. Pada saat itu, aku berujung memikirkan tentang pesan yang kuterima dari penggemar rahasia itu dan aku bertanya-tanya siapa pengirimnya.Apakah itu Gideon? Karena kami sekarang berpisah, dia mungkin ingin mencari cara yang kreatif untuk membuatku terkesan. Aku merasa itu sedikit mencurigakan jika dia adalah Gideon karena dia tidak seromantis itu. Dia jarang memikirkan hal-hal seperti ini. Aku juga berpikir mungkin itu dari Jason, tapi setelah percakapan terakhir kami mengenai perasaan kami, sudah jelas bahwa dia tidak akan mencoba lagi dan bahwa kisah kami telah berakhir. Dia bahagia sekarang, mencoba menjalin hubungan dengan wanita baru itu, jadi sangat tidak mungkin bahwa itu adalah surat dari Jason.Ini membuatku berp
LauraKeesokan harinya, Jason muncul di kediaman Keluarga Kusuma untuk menjemput Anna. Karena pengawal itu bersama dengannya sekarang selama dua bulan ke depan, aku tidak dapat melakukan apa-apa selain menurut dan berharap Jason akan melakukan kesalahan supaya Anna bisa kembali padaku.“Kapan aku bisa bertemu dengannya? Apakah kamu bahkan tidak akan memberikan aku beberapa hari dalam satu minggu untuk menghabiskan waktu bersamanya?” tanyaku pada Jason ketika kami sudah sendirian sambil menatap Anna yang sedang bermain dengan Abel di area kolam renang rumah Keluarga Kusuma.“Kamu tinggal di mana sekarang?” tanyanya ingin tahu. Aku hanya memandang tanah, merasa malu, menggigit bibir bawahku dengan pelan. “Bukankah kamu memakai gaun itu kemarin ke pengadilan?” ujarnya.Aku memandang gaun berwarna kremku yang sudah kering dan bersih karena Fia telah meminta Neli untuk mengurusnya. Aku membetulkan rokku, merasa diperhatikan. “Apakah sekarang kamu bertanggung jawab terhadap apa yang kupa
LauraJadi, setelah itu, Fia meminjamkan aku baju ganti yang kering dan bersih untuk kupakai yang terdiri dari celana linen longgar berwarna putih dan blus yang berwarna terang. Aku merasa konyol memakai pakaian itu, tapi rasanya nyaman sekali. Fia adalah orang yang terhubung dengan alam, spiritual, dan gaya yang bersih. Rasanya sangat nyaman berada di sekitarnya. Jadi, aku pun pergi bersamanya ke dapurnya, tempat putri kami dan suami Fia sedang sibuk membuat makan malam—atau mengacaukan dapur.“Mama! Mama sudah tiba,” seru Anna dengan bersemangat ketika dia melihatku dan berlari ke arahku, menghempaskan dirinya ke pelukanku dengan senyuman yang lebar dan menawan. Aku melingkarkan dia di dalam pelukanku, memeluknya dengan erat dan membenamkan wajahku di rambutnya. Dia terkekeh dengan semangat, menyadari bahwa hari ini aku memeluknya dengan berbeda, tapi itu tidak berarti dia tidak menyukainya. Aku terus memeluknya seperti itu, hanya merasakan tubuh kecilnya di dalam pelukanku dan mer