Selain usaha air minum, Aditya juga mempunyai tempat wisata keluarga yang di dalamnya terdapat penginapan dan rumah makan dengan konsep alam. Pemasukan dari sektor inilah yang goyah. Masyarakat ramai-ramai mengecam usaha lelaki itu karena selama ini keluarga Jihan dan Aditya terkenal harmonis dan baik-baik saja.Walau berita tentang mereka akhirnya tenggelam dan tidak lagi dibicarakan, tapi ingatan tentang hal itu masih membekas dalam ingatan. Begitulah, konsekuensi dari aib yang terbuka. Selamanya, orang akan mengingat cela yang pernah dilakukan.Sebagai istri, Jihan selalu menguatkan Aditya. Pelan-pelan, usaha mereka mulai bangkit kembali. Dua tahun yang penuh perjuangan dan mereka masih terus berpegangan tangan untuk melewati masa-masa ini.Rayna dan Damar pun seakan mengerti, mereka tidak pernah bertanya kenapa tidak liburan ke luar negeri lagi. Biasanya, dua-tiga bulan sebelum ulang tahun pernikahan, dua Kakak beradik itu sudah ribut bertanya mereka akan menghabiskan liburan ke n
Jihan mengelus bahu Nia pelan. Sebagai orang yang pernah ada di posisi ini, dia paham sekali seperti apa perasaan sahabatnya itu. Hancur, terluka, merasa gagal sebagai istri, menyalahkan keadaan yang menjadikan harus bertahan. Ah … luka itu masih belum sembuh benar. Jihan menekan dadanya yang berdenyut nyeri mengingat semua yang pernah terjadi.“Kalian sering bertengkar?” Jihan kembali bertanya setelah mereka terdiam cukup lama. Kondisi ruangan yang belum terlalu ramai membuat mereka leluasa berbincang. Seingat Jihan, Nia sudah tidak pernah menceritakan kondisi rumah tangganya lagi setelah memutuskan memaafkan waktu itu.Jihan mengira mereka sudah baik-baik saja. Ya, walaupun dia tahu sekali, tidak ada hubungan yang baik-baik saja setelah mengetahui telah dikhianati pasangan. Dia mengira hubungan mereka sudah cair kembali seperti dia dan Aditya yang sama-sama memperbaiki diri. Mengembalikan kepercayaan dan keyakinan diri adalah hal paling sulit yang harus dihadapi.“Tidak sering, tapi
“Aku tidak bisa melupakan bayang-bayang perselingkuhan mereka, Je. Apalagi ternyata mereka masih sering bertemu karena menjadi perwakilan proyek di perusahaan masing-masing. Kecurigaan ternyata mereka masih membina hubungan di belakangku terus saja menghantui.”“Kalian pernah bertengkar di depan Safiya?”“Tidak, tapi sepertinya lambat laun itu akan terjadi. Entah kenapa, di dalam hati aku ingin anakku mengetahui kelakukan busuk papanya. Pasti Dirga akan hancur sekali saat anak yang sangat dekat dengannya berbalik membenci dirinya.”Jihan memejamkan mata. Dia tahu Nia terluka sangat parah. Di dalam sana, hati itu porak poranda. Seperti yang dia rasakan dulu, Nia pasti merasa kebingungan dengan keadaan. Bedanya, Jihan tidak pernah memikirkan apa yang Nia sampaikan. Sebisa mungkin, dia tidak mau kedua anaknya mengetahui hal buruk yang dilakukan Papa mereka.Kembali lagi, setiap orang punya cara tersendiri untuk menyikapi masalah yang dihadapi. Mungkin Nia berpikir suatu saat nanti anakny
“Aku hanya mendengarkan cerita Nia saja, Mas. Dia butuh teman bicara. Lagipula, kalau dia tidak minta pendapat aku juga tidak memberikan pandangan. Dulu, saat aku ada di posisi itu, dia yang mendengarkan semua keluh kesahku. Mungkin saja Nia sampai muak selama sepuluh tahun disuguhkan cerita itu-itu saja.”“Biarkan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri.” Raut tidak nyaman terlihat jelas di wajah Aditya saat Jihan membawa masa-masa kelam pernikahan mereka ke dalam percakapan.“Lagipula, bukannya Nia sudah memutuskan memaafkan Dirga? Lalu apa masalahnya? Seharusnya, saat dia memutuskan melanjutkan pernikahan sudah tidak ada lagi yang dipermasalahkan. Titik. Tutup buku dan buka lembaran baru.”“Memaafkan tidak semudah itu, Mas.” Jihan meletakkan sendok. Rasa manis dari puding buah di hadapannya mendadak hambar. “Mungkin diluar semua terlihat mulai baik-baik saja, tapi tidak di sini.” Jihan menunjuk dadanya dengan tatapan tepat ke mata Aditya.“Berdamai dengan diri sendiri jauh lebih su
"Bi, tolong bawakan minuman dingin dan edamame rebus ke taman belakang." Jihan tersenyum pada Sumi yang langsung bergerak menyiapkan permintaannya. "Nia, aku ganti baju sebentar ya?” Jihan menepuk bahu Nia dan bergegas menuju kamar. Dia baru saja selesai pemotretan salah satu brand hijab baru yang akan segera launching. Jihan yang melihat Nia lebih banyak melamun akhirnya mengajak manajer sekaligus sahabatnya itu mampir ke rumahnya biar lebih enak kalau mau cerita.“Sudah lama kamu tidak main kesini ya, Nia?” Jihan langsung duduk di samping Nia setelah mencomot edamame. Wanita itu terlihat segar dengan dress rumahan motif bunga-bunga yang dia kenakan. Rambut panjangnya yang dijepit asal-asalan justru membuat Jihan terlihat semakin manis.Taman belakang itu memang dilengkapi oleh saung kecil di samping kolam. Di saung itu, biasanya Jihan dan Aditya beserta Rayna dan Damar bersantai menghabiskan waktu bersama. Bantal-bantal empuk dengan nuansa biru muda memenuhi semua sudut.Pohon pale
Jihan mengelus lengan Nia. Beruntung, dulu Aditya tidak begitu. Suaminya itu selalu mengucapkan maaf kapanpun dan dimanapun bahkan hingga saat ini. Lelaki itu juga membuktikan ucapannya untuk terus memperbaiki diri sebagai tanda terima kasih karena Jihan berkenan memberi kesempatan lagi. “Bagaimana kau bisa berdamai dengan semua pengkhianatan Mas Aditya, Je? Aku yang diselingkuhi sekali saja sulit sekali mengembalikan kepercayaan ini. Itu juga aku ketahui secara tidak sengaja sementara Mas Aditya dulu melakukannya dengan terang–terangan. Bukankah kau juga sering diteror oleh para j*alang itu ‘kan?”Jihan menarik napas panjang. Wanita yang mengenakan lipstik baby pink itu membasahi bibirnya dengan lidah sebelum menjawab pertanyaan Nia. Membahas masalah ini, mau tak mau membuat Jihan mengingat lagi hal yang sangat ingin dia lupakan. Namun, dia paham. Nia butuh dukungan dan dikuatkan.Jihan menggigit bibir saat masa-masa kelam itu memenuhi ruang ingatan. Dia menahan sesak saat selapis
"Begitulah, Nia. Itu alasanku bertahan selama ini. Walau sibuk diluaran, Mas Aditya tetap meluangkan waktu untuk anak-anak. Dia tetap Papa terbaik di mata mereka. Selain itu, sikap royal Mas Aditya pada keluargaku juga menjadi pertimbangan. Naif memang, rela tersiksa dan diinjak harga dirinya demi anak dan keluarga. Tapi begitulah adanya.” Jihan tersenyum getir.“Andai orang tahu cerita ini, mungkin orang akan menganggap aku wanita paling bodoh. Tapi tak mengapa. Aku punya alasanku sendiri memilih jalan ini.” Jihan menarik napas panjang.“Kalau kau bertanya kenapa aku bisa berdamai dengan masalah itu? Tak ada salahnya mencoba sekali lagi. Sepuluh tahun telah aku lewati, bertahan, berharap Mas Aditya berubah. Jadi, menurutku tak ada salahnya juga aku memberikannya kesempatan untuk memperbaiki diri.”Nia mengangguk pelan. Dia benar-benar berada di persimpangan. Satu sisi ingin menyerah, sisi lain dia berharap rumah tangganya bisa harmonis kembali dan berhasil bertahan seperti Jihan. Sun
Aditya mendengus kencang. Lelaki itu mengepalkan tangan. Setelah terdiam cukup lama, dia menatap Jihan yang memilih duduk di kasur. Sepanjang pernikahan mereka, baru kali ini wanita itu berbicara dengan nada tinggi padanya. Bahkan dulu, setiap kali perselingkuhan yang dia lakukan terendus oleh Jihan, wanita itu memilih diam menulikan telinga.“Maaf. Saya salah.” Aditya duduk di samping Jihan setelah berhasil meredam emosi.“Aku hanya ingin membantu Nia. Aku tidak tahu kalau Mas mendengar. Kalau aku ingin mengungkit-ungkit masalah itu, pasti aku sudah mengatakannya pada Mas langsung, bukan bercerita pada orang lain.”“Aku tahu, maaf.” Aditya meremas bahu Jihan pelan. Aroma mint tercium dari rambut istrinya.“Aku juga minta maaf kalau ucapanku barusan ada yang menyinggung.” Jihan mengelus tangan Aditya di bahunya. Dia menyadari, kadang, ego lelaki merasa terluka saat kesalahannya selalu diungkit. Tadi dia hanya berbagi cerita dengan Nia, bukan bermaksud mengungkit kesalahan suaminya.Se
“Selamat pagi.” Ralin langsung duduk di dekat manajernya setelah menyalami beberapa orang yang sudah lebih dulu hadir. Dia sedikit menautkan alis karena yang hadir di sana hanya dari pihak manajemennya semua.Namun, dia tidak ambil pusing. Mungkin saja perwakilan dari brand datang terlambat. Tidak butuh waktu lama, Ralin sudah melebur dalam obrolan. Pembawaannya yang riang dengan wawasan luas membuatnya mudah nyambung berbicara dengan siapa saja.“Begini, Ralin. Sebenarnya, untuk kontrak acara fashion show yang rencananya akan diselenggarakan enam bulan lagi sudah deal untuk kontraknya. Kenapa kita disini hari ini? Karena ada hal penting yang ingin kami bicarakan.”Ralin langsung menoleh pada Rey. Manajernya itu menatapnya dengan sorot mata penuh permintaan maaf. Ralin mengembuskan napas kencang. Dia paling tidak suka berada dalam posisi tidak tahu apa-apa seperti sekarang ini.“Apa yang harus dibicarakan?” Ralin akhirnya bertanya setelah ruangan itu hening cukup lama."Kamu pasti san
“Terlepas dari kasus yang melibatkan nama Ralin dan Jihan beberapa tahun lalu, pertarungan kali ini membawa dampak positif. Saling kejar mengejar prestasi merupakan hal yang bagus. Mungkin juga Ralin menjadikan Jihan sebagai motivasi sehingga bisa mengejar apa yang pernah dicapainya. Tidak ada yang tahu bukan?”Ralin mematikan televisi. Perlahan, kasus itu terlupakan. Namun, tidak sedikit pula fans militan Jihan sampai saat ini masih sering menyerangnya di akun media sosial. Pernah beberapa kali akunnya diretas.Namun, Ralin tidak ambil pusing. Dia dengan santai membuat akun baru. Tidak sibuk membuat pemberitaan heboh mengenai itu. Buat apa? Itu hanya akan membuat pelakunya senang kalau dia berusaha keras mengambil akunnya kembali. Ralin mengabaikan semua gangguan. Dia fokus pada pekerjaan agar pendapatannya stabil kembali seperti sebelumnya.Setelah menyemprotkan minyak wangi yang biasa Aditya kenakan ke area kamar, Ralin menutup pintu. Dia masih sempat berpesan pada ART-nya agar men
“Perayaan awards pada model-model bertalenta kemarin siang cukup menarik perhatian publik. Beberapa nama yang saat ini sedang naik daun juga mendapat trofi sebagai model pendatang baru yang karirnya melesat dalam waktu singkat.”Ralin melepaskan handuk yang membelit rambutnya. Setelah menggantungnya di tempat biasa, wanita itu membesarkan suara televisi. Dia menyalakan hair dryer sambil mendengarkan kabar tentang industri hiburan tanah air.“Ralin Kamala, salah satu yang digadang-gadang sebagai model dengan pencapaian tertinggi sepanjang tahun. Ralin menjadi ambassador banyak produk dan membintangi banyak iklan. Kabar yang beredar mengatakan, model cantik itu akan mulai merambah ke dunia akting mulai tahun depan.”Ralin tersenyum lebar melihat fotonya yang memenuhi layar. Wajah sumringahnya tadi malam terlihat sangat puas saat mengangkat tinggi-tinggi piala yang diberikan.“Pencapaian Ralin tadi malam hampir setara dengan banyaknya kontrak yang Jihan dapatkan belasan tahun lalu saat m
Dia tertatih membangun karirnya kembali. Segala upaya dia lakukan untuk membuat namanya diakui lagi sebagai model yang berprestasi. Saat karirnya sedang berada di titik terendah, nama Jihan justru melejit tinggi. Wajah Jihan bahkan hampir memenuhi semua media, menjadi ambassador dan model di semua brand produk ternama.Kebencian itu menggelegak di dada Ralin. Dia benar-benar muak melihat kepura-puraan yang Jihan tampilkan. Bagi Ralin, Jihan seolah sedang berusaha keras menunjukkan hubungannya dengan Aditya baik-baik saja padahal selama ini mereka tak seharmonis postingannya di media sosial. Ralin semakin tidak menyukai Jihan saat kondisi bapaknya kembali jatuh. Bapaknya harus mendapat perawatan intensif setelah menemui Aditya dan Jihan di rumah mereka saat itu. Ralin sempat minta agar Jihan menjenguk untuk memperlihatkan mereka sudah berbaikan agar bapaknya tenang.Namun, dengan angkuhnya wanita itu mengatakan tidak mau terlibat apapun lagi dengan dirinya. Ralin semakin sakit hati sa
Aditya mendengus kencang. Lelaki itu mengepalkan tangan. Setelah terdiam cukup lama, dia menatap Jihan yang memilih duduk di kasur. Sepanjang pernikahan mereka, baru kali ini wanita itu berbicara dengan nada tinggi padanya. Bahkan dulu, setiap kali perselingkuhan yang dia lakukan terendus oleh Jihan, wanita itu memilih diam menulikan telinga.“Maaf. Saya salah.” Aditya duduk di samping Jihan setelah berhasil meredam emosi.“Aku hanya ingin membantu Nia. Aku tidak tahu kalau Mas mendengar. Kalau aku ingin mengungkit-ungkit masalah itu, pasti aku sudah mengatakannya pada Mas langsung, bukan bercerita pada orang lain.”“Aku tahu, maaf.” Aditya meremas bahu Jihan pelan. Aroma mint tercium dari rambut istrinya.“Aku juga minta maaf kalau ucapanku barusan ada yang menyinggung.” Jihan mengelus tangan Aditya di bahunya. Dia menyadari, kadang, ego lelaki merasa terluka saat kesalahannya selalu diungkit. Tadi dia hanya berbagi cerita dengan Nia, bukan bermaksud mengungkit kesalahan suaminya.Se
"Begitulah, Nia. Itu alasanku bertahan selama ini. Walau sibuk diluaran, Mas Aditya tetap meluangkan waktu untuk anak-anak. Dia tetap Papa terbaik di mata mereka. Selain itu, sikap royal Mas Aditya pada keluargaku juga menjadi pertimbangan. Naif memang, rela tersiksa dan diinjak harga dirinya demi anak dan keluarga. Tapi begitulah adanya.” Jihan tersenyum getir.“Andai orang tahu cerita ini, mungkin orang akan menganggap aku wanita paling bodoh. Tapi tak mengapa. Aku punya alasanku sendiri memilih jalan ini.” Jihan menarik napas panjang.“Kalau kau bertanya kenapa aku bisa berdamai dengan masalah itu? Tak ada salahnya mencoba sekali lagi. Sepuluh tahun telah aku lewati, bertahan, berharap Mas Aditya berubah. Jadi, menurutku tak ada salahnya juga aku memberikannya kesempatan untuk memperbaiki diri.”Nia mengangguk pelan. Dia benar-benar berada di persimpangan. Satu sisi ingin menyerah, sisi lain dia berharap rumah tangganya bisa harmonis kembali dan berhasil bertahan seperti Jihan. Sun
Jihan mengelus lengan Nia. Beruntung, dulu Aditya tidak begitu. Suaminya itu selalu mengucapkan maaf kapanpun dan dimanapun bahkan hingga saat ini. Lelaki itu juga membuktikan ucapannya untuk terus memperbaiki diri sebagai tanda terima kasih karena Jihan berkenan memberi kesempatan lagi. “Bagaimana kau bisa berdamai dengan semua pengkhianatan Mas Aditya, Je? Aku yang diselingkuhi sekali saja sulit sekali mengembalikan kepercayaan ini. Itu juga aku ketahui secara tidak sengaja sementara Mas Aditya dulu melakukannya dengan terang–terangan. Bukankah kau juga sering diteror oleh para j*alang itu ‘kan?”Jihan menarik napas panjang. Wanita yang mengenakan lipstik baby pink itu membasahi bibirnya dengan lidah sebelum menjawab pertanyaan Nia. Membahas masalah ini, mau tak mau membuat Jihan mengingat lagi hal yang sangat ingin dia lupakan. Namun, dia paham. Nia butuh dukungan dan dikuatkan.Jihan menggigit bibir saat masa-masa kelam itu memenuhi ruang ingatan. Dia menahan sesak saat selapis
"Bi, tolong bawakan minuman dingin dan edamame rebus ke taman belakang." Jihan tersenyum pada Sumi yang langsung bergerak menyiapkan permintaannya. "Nia, aku ganti baju sebentar ya?” Jihan menepuk bahu Nia dan bergegas menuju kamar. Dia baru saja selesai pemotretan salah satu brand hijab baru yang akan segera launching. Jihan yang melihat Nia lebih banyak melamun akhirnya mengajak manajer sekaligus sahabatnya itu mampir ke rumahnya biar lebih enak kalau mau cerita.“Sudah lama kamu tidak main kesini ya, Nia?” Jihan langsung duduk di samping Nia setelah mencomot edamame. Wanita itu terlihat segar dengan dress rumahan motif bunga-bunga yang dia kenakan. Rambut panjangnya yang dijepit asal-asalan justru membuat Jihan terlihat semakin manis.Taman belakang itu memang dilengkapi oleh saung kecil di samping kolam. Di saung itu, biasanya Jihan dan Aditya beserta Rayna dan Damar bersantai menghabiskan waktu bersama. Bantal-bantal empuk dengan nuansa biru muda memenuhi semua sudut.Pohon pale
“Aku hanya mendengarkan cerita Nia saja, Mas. Dia butuh teman bicara. Lagipula, kalau dia tidak minta pendapat aku juga tidak memberikan pandangan. Dulu, saat aku ada di posisi itu, dia yang mendengarkan semua keluh kesahku. Mungkin saja Nia sampai muak selama sepuluh tahun disuguhkan cerita itu-itu saja.”“Biarkan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri.” Raut tidak nyaman terlihat jelas di wajah Aditya saat Jihan membawa masa-masa kelam pernikahan mereka ke dalam percakapan.“Lagipula, bukannya Nia sudah memutuskan memaafkan Dirga? Lalu apa masalahnya? Seharusnya, saat dia memutuskan melanjutkan pernikahan sudah tidak ada lagi yang dipermasalahkan. Titik. Tutup buku dan buka lembaran baru.”“Memaafkan tidak semudah itu, Mas.” Jihan meletakkan sendok. Rasa manis dari puding buah di hadapannya mendadak hambar. “Mungkin diluar semua terlihat mulai baik-baik saja, tapi tidak di sini.” Jihan menunjuk dadanya dengan tatapan tepat ke mata Aditya.“Berdamai dengan diri sendiri jauh lebih su