“Tunjukan semua koleksi pakaian terbaik toko ini.”Pria yang bernama Ashaf itu tersenyum dengan anggukan. “Silahkan ikut saya.”Leary menahan pakaian Chaning ketika pria itu hendak pergi. “Chaning, saya benar tidak apa-apa.”“Kau terlalu sering berkata tidak apa-apa. Jangan berpikir aku melakukan ini karena aku peduli, aku hanya malu berdampingan dengan anak yang berpenampilan seperti gelandangan,” jawab Chaning terdengar kasar, namun tersirat jelas di matanya jika sesungguhnya dia memang peduli dengan Leary.Leary sempat tediam untuk mencerna kata-kata Chaning, tidak berapa lama gadis kecil kecil itu akhirnya menyetujuai pekataan Chaning dan mereka segera pergi mengikuti langkah Ashaf.Pupil mata Leary melebar berbinar mengagumi segala hal yang ada di dalam toko itu. Leary terperangah, melihat untuk pertama kalinya pakaian-pakaian cantik yang berjajaran dengan semua aksesoris hingga sepatu.“Tuan, pakaian seperti apa yang Anda butuhkan untuknya?” tanya Ashaf.Perhatian Chaning tertuj
“Saya hanya ingin memeluk Chaning. Apa boleh?”Langkah Chaning terhenti, pria itu terpaku kaget dengan jawaban Leary. Chaning berdeham canggung kembali berjalan, pria itu merasakan sepercik simpati dan sebuah getaran di hatinya yang berhasil di sentuh.“Baiklah,” jawab Chaning dengan dingin.Genggaman tangan Leary semakin menguat, anak itu mengedarkan pandangannya, melihat anak-anak seusianya yang berada di sisi orang tua mereka. Leary langsung melihat ke sisi lain, memperhatikan kaca-kaca toko yang dia lewati memperlihatkan bayangan dirinya bersama Chaning saat ini.Hati Leary semakin membuncah di penuhi kebahagiaan. Jauh di lubuk hati Leary, dia ingin lebih lama lagi bergandengan tangan dengan Chaning.Leary ingin semua orang melihat dirinya sekarang bahwa dia juga memiliki seorang ayah, meski itu figure sosok ayah palsu.Secara perlahan bibir mungil Leary terangkat mengukir sebuah senyuman lebarnya. Leary tidak ingin hal ini berlangsung cepat, dia sangat berharap bahwa ini semua b
“Chaning kenapa kita di sini?” tanya Leary yang tidak tahu apapun.Chaning melepaskan genggaman tangannya dan duduk. “Kau pilih saja semua kue yang kau mau, setelah ini pulanglah ke rumah.”Leary terpaku, gadis kecil itu melihat etalase lalu melihat Chaning lagi dengan bingung, Leary tidak mengerti dengan ucapan Chaning yang baik kepadanya.“Tuan Chaning sudah memborong semua kue di toko ini, jadi Anda bebas memilih kue yang ingin Anda cicipi jika mau. Saya dengar Anda ulang tahun, mungkin bisa memilih kue ulang tahun,” jelas Romero.Leary terperangah, gadis kecil itu sampai terdiam begitu lama dan meremas permukaan gaun yang dia kenakan.Pandangan Leary dan Chaning saling bertemu. Tubuh Chaning menegak melihat mata Leary yang kini berkaca-kaca dan bergetar. “Apa saya pantas mendapatkannya? Hari ini Chaning sudah memberi banyak hadiah.”Chaning membuang napasnya dengan berat. “Sekarang kau ulang tahun, ambil saja apa yang sudah di berikan orang lain kepadamu, jika tidak suka pulang s
“Saya tidak akan melupakan hari membahagiakan ini, saya sangat berterima kasih, ini..” Leary mengangkat wajahnya dan terisak menatap semua orang dengan air mata yang bercucuran, bibir mungil Leary gemetar mencoba melanjutkan kata-kata yang belum selesai terucap. “Ini hari ulang tahun terindah yang saya pernah miliki. Saya akan mengingatnya. Semoga Tuhan melindungi Chaning dan paman-paman di sini agar kalian sehat dan kita bisa berteman selamanya.”Semua orang semakin dibuat diam dan saling melihat, mereka bertanya-tanya mengapa anak sekecil itu bisa merangkai kata dan mengucapkan sesuatu yang dalam seperti itu?Romero langsung menarik boneka dalam pelukan Leary dan meletakannya di sisi kursi. “Sekarang kau harus memotong kuemu,” ucap Romero dengan senyuman lebarnya terlihat sedang mencoba membangun suasana menjadi kembali menyenangkan.Veloz memberikan pisau kuenya kepada Leary dan memintanya untuk segera melanjutkan pesta. Sementara Chaning, pria itu diam membeku terpaku melihat Lear
“Siapa nama panjangmu?”Leary menggaruk pipinya yang tidak gatal. “Leary McCwin Stone.”Romero menganga semakin terkejut. “Kau anak Darrel McCwin?”Kali ini Leary terdiam, namun bibirnya membentuk senyuman pahit dan mengangguk pelan. “Paman jangan bilang-bilang tuan Darrel, dia akan marah jika saya mengaku anaknya. Tuan Darrel bukan ayah saya lagi.”“Ke-kenapa?” Romero terbata.“Tuan Darrel membenci saya,” lirih Leary terdengar pelan dan menyakitkan. “Paman, terima kasih sudah mengantar saya.”Leary bergeser dan membuka pintu, dengan cepat dia melompat turun dan tersenyum lebar dengan lambaian di tangannya. Leary segera berlari pergi memasuki rumah, meninggalkan Romero yang kini masih mematung karena kaget.“Boss harus tahu. Ini penting dan darurat,” bisik Romero terdengar begitu serius.Romero langsung membelokan kendaraannya dan pergi dengan kecepatan tinggi karena ada kabar penting yang harus dia sampaikan kepada Chaning maupun Liebert.***“Anda ke mana saja? Sejak tadi saya menc
Wajah Leary terangkat dalam cengkraman tangan Vika yang memaksanya untuk membuka mata.“Dengarkan aku. Kau itu anak sialan, karena kehadiranmu, kau sudah memisahkan tuan petri dengan ibunya, kau sudah membuat nona Ellis menderita, kau sudah membuat Megi dipecat, kau juga sudah membuat Burka dipecat, sekarang kau mau membuatku dipecat juga hah? Aku benar-benar tidak sudi! Kau itu pembawa sial. Seharusnya kau bersyukur masih bisa hidup dengan baik di rumah ini. Jika kau menyesal atas perbuatanmu, katakan kepada tuan Petri jika aku tidak boleh dipecat!”Leary tertunduk menggigit bibirnya dengan kuat menahan isakan lebih keras karena mendengar ucapan menyakitkan yang keluar dari mulut Vika.Leary tidak bisa berpikir, dia ingin ingin menjerit tidak mampu menerima kekerasan dan ucapan kejam Vika yang tertuju kepadanya.“Arght, sakit…” rintih Leary dengan napas tersenggal merasakan cubitan keras Vika di pinggangnya.“Jawab aku, katakan padaku jika kau akan mengatakan kepada tuan Petri bahwa
“Kenapa diam? Cepat kemari!”Perlahan Leary membungkuk di lantai dan merangkak di lantai mendekati ranjang, anak itu menahan ringisannya sesekali merasakan lututnya yang masih terluka harus menekan lantai dan punggungnya yang sempat terpukul semakin panas,Hati Petri tertohok begitu dalam, begitu menyesakkan melihat bagaimana Ellis memperlakukan Leary semaunya sendiri.Dalam keraguan Petri mendekat dan berdiri di balik pintu yang terbuka.“Mana?” tanya Ellis dengan ketus.Leary berusaha bangkit dan berdiri dengan lututnya, lalu memberikan paper bag itu kepada Ellis. Tanpa sengaja, Leary melihat sebuah photo besar Ellis bersama seorang wanita.Seluruh kulit Leary meremang, kepalanya terasa pusing berputar-putar karena wanita yang berada di photo itu cukup Leary kenal. Tiba-tiba tubuh Leary terjatuh ke lantai, teringat bayangan suara tangisan ibunya mendengar ucapan kasar sumpah serapah wanita dan mendapatkan pukul beberapa pria besar, sementara Leary yang bersembunyi di dalam lemari h
Liebert membuang napasnya dengan sesak sampai pada akhirnya sebuah cerita terucap, “Ada banyak rahasia yang dimiliki Alice ketika dia memaksa berhenti dari organisasi. Kelompoknya merasa terancam, jika Alice keluar, maka dia diburu banyak organisasi lain karena rahasia yang dia miliki sangat penting dan berhubungan dengan beberapa mata-mata. Satu-satunya cara untuk bisa mengamankan rahasia adalah membuat Alice tidak berdaya.”Liebert berhenti berbicara karena merasakan sesak di dadanya, dengan berat pria itu kembali berkata. “Alice dijebak oleh bajingan-bajingan itu beberapa tahun yang lalu, penglihatannya berkurang dan mereka mematahkan kakinya hingga membuat Alice tidak memiliki kemampuan apapun lagi apalagi untuk berlari. Kehidupannya di dikte dan penuh dengan pengintaian. Mereka tetap mempertahankan Alice karena Alice masih tutup mulut, menyimpan banyak rahasia yang dicari banyak organisasi. Mereka membiarkan Alice hidup, mereka menunggu Alice membuka suara dan memberitahu apa saj
Langit terlihat memerah, dalam waktu beberapa menit lagi akan benar-benar tenggelam. Leary duduk di rerumputan melihat banyaknya daun semanggi yang tumbuh subur.Gadis kecil itu terlihat merenung teringat Petri yang pernah dia beri daun semanggi.Petri, entah mengapa Leary ingin lebih dekat dengannya dan terus memikirkannya. Leary gelisah melihat Petri yang terlihat bersedih.“Apa yang kau lakukan di sini? Masuklah,” titah Chaning yang datang menyusul, sekilas pria itu melihat jauh keberadaan Ferez yang masih menunggangi kudanya di pacuan.Wajah Leary terangkat, menatap lekat Chaning yang kini disinari sinar matahari sore. Pria itu terlihat kuat, indah dan hangat, sehangat matahari sore.Leary tidak bersuara, namun anak itu terus menatap Chaning dalam diam, Leary bergumul dalam pikirannya mencoba untuk merangkai sesuatu untuk diungkapkan.“Kenapa?” tanya Chaning yang menyadari sesuatu.Leary segera berdiri. “Paman, apa boleh saya berteman baik dengan Petri?” tanya Leary terdengar seper
Ferez berjalan sendirian keluar dari kantin sekolah, beberapa saat yang lalu dia sempat pergi ke kelas Leary untuk memastikan keadaannya karena ingin tahu keadaannya. Ferez tidak menemukan keberadaannya, dia sempat berpikir Leary pergi ke kantin sekolah, namun ternyata Leary juga tidak ada.Cukup jauh Ferez melangkah akhirnya dia sampai di taman sekolah, tidak membutuhkan waktu lama untuknya mencari Leary karena kini perhatiannya langsung tertuju pada gadis kecil itu yang kini tersenyum melambaikan tangannya pada Petri yang beranjak pergi meninggalkannya.Ferez juga melihat Duke yang kini tengah berdiri di bawah pohon, Ferez tidak habis pikir dengan keputusan ayahnya yang mengirim Duke dibandingkan pengawal lainnya. Padahal Duke memiliki fisik yang mencolok dibandingkan dengan Romero.Tanpa pikir panjang Ferez segera pergi menghampiri Leary.“Ferez,” sapa Leary dengan senyuman lebar terlihat senang.“Bagaimana kelas pertamamu?” tanya Ferez seraya duduk, namun tatapannya yang tajam it
“Apa boleh saya duduk di sini?” tanya Leary memberanikan diri.Sekali lagi Petri menarik napasnya dalam-dalam, dan berkata, “Duduklah.”Leary memutuskan untuk duduk di samping Petri, sementara Duke berdiri menunggu di bawah pohon sambil berbicara dengan seorang anak laki-laki yang meminta tolong kepadanya karena bolanya menyangkut di dahan pohon.Leary dan Petri duduk berdampingan, keduanya terlihat terjebak dalam kecanggungan meski hatinya saling memiliki rasa penasaran dan bertanya-tanya ingin tahu kabar masing-masing.Petri melirik Leary yang kini membuka bekal makanannya di atas pangkuannya. “Kau mulai sekolah hari ini?”Leary mengangguk dengan senyuman.“Bagaimana perasaanmu?” tanya Petri lagi.“Luar biasa, saya sangat senang.”Petri ikut tersenyum meski jauh di dalam lubuk hatinya dia merasa sedikit iri karena tidak bisa pergi bersama ke sekolah dengan adiknya, malahan kini mereka berdua tampak seperti dua orang asing yang sedang mengobrol.Leary mengambil roti isi yang dibuat o
Noah menopang dagunya memperhatikan gurunya tengah berbicara di depan, perhatiannya sempat teralihkan pada Petri yang tengah membaca buku. Sejak kejadian hari itu, Petri menjadi jarang sekolah, dia harus menanggung banyak tanggung jawab dan lebih mementingkan untuk belajar khusus bisnis dibandingkan dengan sekolah umum untuk anak-anak seusianya.Keadaan Darrel tidak kunjung membaik dan dia terus mendapatkan perhatian khusus, bisa dikatakan mungkin kini keadaan jauh lebih buruk. Beruntung Adelle sering datang membantu Petri dikala dia kesulitan. Kini kediaman keluarga McCwin sudah kosong tidak berpenghuni, Petri lebih memilih tinggal bersama Andrew yang sampai saat ini masih setia kepadanya meski sudah mengundurkan diri.Karena kejadian di hari itu, Petri sempat tidak sekolah selama satu bulan, dia harus mendapatkan banyak bimbingan agar bisa melewati masa traumanya.Kini, Petri yang cerdas dan selalu kompetitif dalam belajar sudah berubah, dia lebih banyak diam dan menyendiri, menja
Chaning dan Liebert duduk dalam ketegangan, kehadiran kedua pria itu membuat seseorang guru yang mengurus administrasi pendaftaran sekolah sempat dibuat diam dan tersenyum canggung.Hari kemarin seseorang bertubuh tinggi besar dangan wajah bertato yang datang memberikan semua berkas keperluan, dan kini yang datang menjadi wali adalah dua pria bertubuh besar.Chaning dan Liebert berpenampilan rapi, namun aura mematikan mereka tetap saja tidak bisa dihindarkan. Terlebih, sebelumnya Russel pernah bertemu dengan Chaning yang pernah mendaftarkan Ferez.Nama Benvolio sangat begitu jarang digunakan, dan nama itu dikenal sebagai nama klan besar keluarga mafia.“Kita pernah bertemu sebelumnya, Anda orang tuanya Ferez?” ucap Russel berbasa-basi, padahal sebelumnya dia sudah dihubungi secara khusus oleh petinggi sekolah bahwa akan ada tamu penting yang akan medaftar anaknya sekolah.Chaning mengangguk samar.Russel berdeham pelan sambil menyeka keringat dingin di keningnya. “Jadi, anak atas nama
“Aku paman kandungnya, aku akan menjadi walinya,” Liebert angkat bicara ditengah-tengah sarapan pagi yang akan dimulai.Pagi ini Chaning dan Liebert tengah berdiskusi mengenai sekolah pertama Leary, nampaknya diskusi itu sedikit terganggu karena Chaning dan Liebert sama-sama ingin menjadi wali Leary.Chaning menengok seketika, pria itu mendorong piring makanan untuk Ferez. “Apa kau sudah lupa? Sekarang aku menjadi ayah angkatnya secara sah, secara garis besar aku lebih berhak menjadi walinya.”Kening Liebert mengerut samar, pria itu tampak tidak setuju dengan apa yang telah Chaning katakan kepadanya. “Ayah angkat di atas kertas, Leary masih memanggilmu paman.”“Memangnya kenapa? Saat kecil, Ferez juga memanggilku Chaning dibandingkan dengan sebutan ayah. Lagi pula, Leary lebih dekat denganku.”Liebert tersenyum miring, pria langsung bersedekap sombong. “Oh ya? Jika kalian sangat dekat, apa kau tahu keahilannya?”“Apa maksudmu? Aku lebih tahu tentang dia dibandingkan denganmu,” debat C
Empat bulan kemudian..Leary terbaring dalam kegelisahan, gadis kecil itu terlihat beberapa kali melihat baju seragam sekolahnya yang digantung di depan lemari. Besok adalah hari pertama dia akan sekolah, Leary sangat gugup dan berdebar hebat tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi besok.Keadaan Leary sudah pulih sejak tiga bulan yang lalu, namun karena dia masih kesulitan berbicara dan takut dengan orang asing, butuh waktu lama untuknya bisa pulih seperti sekarang.Kini, Leary telah kembali menjadi anak yang penuh semangat dan selalu ceria. Sejak tinggal di rumah Chaning, secara perlahan Leary mendapatkan lebih banyak keberaniannya berkat dorongan semua orang.Chaning maupun Liebert, mereka berdua memang tidak begitu bisa bersikap manis dan lembut seperti orang lain. Namun, mereka berdua mampu memberikan banyak kenyamanan dan rasa aman untuk Leary, mereka berdua selalu menumbuhkan rasa percaya diri Leary agar dia berhenti berpikiran buruk lagi dengan orang-orang yang ada di se
Desa Bibury, tempat yang telah Leary tinggalkan, tempat kenangan terakhir Olivia hidup, kini berada di depan mata. Leary berdiri terpaku, berdiri di tengah-tengah rumah kecil sederhana dan kumuh. Pandangannya mengedar melihat ke penjuru tempat, merasakan kembali kenangan indah dirinya bersama ibunya dulu.Leary mengusap dadanya, merasakan sesuatu perasaan yang kosong kini terasa kembali penuh hanya dengan membayangkan wajah Olivia, mencium sisa-sisa aromanya yang masih tertinggal.Di tempat ini, Leary melewati masa indah terakhirnya bersama ibunya. Leary melangkah pelan dalam tuntunan Chaning, mendekati sebuah tungku perapian. Di tempat itu, Olivia menghembuskan napas terakhirnya dalam pelukan Leary. Leary masih ingat, dia memeluk tubuh Olivia yang semula hangat berubah dingin, Leary yang sudah berjanji untuk menjadi anak yang kuat menahan air matanya hingga hembusan napas terakhir Olivia, hingga detak jantung terakhirnya, Leary menangis tanpa suara agar Olivia tidak mendengarnya.
Leary terduduk di kursi rodanya dengan sebuah pakaian yang tebal, gadis kecil itu tidak berhenti memandangi Liebert yang sejak tadi menyisir rambutnya, membantu mengenakan pakaian tebal hingga membantu mempersiapkan kepergian mereka karena pulang dari rumah sakit.Suara ketukan di pintu terdengar, tidak terduga Petri berdiri di ambang pintu. Ini untuk pertama kalinya Petri keluar usai kejadian itu, kini konisi Petri sudah mulai stabil berkat bantuan dokter. Petri berdiri tertunduk terlihat ragu untuk menatap.“Apa aku dibolehkan masuk?” Tanya Petri terdengar pelan nyaris tidak terdengar.Liebert sempat terdiam, pria itu lebih dulu melihat reaksi Leary. Jika Leary ketakutan, maka Liebert akan menolak.Melihat Leary yang terlihat tenang, Liebert akhirnya segera berdiri. “Masuklah,” jawab Liebert memberi izin.Petri mencoba memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menatap Liebert, orang sudah menembak kaki ayahnya dengan kejam. Namun entah mengapa, tidak ada kebencian di dalam ha