Beranda / Pernikahan / Kelakuan Papa Mertua / Pemberontakan Sinta

Share

Pemberontakan Sinta

Penulis: Iyustine
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Ya Tuhan, Anin … kamu udah semontok ini sekarang? Mama kangen.” Riana menciumi pipi bocah gembul itu bertubi-tubi.

“Anin kangen enggak sama Mama? Anin enggak lupa sama Mama kan?”

Riana terus saja mengajak si bayi cantik itu berbicara.

Anin membalasnya dengan tertawa-tawa. Rupanya dia belum terlalu lupa dengan Riana. Terbukti wajah Anin terlihat suka cita, tawa dan celotehnya pun menimpali tiap Riana mengeluarkan ucapan. Bocah itu seperti larut dalam obrolan bersama Riana. Sesekali tangan mungil Anin menyentuh pipi Riana.

Sus Dian, yang berdiri di samping Riana dan Jagat tampak tersenyum-senyum. Dia agak merasa lucu, sebab Riana masih menyebutkan dirinya sendiri sebagai Mama kepada Anin. Ternyata setelah kasus kebohongan majikannya terbongkar, Riana tetap sayang kepada bayi Karisma dan Tyo itu.

Anin tetap mencengkeram leher Riana saat Jagat hendak mengambil alih tubuhnya yang montok itu. Anin tidak ingin lepas dari pelukan Riana. Bocah itu bahkan mengoceh dengan lengkingan tinggi, sea
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kelakuan Papa Mertua   Viona Si Wanita Berkuasa

    Mata Vivi berkilat melihat Karisma dalam bentuk yang tidak berdaya. Dengan tangan bersidekap, dia terus menancapkan pandangan.Sedang Karisma, hanya bisa menggerak-gerakkan bola matanya dengan gelisah. Sekuat tenaga dia sudah menjerit namun benar-benar hanya suara seperti bunyi burung gagak. Namun nadanya lemah, tidak senyaring buruk gagak aslinya.“Ak – ak – ak.”Bersamaan dengan bunyi itu air liur Karisma berlomba-lomba keluar. Dudung mengelap mulut Karisma menggunakan handuk kecil yang memang selalu dia bawa. Dengan gerakan kasar, Dudung meraup mulut Karisma.“Dia ngomong apa, Dung?” tanya Vivi kepada Dudung yang berada di belakang kursi roda Karisma.“Enggak tau, Nyonya. Dia memang hanya bisa berbunyi begitu.”Vivi tertawa. Perempuan cantik itu setengah berjongkok, mensejajarkan matanya dengan mata Karisma.“Makanya kamu jadi perempuan itu ya yang bener, udah bener-bener diciptakan jadi perempuan cantik, malah cosplay jadi binatang, jadi dibikin binatang beneran kan sama Tuhan. It

  • Kelakuan Papa Mertua   Mimpi Buruk

    Sulis melihat kelopak mata istrinya sedikit demi sedikit bergerak, kemudian terbuka pelan-pelan. Wajah Widya masih menengadah ke langit-langit beberapa detik, pada hitungan ke tujuh perempuan itu menggerakkan lehernya.Widya tersenyum. “Pa ….”Sulis membalas senyum. Tangan lelaki itu bergerak, mendarat lembut di kepala dekat dahi. Dielusnya sang istri dengan sayang.“Operasi Mama berhasil,” tuturnya, tidak kalah lembut dengan gerakan tangan Sulis yang terus membelai. “Sekarang serpihan tulang-tulang itu tidak akan mengganggu lagi. Sudah bersih semua.”“Jadi Mama enggak diamputasi kan, Pa?”Sulis menggeleng. Tiba-tiba dia berhenti mengelus, ditariknya tangan kanan itu dan ganti dia pakai untuk mengusap wajahnya sendiri dengan kasar. Tampak jari jemarinya bergetar.“Ada apa, Pa? Apa ada kabar buruk lainnya?” Widya seakan tahu isi hati suaminya.Sulis meringis, menatap mata Widya sekejap kemudian menunduk. Apakah bijak jika Widya diberit

  • Kelakuan Papa Mertua   Dia Adikku

    “Tolong batalkan kesaksian Papa dan Mama,” kata Tyo dengan suara tegas.Sulis terkesiap, matanya membuka lebih lebar.“Yo … kamu bercanda kan?”Anak sulung Widya itu menggeleng. Gerakannya setegas kalimat yang dia ucapkan di awal.Sulis menatap putranya dengan pandangan nanar tidak percaya, kemudian dia menelan ludahnya berlahan. “Apa ini ada hubungannya sama pembatalan kesaksian Naren? Jangan berkecil hati, Yo, kita pasti dapat saksi yang lebih bagus, Pak Baskoro bilang kemarin dia—““Enggak, Pa. Ini bukan tentang siapa-siapa. Tapi tentang Jagat.”“Jadi Jagat mengancammu?” Geraham Sulis tiba-tiba mengerat kencang. Tangan pun terkepal. "Anak pembawa sial itu memang tidak pernah berhenti membuat ulah yang menjengkelkan. Papa pastikan dia akan menerima akibatnya, Jagat tidak bisa menyakiti kamu."Tyo menutup wajahnya, sejurus kemudian melenguh kencang.“Yo, kamu tenang saja—““Pa.” Lagi-lagi Tyo memotong ucapan Sulis.Kali ini dia ambil tangan Sulis, kemudian dia genggam telapak tangann

  • Kelakuan Papa Mertua   Tentang Uang

    Baskoro Yuda Pratama. Laki-laki berdarah jawa tulen yang sudah menjadi pengacara sejak dirinya berumur dua puluh lima tahun itu, sedang merasa sangat kesal. Baru sekali ini mendapat klien yang sungguh-sungguh tidak jelas.Pada awalnya mereka yang memaksa-maksa untuk menang dengan berbagai cara. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba mengibarkan bendera putih. Bahkan pertempuran baru saja mulai.“Mereka pikir urusan begini seperti main karambol di pos ronda, yang gampang dibubarkan sewaktu-waktu,” gerutu Baskoro.“Ya, sudahlah, Pak, pada akhirnya kita juga akan tetap kalah. Kita sudah tau itu dari awal kan?” hibur Heru, asisten pribadinya.“Tapi enggak gini juga caranya, Her. Tersinggung aku diperlakukan begitu tadi.”“Bapak sebenarnya kesal karena enggak bisa dapat uang dari Pak Sulis lagi, bukan perkara yang lain. Iya apa iya?”Heru tergelak, dan Baskoro melengos. Namun bibir pengacara tam

  • Kelakuan Papa Mertua   Ada Yang Lebih Penting

    “Ini rumahku, Kak. Total luasnya hampir sama ama kamar Kakak, kan?” Riana melempar canda.Vivi diam saja. Dia membuka helm, dan merapikan rambutnya. Kemudian dia mengikuti Riana untuk masuk.“Duduk dulu ya, Kak. Aku ambilkan minum, sekalian panggil Mas Jagat,” ujar Riana sembari terus masuk.Lagi-lagi Vivi diam saja. Mata perempuan cantik itu mengedar sekilas, lalu duduk berlahan. Seumur hidupnya, dia baru beberapa kali masuk ke rumah sempit macam ini. Hitungannya mungkin tidak melebihi jumlah jari di kedua tangannya. Rumah pengasuhnya, rumah salah satu pegawainya, dan entah rumah siapa lagi. Yang jelas Vivi ingat, dia mendatangi rumah-rumah itu untuk melayat. Baru sekali ini dia ada di bangunan seperti ini untuk bertamu.Viona Diandra Latif adalah anak manusia yang bergelimang harta sejak dilahirkan. Dia menghuni rumah luas nan megah, dengan ruang-ruang banyak yang diisi perabotan mewah. Akan tetapi selalu dihuni berdua, dan pada akhirnya menjadi sendirian.Vivi tertunduk, teringat s

  • Kelakuan Papa Mertua   Menyerah Untuk Menang

    “Pak, saya—““Pergi, Dung! Aku lagi pusing, jangan ganggu!” bentak Mahardika.“Tapi, Pak—““Dudung!” Mahardika berdiri dan menendang kursi yang semula dia duduki.Bunyi keras berkelontangan tercipta, sebab kursi plastik yang ditendang calon bupati itu menabrak beberapa pot bunga dan berakhir dengan pecah berantakan setelah beradu dengan tembok.“Astaga, Papah ….”Sinta bergegas mendekat ke sumber suara. Dalam hitungan tidak lama dia sudah tahu penyebab suaminya murka. Perempuan itu melihat Dudung menunduk dengan bahu bergetar, hanya berjarak sedikit dari pot-pot bunga yang berantakan terkena terjangan kursi.“Dung, Bapak lagi banyak masalah, tolong kalau ada yang mau disampaikan nanti saja,” ujar Sinta pelan.“Ta-tapi i-ini penting sekali, Bu.”Mahardika mengambil kursi yang lain, dan dia duduk dengan gerakan kasar. Sengaja menghadap kepada Dudung. Mata ayah kandung Karisma itu melotot tajam. Hingga getaran Dudung menjad

  • Kelakuan Papa Mertua   Peluklah Aku

    “Dek, peluk aku.”Riana segera melakukan permintaan sang suami. Dalam sekejap saja, getar-getar yang menyelimuti badan Jagat bisa dirasakan oleh Riana.“Kita menghadapi bersama-sama, Mas. Ada Bapak dan Ibu juga, Kak Vivi … banyak yang sayang sama Mas,” bisik Riana. Dia hadiahkan kecupan hangat di bibir Jagat.Lelaki itu mengangguk-angguk. Meski bibir tersenyum, namun mata tidak bisa berbohong. Himpunan air yang telah lama terkumpul di kelopak mata Jagat, segera merembes keluar. Seperti saling berebut untuk meluncur duluan.“Ma-maafkan aku, Dek. Harusnya aku enggak boleh menangis ya?” gagap Jagat. Dia dekap lagi tubuh kecil istrinya.“Boleh, Mas, boleh nangis di sini.”Riana balas mendekap lebih erat. Berharap kehangatan cintanya dapat terserap menjadi tenaga ke dalam tubuh sang suami.“Coba ngomong, apa yang membuat Mas merasa gugup?”“A-akan a-ada Pa-papa

  • Kelakuan Papa Mertua   Kemenangan Hari Itu

    “Kita bisa merayakan kemenangan ini dengan makan siang?” tanya Vivi antusias.“Sayangnya, aku hanya ijin setengah hari, Kak. Jam setengah satu aku harus kembali ke kantor,” jawab Riana. “Tapi kalau memang yang lain mau makan siang bersama-sama, silakan aja.”“Yah, Ri, pastinya Mas Jagat-mu ini enggak akan mau tanpa kamu di sampingnya,” seloroh Vivi.Nada Vivi saat mengucapkan ‘Mas Jagat-mu’ terdengar sangat menggelikan sebab dibuat-buat seperti ucapan perempuan gatal. Semua tertawa mendengar itu.Reni berdehem. Menatap kepada Vivi, kemudian kepada Jagat.“Mohon maaf, Bu Viona, Saya pikir Pak Jagat pun tidak bisa. Sore ini saya harus balik ke Jakarta. Jadi saya mau menyandera Pak Jagat untuk proses persiapan balik nama perkebunan yang menjadi hak Pak Jagat,” timpal Reni.“Diganti makan malam saja kalau gitu ya?” usul Vivi.“Boleh,” sahut Jag

Bab terbaru

  • Kelakuan Papa Mertua   Tawa Bahagia

    “Ya Tuhan, kamu serius ini, Ri?”Mata Maya berkaca-kaca. Gegas dia memeluk Riana.“Makasih, Mas Jagat,” ucap Maya disela isakan harunya.“Itu uang Riana, May. Bukan uangku,” ucap Jagat sembari meringis.“Makasih ya, Ri.” Maya mengurai pelukan, dan mengelap air matanya sendiri.“Tapi aku enggak bisa mengabulkan seperti doamu, yang lima puluh juta itu,” seloroh Riana.Maya tertawa sumbang. “Apaan sih.”“Jangan dipandang apa-apa ya, May. Pokoknya karena aku lagi punya dan ingin kasih. Anggap saja buat Tian,” kata Riana.Maya mengangguk. “Kuharap bukan yang terakhir.”Riana reflek menoyor kepala Maya.Kedua perempuan itu memang sudah sama-sama mengajukan pengunduran diri, hanya saja berbeda tanggal pelaksanaannya. Maya akan meninggalkan kantor itu dua bulan ke depan, sedang Riana masih bekerja sampai enam bulan lagi.

  • Kelakuan Papa Mertua   Masa Depan

    “Ini snack-nya yang memang bener-bener enak atau ada faktor lain ya?”Reinald melempar pandang pada Vivi yang asyik memandangi si kembar bermain di kolam bola-bola plastik. Sesekali perempuan cantik itu ikut menjerit kala salah satu dari si kembar terjungkal atau sengaja melompat tinggi di area bermain.“Hmm dicuekin,” desis Reinald dengan volume suara yang dia naikkan.Vivi menoleh. “Apa? Ngambekan banget.”Reinald tertawa. “Yah, niatan mau mengeluarkan gombalan, belum apa-apa dijutekin, layu sebelum berbunga dong.”Vivi tertawa. “Ulangin kalau gitu, nanti aku jawabnya apa?”Lelaki tampan itu mencebik jelek sebagai tanda dia tidak ingin melakukan permintaan Vivi. Namun sedetik kemudian dia meringis lucu.“Gimana kemarin di kampungnya Riana? Udah dapat gambaran untuk bisnis pertanian yang kemarin kamu bicarakan?” tanya Reinald setelah mereka reda dari tawa yang be

  • Kelakuan Papa Mertua   Kita Adalah Keluarga

    “Gimana tidurnya semalam, Kak?” tanya Riana ketika melihat Vivi mendekatinya di dapur.Mata Riana menatap takjub. Entah kenapa, mantan istri Tyo ini baru bangun tidur tetapi muka polosnya terlihat lebih cantik. Setelah mengenal Vivi hampir sekitar tiga tahunan, baru sekali ini Riana melihat wajah Vivi yang tanpa riasan. Jadi terlihat jauh lebih muda dari umur sebenarnya.“Aku minta air putih hangat, Ri,” ujar Vivi. Lalu duduk di salah satu kursi terdekat.Riana mengambil gelas dan melakukan perintah perempuan itu.“Kudengar Kakak telponan lama sekali sama ayang dokter ya?” ledek Riana sembari mengulur gelas.“Heh, kamu nguping?”Riana tergelak. “Enggak kedenger jelas kok. Tapi yang perlu Kakak ingat, rumahku ini dibangun dengan uang subsidi pemerintah. Temboknya setipis imanku.”Baru saja Riana selesai bicara, terdengar kentut Jagat dari kamar tidurnya.“Nah itu

  • Kelakuan Papa Mertua   Jadi Diri Sendiri

    “Mungkin kalau aku enggak ikut, kalian akan menginap di rumah Ibu ya?” Vivi buka suara.Mobil Jagat baru saja melewati perbatasan desa Riana dengan desa sebelah.“Jangan dipikirin, Kak. Kampung ibuku hanya satu setengah jam dari rumah, bisa kapan pun kami menginap di sana, tapi kesempatan melihat Kak Vivi dan si kembar mengunjungi rumah ibuku entah kapan lagi,” jawab Riana, sambil menoleh ke belakang, seketika senyumnya melebar.“Aduh, aku suka sekali pemandangan ini, kayaknya perlu diabadikan,” Riana berkata lagi.Perempuan itu gegas mengambil telepon genggamnya, lalu memotret Vivi dan si kembar tanpa permisi. Vivi diam saja, tidak protes. Dia hanya memalingkan wajah sembari tersipu saat Riana membidikkan kamera telepon genggam ke arah dirinya.“Cantik sekali, Kak. Aku kirim ke Kakak ya!” jerit Riana riang.Vivi hanya tersenyum senang sebagai ganti jawaban dari mulutnya.“Bagus ka

  • Kelakuan Papa Mertua   Otak Bisnis

    “Semoga anak-anak saya tidak merepotkan Anda ya, Pak Jagat,” ucap Reinald. Dia datang ke rumah Jagat untuk mengantarkan Vivi dan si kembar. Jam baru menunjuk setengah enam pagi.“Panggil nama saja, Dokter. Kita kan akan menjadi kakak adik,” jawab Jagat sambil melirik Vivi.Perempuan yang dilirik Jagat pun memalingkan wajah dan berpura-pura tidak mendengar. Lucu sekali wajah Vivi. Biasanya tegang dan judes, kini menjadi sering tersipu-sipu.Reinald tertawa. Sedang kedua anaknya senyum kebingungan. Menoleh pada papanya, Jagat dan Vivi.“Siap. Kalau gitu, jangan pula panggil aku dengan embel-embel dokter dong,” sahut Reinald cepat.“Rein, kenalkan ini Bapak dan Ibunya Riana,” tutur Vivi. “Lio dan Elle, salim juga sama ….”Vivi mengernyit. Bingung bagaimana harus menyebutkan orang tua Riana kepada anak-anak Reinald.“Opa? Oma?” celetuk Reinald.Arman dan

  • Kelakuan Papa Mertua   Ada Yang Ketahuan

    Tidak perlu menunggu waktu terlalu lama, Riana segera mendapat panggilan dari Vivi.“Kamu dapat gambar itu dari mana, Ri?”“Cie Kak Vivi ….”“Apaan sih, Ri. Enggak jelas banget kamu. Cepat jawab pertanyaanku!”Riana dapat menangkap warna suara Vivi yang sedikit malu. Meskipun nadanya tinggi, Riana tahu, Vivi hanya pura-pura jutek. Aslinya perempuan cantik itu sedang tersanjung.“Tapi fotonya jelas kan, Kak?”Vivi terdiam.“Selamat ya, Kak. Semoga kalian berjodoh, udah serasi banget. Enggak nyangka, dapat jodohnya masih dari kota yang sama dengan mantan suami,” celetuk Riana nakal.“Ri, jawab ya, kamu dapat dari mana itu gambarnya?” Kini suara Vivi sudah melengking. Kembali kepada Vivi yang jutek.Riana tertawa. “Mau tau aja atau mau tau banget nih, Kak?”“Riana! Jangan bikin aku habis kesabaran ya!”Peremp

  • Kelakuan Papa Mertua   Lebih Baik Tidak Berharap

    “Jagat.”Tyo tercekat ketika tahu siapa orang yang menjenguknya.“Mas.”Jagat tergesa mendekati Tyo, lalu mereka berpelukan. Sama-sama menggerungkan tangis tertahan, sama-sama saling menepuk punggung dengan kasih sayang yang tertahan.“Maafkan aku, Gat. Maafkan selama ini aku dengan sengaja dan tanpa sengaja telah melukai perasaan kamu.”Pelukan Jagat bertambah kencang. Sampai akhirnya Tyo melepaskan diri dan menuntun Jagat untuk duduk di sebuah bangku yang sudah disediakan. Kakak beradik itu pun duduk berjejeran.“Kamu sendirian, Gat?” tanya Tyo. Leher lelaki itu sedikit menjulur, melihat jauh ke bangku yang disediakan untuk tamu, sekitar tiga meter di belakang mereka.“Ada Bapak sama Ibu di luar, Mas. Kalau Riana enggak bisa ikut, dia sudah banyak membolos kerja, jadi jatah cutinya habis,” jawab Jagat. Dia gosok matanya yang masih berair dengan punggung telapak tangannya. &

  • Kelakuan Papa Mertua   Gantinya Dinner

    “Astaga, kau serius, Ri?” Vivi terpekik. “Aku sudah dandan cantik begini, mubazir dong.”Riana terkikik lirih. Antara rasa geli dan juga merasa bersalah.“Dasar Jagat. Bilang sama dia ya, Ri, dia hutang traktir sama aku! Dan aku pasti menagihnya suatu hari.”Riana berderai-derai. “Maafin ya, Kak.”Vivi menutup telepon dengan bersungut-sungut. Ah, dia tadi bersungguh-sungguh sudah dandan secantik mungkin untuk malam ini. Sengaja dia memakai dress biru yang dipilihkan oleh Reinald ….“Astaga!” Vivi terpekik lagi. Dia ingat sudah mengundang Reinald dan lelaki itu pun sudah menyanggupinya. Mata indah Vivi memandang jam tangannya.Kurang dari tiga puluh menit dari waktu yang sudah ditetapkan. Rasanya sungguh tidak sopan membatalkan undangan di menit-menit terakhir begini. Bagaimana kalau Rienald sudah berdandan seperti dia? Bagaimana kalau Reinald sudah membatalkan suatu acara ata

  • Kelakuan Papa Mertua   Rasa Yang Semu

    “Nak Jagat, Ibu sudah masak ayam bakar kesukaan Nak Jagat loh, apa enggak mau makan dulu?” Neni memberanikan diri mengetuk pintu kamar.Sejak pulang dari mengurus peralihan kepemilikan kebun salak, Jagat langsung mengurung diri di kamar. Kebetulan Riana juga sudah berangkat ke kantornya terlebih dahulu.Jagat membuka pintu. Wajahnya sedikit kusut.“Apa Nak Jagat sakit?” Neni bertanya lagi dengan sedikit nada was was. “Atau mau Ibu bikinin kopi aja ya? Biar sedikit seger di badan.”Lelaki itu tersenyum. “Kopi boleh, Bu. Tadi aku udah makan bareng Bu Reni.”Neni pun tersenyum. Kelegaan menguar di wajahnya.“Tuh kebetulan Bapak juga lagi ngopi, Ibu bikin getuk loh, singkongnya dari kebun kita sendiri. Bentar ya, Ibu bikinin kopi.”Jagat mengangguk. Lalu dia berjalan ke ruang tamu, menjejeri bapak mertuanya yang tengah santai sambil merokok. Di meja sudah terhidang segelas kopi dan getuk singkong yang Neni sebutkan tadi.“Nak Jagat, enggak pa-pa ya Bapak ngerokok di dalam rumah?” seloroh

DMCA.com Protection Status