Prasti sudah tak berdaya, dia berbaring lemas di ranjang empuk setelah serbuk obat penenang ditabur secara tersembunyi oleh Ranggi saat menjemput menu makanan dan minuman di restoran.Tak tahu, Ranggi membeli atau meminta saja pada temannya yang sama-sama alumni jurusan Farmasi. Setidaknya Ranggi mengerti tentang obat-obatan. Kandungan, fungsi dan efek sampingnya tentu sudah dia pelajari di bangku kuliah.Obat itu, ketika kini telah masuk ke sistem syaraf, maka pergerakkan syaraf jadi melambat. Kemudian tubuh lemas, mengantuk kadang disertai mual. Bahkan bila tubuh yang mengosumsi tidak terlalu baik kondisinya, seseorang bisa muntah-muntah.Ranggi bersiap untuk sebuah perlakuan biadab pada wanita separuh bule yang super cantik ini. Lagi-lagi, tak ada lelaki yang tidak menetes air seleranya setelah memandang raga Prasti yang terjilentang itu. Apalagi melihat Prasti sudah terkulai tak berdaya, semangat Ranggi meledak-ledak dibuatnya.Ranggi telah membayangkan bahwa sebentar lagi dia aka
Wanita berbaju oren naik ke lantai 17, kamar lelaki yang tadi duduk di sampingnya. Sepertinya tawar menawar telah selesai dan angka yang pas telah didapatkan. Tinggal penyelenggaraan acara.Harga wanita berbaju oren masih tergolong mahal. Walau tak lagi abege, tapi kualitas wajah dan posturnya masih aduhai untuk para lelaki. Maka hingga kini masih laris manis bagi lelaki berkantong padat.Naldi cukup tahu kualitas wanita itu. Karena beberapa kenalannya pernah merasakan sensasi luar biasa dari layanan wanita berbaju oren tersebut. Umumnya, para pemesan minta nambah untuk kembali menghabiskan malam bersama wanita berbaju oren yang tadi berambut sebahu itu.Memang, wanita berbaju oren wajahnya tidak pasaran. Dia wanita indonesia asli, tidak indo seperti Prasti. Tapi daya tariknya cukup kuat. Kulitnya sawo matang cerah, tingginya 160an. Tapi yang paling dinikmati orang saat pertama kali bertemu adalah senyumnya. Sangat berbeda, khas sebab giginya sangat rapi dan putih.SementaraTiga jam
Naldi, siang nanti akan berangkat ke Padang. Dia mencium sesuatu yang ganjil. Sebab, hasil penelusuran, posisi terakhir Prasti dan Ranggi sebelum HP mereka tidak bisa lagi dihubungi adalah di sebuah rumah sakit. Naldi menilai situasi dalam bahaya.Tiket untuk ke Padang telah dipesan pagi ini. Sebelum berangkat ke Padang, Naldi menemui Brully terlebih dahulu sesuai janjinya semalam. Juga, untuk memberitahu bahwa Krishna di ajak ke Padang siang ini.Naldi berangkat menuju kantor Brully sementara Krishna diminta menunggu di rumah. Pertemuan Naldi dan Brully hanya sebentar, meminta Brully untuk fokus pada perusahaan dan jangan dulu memikirkan soal istri dan anaknya.Brully hanya mengangguk, walau saran untuk tidak memikirkan istri dan anak tak mungkin dihalangi. Sebab Brully selalu gelisah setiap mengingat istri dan anaknya.“Oke Bro, saya ke Padang siang ini. Krishna saya bawa, ya” kata NaldiBeberapa saat saja setelah berpisah dengan Naldi, kepala Brully langsung terhubung dengan kecuri
Ranggi masih terbelalak. Kagetnya belum hilang sebab tanpa disangka, Naldi orang yang paling dicemaskan ternyata hadir di hadapannya.Ranggi tak siap dengan kondisi ini. Sehingga tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Dia seperti anak kucing yang tiba-tiba melihat ada singa di depannya.“Mana Fatimah?” Tanya Naldi lagi“Di dalam Mak” Ranggi gugup bersangatanNaldi menarik tangan Ranggi dan membawanya ke sedikit jauh dari kursi tunggu. Ranggi melangkah penuh ketakutan. Yang ditakutkan Ranggi adalah, jangan-jangan Naldi sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi.Ranggi makin gugup dan badannya panas dingin.Krishna hanya diam saja dan sibuk melihat taman-taman rumah sakit yang ada kolom ikannya. Dia lalu mendekati kolam itu bermain ikan.Naldi melepaskan pegangan tangannya di tangan Ranggi. Kemudian menatap mata Ranggi tak berkedip“Ada apa dengan Fatimah??“Dia jatuh setelah syuting Mak”“Trus mengapa HP kamu matikan?’“Awak ndak ingin mamak cemas”“Ah, malah dengan begini, mamak jadi ce
Ranggi bersembunyi di sudut rumah sakit, mengendap-endap untuk keluar menuju parkiran. Ia ingin melarikan diri. Tapi ragu untuk melangkah ke parkiran, takut Naldi melihatnya.Ranggi menoleh ke kiri dan ke kanan mirip pencuri yang ingin mengambil sesuatu. Dengan hati-hati, langkah demi langkah dia menuju parkiran hingga dia berhasil sampai di samping mobilnya.Ranggi dengan cepat mengeruk tas kecil untuk mengambil kunci mobil. Sayang, kunci mobil tidak ditemukan. Dia memeriksa setiap saku yang di dalam tas itu, tak jua menemukan kunci yang dicari.Kawan,Naldi seorang informan yang tidak melakukan kekerasan fisik untuk menghadapi seseorang. Kunci mobil Ranggi ada padanya. Naldi sengaja mengambil diam-diam kunci mobil saat berada dalam kamar rawat Prasti. Hal itu dia lakukan setelah Naldi menerima informasi dari dokter bahwa dalam tubuh Prasti ditemukan obat penenang.Kelihaian Naldi untuk mengambil kunci itu tak sedikitpun terendus Ranggi.Dugaan Naldi kian kuat setelah dia mengecek pe
Ranggi membaca lembaran Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Lelaki Berkacamata Hitam sengaja membuka pasal yang berkaitan dengan kejahatan yang dilakukan Ranggi. Tindakan pemberian obat berbahaya dan percobaan pemerkosaan pada seseorang.“ini, kamu bisa dipenjara dengan pasal ini. Ini bukan pasal main-main, boss”Ranggi terbelalak dan ketakutan“Bang, mohon Bang. Jangan diproses Bang”“Enak aja kau. Tak boleh kejahatan dibiarkan. Paham!!”“Bang, bantu aku Bang. Aku tak mau dipenjara Bang”SementaraNaldi sudah sampai di Payakumbuh. Dia mewanti-wanti Prasti untuk tidak menyebut-nyebut Ranggi bila ada yang menanya. Apalagi kalau yang menanya Jelita.“Fatimah, kalau ada yang nanya Ranggi, apalagi yang nanya Jelita, pura-pura ngga tau aja ya”“Oke Bang”Prasti menyetujui anjuran Naldi, karena Prasti tahu bahwa Jelita tak pernah tahu kalau Ranggi pergi dengannya. Prasti juga paham, bahwa bila Jelita tahu, maka akan menimbulkan masalah karena Ranggi dan Jelita akan segera menikah.Namun, Pras
Prasti menuju Bukittingi bersama Naldi. Sesuai permintaan Prasti mereka hanya pergi berdua. Krishna dititip bermain bersama ponakan-ponakan Naldi yang seumuran dengan Krishna.Semenjak berada di atas mobil, Prasti belum jua rampung memikirkan bagaimana cara melakukan pembuktian kata-kata Naldi yang mengaku impoten itu.Satu hal yang tak mungkin adalah tindakan sengaja membuka aurat di depan Naldi nantinya. Prasti bingung, apa yang bisa membuat lelaki terangsang tanpa harus melihat bagian tubuh sensitif wanita?Prasti hanya mencoba memakai pengharum yang berbeda dengan biasa. Dan itu langsung dapat respon dari Naldi.‘Fatimah, aromanya asik” puji Naldi“Ah, yang benar bang?”“Iya”“Abang suka??”“Suka banget”Prasti tersenyum dan merasa mendapat angin. Kemudian Prasti berkata.“Bang, katanya, bau farfum itu bisa meningkatkan gairah lelaki loh Bang”Naldi menoleh pada Prasti dan tersenyum“Katanya iya sih”“Kok katanya iya sih. Yang abang rasakan gimana??”“Ih, jangan ngomong gitu ah” N
Pratiwi dan Sanca menuju parkiran hotel. Mereka baru saja menyelesaikan satu jam keberduaan mereka di dalam kamar yang kasurnya empuk. Kasur yang siap memanjakan tubuh siapa saja yang terhempas di permukaannya.Sungguh mengherankan prilaku Pratiwi kini. Dia tak sedikitpun canggung dan tak pula takut bila dia dilihat orang yang mungkin mengenalnya. Atau memang Pratiwi telah menghitung langkah dan menginginkan Brully tahu kalau dia sudah berselingkuh. Dengan sasaran akhir Brully marah dan menceraikannya.Tapi terlalu cepat untuk menyimpulkan itu. Sebab Pratiwi, seperti pengakuannya saat Naldi menemuinya, sangat takut dengan ancaman Brully. Walau kata-kata itu hanya karangan Naldi belaka.Sanca mengantar kembali Pratiwi ke tempat tadi dijemput, swalayan Jaya Makmur. Dalam perjalanan Pratiwi bermanja-manja pada Sanca. Prilaku Pratiwi mirip wanita yang baru saja terpuaskan urat-uratnya.“Bang, jujur aku males turun nih, pinginnnya sama abang mulu”“Oh,begitukah adinda”“iya, sumpah”“Bers