***"Hai, Nes," sapa pria yang tak lain adalah Dhana. "Lagi sibuk enggak? Gue mau pesan kue nih buat acara. Tadi gue telepon Gema dan gue disuruh ke sini aja katanya.""Kue apa aja emangnya, Dhan?" tanya Aneska sambil mendudukan dirinya di samping Dhana. "Yang cake-cake gitu aja sih, Nes, kalau ada. Buat acara syukuran soalnya.""Acara kamu?""Tante," kata Dhana. "Dia mau ngadain acara tujuh bulanan hamil terus katanya ngidam pengen dicariin kue sama gue. Jadi ya gitu deh.""Oh," kata Aneska. Bertemu Dhana, dia teringat kembali pada bebannya beberapa waktu lalu sehingga sebelum membahas kue, Aneska bertanya, "Buru-buru enggak, Dhan? Kuenya juga bukan buat hari ini, kan?""Buat rabu sih, Nes, dan kebetulan gue lagi santai sih," kata Dhana. "Ada apa emang?""Hm, aku mau nanyain sesuatu sih, tapi kalau seandainya aku ajak kamu ke ruangan aku mau enggak?" tanya Aneska. "Enggak enak kalau di sini, rame.""Ruangannya di toko ini juga?""Iya ke belakang," kata Aneska. "Enggak sepi kok, di lu
***(Bisa jemput aku ke toko? Mobilku kayanya kurang angin. Jangan minta Gibran ya, karena aku pengen kamu yang jemput.)Sedikit mengernyit setelah membaca bagian terakhir dari pesan yang diterimanya dari Aneska, itulah Alnaira. Duduk di tepi kasur, beberapa waktu lalu gadis itu barusaja menunaikan kewajibannya karena memang bukan lagi pukul lima sore, saat ini jarum jam sudah ada di angka enam sore lebih dua puluh menit.Tak sekadar menunaikan kewajiban, Alnaira juga tentunya sudah mandi sehingga tak memakai setelan ketika pergi bersama Gema dan bermain sepeda dengan Gibran, saat ini dia sudah santai dengan setelan piyama polos berwarna biru."Kenapa enggak boleh minta Gibran ya?" tanya Alnaira pada dirinya sendiri. "Padahal lebih aman sama dia, meskipun aku juga enggak keberatan."Tak menemukan jawaban, Alnaira terdiam selama beberapa detik sebelum kemudian mengetik pesan balasan. Tak hanya mengiakan permintaan Aneska, dia bertanya pula alasan sang kakak tak mau dirinya meminta Gibr
***Aneska tak menjawab pertanyaan, Alnaira kembali memanggil sementara yang dipanggil sendiri kini memandanginya dengan kedua mata berkaca-kaca."Kamu kenapa harus ngorbanin hubungan kamu sama Gema demi aku?" tanya Aneska pada akhirnya, dan setiap kata yang dia lontarkan tentunya membuat Alnaira dilanda rasa kaget."Nes," panggil Alnaira dengan tubuh yang tiba-tiba saja menegang. "Kam-""Aku udah tahu semuanya sekarang," kata Aneska. "Aku tahu kamu sama Gema pacaran sejak setahun lalu, dan tentunya aku tahu kalau kamu sengaja ngorbanin hubungan kamu dan Gema demi aku. Kenapa, Na? Kenapa kamu harus lakuin hal tersebut? Apa di mata kamu aku semenyedihkan itu sampai-sampai kamu kasih Gema buat aku? Iya?""Nes, aku bisa jelasin semuanya," ucap Alnaira, sebisa mungkin menahan tangis karena mendengar ungkapan Aneska barusan saja hatinya lemah. "Aku emang relain Gema buat kamu, tapi itu bukan berarti kamu menyedihkan. Aku ikhlasin Gema karena aku sayang sama kamu dan aku pikir setelah denga
***"Papa."Memelankan langkah setelah sejak tadi berlari, panggilan tersebut lantas Alnaira lontarkan setelah sosok pria berpakaian hijau keluar dari IGD.Bukan orang asing, dia adalah Regan dan yang dilakukan pria itu setelah dipanggil tentu saja mengangkat pandangan—membuat Alnaira dengan segera mendekat.Mendapat kabar tentang Aneska yang katanya mengalami kecelakaan, Alnaira dilanda panik. Tak menunda untuk ke rumah sakit setelah diberitahu polisi, Alnaira mengemudi dengan kencang hingga setelah perjalanan cukup jauh dirinya sampai.Belum mengabari siapa pun, Alnaira fokus pada kondisi Aneska sehingga baik Elara ataupun Gibran, keduanya belum ada yang diberitahu hingga sekarang."Na.""Papa dari IGD habis ngapain?" tanya Alnaira pada Regan, yang kini masih memakai baju operasi. "Cek Anes bukan?""Iya," kata Regan. "Tadi pas Papa baru kelar banget operasi, salah satu rekan dokter ngasih tahu kalau katanya anak Papa masuk IGD. Papa pikir kamu, tapi ternyata Anes.""Sekarang gimana
***Tak ada pasien lain selain Aneska, suasana IGD sepi sehingga dengan langkah pelan, Alnaira berjalan untuk menghampiri brankar tempat sang kakak berbaring.Ditutup gorden, Alnaira menyingkapnya secara pelan dan di dalam sana Aneska berbaring dengan kedua mata terpejam. Tak bohong ucapan Regan, Alnaira lega karena tak terlalu parah, Aneska benar-benar hanya mengalami luka di bagian kening yang sudah dibalut perban."Nes, aku minta maaf," cicit Alnaira ketika kini dia berdiri persis di samping brankar. "Aku enggak ada maksud buruk apa pun selain bikin kamu bahagia, karena aku pikir dengan bisa bersatunya kamu sama Gema, kamu bakalan bahagia dan kalau aku egois dengan terus maju sama Gema, kamu sakit hati.""Maaf kalau keputusan yang aku ambil salah," kata Alnaira. "Aku enggak bermaksud macam-macam ke kamu. Aku sayang sama kamu dan sampai kapan pun perasaan sayang aku enggak akan berkurang sedikit pun."Tak ada jawaban, untuk beberapa saat suasana di sana hening sehingga yang Alnaira
***"Papanya di sini, tapi lihatnya ke luar terus. Kurang mempesona ya Papa? Jadinya kamu lebih tertarik sama pemandangan dibanding Papa."Setengah perjalanan terus memandang ke area luar, Alnaira mau tak mau menoleh setelah ucapan tersebut dilontarkan Regan. Tersenyum tipis, selanjutnya itulah yang dia lakukan sebelum kemudian buka suara—menimpali ucapan sang papa."Pemandangannya adem, Pa.""Menyeramkan yang ada," kata Regan tanpa beralih atensi dari jalam. "Kalau pas gitu tiba-tiba ada kuntilanak nemplok gimana?""Pa." Alnaira mendesah. "Zaman sekarang mana ada gituan? Aneh-aneh aja deh."Tak lagi di rumah sakit, Alnaira dan Regan memang memutuskan pulang setelah Elara selesai makan. Bukan tanpa izin, keduanya pulang atas anjuran Elara karena bagaimana pun di hari senin esok keduanya harus bekerja, sehingga menjaga Aneska menjadi tanggung jawab Elara.Tak ada yang curiga tentang apa yang terjadi pada Aneska dan Alnaira, Regan mau pun Elara bersikap seperti biasa dan tentunya tak a
***Meskipun ragu, pada akhirnya Alnaira manut. Menoleh kemudian memandang Regan dengan kedua mata berkaca-kaca, itulah dia sementara sang papa sendiri kembali buka suara."Anes bilang perasaannya udah terlanjur dalam sama Gema, lalu apa kabar kamu?" tanya Regan setelahnya. "Apa perasaan kamu ke Gema enggak dalam juga? Kamu udah pacaran selama satu tahun lho sama dia dan itu bukan waktu yang sebentar.""Aku salah di sini, Pa," cicit Alnaira dengan suara yang mulai tercekat. "Seharusnya dari awal aku enggak sembunyiin status aku sama Gema. Jadi kalau pun sekarang Anes enggak mau lepas Gema, aku harus terima karena semua ini terjadi gara-gara aku. Aku terlalu sayang sama Anes sampai-sampai aku enggak mikir kalau cara yang aku lakuin salah.""Na.""Maafin aku ya, Pa," ucap Alnaira dengan suara yang semakin mengecil karena sakit dan sesak yang kini melanda. "Aku udah bikin kacau semuanya, tapi aku berani bersumpah kalau aku enggak punya niat jelek. Aku cuman pengen Anes bahagia, karena di
***"Pa."Regan tak kunjung menjawab pertanyaan yang dia lontarkan, panggilan tersebut lantas Aneska lontarkan pada sang papa. Penasaran dengan apa yang ingin Regan bahas tentang Alnaira, itulah dia sehingga tanpa mau menunggu lama, Aneska membutuhkan jawaban sekarang juga."Tentang keputusan kamu semalam," ucap Regan—sehati-hati mungkin, agar Aneska tak merasa dirinya berat sebelah karena meskipun kasihan pada Alnaira, sebagai ayah dia ingin bersikap seadil mungkin untuk kedua putrinya."Alnaira ngadu sama Papa?" tanya Aneska.Tak kaget ketika Regan membahas masalahnya dengan Alnaira, Aneska memang sudah diberitahu perihal siapa saja yang mengetahui rahasia Alnaira dan Gema selama ini sehingga tak ada raut wajah terkejut, perempuan dua puluh delapan tahun itu nampak tenang."Bukan ngadu, tapi lebih tepatnya bilang karena kalau Papa enggak nanya, Nana enggak akan cerita soal obrolan kalian semalam.""Oh.""Kamu serius mau lanjutin pernikahan kamu sama Gema?" tanya Regan dengan tatapan
***"Tapi Gema enggak cinta sama Anes, Na, dia cintanya sama lo dan gue rasa percuma juga kalau pernikahan mereka dilanjutin," kata Sky. "Jujur deh coba ke Om Regan sama Tante El. Siapa tahu mereka bisa cari jalan keluar terbaik atau barangkali kalau tahu semuanya, pernikahan Anes sama Gema bakalan langsung dibatalin.""Apa aku bisa sejahat itu?" tanya Alnaira. "Menikah sama Gema pasti impian Anes banget. Apa aku tega hancurin mimpi dia setelah sebelumnya aku pernah lakuin hal sama? Kamu ingat? Anes pengen jadi dokter lho, Sky, tapi semuanya enggak bisa diwujudin setelah dia punya phobia sama darah dan kamu enggak lupa, kan, siapa yang bikin Anes punya phobia?""Ya tapi kan, Anes juga udah jahat sama lo, Na," kata Sky. "Peduli amat lo sama perasaan dia. Anes aja enggak peduli."Tak menjawab, Alnaira hanya bisa menghela napas kasar sebagai respon. Memandang Sky dengan raut wajah bingung, itulah dia sekarang sehingga untuk beberapa saat suasana diantara dirinya dan Sky hening."Na.""En
***"Makanannya enggak enak ya, Na?"Setelah sebelumnya memperhatikan, pertanyaan tersebut Sky lontarkan dengan rasa penasaran yang kini melanda. Tengah makan malam bersama, itulah dia dan Alnaira sekarang karena memang usai banyak drama menghampiri putri tengah Regan tersebut, Sky akhirnya datang juga.Belum tahu apa pun termasuk undangan pernikahan Aneska dan Gema, Sky sendiri datang sekitar dua puluh menit lalu, sehingga belum bercerita apa-apa, Alnaira masih menyimpan semuanya sendirian."Eh, enak kok. Kata siapa enggak enak?" tanya Alnaira yang memang sejak beberapa saat lalu menyantap makanan pemberian Sky.Bukan masakan sang mama, makanan tersebut Sky beli dari restoran favoritnya seperti biasa, dan tak aneh, makanan yang dia bawa adalah; nasi dengan olahan daging sapi dan sayuran."Kirain enggak enak," kata Sky. "Gue perhatiin lo makannya enggak semangat kaya biasa. Jadi gue pikir makanannya enggak enak.""Enak kok, cuman emang pikiran aku lagi agak ke mana-mana. Jadi gitu deh
*** "Aku cinta sama kamu dan sampai kapan pun perasaanku enggak akan berubah," kata Gema—membuat Alnaira memasang raut wajah kaget. Namun, tentunya tetap bersikap tenang sehingga setelahnya dia pun melanjutkan ucapan. "Kalau kamu pikir keputusan aku buat nikahin Anes dilandasi rasa capek karena hubungan kita yang enggak bisa mulus, kamu salah karena kalau bisa milih, aku lebih baik hadapin jalan terjal asalkan sama kamu dibanding lewatin jalanan mulus tapi sama orang lain." "Jadi intinya apa?" tanya Alnaira. "Coba to the point karena aku bingung sama ucapan kamu." Gema menghela napas pelan. "Intinya aku nikahin Anes demi keselamatan hidup kamu," ucapnya kemudian. Tak mau terus memendam rahasia besar tersebut sendirian, pada akhirnya Gema memutuskan untuk jujur. Meskipun semua tak akan berubah karena Alnaira yang akan tetap memintanya bersama Aneska, setidaknya dia ingin sang pujaan hati tahu jika sampai detik ini, tak ada sedikit pun perubahan di dalam rasa cintanya untuk perempua
***"Nah, itu pasti Sky."Dengan senyuman merekah, tebakan tersebut keluar dari mulut Alnaira setelah bunyi bel dari pintu apartemen kembali terdengar. Tak banyak menunda, dengan segera dia bergegas menuju pintu.Sudah menunggu Sky cukup lama, Alnaira antusias menunggu kedatangan sahabatnya itu sehingga ketika pintu terbuka, tanpa ba bi bu sapaan pun dilontarkan."Sky, akhirnya kamu datang jug ... Gema?"Senyuman seketika luntur, itulah yang terjadi pada Alnaira setelah di depannya kini yang dia dapati bukan Sky, melainkan Gema. Sebulan tak bertemu, jujur saja Alnaira kaget ketika calon suami dari kakaknya itu datang tanpa permisi sehingga setelaahnya yang dia lakukan adalah; diam—memandang sang calon kakak ipar lekat.Beberapa detik berlalu, suasana masih saja hening hingga akhirnya Gema buka suara lebih dulu."Hai, Na. Apa kabar?""Gem," panggil Alnaira. "Kabar aku baik. Kamu sendiri gimana?"Canggung.Demi apa pun itulah yang Alnaira rasakan karena cukup lama tak bertemu, bahkan be
***Meskipun kesal, dongkol, bahkan benci pada calon istrinya itu, Gema tetap mengejar Aneska menuju lift. Berbeda dengan dia dan sang calon istri yang masih terus berdebat, Alnaira sendiri sudah kembali tenang.Tak lagi memegang undangan, dia kini tengah menikmati angin di balkon hingga di tengah kegiatannya itu, sebuah panggilan masuk.Mengambil ponselnya itu, senyuman terukir di bibir Alnaira setelah nama Regan terpampang, sehingga dengan segera dia pun menjawab panggilan."Halo, Pa.""Halo, cantiknya Papa. Apa kabar kamu hari ini, Nak? Baik?""Alhamdulillah baik, Pa," ucap Alnaira. "Papa sama Mama gimana? Baik?""Baik, Cantik. Alhamdulillah," kata Regan. "Oh ya, Anes sama Gema udah ke sana? Mereka katanya mau anterin undangan ke kamu sama yang lainnya di Bandung.""Udah, Pa," kata Alnaira. "Anes aja sih, Gema enggak ada. Dia mungkin nunggu di mobil atau anterin undangan ke tempat lain, aku sendiri enggak tahu.""Oh gitu," kata Regan. "Lama enggak Anesnya di sana? Sebulan enggak ke
***"Bukan siapa-siapa. Orang iseng kayanya, udah pergi juga tuh barusan yang pencet bel."Memberikan jawaban bohong, itulah Aneska setelah pertanyaan tentang siapa yang datang ke apartemen Alnaira, dilontarkan sang pemilik.Bukan tanpa alasan, jawaban bohong tersebut sengaja dia katakan karena bukan orang asing, faktanya yang sejak tadi menekan bel adalah Gema dan sebagai calon istri yang akan segera dinikahi oleh pria itu, Aneska tak mau Gema bertemu dengan Alnaira."Oh, kirain Sky," kata Alnaira. "Dia janji buat ke sini soalnya.""Bukan," kata Aneska sambil tersenyum. Mendekat pada Alnaira, dia kemudian berkata, "Oh ya, Na, karena aku masih ada urusan di Bandung, aku pamit dulu ya. Kamu nanti jangan lupa pulang karena aku sama Gema nunggu kehadiran kamu.""Buru-buru banget.""Iya, karena masih ada undangan yang harus aku bagiin," kata Aneska. "Teman aku kan ada juga yang di Bandung.""Oh gitu ya," kata Alnaira. "Ya udah kalau gitu hati-hati di jalan ya. Habis dari Bandung, kalau bi
***"Iyalah, apa coba yang enggak gue tahu tentang lo?" tanya Sky. "Semua rasa sakit lo aja gue tahu. Iya enggak?""Mulai deh," kata Alnaira sambil tersenyum."Kenapa?" tanya Sky."Enggak sih," kata Alnaira. "Bingung juga harus ngomong apa.""Yeee, enggak jelas," kata Sky yang direspon senyuman oleh Alnaira, sehingga tak ada lagi obrolan, setelahnya suasana hening.Berlangsung selama beberapa detik, Sky kembali memulai percakapan dan kalimat yang dia lontarkan adalah; sebuah harapan."Semoga enggak cuman kaki, hati lo bisa sembuh juga di sini ya, Na," kata Sky. "Enggak ada lagi kesedihan dan air mata, gue harap ke depannya cuman senyuman yang lo tampilin dan kalau boleh, gue berharap lo bisa nemuin pengganti Gema di sini yang jauh lebih baik daripada dia. Lo gadis yang baik dan lo sangat pantas buat dapatin laki-laki baik."Tersenyum sambil memandang Sky yang kini berdiri sambil bersandar pada pagar, kedua mata Alnaira berkaca-kaca. Bukan karena sedih, semua terjadi karena dirinya bah
***"Udah, kan? Kita udah tahu di mana apartemen Nana selama tinggal di Bandung. Jadi daripada diem terus di sini mendingan kita pergi, karena selama di Bandung aku pengen mampir dulu ke suatu tempat."Memandangi Alnaira dan yang lainnya di lobi gedung apartemen, ucapan tersebut Aneska lontarkan pada Gema. Berada di parkiran depan apartemen, sejak beberapa waktu lalu dia dan sang calon suami mengawasi Alnaira beserta keluarganya karena kata Gema, pria itu tak mau pergi sebelum Alnaira memasuki apartemen.Beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di Bandung. Tak ketahuan, keberadaan Aneska dan Gema sampai saat ini aman karena meskipun selalu berada di dekat mobil yang dikendarai Sky, tak ada satu pun yang curiga perihal Aneska dan Gema yang ikut pergi ke Bandung.Tak sia-sia meminjam mobil sang sahabat, Gema lega karena meskipun tak bisa bertemu langsung, setidaknya dia bisa mengawal Alnaira dengan selamat sampai tempat tujuan, dan karena cintanya pada perempuan itu masih sangat
***"Selama gue belum punya istri, lo boleh bergantung sama gue kapan pun lo mau, Na," ucap Sky. "Gue bakalan selalu ada buat lo, karena gue cinta sama lo, cuman tolong jangan terbebani sama perasaan gue karena meskipun cinta, gue enggak berambisi buat dapatin lo. Ambisi gue tuh bahagiain lo dan kalau nanti lo bahagia sama cowok lain, gue tentunya ikhlas. Lega malah karena lo bahagia, gue bahagia.""Kamu baik banget Sky," ucap Alnaira. "Aku sampe bingung mau bilang apa saking baiknya kamu.""Bilang gue ganteng aja udah cukup kok," kata Sky sambil tersenyum. "Udah ah, jangan sedih-sedih. Daripada mikirin Anes, mendingan lo nikmatin perjalanan sambil senderan di bahu gue. Setelahnya mau tidur? Silakan, gue enggak akan keberatan.""Pegal nanti.""Enggak akan," ucap Sky. "Ayo buruan senderan.""Enggak apa-apa?""Enggak apa-apa, Nana. Ayo buruan mumpung gue lagi baik."Tak banyak bicara, selanjutnya Alnaira memilih untuk melakukan apa yang Sky anjurkan. Bersandar di bahu kiri sang sahabat,