Bab 14
"Apa...?! Dokter tidak salah diagnosa, kan?" Regan berteriak kencang saking kagetnya. Teriakannya memenuhi ruangan yang tidak terlalu luas itu. Dia bahkan terlonjak dari tempat duduknya.
"Benar, Tuan. Nyonya Airin menderita kanker rahim stadium akhir," sahut dokter Faisal dengan tenang. Dia sudah terbiasa menghadapi keluarga pasien yang shock seperti saat ini.
Dokter senior berumur kira-kira lima puluh tahun itu mengulurkan beberapa berkas ke hadapan mereka.
"Ini adalah hasil beberapa pemeriksaan. Saya jamin ini akurat. Kami tim dokter tidak asal diagnosa," tegasnya.
Regan terdiam. Dia mengamati beberapa lembaran itu dengan cermat. Salwa yang duduk di sampingnya merapatkan tubuh ke tubuh daddynya, ikut-ikutan membaca hasil pemeriksaan kondisi kesehatan mommynya.
"Apa masih bisa disembuhkan, Dok?" tanya Salwa gemetar. Dunia g
Bab 15Regan kembali meraih tangan itu, membungkukkan badan, mencium jemari lentik Airin dengan lembut. Dia mendapati istrinya telah berhasil membuka mata. Pendar mata itu seperti bintang, menjelma menjadi titik-titik harapan yang tak pernah putus dari hati Regan saat menyaksikan kondisi terkini istrinya"Aku tidak apa-apa, Regan, hanya pingsan biasa. Kamu tidak usah cemas yang berlebihan." Dia kembali berkilah. Tangannya bergerak lemah membalas sentuhan suaminya."Kamu menyembunyikan sesuatu dari kami," keluh Regan sembari melirik Salwa yang duduk di sampingnya. Gadis itu sejak tadi terisak."Salwa, jangan menangis. Mommy sungguh tidak apa-apa," ujarnya."Bagaimana mungkin aku tidak menangis, Mom? Mommy menyembunyikan penyakit Mommy dariku! Apakah Mommy tidak percaya padaku?! Mommy, seandainya boleh memilih, biar aku saja yang menanggung penyakit ini. Jangan Mommy! Mommy terlalu berharga untukku dan juga Daddy." Suaranya semakin terdengar pi
Bab 16Regan menyeret Salwa keluar dari ruangan dengan setengah memaksa, setelah paramedis berdatangan. Sementara itu kondisi Airin kembali drop. Dia tak sadarkan diri. Salwa melihat sekilas dari layar monitor yang menunjukkan denyut jantung mommynya kembali melemah."Daddy," cicit Salwa saat lelaki dewasa itu membawanya duduk di bangku panjang di depan ruang perawatan. Salwa bermaksud untuk berdiri, ingin melihat apa yang terjadi di dalam sana lewat kaca jendela, tetapi tangan kokoh itu memaksanya untuk kembali duduk."Duduklah, Little Girl. Mommy kamu hanya tertidur sebentar. Dia akan segera bangun kembali."Kata-kata itu bernada pengharapan. Namun, baik Regan maupun Salwa yang telah mengetahui dengan jelas kondisi Airin yang sebenarnya, semua itu hanya bertujuan untuk sekedar menghibur hati mereka sendiri."Tapi aku takut, Dad. Aku tidak mau kehilangan mommy."
Bab 17 "Lima tahun?!" Rahang Regan mengeras. "Jadi apa saja kerjamu selama lima tahun ini, sampai kamu tidak tahu menahu tentang penyakit nyonya Airin?" Suasana semakin memanas. Muka Regan merah padam, bahkan urat-urat lehernya terlihat jelas saat ia melontarkan kata-kata kepada dokter keluarganya ini. Lelaki berumur tiga puluh tujuh tahun itu mati-matian menahan amarahnya. "Maafkan saya, Tuan. Saya yang lalai," akui dokter Dirga. Lelaki itu menunduk lesu. Percuma saja dia berdebat dengan lelaki di hadapannya. Lelaki yang sedang di kuasai amarah dan terlebih ketakutan akan kehilangan istri tercintanya. "Maaf, katamu?" sinis Regan. "Maafmu sudah terlambat dan tak bisa membalik keadaan, Dokter Dirga! Sekarang kamu lihat bukti dari kelalaianmu. Lihat, Dokter Dirga! Istri saya terbaring di rumah sakit ini dan penyakitnya sudah demikian parah!" Regan berteriak sampai-sampai Armand harus menepuk pundak tuannya itu. "Sekarang kamu saya pecat! Saya tidak butuh dokter seperti kamu!" Rega
Bab 18 "Daddy, apa kata dokter?" tanya Salwa saat Regan mendaratkan tubuh besarnya di sofa. Gadis itu memindai penampilan daddynya yang nampak berantakan. Regan menghela nafas sejenak. "Daddy hanya menginginkan yang terbaik untuknya dan kita akan berusaha merawat mommy kamu sebaik mungkin di sini," ucap Regan. Dia mengelus rambut putrinya, merasakan lembab bekas keramas barusan. "Jadi Daddy tidak jadi membawa mommy berobat ke luar negeri?" "Setelah Daddy pikir-pikir, sepertinya mommy kamu lebih baik dirawat di sini saja. Mommy kamu barusan juga bilang begitu, kan?" ucap Regan. "Daddy menyerah?" bisik Salwa. Entah kenapa hatinya mendadak tak karuan, seperti ada firasat yang tidak enak. "Daddy tidak pernah menyerah, Little Girl." Pa
Bab 19 "Bagaimana dengan tugasmu? Apa sudah beres?" tanya Regan. Lelaki itu menghempaskan tubuhnya di samping asisten pribadinya. "Sudah,Tuan. Berita itu sudah menghilang dari media mereka. Saya sudah menghubungi pemilik akun tersebut dan mereka sudah menghapusnya." Regan tersenyum puas. "Baguslah. Terus, apa kamu sudah tahu darimana mereka mendapatkan foto dan bahan berita tentang masa lalu Airin?" "Mereka mendapatkannya dari seseorang, tetapi mereka tidak bisa membocorkan jati diri narasumber, karena itu menyangkut kode etik jurnalistik," jelas Armand sembari menghembuskan nafas. "Saya tidak bisa memaksa mereka, Tuan." "Ya, aku tahu. Tapi kira-kira siapa ya?" "Saya rasa kemungkinan besar dari orang-orang yang tidak menyukai nyo
Bab 20"Kurang ajar! Dasar asisten tidak bisa diatur, tidak becus!" Jihan menggeram dengan mata melotot. Perempuan tua itu sontak melemparkan ponselnya ke atas ranjang saking kesalnya saat panggilan teleponnya dimatikan secara tiba-tiba oleh asisten pribadi putranya."Ternyata kamu tidak bisa dikendalikan, Armand," batin Jihan. "Kamu lebih loyal kepada anakku ketimbang dengan aku yang menjabat sebagai salah satu anggota dewan komisaris RVM group!"Dia terpaksa menggunakan bantuan Armand lantaran kedatangannya ke Indonesia kali ini hanya sendiri, tanpa di dampingi seorang asisten yang biasa mendampinginya. Sherly, asisten pribadi yang terakhir bersamanya sudah mengundurkan diri beberapa hari menjelang keberangkatannya ke Indonesia."Kenapa semua orang tidak bisa di atur?!" Dia teringat beberapa mantan asistennya sebelum Sherly yang juga memilih mengundurkan diri dari pe
Bab 21"Maafkan kami, Tuan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi Tuhan berkehendak lain. Nyonya Airin telah berpulang," ujar dokter Faisal dengan raut wajah menyesal dan sedih.Tanpa menghiraukan kata-kata dokter Faisal lebih lanjut, Salwa menghambur masuk ke dalam ruangan, tempat mommynya sudah berbaring kaku dengan kain panjang yang menutupi tubuhnya. Semua alat medis sudah terlepas."Mommy, kenapa meninggalkan Salwa? Kenapa Mom pergi?" ratap gadis itu. Salwa memeluk tubuh mommynya dengan perasaan hancur."Mommy sudah janji akan melihatku menjadi orang yang sukses. Mommy sudah menyaksikan aku tumbuh dari kecil hingga sebesar ini. Kenapa mommy ingkar janji? Kenapa?" Salwa menjerit-jerit. Bahunya terguncang. Dia meronta dalam pelukan bi Lastri."Non, tenanglah. Ini semua sudah kehendak Tuhan. Lihatlah, sekarang Nyonya sudah tidak sakit la
Bab 22 Lagi-lagi Regan terpaksa harus menggendong Salwa masuk ke dalam rumah. Lelaki itu bahkan menapaki anak-anak tangga dengan kedua tangan menopang punggung dan pinggang gadis itu. Kondisi little girlnya benar-benar parah. Mata yang sembab dan membengkak, itu sudah pasti terlihat jelas, bahkan tubuhnya masih saja gemetar, lemas tak berdaya. Salwa benar-benar terpukul atas wafatnya Airin, meskipun Regan sendiri tak kalah terpukulnya. Regan merebahkan tubuh Salwa di ranjang, mengambil selimut dan membentangkannya menutupi tubuh Salwa. Dia meraba dahi gadis itu. Terasa panas. Akhirnya ia berinisiatif untuk turun ke bawah mengambil air dan kain, serta segelas air mineral. "Bi, tolong bikinkan bubur untuk Salwa!" perintah Regan kepada bi Lastri yang kebetulan ditemuinya di dapur.
Bab 123Sebidang lahan kosong yang sedianya akan digunakan untuk pembangunan gedung RVM group yang baru telah disulap menjadi sebuah tempat pesta yang megah. Tenda-tenda yang besar dipasang untuk menampung semua tamu yang datang. Tempat ini digunakan untuk tempat jamuan para tamu undangan, mengingat seluruh karyawan RVM group diundang tidak terkecuali, mulai dari jajaran direksi sampai OB dan petugas cleaning service.Sementara itu, di sebuah aula dalam gedung RVM group juga dihias dengan indah. Di salah satu bidang dinding terdapat kursi pelaminan yang juga sangat megah. Namun, orang-orang yang bisa masuk ke dalam aula ini hanya kalangan terbatas. Ini atas permintaan Regan sendiri yang tidak mau istrinya kelelahan, lantaran terlalu banyak menerima ucapan selamat dari para tamu.Hal yang paling membahagiakan bagi Salwa adalah kehadiran Bunda Khadijah, ustadzah Aisyah dan ustadz Rasyid. Pada acara siang ini, Salwa mengenakan gaun pengantin muslimah bernuansa biru muda. Perempuan muda i
Bab 122Sejak pintu pesawat terbuka dan ia mengiringi langkah sang suami menuruni tangga pesawat, dada Salwa serasa diketok-ketok. Dia terus memegangi lengan sang suami yang kondisinya justru berbanding terbalik dengannya.Lelaki yang kini berumur 38 tahun itu nampak seperti pahlawan yang baru saja memenangkan peperangan. Tubuhnya yang tegap begitu bangga menggendong putri mungilnya. Wajahnya tak henti menebarkan senyum kepada orang-orang yang menyambut kedatangannya malam ini."Selamat datang kembali di Indonesia, putriku!" Axel berlari kecil, tak sabar menghampiri putrinya. Lelaki itu memeluk putrinya sekilas kemudian mengambil alih baby Airin yang masih berada dalam gendongan Regan.Kedua lelaki itu saling menggenggam dan tersenyum, seolah tak memperdulikan apa yang tengah Salwa rasakan saat ini. "Para lelaki memang tidak peka," keluhnya pada diri sendiri. Namun ia tetap tersenyum dan larut dengan kebahagiaan orang-orang di sekelilingnya.Meskipun Salwa ingin menolak, tetapi ia t
Bab 121"Hmmm... Menurutmu?" sahut Jihan tenang. Dia tahu persis putranya sangat cerdas dalam membaca situasi."Selalu ada timbal balik di setiap apa yang kita lakukan," jawab Jihan diplomatis."Tuh, akhirnya Mommy sudah mengakui, kan?" Lelaki itu tersenyum kecut. "Apa yang Mommy inginkan dari kami?""Pulanglah ke Indonesia, bawa Istri dan anakmu dan tinggallah bersama Mommy. Itu yang Mommy inginkan. Sangat sederhana, kan?" pinta Jihan tenang."Apa yang sedang Mommy rencanakan?" Regan berusaha mengikis jarak diantara mereka dengan menatap lekat wajah tua itu."Tidak ada. Aku hanya ingin menimbang cucuku. Kamu tahu, kan? Itu impian terbesar Mommy sejak dulu.""Aku tahu, tapi Salwa bukanlah istri yang Mommy inginkan." Regan menghela nafas."Kamu mencurigai Mommy?" Spontan Jihan membentak."Regan, dengarlah. Mommy tidak pernah mempersoalkan dari rahim siapa anakmu lahir. Bahkan bukankah Mommy dulu pernah mengusulkan agar kamu menitipkan benihmu di rahim ibu pengganti?" Perempuan tua itu
Bab 120Sebuah tepukan akhirnya yang menyadarkan Axel dari keseriusannya berbicara dengan sang menantu."Daddy? Kok Daddy ada disini?" Lelaki itu seketika berdiri melihat sosok tubuh tua yang menatapnya penuh kehangatan. Axel memeluk tubuh itu dan tuan Gunadi pun menggenggam erat tangannya.Regan pun tak kalah terkejut saat mendapati sesosok perempuan tua yang berdiri di samping tuan Gunadi."Mana cucu Mommy? Pasti cantik, kan?" Perempuan tua itu tersenyum hangat, senyum yang tak pernah Jihan perlihatkan kepada Regan selama belasan tahun."Cucu Mommy perempuan dan sangat cantik. Dia sangat mirip denganku," ucap Regan terbata-bata. Dadanya seketika berdesir."Benarkah? Bolehkah Mommy melihatnya?" tanya Jihan.Meskipun di benak keduanya masih penuh dengan berbagai pertanyaan, akhirnya Regan mengizinkan tuan Gunadi dan mommy Jihan masuk ke dalam ruangan tempat Salwa dan bayinya dirawat.Salwa sangat terkejut. Dia tak menyangka kedua orang itu akan sampai ke sini. Dia hanya bisa diam dan
Bab 119Ini adalah kali pertama Regan menghadapi persalinan seorang wanita. Tak terbayangkan, betapa risaunya ia melihat Salwa yang merintih kesakitan. Sembari tetap menggenggam tangan perempuan itu demi untuk menenangkannya, Regan terus berdoa dalam hati.Beberapa orang berpakaian putih di sekelilingnya mulai melakukan tugasnya masing-masing. Dokter Emily yang spesialis kandungan mulai mengecek kondisi Salwa."Nyonya Salwa sudah pembukaan empat, Tuan. Kami akan segera memberikan suntik epidural untuk menawar rasa sakitnya," ujar seorang dokter perempuan yang bertugas melakukan anestesi.Regan mengangguk. Dia membantu istrinya untuk duduk. Lagi-lagi Salwa meringis.Sembari dokter perempuan itu melaksanakan tugasnya, Regan menatap istri kecilnya prihatin. Sebenarnya dia tidak rela Salwa harus melahirkan semuda ini, di saat perempuan itu belum siap menerima rasa sakit di dalam proses persalinan. Secanggih apapun metodenya, tetap saja yang namanya melahirkan itu rasanya sakit.Setelah me
Bab 118Salwa bermaksud membantah, tapi jemari lelaki itu begitu ketat menempel di bibirnya. "Jangan memikirkan apapun. Semua perubahan yang terjadi pada keluarga kita, nyatanya tak akan bisa merubah apapun. Kita akan tetap bersama seperti ini." Lelaki itu melepaskan tangannya lalu mengecup bibir ranum itu berkali-kali. "Daddy sengaja membawa kamu ke Amerika, bukan karena takut dengan gangguan mereka, tetapi agar kamu merasa lebih rileks dan merasakan suasana baru. Lagi pula sudah lama sekali Daddy tidak mengunjungi keluarga di sana dan juga makam daddy Richard. Nanti kita ziarah ya. Daddy ingin mengenalkan istri dan calon anak daddy, meskipun yang kita datangi hanya sekedar makamnya saja." Salwa melihat lelaki di sampingnya seperti menahan sebuah kesedihan. Seperti ada luka lama yang disembunyikan oleh suaminya. Salwa tak tahu seperti apa luka itu. Salwa merasa ada rahasia yang ia sendiri tidak tahu meskipun belasan tahun mereka bersama. "Aku akan senang sekali bisa berkenalan den
Bab 117"Aku pasti akan selalu merindukanmu, Pa," sahut Salwa sendu. Baru saja ia merasa mendapatkan kasih sayang seorang ayah, kini tiba-tiba dia harus terpisah lagi. Namun Salwa percaya semua ini demi kebaikannya. Salwa percaya penuh kepada suami dewasanya itu.Axel kian erat memeluk tubuh Salwa. Rasanya dia tak ingin terpisah dari putri kesayangannya. Namun dia sudah menitipkan Salwa kepada Regan dan ia percaya lelaki itu pasti mampu membimbing putrinya untuk menjadi perempuan yang lebih baik lagi.Salwa menyusut air matanya dengan ujung jilbab. Sementara Axel beralih memeluk Regan, menepuk bahu lelaki itu. Keduanya berpegangan tangan erat, seolah saling menguatkan satu sama lain."Sebelum kalian meninggalkan negara ini, ada seseorang yang ingin bertemu dengan kalian." Axel memutar tubuhnya, lantas melambaikan tangan kepada seorang lelaki tua yang sejak tadi berdiri agak jauh dari tempat itu. Namun mata elangnya tak lepas mengamati semua keharuan yang terjadi."Tuan Gunadi?" Salwa
Bab 116"Lihatlah, ini akibat dari kecerobohanmu!" Tuan Gunadi melemparkan sebuah map berwarna coklat tua kepada istrinya."Daddy!" teriak Chintya. Dia melihat tatapan daddynya yang sangat menyeramkan. Tidak pernah tuan Gunadi sampai semarah ini kepada mereka berdua."Apa ini, Dad?" tanya nyonya Elina sembari membuka map yang diberikan oleh suaminya."Kamu lihat dan baca isi map itu," tunjuk tuan Gunadi kepada map yang berada di pangkuan istrinya.Lelaki itu mendaratkan tubuhnya duduk di hadapan sang istri sementara Nyonya Elina mulai membuka dan membaca isi map tersebut."Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi. Ini pasti hanya prank, kan?" Nyonya Elina histeris setelah beberapa menit kemudian. Dia melempar map itu ke sembarang arah."Prank, katamu?? Kau pikir ini sebuah lelucon?! RVM group membatalkan kerjasama dan kita mengalami kerugian besar!" Mata itu berkilat-kilat di terpa cahaya lampu yang tergantung di langit ruangan."Tetapi kenapa mereka sampai melakukan hal tidak profesi
Bab 115"Bagaimana bisa? Kenapa sampai gagal? Gimana sih kerja kalian?" teriak nyonya Elina kepada seseorang di seberang telepon. Perempuan tua itu bahkan menghentakkan kakinya ke lantai. Dia sangat kesal, karena rencananya untuk menyingkirkan Salwa dan juga janin di dalam kandungannya gagal total. Ini adalah kegagalan yang pertama kali setelah sebelumnya 20 tahun yang lalu, setelah itu 3 tahun kemudian, dia berhasil menyingkirkan Winnie dan Airin dari kehidupan Axel, putranya. "Gagal?" sembur Chintya. Perempuan itu seketika mendongakkan wajah. Perhatiannya teralih kepada sang mommy setelah sebelumnya ia sibuk memainkan ponsel. "Mereka gagal, Chintya. Kakakmu sendiri yang langsung turun tangan menyelamatkan anak haramnya itu!" Akhirnya nyonya Elina kembali duduk di sisi putrinya. Wajahnya memerah dalam amarah. Nyonya Elina memijat pelipisnya. Dia tidak habis pikir, kenapa kali ini dia gagal? Orang-orangnya adalah orang yang terlatih dalam urusan culik menculik. Mereka bergerak sang