"Nggak Gew! Kamu kira pernikahan kita akan bahagia tanpa restu orang tua? tidak akan. Aku sudah janji ke bapak dan ibu untuk menuruti perintah mereka. Aku nggak mau jadi anak durhaka Gew!." Nur mengeraskan suaranya menolak ajakan mantan kekasihnya.
(Apakah menurut Gewa pernikahan itu sepele sehingga dengan seenaknya dia mengajak Nur kawin lari. Menikah bukan hanya menyatukan pasangan, antara laki - laki dan perempuan saja, tapi juga menyatukan keluarga kedua belah pihak).
"Kita masih bisa berteman Gew! Aku harap kamu akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari aku. Maafkan aku. Tidak sedikitpun aku membencimu, ku harap kamu juga tidak membenciku atas keputusan yang sudah aku ambil" pungkas Nur sebelum dia menyeka air matanya lalu pergi meninggalkan pria yang duduk termenung dengan mata yang berkaca - kaca itu.
***Kata umpatan bertubi - tubi nyaring terdengar dari sebuah kamar yang gelap.Beberapa botol alkohol berjejeran di lantai secara acak-acakan. Gewa sudah kehilangan setengah kesadaran setelah menghabiskan entah berapa banyak dari jejeran alkohol itu. Walau begitu ia tetap meneguk minuman haram itu lagi dan lagi. Dia mengingat - ingat kembali kenangan bersama Nur yang begitu indah (dulu), sebelum akhirnya dia harus menerima kenyataan bahwa hubungan yang menjadi salah satu sumber bahagianya itu kini sudah berakhir. Betapa hancurnya dia saat ini. Kehilangan wanita yang dicintai membuat dirinya benar - benar kacau. Sekuat - kuatnya pria seperti Gewa tetap bisa menangis juga. Sesekali dia berteriak sambil memanggil nama Nur. Frustasi. Itulah yang dia alami saat ini. Kalut, terpukul, bimbang, sedih, dan getirnya patah hati sedang menimpanya. Gewa menjadi pemabuk beberapa hari ke belakang. Dan sudah berhari - hari setelah kejadian perjodohan Nur dia absen kerja tanpa alasan. Sehingga membuat dirinya di phk. Pemabuk dan pengangguran, Ya, itulah Gewa saat ini.Mama Gewa yang hanya bisa melihat Gewa dari balik pintu kamar Gewa sangat sedih dan khawatir melihat perubahan sikap putra semata wayangnya itu.Putra yang dulunya periang, dan terbuka kini menjadi kebalikannya. Berubah 180° dari sikap aslinya.Mama Gewa tau masalah yang membuat putranya seperti ini sebab putranya sempat bercerita sekilas, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa - apa.Setiap hari mama yang dengan sabar menasehati tak di gubris oleh Gewa. Disaat alkohol sudah mempengaruhi putranya seperti ini dia tak berani mendekati sebab tak jarang Gewa mengamuk atau membanting barang - barang di kamarnya saat sudah kehilangan akal sehat.Sungguh Gewa yang malang.****
Hari pernikahan Mas Danung dan Nur kian mendekat.
Suana di rumah pak kyai terlihat ramai, mereka begitu sibuk hari ini, tentu saja, ini sudah memasuki H-2 acara pernikahan mas Danung dan Nur. Di dalam rumah itu tampak seorang gadis muda yang sedang bergelayut manja pada bu Yai, namanya Aisyah. Merupakan satu - satunya adik mas Danung yang baru saja pulang dari pesantren. Aisyah adalah gadis yang ceria dan aktif, jahil pula. Sifatnya sangat bertolak belakang dengan mas Danung. Usia Aisyah sebaya dengan Nur. Jarak usia antara Nur dengan mas Danung memang terpaut sangat jauh, yaitu 16 tahun. Meskipun begitu mas Danung terlihat awet muda, memiliki rupa yang baby face memang anugrah dan pastinya di idam - idamkan oleh banyak orang.Semua penghuni rumah itu sedang sangat berbahagia ria. Selangkah lebih dekat, anak pertama dari pak Kyai dan bu Yai akan melepas lajang di usia 35 tahun.Sebentar lagi putranya akan menjadi seorang suami.Namun demikian, perasaan mas danung sedang campur aduk, antara merasa gerogi dan tidak sabar menanti hari pernikahamnya. Tak disangka hanya kurang dua hari lagi dia akan menjadi pemilik resmi gadis yang dia sukai sedari lama, seutuhnya hanya akan menjadi miliknya.Di waktu yang sama pihak keluarga pak Abdul juga sedang sibuk mempersiapkan segala hal untuk pernikahan itu. Sedangkan Nur sedang terbaring lemah di ranjang kamar tidurnya. Dari tempatnya bekerja dia diperbolehkan mengambil cuti selama 10 hari, di mulai dari hari ini. Hal itu tak membuatnya senang, tapi dia malah berpikir bahwa dirinya akan merasa jenuh berdiam diri dirumah dalam waktu yang lumayan lama setelah pernikahannya nanti, apalagi bersama suami yang jelas - jelas tidak dia cintai. huh!
Ibu yang tak melihat putrinya keluar kamar sedari pagi menghampirinya, memasuki kamar Nur untuk mengecek putrinya itu.Melihat putrinya yang masih terbaring Ibu berpikir bahwa Nur masih tidur, ibu segera mendekat untuk membangunkan Nur."Nur, ayo bangun!" panggil ibu dengan suara lembut.
Tidak ada tanggapan dari Nur."Bangun nak, mandi dulu sudah siang. Calon pengantin jangan malas. Ayo bangun!" Ibu mencoba membangunkannya lagi.Mengetahui masih tidak ada tanggapan dari Nur ibu meraih tangan Nur untuk membangunkan.
"Nur badan kamu panas banget?!" dengan ekspresi yang mendadak resah setelah meletakkan telapak tangan ke kening Nur untuk memastikan suhu tubuhnya. Dan benar saja, Nur sedang demam.
Chapter selanjutnya bakal ada pernikahan nih. Pernikahan siapa ya? Ikutin terus cerita cinta segi tiga ini ya guys .
Melihat putrinya yang lemas membuat ibu sangat khawatir. Segera ibu memanggil bapak. Bapak pun tentu ikut khawatir, ia langsung buru - buru menelpon bidan yang bisa dipanggil untuk datang ke rumah pasien.Dalam waktu kurang lebih 45 menitan akhirnya bidan itu datang ke rumah Nur.Seiring pemeriksaan, ibu dan bapak harus menunggu di luar kamar. Membiarkan bu bidan fokus memeriksa Nur."Bagaimana ini buk? Padahal 2 hari lagi Nur akan menikah tapi malah jatuh sakit"bapak dan ibu menunggu hasil pemeriksaan dengan hati yang tidak tenang. Risau mengkhawatirkan keadaan calon pengantin itu.Tak butuh waktu lama bidan selesai memeriksa Nur.Krieeetttt!!!Bunyi pintu kamar Nur terbuka.Ibu dan bapak langsung menghampiri bidan yang baru melangkah keluar dari pintu kamar Nur."Gimana kondisi anak kami bu ?" tanya ibu Nur, dia terlihat begitu gelisah."Bapak dan ibu tidak usah khawatir, Putri bapak dan ibu tidak apa - apa.
Acara ijab qobul akhirnya selesai, di lanjut resepsi yang terbilang lumayan mewah, digelar di rumah mas Danung. Keluarga mas danung memang terkenal cukup berada di kampung itu. Mungkin hal ini lah yang menjadi salah satu bahan pertimbangan orang tua Nur untuk menerima lamaran mas Danung.Sepanjang acara resepsi Nur hanya terdiam dan sesekali tersenyum ketika ada tamu undangan yang menyalami mereka untuk memberikan ucapan selamat.Melihat Nur seperti itu mas Danung berpikir mungkin Nur masih tidak enak badan, karena istrinya sempat sakit 2 hari yang lalu."Kamu bener - bener sudah sehat Nur?" tanya mas Danung lembut pada Nur."Sudah kok" jawab Nur datar."Terus kenapa kamu diam aja Nur?" tanya mas Danung lagi."Nur gapapa mas,cuma capek" Nur meyakinkan mas Danung agar pria itu tidak mencoba bertanya - tanya lagi.Mas danung pun terdiam lalu kembali menyambut tamu undangan yang masih ramai berdatangan."Duh...
Ini pacar kamu kah Di?" jari ibunya menunjuk ke arah Gewa.(Note:Jari ibu dipakai untuk menunjuk agar lebih sopan)."Ehhhh...bukan mas. Ini tu..." (belum sempat Diana melanjutkan dialognya Gewa langsung memotongnya)"Aku temennya Nur, dan... temen Diana juga. Hehe.. Selamat ya atas pernikahan kalian"Gewa melirik ke arah Nur yang terlihat tegang sedari tadi, melihat pertemuan antara suami dan mantan pacarnya itu."Semoga kalian berbahagia" pungkas Gewa.Kemudian para tamu undangan sudah membuyarkan diri. Acara resepsi telah usai. Bumi kian menggelap pekat, detak jam dinding menggema di ruang yang sudah dihiasi bunga - bunga indah.Ini hari pertama Nur dan mas Danung sebagai suami istri, hari pertama Nur tinggal di rumah mertua, dan juga malam pertama mereka, malam yang dinanti sepasang anak manusia yang saling mencintai. Tapi, bagaimana dengan pasangan pengantin yang cintanya bertepuk sebelah tangan seperti
Mendengar kejujuran dari mulut Nur, mas Danung mencoba mendinginkan kepalanya.Memejamkan matanya, ditariknya napas dalam - dalam lalu dihembuskan, terdengar agak berat. Dia pun terdiam sejenak sambil menatap Nur dengan matanya yang sayu, yang malah membuat Nur merasa tidak enak setelah mengucapkan perkataan tadi."Nur apa alasan kamu menerima lamaran mas Danung waktu itu? Apakah bapak dan ibu memaksa kamu?" tanya mas Danung setelah dirinya sudah merasa lebih tenang."iya mas". Nur menundukkan kepalanya.Mas Danung meraih tangannya, membuat Nur mendongakkan kepalanya kembali, menatap suaminya."Tidak apa Nur, setidaknya kamu udah berkata jujur. Mas akan menunggu sampai Nur siap" ucap mas Danung membuat hati Nur yang sesak terasa lebih lega."Terima kasih mas" pungkas Nur sebelum akhirnya mereka sama - sama terlelap.***Nur bangun pagi - pagi sekali, lalu melangkah ke dapur untuk membantu Ummi yang sedang memasak."Eehh pe
Nur sedang rebahan dikamar tidurnya sembari memainkan ponsel untuk menghilangkan rasa jenuhnya. Orang - orang di rumah itu sedang sibuk dengan aktifitasnya sendiri - sendiri, sedangkan Aisyah sudah balik ke pondok.Adanya Aisyah beberapa hari yang lalu membuat rasa jenuhnya lumayan hilang, usia mereka sebaya. Jadi pembicaraan atau obrolan mereka terbilang nyambung.Nur dan Aisyah sekelas pada saat duduk di bangku sd. Waktu itu mereka sangat dekat. Tapi ketika kenaikan kelas ke jenjang smp Aisyah melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren, sampai saat ini. Mereka sangat jarang bertemu, jadi setelah itu pertemanan mereka agak merenggang. Dan lucunya sekarang mereka malah jadi saudaraan."Nur!"Terdengar panggilan dari ummi. Sepertinya suaranya dari arah dapur.Nur segera bangkit dan mendekat ke sumber suara."Dalem mi? Ada apa nggih mi?" sahut Nur lembut dan santun."Ini ummi buat kolak banyak, kamu berikan ini ke ibu- bapak. Ini banyak
Langkah Nur tertuntun memasuki toko buku itu. Teman sepekerjaan kompak memberi selamat pada pengantin baru itu. Diana yang baru datang pun tiba - tiba berteriak memanggil nama Nur dan langsung memeluk sahabatnya itu."Diana! Kamu ini kebiasaan deh, teriak -teriak mulu" keluhnya pada sahabatnya itu.teman - temannya yang lain hanya cekikikan melihat tingkah 2 gadis itu, lalu buyar meninggalkan mereka berdua."Hehe... ya maaf, pengantin baru jangan marah - marah dong" ucap Diana sembari cengengesan."Gimana Nur?" pertanyaan yang penuh ketidak jelasan dari Diana. Memainkan satu alisnya naik turun, dengan ekspresi wajahnya yang absurt."Apanya? gak jelas banget sih Di?" Nur cemberut menanggapi pertanyaan sahabatnya yang tidak jelas itu."Iiisshhh! Malam pertama kamu lah!" terangnya tanpa malu - malu, sambil tertawa renyah."Astagfirullah Di! aku timpuk ya!" jawab Nur kesal."Kan aku pengen tau Nur" bujuknya, ia tersenyum menampakkan
Mas Danung meraih tangan Nur."Nur, ayok pulang!" ajak mas Danung datar, matanya melirik sinis ke pria yang ada di depan Nur.Nur hanya terdiam tak bersuara, sempat beradu pandang dengan Gewa beberapa detik lalu menaiki motor yang dikendarai mas Danung.Dari raut wajah mas Danung sepertinya dia agak kesal. Nur berpikir apakah mas Danung sedang marah padanya?Sempat terdiam cukup lama pada saat perjalanan, sampai akhirnya mas Danung tak tahan ingin segera mengeluarkan unek - unek pertanyaan yang terjebak di kepala."Itu teman kamu yang kemarin datang ke nikahan kita kan? tanya mas Danung,seolah menginterogasi."Iya mas, namanya Gewa. Tadi nggak sengaja dia lewat terus nawarin bantuan buat nganterin aku. Tapi, aku nggak mau kok mas." Nur menjelaskan pada suaminya panjang lebar.Mendengar jawaban dari Nur tak membuat mas Danung bersuara,tapi raut wajahnya seperti menyimpan kecurigaan yang bercampur dengan rasa cemburunya. Jelas saja di
"Mas, Nur kepingin tinggal dirumah ibu bapak "Perkataan Nur barusan membuat mas Danung menatapnya kebingungan."Maksudnya aku dan mas Danung tinggal disana, aku pengen tidur dikamarku lagi mas" terang Nur pada suaminya."Memangnya kalo tinggal disini kenapa? Lagian jarak rumah ini sama rumah bapak ibu kan nggak jauh. Kalo kamu kangen bisa pulang kesana sebentar." mas Danung menggeleng - gelengkan kepalanya."Ya bukannya gitu sih mas, Nur kepengen aja gitu tinggal bareng sama bapak ibuk lagi. Boleh ya mas?Kita tinggal disana aja ya!" tetap mencoba membujuk suaminya agar mendapat ijin."Iya, mas ngomong dulu sama ummi dan abi. Tapi mas punya 1 syarat.""Apa mas?" tanya Nur penasaran."Seminggu setelah kita tinggal dirumah ibu bapak kamu harus sudah siap menjalankan kewajiban kamu sebagai istri" jawab mas Danung membuat Nur menjadi ragu, dan langsung terdiam tak menjawab."Gimana Nur?" Imbuh mas Danung.Setelah beberap
Jarum jam bertengger tepat di angka empat. Nur masih menunggu di depan gerbang toko buku, tempat Diana bekerja, dan merupakan bekas tempat kerja Nur dulu. Tak lama kemudian, nampak para karyawati yang melangkahkan kaki keluar dari toko yang besar itu. Tentu saja, itu toko buku terbesar di kota ini.Di sana juga terlihat Bela yang sedang terburu - buru keluar dari toko."Hey, Nur!" sapa Bela."Eh, Bela. Diana belum keluar ya?" tanya Nur."Tadi sih Diana masih ngambil tasnya di loker. Mungkin bentar lagi keluar kok." jawab Bela.Bela menengok ke belakang, ke pintu keluar toko. Dan benar saja, Diana baru saja melangkahkan kaki keluar dari toko itu."Tuh Diana. Ya udah, aku duluan ya Nur." Nur mengangguk sembari tersenyum.Pandangan Nur beralih ke arah Diana yang semakin mendekat ke arahnya. "Nur, kamu ngapain di sini?" tanya Diana."Aku nungguin kamu Di." jawab Nur."Kok nggak ngabarin dulu?" tanya Diana lagi.Wajah Nur berubah sendu."Hp ku hilang Di." "Hilang? Ya udah yuk pulang du
Retina Nur terpaku pada bias Indah dari wujud pria yang bernama Gewa itu. Lalu, tersadar oleh pertanyaan iseng yang Gewa lemparkan kepadanya."Ngomong - ngomong kita selalu bertemu secara tidak sengaja ya Nur? hehe..." tanya Gewa. Beberapa menit setelah pertemuan tadi, kini dia sudah duduk di kursi kosong tepat di depan Nur."Iya. Apa jangan - jangan kamu buntuti aku terus ya? haha... enggak deh bercanda." kata Nur sembari tertawa.Setelah semua masalah yang Nur hadapi, baru kali ini Nur tertawa lewas. Seakan ia lupa atas semua beban yang sedang di pikul pada pundaknya."Ah, mana berani aku buntuti istri orang." jawab Gewa. Gewa pun tertawa kecil, namun, tawa itu sangat terlihat ia paksakan.Nur sontak terdiam, lalu, termenung sejenak. Melihat ekspresi Nur, Gewa tahu bahwa Nur tak nyaman dengan jawaban darinya. Sehingga membuat Gewa jadi tak enak hati."Emm... Nur, aku salah ngomong ya? Ma.." Nur segera membuka mulutnya, dan memotong kalimat Gewa."Tidak Gew! Tidak usah minta maaf da
"Apa kamu sudah merasa senang dan merasa bebas sekarang? Apa kamu merasa bangga menjadi janda di usia semuda ini?" bunyi pertanyaan ibu Nur yang tiba - tiba saja ia lontarkan kepada putrinya yang malang.Nur masih hanyut dengan tangisnya, ia tak ingin mendengar ataupun menjawab pertanyaan - pertanyaan ibunya yang semakin melukai hati Nur.Sedangkan bapak terduduk kaku, menatap Nur yang tak berdaya. Ada rasa kecewa di hati bapak. Bapak marah, namun, di satu sisi bapak tak tega melihat keadaan dan situasi putrinya yang sulit dan telah menjadi berantakan."Memalukan! Karena ulahmu, semua anggota keluarga kami harus menanggung malu!" imbuh ibu Nur.Nur yang mendenger hal itu, sontak menatap tajam mata ibunya, lalu meninggalkan kedua orang tuanya yang masih duduk di ruang tamu. "Hei! orang tuamu belum selesai bicara!" bentak ibu Nur."Buk, sudah buk." kata bapak menenangkan ibu, lalu bapak pun berdiri dan meninggalkan ruangan itu.Nur mengambil kunci motornya yang ada di kamar lalu bergeg
Suasana pada pagi ini begitu cerah. Namun, tidak dengan suasana hati Nur. Hatinya berdebar, tubuhnya sedikit gemetar. Sebentar lagi Ummi, Abi, dan mas Danung akan kembali mendatangi rumahnya. Lebih tepatnya menemui Nur, untuk mencari penyelesaian dari bab permasalahan rumah tangga Nur dan mas Danung yang tak kunjung tamat. Selesai Nur mandi, dia ingin mengambil ponsel yang tadinya ia simpan di kasur, tapi sekarang ponselnya sudah tidak ada."Kemana ponsel ku?" gumam batin Nur.Nur mengingat - ingat kembali dimana ia meletakkan ponselnya sebelum ia pergi mandi. Padahal ia ingat betul bahwa ia meletakkan ponselnya di atas kasurnya.Ia cari - cari di laci make up dan di meja samping ranjangnya pun tak ada. Nur kebingungan. Nur mencurigai bapak, bahwa mungkin saja bapak mengambil ponselnya lagi.Belum tuntas kebingungan Nur, ada suara salam dari teras rumah.Suara yang tak asing di telinga Nur, yaitu suara Ummi.Nur menarik napas dalam - dalam, lalu men
Sepasang mata mas Danung mendelik, menatap Nur dengan penuh kemarahan. Lalu yang membuat Nur semakin tak enak hati adalah tatapan kecewa kedua mertuanya. Nur menundukkan kepalanya, sebab ia merasa malu.Abi memberi isyarat dengan arahan tangannya, menyuruh Nur untuk duduk di kursi kosong samping mas Danung. Karena sedari tadi ia memang berdiri saja."Jadi, bagaimana Nur?" tanya Abi mengawali pembicaraan.Nur masih terdiam sembari menundukkan kepala. Sama hal nya dengan mas Danung, ia tak berbicara sekecap pun."Waktu itu sebelum penentuan pernikahan kalian, bukankah Abi sudah bertanya 'apakah pernikahan itu atas kemauan nak Nur sendiri atau atas dasar keterpaksaan?'. Lantas nak Nur sendiri yang menjawab bahwa pernikahan itu atas kemauan nak Nur. Tapi kenapa sekarang nak Nur malah seperti ini?" lanjut Abi.Dengan amat sangat berat Nur memberanikan diri untuk berkata sejujurnya pada kedua mertua."Sebelumnya Nur minta maaf Abi, Ummi. Saat
Tubuh Nur gemetaran. Keringat dingin pun membasahi pipinya. Ia memberanikan diri mengarahkan pisau ke pergelangan tangan kirinya. Belum sempat ia menggoreskan benda tajam itu ke tubuhnya sendiri, tiba - tiba seseorang menampik tangan kanan Nur.Seketika Nur shock.Seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di samping Nur dan tampak membelalakkan mata itu adalah Ibu Nur.Ternyata sedari tadi Nur tak menyadari bahwa pintu kamarnya lupa tak ia tutup. Ibu yang tadinya berniat akan ke teras rumah pun harus berjalan melewati kamar Nur terlebih dahulu dan Ibu tak sengaja melihat anaknya akan melakukan hal bodoh itu.Syukurlah Ibu masih sempat mengetahuinya sebelum Nur benar - benar melakukannya.Ibu mengambil pisau yang terjatuh di atas lantai lalu melemparnya ke luar pintu kamar.Bunyi lemparan yang cukup keras pun membuat Nur kaget."Apa kamu sudah tidak waras?" tanya ibu dengan nada tinggi.Nur tak menjawab, hanya terdengar suara sese
"Kamu harus nurut dengan mas! Mas ini suami kamu!" kata mas Danung dengan nada suara tinggi.Nur tak bisa mengontrol emosinya."Nur benci sama mas Danung. Nur nggak cinta sama mas! Nur nikah dengan mas Danung cuma karena terpaksa!" Kemarahan Nur meledak.Suasana kamar menjadi semakin tegang.Wajah mas Danung menjadi pilu seketika, ia menatap Nur yang sedang melotot ke arahnya. Dapat mas Danung rasakan bahwa istrinya nemang benar - benar membencinya, terlebih lagi sorot mata tajam yang di lontarkan oleh gadis itu kepadanya. Mas Danung berbalik arah, kakinya melangkah meninggalkan Nur yang masih memelototi dirinya.Beberapa detik setelah mas Danung pergi, Nur tersadar dan menyesali atas apa yang ia katakan barusan. Kata - kata yang telah dia ucapkan sungguh berlebihan.Nur terduduk lemas di ranjangnya, sembari menangis.Tiada hari tanpa menangis.Mungkin saja hal buruk akan terjadi setelah ini. Nur sangat khawatir dan takut.
Setelah beberapa hari kesehatan Nur semakin membaik. Suhu badannya juga sudah normal. Walaupun kesehatannya membaik tapi suasana hatinya masih buruk. Ia masih sakit hati dengan suaminya, bahkan ia masih kecewa pada kedua orang tuanya yang lebih membela mas Danung.Hari sudah sore, Nur berniat untuk berkunjung ke rumah Diana. Mungkin menemui sahabatnya akan sedikit mengobati rasa sedih dan juga rasa bosannya.Nur mencari - cari kunci sepeda motornya, tapi ia tidak menemukan. Padahal Nur selalu menyimpan kunci sepeda motor di meja rias di dalam kamarnya. Nur kebingungan, ia juga tidak bisa meminta antar adik - adiknya, sebab keduanya sedang keluar rumah juga."Buk...!" teriak Nur memanggil ibunya.Tak mendapat sahutan dari Ibunya, Nur bergegas mencari Ibunya."Di mana sih Ibuk? padahal biasanya jam segini lagi nonton tv." gumam Nur seorang diri."Ibuukkk!" panggil gadis itu lagi."Ada apa Nur?" sahut ibu, suaranya terdengar berasal
Kokokan ayam jago lantang menggema memekik telinga. Membangunkan para manusia dari tidurnya, sekaligus pertanda bahwa pagi telah tiba. Nur sudah bangun sedari tadi. Dirinya memang tak bisa tidur nyenyak. Kerap terbangun karena tubuhnya terasa sakit, tulang - tulangnya pun terasa ngilu. Wajar saja, selama ini dia sering kali menahan rasa capek di tubuhnya. Sepulang kerja hanya ia gunakan untuk rebahan, Nur pun tak pernah pijat atau minum jamu saat sedang pegal.Nur hanya diam, tatapannya nampak nanar ke arah langit - langit atap rumah. Sampai tak sadar saat ranjangnya bergerak karena orang di sampingnya sedang menggeliat, baru saja tersadar dari tidurnya."Kamu sudah bangun Nur? Gimana kondisi badan kamu? Apa sudah terasa lebih baik?" tanya mas Danung, sembari menatap wajah isterinya.Tak ada jawaban dari Nur, matanya masih tertuju pada langit atap rumah.Bukannya Nur tidak dengar, tapi ia merasa malas berbicara pada pria itu.Mas Danung mengambil ponse