Sebelum memasuki kamar, Prasti mengajak Ranggi duduk sebentar di lobi. Petugas hotel mendatanginya.“Tinggal aja kuncinya mas, kami ngomong bentar dulu” kata Prasti pada petugas yang akan membawanya ke kamar.Petugas hotel menyerahkan kunci pada Prasti dan Prasti kaget karena kunci yang diserahkan hanya satu.“Nggi, tadi aku kan udah tekan kontrak. Uang sudah dikirim ke rekeningaku 400 juta”“Woow, mantap. Hebat kan Fatimah ideku untuk nyuruh kamu ikut”“Iya, makanya aku ngomong. Ngucapin terimakasih”“Ya, terimakasih kembali Fatimah, semoga uangnya bermanfaat”“Gini Nggi, sekarang kita tentukan berapa buat aku dan berapa buat kamu”“Ah ngga usah mikir itu lah Fat”“Jangan gitu dong Nggi, aku ngga enak seperti itu”“Aku ngga usah dikasih lah Fat, itu kan karena kemampuan kamu”“Iya, Nggi, tapi kalau bukan dari kamu informasinya tentu aku ngga dapat ini”“Ya, pake ajalah buat kamu Fat”“Nggi aku ngga enak Nggii. Trus kalau ngga mau duit kamu maunya gimana???”Ranggi terdiam lalu menund
Prasti terbangun saat kumandang azan subuh. Lalu tunaikan salat di kamarnya nomor 311. Sementara Ranggi, sejak semalam memang tak tidur di kamar di kamar 315.Prasti teringat peristiwa semalam. Ketika dia telah siap menerima tantangan Ranggi untuk membuktikan bahwa dia memang tidak lagi perawan. Prasti bersyukur hal itu tidak terjadi, karena perilaku itu sangat bertentangan dengan usaha besarnya untuk mengubah diri menjadi wanita baik-baik.Sehingga, sebelum Prasti melucuti pakaiannya sendiri semalam, dia berkata pada Ranggi. Kata-kata yang sangat menyentuh perasaan.“Aku dikirim Bang Reynal ke Sumatera Barat untuk mengubah diri menjadi wanita yang lebih baik. Tapi di saat aku serius mengubah diri, aku harus berhadapan dengan masalah ini. Kalau itu maumu silahkan”Ini kata-kata yang sebenatrnya menyentak hati siapa saja yang mendengar.Ranggi bukan tak tersentuh dengan kata-kata pedas itu. Tapi ada maksud lain dalam dirinya. Yakni, merangsang alat kejantanannya yang lemah sejak kecil
Prasti dan Ranggi selesai makan dan salat. Berikutnya Prasti menuju tempat syuting akhir pengambilan gambar dan video iklan suplemen.Ranggi walau sudah selesai menghadap pada ilahi dalam salat, pikiran kotornya tak sempurna hilang. Sepertinya salat Ranggi tidak kusuk. Bisa jadi salat yang tadi dilaksanakan tidak ada nilai kusuknya sedikitpun. Karena setan tetap bergelayut dalam otaknya.Prasti menuju tempat syuting. Dia sangat menikmati proses ini. Apalagi semua orang yang terlihat dalam proyek ini merasa dekat dengannnya. Walau baru dua hari berkerja sama antara mereka telah terjalin semacam hubungan kekeluargaan.Ranggi kembali melanjutkan lamunan kotor di mobilnya.Masih mencari cara untuk bisa satu kamar lagi dengan Prasti. Sepertinya untuk bisa satu kamar dengan Prasti sudah menjadi harga mati bagi Ranggi. Sebab kalau sudah pulang ke Payakumbuh maka peluang itu kian sempit.Jelita menelpon Ranggi saat Ranggi tengah berpikir keras melangsungkan niat kotornya.“Assalamualaikum Bang
Prasti sudah tak berdaya, dia berbaring lemas di ranjang empuk setelah serbuk obat penenang ditabur secara tersembunyi oleh Ranggi saat menjemput menu makanan dan minuman di restoran.Tak tahu, Ranggi membeli atau meminta saja pada temannya yang sama-sama alumni jurusan Farmasi. Setidaknya Ranggi mengerti tentang obat-obatan. Kandungan, fungsi dan efek sampingnya tentu sudah dia pelajari di bangku kuliah.Obat itu, ketika kini telah masuk ke sistem syaraf, maka pergerakkan syaraf jadi melambat. Kemudian tubuh lemas, mengantuk kadang disertai mual. Bahkan bila tubuh yang mengosumsi tidak terlalu baik kondisinya, seseorang bisa muntah-muntah.Ranggi bersiap untuk sebuah perlakuan biadab pada wanita separuh bule yang super cantik ini. Lagi-lagi, tak ada lelaki yang tidak menetes air seleranya setelah memandang raga Prasti yang terjilentang itu. Apalagi melihat Prasti sudah terkulai tak berdaya, semangat Ranggi meledak-ledak dibuatnya.Ranggi telah membayangkan bahwa sebentar lagi dia aka
Wanita berbaju oren naik ke lantai 17, kamar lelaki yang tadi duduk di sampingnya. Sepertinya tawar menawar telah selesai dan angka yang pas telah didapatkan. Tinggal penyelenggaraan acara.Harga wanita berbaju oren masih tergolong mahal. Walau tak lagi abege, tapi kualitas wajah dan posturnya masih aduhai untuk para lelaki. Maka hingga kini masih laris manis bagi lelaki berkantong padat.Naldi cukup tahu kualitas wanita itu. Karena beberapa kenalannya pernah merasakan sensasi luar biasa dari layanan wanita berbaju oren tersebut. Umumnya, para pemesan minta nambah untuk kembali menghabiskan malam bersama wanita berbaju oren yang tadi berambut sebahu itu.Memang, wanita berbaju oren wajahnya tidak pasaran. Dia wanita indonesia asli, tidak indo seperti Prasti. Tapi daya tariknya cukup kuat. Kulitnya sawo matang cerah, tingginya 160an. Tapi yang paling dinikmati orang saat pertama kali bertemu adalah senyumnya. Sangat berbeda, khas sebab giginya sangat rapi dan putih.SementaraTiga jam
Naldi, siang nanti akan berangkat ke Padang. Dia mencium sesuatu yang ganjil. Sebab, hasil penelusuran, posisi terakhir Prasti dan Ranggi sebelum HP mereka tidak bisa lagi dihubungi adalah di sebuah rumah sakit. Naldi menilai situasi dalam bahaya.Tiket untuk ke Padang telah dipesan pagi ini. Sebelum berangkat ke Padang, Naldi menemui Brully terlebih dahulu sesuai janjinya semalam. Juga, untuk memberitahu bahwa Krishna di ajak ke Padang siang ini.Naldi berangkat menuju kantor Brully sementara Krishna diminta menunggu di rumah. Pertemuan Naldi dan Brully hanya sebentar, meminta Brully untuk fokus pada perusahaan dan jangan dulu memikirkan soal istri dan anaknya.Brully hanya mengangguk, walau saran untuk tidak memikirkan istri dan anak tak mungkin dihalangi. Sebab Brully selalu gelisah setiap mengingat istri dan anaknya.“Oke Bro, saya ke Padang siang ini. Krishna saya bawa, ya” kata NaldiBeberapa saat saja setelah berpisah dengan Naldi, kepala Brully langsung terhubung dengan kecuri
Ranggi masih terbelalak. Kagetnya belum hilang sebab tanpa disangka, Naldi orang yang paling dicemaskan ternyata hadir di hadapannya.Ranggi tak siap dengan kondisi ini. Sehingga tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Dia seperti anak kucing yang tiba-tiba melihat ada singa di depannya.“Mana Fatimah?” Tanya Naldi lagi“Di dalam Mak” Ranggi gugup bersangatanNaldi menarik tangan Ranggi dan membawanya ke sedikit jauh dari kursi tunggu. Ranggi melangkah penuh ketakutan. Yang ditakutkan Ranggi adalah, jangan-jangan Naldi sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi.Ranggi makin gugup dan badannya panas dingin.Krishna hanya diam saja dan sibuk melihat taman-taman rumah sakit yang ada kolom ikannya. Dia lalu mendekati kolam itu bermain ikan.Naldi melepaskan pegangan tangannya di tangan Ranggi. Kemudian menatap mata Ranggi tak berkedip“Ada apa dengan Fatimah??“Dia jatuh setelah syuting Mak”“Trus mengapa HP kamu matikan?’“Awak ndak ingin mamak cemas”“Ah, malah dengan begini, mamak jadi ce
Ranggi bersembunyi di sudut rumah sakit, mengendap-endap untuk keluar menuju parkiran. Ia ingin melarikan diri. Tapi ragu untuk melangkah ke parkiran, takut Naldi melihatnya.Ranggi menoleh ke kiri dan ke kanan mirip pencuri yang ingin mengambil sesuatu. Dengan hati-hati, langkah demi langkah dia menuju parkiran hingga dia berhasil sampai di samping mobilnya.Ranggi dengan cepat mengeruk tas kecil untuk mengambil kunci mobil. Sayang, kunci mobil tidak ditemukan. Dia memeriksa setiap saku yang di dalam tas itu, tak jua menemukan kunci yang dicari.Kawan,Naldi seorang informan yang tidak melakukan kekerasan fisik untuk menghadapi seseorang. Kunci mobil Ranggi ada padanya. Naldi sengaja mengambil diam-diam kunci mobil saat berada dalam kamar rawat Prasti. Hal itu dia lakukan setelah Naldi menerima informasi dari dokter bahwa dalam tubuh Prasti ditemukan obat penenang.Kelihaian Naldi untuk mengambil kunci itu tak sedikitpun terendus Ranggi.Dugaan Naldi kian kuat setelah dia mengecek pe