***Alnaira mengangguk. "Iya," jawabnya bohong. "Dia teman aku waktu kuliah dan sekarang praktek di rumah sakit yang beda sama aku. Ini aku enggak akan lama kok, cuman jemput terus anterin ke apartemennya lalu pulang. Boleh ya?""Kamu enggak bohongin Papa, kan?" tanya Regan—membuat Alnaira panik.Namun, sebisa mungkin dia memasang raut wajah biasa."Enggaklah," kata Alnaira. "Kalau Papa enggak percaya, Papa bisa ikut cuman mungkin nanti sama cewek semua, karena yang nemenin teman aku ini cewek. Tadi aku diajak sebenarnya cuman aku enggak mau.""Jangan," kata Regan. "Kamu Dokter. Jadi harusnya kamu tahu seberapa bahaya alkohol buat badan.""Iya enggak kok, Pa, tapi tolong izinin aku pergi ya. Aku enggak bakalan macam-macam dan Papa harus percaya sama aku."Diam.Selanjutnya itulah yang Regan lakukan sebelum akhirnya memberi izin—membuat Alnaira seketika dilanda lega. Tak cuma-cuman, izin tersebut disertai syarat yaitu; Alnaira harus segera kembali setelah semua urusan selesai.Alnaira
***"Tidur yang nyenyak ya, Gem. Semoga kondisi kamu besok lebih baik."Barusaja selesai menyelimuti Gema, ucapan tersebut Alnaira lontarkan sambil memandang mantan kekasihnya tersebut.Tak lagi mengoceh, Gema terlelap sejak beberapa menit lalu dan tentunya tak lagi di club, pria itu sudah berpindah tempat ke kamar tamu yang ada di apartemen Rakhsan.Siapa yang membawa Gema pulang? Jawabannya tentu saja Alnaira. Terpaksa mengiakan permintaan sang mantan untuk menikah, Alnaira berhasil membujuk Gema pergi dari club.Menggunakan mobilnya, Alnaira duduk di belakang bersama Gema sementara Rakhsan mengemudikan kendaraannya itu.Tak duduk menggunakan jarak, sepanjang perjalanan Gema terus menyandarkan kepalanya di bahu Alnaira dan tentunya tak diam, pria itu terus mengoceh—mengeluarkan uneug-uneug di dalam hatinya yang membuat Alnaira semakin dilanda bersalah."Demi apa pun ya, Gema tuh sayang sama Nana, tapi Nananya mau putus. Nana pengen Gema nikah sama Anes. Padahal, Gema enggak suka Ane
***"Teman kuliah dulu, Nes, cuman emang masih dekat sampe sekarang.""Kok kamu mau-maunya sih, Na?" tanya Elara sambil membawa dua piring nasi goreng ke meja. "Biarin aja padahal. Lagian lemah banget sampe harus mabuk segala.""Enggak boleh gitu," tegur Regan. "Mabuk emang salah, tapi kita juga enggak bisa menjudge seseorang karena kondisi mental setiap manusia tuh kan beda.""Ya iya, tapi Nana jadi direpotin, kan, Mas?" tanya Elara. "Malam-malam keluar sendirian. Kalau ada apa-apa di jalan, gimana?""Ya jangan gitu dong ngomongnya. Yang baik-baik aja.""Kamu tuh."Tak memperpanjang perdebatan, selanjutnya sarapan pagi pun dimulai. Untuk beberapa menit, semua fokus dengan kegiatan mereka makan hingga tak berselang lama Aneska buka suara."Na, boleh tanya enggak?""Tanya apa?""Hm, Gema kalau makan siang biasanya suka makan apa?" tanya Aneska. "Nanti siang rencananya aku mau makan siang sama dia, kan, ya. Nah, awalnya aku mau makan sushi yang di dekat rumah sakit, tapi kalau dipikir-p
***"Ini Nana ke mana sih? Enggak ingkar buat jemput gue, kan, dia?"Duduk bersandar di sofa ruang tengah apartemen Rakhsan, pertanyaan tersebut Gema lontarkan setelah Alnaira yang sejak tadi dia tunggu, tak kunjung datang.Terbangun pagi tadi dengan kondisi kepala pusing, otak Gema bekerja mandiri memutar semua memori kejadian yang terjadi padanya semalam.Tak semua bisa Gema ingat, yang muncul di otaknya hanyalah kilasan-kilasan singkat sehingga tanpa banyak menunda, yang dia lakukan adalah bertanya pada Rakhsan tentang apa saja yang terjadi dan dia lakukan selama mabuk.Menyimak dengan baik, Gema terkejut ketika Rakhsan bercerita jika ketika mabuk semalam, dirinya sempat meminta Alnaira untuk menikah dengannya sebagai syarat dia pulang.Tak cukup sampai di situ, keterkejutan Gema bertambah setelah Rakhsan berkata jika Alnaira mengiakan permintaannya tersebut. Bukan sekadar bualan, Rakhsan menunjukan bukti berupa video Gema juga Alnaira ketika mengobrol, dan hal tersebut membuat Gem
***"Hampir seratus persen kayanya," kata Aneska. "Nana enggak pernah kecewain aku dalam hal apa pun. Jadi aku selalu percaya sama dia.""Kamu sayang sama Nana?"Sambil mengemudi, Aneska menoleh meskipun sekilas. "Kok nanya gitu sih?" tanyanya. "Kalau ditanya sayang, jawabannya tentu iya dong, Gem. Nana saudara kembar aku. Jadi mana mungkin aku enggak sayang sama dia.""Iya sih," kata Gema."Aneh-aneh aja kamu kalau nanya."Tak menimpali, Gema hanya tersenyum sebagai respon sehingga setelahnya suasana di jalan pun hening. Tak ada obrolan, Aneska dan Gema fokus dengan pikiran masing-masing hingga setelah empat puluh menit di jalan, mobil Gema yang Aneska kendarai tiba di rumah sakit."Sampe," ucap Aneska."Kamu nanti siang mau ke sini buat makan sama aku, kan?" tanya Gema."Iya, tapi kayanya batal di sushi, Gem, aku pengen masak," ucap Aneska—membuat Gema seketika mengerutkan kening."Masak?""Iya," kata Aneska. "Aku pengen bawain kamu makan biar nanti makannya sama-sama di sini. Aku,
***"Mau."Berpikir selama beberapa detik, pada akhirnya jawaban tersebut Alnaira lontarkan. Bukan satu kata tanpa makna, yang barusaja Alnaira katakan adalah bentuk persetujuan untuk permintaan Gema beberapa waktu lalu.Tegang.Itulah yang Alnaira rasakan setelah berucap, karena bukan hal sepele, keputusan yang barusaja dia ambil adalah keputusan yang cukup serius."Serius?" tanya Gema dengan raut wajah yang seketika cerah."Serius," kata Alnaira. "Tapi enggak cuman setelah habisin waktu berdua, aku pengen kamu berhenti berulah mulai hari ini, karena hadapin semua tingkah kamu aku capek. Kalau kamu bilang kamu sakit, aku juga sakit, Gem, tapi mau gimana lagi? Takdir kita kaya gini dan selain menerima, kita enggak punya pilihan lain.""Punya sebenarnya, Na," kata Gema. "Enggak melulu pasrah, kita bisa lawan takdir dan-""Nyakitin banyak orang?" tanya Alnaira—memotong ucapan Gema dengan sengaja. "Kamu mungkin tega, Gem, lakuin itu, tapi aku enggak karena bagi aku keluarga adalah segala
***"Ya aku jawab aja kalau aku sama kamu enggak ada masalah apa-apa," kata Gema. "Aku cuman minta ditemenin tidur sama kamu selama lima hari dan-""Gema Cakra Ardhana!" bentak Alnaira tanpa ragu. Tak lagi duduk, gadis itu tanpa ragu berdiri dengan raut wajah yang terlihat marah. "Kamu udah janji buat enggak bertingkah lho, Gem, kenapa masih gini aja? Jawab serius, aku lagi enggak pengen bercanda."Tak langsung bersuara, untuk beberapa saat yang Gema lakukan adalah; menatap Alnaira sebelum kemudian berkata, "Aku bilang kalau tadi kamu negur aku karena ruangan ini berantakan, terus aku enggak terima. Jadi kita debat. Itu jawaban yang aku bilang ke Papa, Na, dan kalau kamu enggak percaya, sana tanya aja langsung sama Dokter Devon."Alnaira diam. Menatap lekat Gema untuk yang kesekian kali, itulah yang dia lakukan hingga pintu ruangan yang dibuka dari luar membuat atensi dia dan Gema beralih."Waw, pasangan mantan lagi apa nih? Kok mukanya tegang gitu? Baru beres baku hantamkah?"Bukan o
***"Siapa?"Alnaira tiba-tiba mendapat telepon, pertanyaan tersebut dilontarkan Gema dengan raut wajah serius.Tak lagi di ruangan tempat mereka bekerja dan beristirahat, saat ini Gema dan Alnaira tengah berada di koridor karena memang setelah mengobrol, berdebat, bahkan mendapat telepon dari Aneska, Gema memutuskan untuk pergi ke kantin guna menghampiri sang calon istriTak mau sendiri, Gema mengajak Alnaira dan tak ada penolakan, gadis itu menerima ajakannya sebagai bukti ikhlas melepas Gema bersama sang saudara kembar."Papa," ucap Alnaira. "Sebentar ya aku angkat dulu. Ah, atau kalau mau duluan ke kantin juga enggak apa-apa. Nanti aku nyusul.""Aku tungguin.""Ya udah."Menjawab telepon sambil menjauh dari Gema, Alnaira menyapa Regan. Mendapat pertanyaan tentang keberadaan, sebuah ajakan untuk makan bersama didapatkan Alnaira sehingga tanpa banyak alasan, dia menerima.Ditunggu di ruang kerja sang papa, selanjutnya itulah yang Alnaira dapatkan sehingga setelah menutup telepon, pu
***"Tapi Gema enggak cinta sama Anes, Na, dia cintanya sama lo dan gue rasa percuma juga kalau pernikahan mereka dilanjutin," kata Sky. "Jujur deh coba ke Om Regan sama Tante El. Siapa tahu mereka bisa cari jalan keluar terbaik atau barangkali kalau tahu semuanya, pernikahan Anes sama Gema bakalan langsung dibatalin.""Apa aku bisa sejahat itu?" tanya Alnaira. "Menikah sama Gema pasti impian Anes banget. Apa aku tega hancurin mimpi dia setelah sebelumnya aku pernah lakuin hal sama? Kamu ingat? Anes pengen jadi dokter lho, Sky, tapi semuanya enggak bisa diwujudin setelah dia punya phobia sama darah dan kamu enggak lupa, kan, siapa yang bikin Anes punya phobia?""Ya tapi kan, Anes juga udah jahat sama lo, Na," kata Sky. "Peduli amat lo sama perasaan dia. Anes aja enggak peduli."Tak menjawab, Alnaira hanya bisa menghela napas kasar sebagai respon. Memandang Sky dengan raut wajah bingung, itulah dia sekarang sehingga untuk beberapa saat suasana diantara dirinya dan Sky hening."Na.""En
***"Makanannya enggak enak ya, Na?"Setelah sebelumnya memperhatikan, pertanyaan tersebut Sky lontarkan dengan rasa penasaran yang kini melanda. Tengah makan malam bersama, itulah dia dan Alnaira sekarang karena memang usai banyak drama menghampiri putri tengah Regan tersebut, Sky akhirnya datang juga.Belum tahu apa pun termasuk undangan pernikahan Aneska dan Gema, Sky sendiri datang sekitar dua puluh menit lalu, sehingga belum bercerita apa-apa, Alnaira masih menyimpan semuanya sendirian."Eh, enak kok. Kata siapa enggak enak?" tanya Alnaira yang memang sejak beberapa saat lalu menyantap makanan pemberian Sky.Bukan masakan sang mama, makanan tersebut Sky beli dari restoran favoritnya seperti biasa, dan tak aneh, makanan yang dia bawa adalah; nasi dengan olahan daging sapi dan sayuran."Kirain enggak enak," kata Sky. "Gue perhatiin lo makannya enggak semangat kaya biasa. Jadi gue pikir makanannya enggak enak.""Enak kok, cuman emang pikiran aku lagi agak ke mana-mana. Jadi gitu deh
*** "Aku cinta sama kamu dan sampai kapan pun perasaanku enggak akan berubah," kata Gema—membuat Alnaira memasang raut wajah kaget. Namun, tentunya tetap bersikap tenang sehingga setelahnya dia pun melanjutkan ucapan. "Kalau kamu pikir keputusan aku buat nikahin Anes dilandasi rasa capek karena hubungan kita yang enggak bisa mulus, kamu salah karena kalau bisa milih, aku lebih baik hadapin jalan terjal asalkan sama kamu dibanding lewatin jalanan mulus tapi sama orang lain." "Jadi intinya apa?" tanya Alnaira. "Coba to the point karena aku bingung sama ucapan kamu." Gema menghela napas pelan. "Intinya aku nikahin Anes demi keselamatan hidup kamu," ucapnya kemudian. Tak mau terus memendam rahasia besar tersebut sendirian, pada akhirnya Gema memutuskan untuk jujur. Meskipun semua tak akan berubah karena Alnaira yang akan tetap memintanya bersama Aneska, setidaknya dia ingin sang pujaan hati tahu jika sampai detik ini, tak ada sedikit pun perubahan di dalam rasa cintanya untuk perempua
***"Nah, itu pasti Sky."Dengan senyuman merekah, tebakan tersebut keluar dari mulut Alnaira setelah bunyi bel dari pintu apartemen kembali terdengar. Tak banyak menunda, dengan segera dia bergegas menuju pintu.Sudah menunggu Sky cukup lama, Alnaira antusias menunggu kedatangan sahabatnya itu sehingga ketika pintu terbuka, tanpa ba bi bu sapaan pun dilontarkan."Sky, akhirnya kamu datang jug ... Gema?"Senyuman seketika luntur, itulah yang terjadi pada Alnaira setelah di depannya kini yang dia dapati bukan Sky, melainkan Gema. Sebulan tak bertemu, jujur saja Alnaira kaget ketika calon suami dari kakaknya itu datang tanpa permisi sehingga setelaahnya yang dia lakukan adalah; diam—memandang sang calon kakak ipar lekat.Beberapa detik berlalu, suasana masih saja hening hingga akhirnya Gema buka suara lebih dulu."Hai, Na. Apa kabar?""Gem," panggil Alnaira. "Kabar aku baik. Kamu sendiri gimana?"Canggung.Demi apa pun itulah yang Alnaira rasakan karena cukup lama tak bertemu, bahkan be
***Meskipun kesal, dongkol, bahkan benci pada calon istrinya itu, Gema tetap mengejar Aneska menuju lift. Berbeda dengan dia dan sang calon istri yang masih terus berdebat, Alnaira sendiri sudah kembali tenang.Tak lagi memegang undangan, dia kini tengah menikmati angin di balkon hingga di tengah kegiatannya itu, sebuah panggilan masuk.Mengambil ponselnya itu, senyuman terukir di bibir Alnaira setelah nama Regan terpampang, sehingga dengan segera dia pun menjawab panggilan."Halo, Pa.""Halo, cantiknya Papa. Apa kabar kamu hari ini, Nak? Baik?""Alhamdulillah baik, Pa," ucap Alnaira. "Papa sama Mama gimana? Baik?""Baik, Cantik. Alhamdulillah," kata Regan. "Oh ya, Anes sama Gema udah ke sana? Mereka katanya mau anterin undangan ke kamu sama yang lainnya di Bandung.""Udah, Pa," kata Alnaira. "Anes aja sih, Gema enggak ada. Dia mungkin nunggu di mobil atau anterin undangan ke tempat lain, aku sendiri enggak tahu.""Oh gitu," kata Regan. "Lama enggak Anesnya di sana? Sebulan enggak ke
***"Bukan siapa-siapa. Orang iseng kayanya, udah pergi juga tuh barusan yang pencet bel."Memberikan jawaban bohong, itulah Aneska setelah pertanyaan tentang siapa yang datang ke apartemen Alnaira, dilontarkan sang pemilik.Bukan tanpa alasan, jawaban bohong tersebut sengaja dia katakan karena bukan orang asing, faktanya yang sejak tadi menekan bel adalah Gema dan sebagai calon istri yang akan segera dinikahi oleh pria itu, Aneska tak mau Gema bertemu dengan Alnaira."Oh, kirain Sky," kata Alnaira. "Dia janji buat ke sini soalnya.""Bukan," kata Aneska sambil tersenyum. Mendekat pada Alnaira, dia kemudian berkata, "Oh ya, Na, karena aku masih ada urusan di Bandung, aku pamit dulu ya. Kamu nanti jangan lupa pulang karena aku sama Gema nunggu kehadiran kamu.""Buru-buru banget.""Iya, karena masih ada undangan yang harus aku bagiin," kata Aneska. "Teman aku kan ada juga yang di Bandung.""Oh gitu ya," kata Alnaira. "Ya udah kalau gitu hati-hati di jalan ya. Habis dari Bandung, kalau bi
***"Iyalah, apa coba yang enggak gue tahu tentang lo?" tanya Sky. "Semua rasa sakit lo aja gue tahu. Iya enggak?""Mulai deh," kata Alnaira sambil tersenyum."Kenapa?" tanya Sky."Enggak sih," kata Alnaira. "Bingung juga harus ngomong apa.""Yeee, enggak jelas," kata Sky yang direspon senyuman oleh Alnaira, sehingga tak ada lagi obrolan, setelahnya suasana hening.Berlangsung selama beberapa detik, Sky kembali memulai percakapan dan kalimat yang dia lontarkan adalah; sebuah harapan."Semoga enggak cuman kaki, hati lo bisa sembuh juga di sini ya, Na," kata Sky. "Enggak ada lagi kesedihan dan air mata, gue harap ke depannya cuman senyuman yang lo tampilin dan kalau boleh, gue berharap lo bisa nemuin pengganti Gema di sini yang jauh lebih baik daripada dia. Lo gadis yang baik dan lo sangat pantas buat dapatin laki-laki baik."Tersenyum sambil memandang Sky yang kini berdiri sambil bersandar pada pagar, kedua mata Alnaira berkaca-kaca. Bukan karena sedih, semua terjadi karena dirinya bah
***"Udah, kan? Kita udah tahu di mana apartemen Nana selama tinggal di Bandung. Jadi daripada diem terus di sini mendingan kita pergi, karena selama di Bandung aku pengen mampir dulu ke suatu tempat."Memandangi Alnaira dan yang lainnya di lobi gedung apartemen, ucapan tersebut Aneska lontarkan pada Gema. Berada di parkiran depan apartemen, sejak beberapa waktu lalu dia dan sang calon suami mengawasi Alnaira beserta keluarganya karena kata Gema, pria itu tak mau pergi sebelum Alnaira memasuki apartemen.Beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di Bandung. Tak ketahuan, keberadaan Aneska dan Gema sampai saat ini aman karena meskipun selalu berada di dekat mobil yang dikendarai Sky, tak ada satu pun yang curiga perihal Aneska dan Gema yang ikut pergi ke Bandung.Tak sia-sia meminjam mobil sang sahabat, Gema lega karena meskipun tak bisa bertemu langsung, setidaknya dia bisa mengawal Alnaira dengan selamat sampai tempat tujuan, dan karena cintanya pada perempuan itu masih sangat
***"Selama gue belum punya istri, lo boleh bergantung sama gue kapan pun lo mau, Na," ucap Sky. "Gue bakalan selalu ada buat lo, karena gue cinta sama lo, cuman tolong jangan terbebani sama perasaan gue karena meskipun cinta, gue enggak berambisi buat dapatin lo. Ambisi gue tuh bahagiain lo dan kalau nanti lo bahagia sama cowok lain, gue tentunya ikhlas. Lega malah karena lo bahagia, gue bahagia.""Kamu baik banget Sky," ucap Alnaira. "Aku sampe bingung mau bilang apa saking baiknya kamu.""Bilang gue ganteng aja udah cukup kok," kata Sky sambil tersenyum. "Udah ah, jangan sedih-sedih. Daripada mikirin Anes, mendingan lo nikmatin perjalanan sambil senderan di bahu gue. Setelahnya mau tidur? Silakan, gue enggak akan keberatan.""Pegal nanti.""Enggak akan," ucap Sky. "Ayo buruan senderan.""Enggak apa-apa?""Enggak apa-apa, Nana. Ayo buruan mumpung gue lagi baik."Tak banyak bicara, selanjutnya Alnaira memilih untuk melakukan apa yang Sky anjurkan. Bersandar di bahu kiri sang sahabat,