Ajeng mendengkus keras. Tidak jauh-jauh dari prediksinya, Gathan tidak mungkin sebaik itu. Sepupunya tidak pernah tulus membantunya.“Apa lagi yang lo mau?” tantang Ajeng sinis.Bukan langsung menjawab Gathan malah menyunggingkan senyum seduktifnya sambil menatap Ajeng dengan mesra.“You know what i mean, Dear.”“Gue nggak bakal mau tidur sama lo!” sentak Ajeng tajam menolak mentah-mentah keinginan Gathan.“Tuh kan, kapan sih lo bisa mikir positif sama gue? Belum apa-apa lo udah berburuk sangka. Padahal niat gue baik.”“Sepanjang lo hidup gue nggak pernah ngeliat sisi baik yang lo maksud. Jadi gimana bisa gue mikir positif? Lo cuma mau satu hal dari gue. Tubuh gue.”“Tapi sekarang bukan itu yang gue pengen.” Gathan menyangkal dugaan Ajeng.“Nggak usah berbelit-belit. Gue nggak suka. Langsung bilang apa yang lo mau?!”“Oke, oke, kayaknya lo udah nggak sabaran banget.” Gathan terkekeh sedangkan Ajeng masih menusuk dengan tatapannya yang tajam. “Gue nggak minta yang muluk-muluk, gue cuma
Hari ini Starla mengantarkan Radev ke terminal bus. Bus super besar dan panjang itu membawa serta puluhan tenaga kerja. Rata-rata dari mereka adalah laki-laki dengan latar belakang pendidikan teknik sipil. Beberapa dari mereka adalah perempuan yang nanti menempati posisi administrasi selama di sana.Bukan hanya Starla, tapi Rachel serta Bjorka juga ikut melepas ke terminal bus yang akan membawa ke Lampung. Sejak tadi Bintang tidak mau lepas dari Radev seakan tahu bahwa papanya itu akan pergi jauh. Tangannya melingkari leher Radev seerat mungkin seakan renggang sedikit saja maka Radev akan pergi meninggalkannya.“Kayaknya dia tahu kalo lo bakalan pergi,” kata Bjorka yang tingkah Bintang tidak lepas dari pengawasan matanya.Radev tersenyum lalu diciuminya kepala Bintang dengan lembut. Seketika wanginya aroma shampo bayi memenuhi hidungnya.“Sini yuk sama Om Kaka.” Bjorka mengulurkan tangan pada Bintang. Tapi anak itu menggeleng cepat lalu membenamkan mukanya ke ceruk leher Radev.Radev
“Maa ... Maa ... Maa ...” Bintang meronta-ronta di dalam gendongan Starla sambil mengulurkan tangan untuk mengambil balon yang disodorkan Axel padanya. Pria itu tersenyum dan lantas berkata, “Bintang mau balon?”Bintang hanya memandang pada Axel tanpa mengatakan apa pun. Sorot matanya yang berbicara bahwa anak itu begitu menginginkannya.Axel meletakkan tangkai balon ke tangan Bintang lalu merapatkan tangan anak itu agar menggenggamnya. Dalam sekejap Bintang melupakan kesedihannya. Air matanya berganti dengan tawa bahagia."Maa ... Maa ...," gumamnya pada Starla dengan maksud mengatakan bahwa dirinya gembira karena balon itu.Starla mengusap kepala Bintang, "Makasih, Om Axel," ucapnya menirukan suara anak kecil mewakili Bintang.Axel melebarkan bibirnya.“Dapat dari mana balonnya, Xel?” tanya Starla penasaran. Matanya mengelana ke sekitar lingkungan terminal tapi ia tidak menemukan penjual balon atau mainan anak-anak di sana.“Kebetulan kemarin ponakan berulang tahun jadi ada balonny
Radev sudah berada di mess. Tempat tersebut merupakan bangunan besar semi permanen yang dibangun menggunakan batu bata dan papan. Sedangkan pada bagian dalamnya diberi sekat-sekat dari kayu sebagai pemisah ruangan.Sebagai pemimpin Radev menempati kamar sendiri yang jauh lebih besar dibanding yang lainnya. Sedangkan para karyawannya harus berpuas hati berbagi kamar dengan tiga atau empat orang lainnya. Setiba di kamar Radev langsung menjatuhkan tubuh di kasur yang apa adanya dan jauh dari kata empuk. Dirogohnya ponsel dari saku celana lalu mulai menghubungi Starla. Hal yang sejak tadi ingin dilakukannya.Panggilan tersambung. Lalu setelah menunggu beberapa detik wajah Starla memenuhi layar ponsel yang membuat Radev tersenyum. Rasa lelahnya sirna seketika seakan mendapatkan energi baru.“Udah nyampe, Dev?” tanya Starla langsung.“Udah dari dua jam yang lalu tapi aku baru sempat menghubungi kamu. Tadi ngobrol-ngobrol dulu sama kepala desa."“Gimana keadaan di sana?”“Yang pastinya bed
“Sudah beberapa hari ini dia mengurung diri di kamar. Nggak mau makan, nggak mau mandi dan nggak mau ngapa-ngapain. Tante sampai bingung apa yang terjadi. Kadang dia ketawa sendiri lalu nangis nggak jelas.”Gathan menatap prihatin ke arah Ajeng yang duduk di pinggir jendela sambil bermenung sendiri. Sejak mereka mengunjungi dokter sekitar satu minggu yang lalu Ajeng menjadi aneh. Kenyataan yang menimpanya membuat Ajeng terpukul. Saking tidak kuat perempuan itu mengalami mental breakdown. Sampai detik ini kedua orang tuanya tidak tahu apa penyebab putri mereka jadi seperti ini. Setiap ada yang bertanya Ajeng akan mengamuk dengan menutup kedua telinganya lalu menjerit histeris.“Tante, apa Ajeng ada bilang sesuatu sama Tante?” tanya Gathan pada Regina.“Nggak ada, Gat. Setiap kali Tante dan Om mengajak dia bicara Ajeng marah lalu berteriak keras-keras dan menangis,” jawab perempuan itu gusar.“Kalau begitu biar aku yang ngomong sama Ajeng, Tante. Siapa tahu dia mau jujur menceritakan
Satu bulan sudah Radev dan Starla berpisah. Radev mengatakan pada Starla jika dirinya belum bisa pulang karena pengerjaan proyek sedikit tertunda akibat hujan yang turun deras beberapa waktu belakangan.Starla yang sangat mengerti dan juga mendukung Radev dalam hal apa pun tidak banyak menuntut. Starla tidak ingin bersikap kekanakan yang akan merusak hubungan mereka. Apalagi saat ini mereka berjauhan. Starla tidak ingin menambah beban pikiran Radev.Hari ini Starla hanya berdua dengan Bintang. Sejak kemarin Rachel tidak menginap di rumah. Adik iparnya menginap di rumah temannya untuk menyediakan beberapa perlengkapan untuk wisuda.Di saat-saat seperti ini Starla merasa kesepian. Pikirannya tidak jauh-jauh dari Radev. Sedang apa Radev sekarang? Apa yang dilakukannya selain bekerja?Starla bangkit dari ranjang. Tadi ia menidurkan Bintang dengan cara mengusap-usap punggung anak itu sampai mengantuk lalu tertidur sendiri.Mengambil kalender meja, Starla menyilang tanggal hari ini. Masih
“Rachel, boleh saya minta bantuan kamu?” tanya Axel setelah adik ipar Starla itu berjalan mendekat ke arah mereka berdua.Rachel yang tidak tahu apa-apa dan langsung disuguhkan pertanyaan itu melempar tatapannya pada Starla.Starla membalas dengan mengedikkan bahunya.“Bantuan apa ya, Xel?” tanya Rachel balik setelah mengembalikan pandangannya ke arah Axel.“Saya mau ajak Starla pergi sebentar karena ada urusan penting, jadi karena Bintang nggak bisa dibawa ke luar sembarangan saya minta bantuan kamu untuk menjaga Bintang sampai Starla pulang.”“Oh, itu. Ya udah sih pergi aja. Aku juga nggak ke mana-mana,” jawab Rachel yang membuat pria di hadapannya merekahkan senyum lebar.“Makasih.”Rachel naik ke lantai tiga setelah membalas senyum Axel. Starla ikut berjalan di sebelahnya.Bintang masih tidur sehingga Starla dengan mudah meninggalkannya tanpa ada drama rengekan dan air mata.“Ada urusan penting apa, La? Ada job baru?” tanya Rachel saat Starla sedang berkemas.“Bukan. Axel minta di
Ternyata ibunya Axel tidak berbohong. Begitu digiring ke ruang makan Starla menyaksikan betapa banyak hidangan lezat tertata di meja makan. Sebuah kue ulang tahun tampak berada di tengah-tengah.“Duduk, La.” Axel menarikkan kursi untuk Starla padahal Starla bisa melakukannya sendiri. Setelah Starla duduk Axel juga menarik kursi di sebelah Starla lantas duduk di sana. Hanya ada mereka bertiga saat itu yang membuat Starla bertanya-tanya, ke mana anggota keluarga yang lain? Ke mana kepala keluarga di sini? Apa Axel tidak memiliki saudara? Semua pertanyaan tersebut berkumpul di kepala Starla tanpa mampu dilafalkannya.Axel mengambil kue di tengah kemudian menyalakan api pada lilin yang tertancap di sana. “Tiup lilinnya dulu, Ma,” pintanya pada sang ibu.“Astaga, Xel, kamu ini. Mama udah tua begini masih aja pake acara tiup lilin.” Alice memprotes tindakan anaknya.“Mau tua atau masih muda kalau lagi ulang tahun ya tetap aja ulang t
"Pokoknya kalian wajib datang. Gue nggak mau ya nerima alasan apa pun.""Apa pun?""Ya, apa pun!" tegas suara di seberang sana penuh penekanan.“Ya udah, gue tanya Kaka dulu ya, dia mau apa nggak.”"Ya pasti mau lah. Kalau nggak mau gue pecat dia jadi adek ipar."Rachel tertawa lalu memutus panggilan."Siapa, Ra?" tanya Bjorka yang baru keluar dari kamar mandi."Rai.""Raihana?"Rachel mengiakan dengan anggukan kepala.Bjorka tidak bertanya lagi. Masih dengan mengenakan handuk dia membuka lemari mencari bajunya di sana. Biasanya Rachel yang menyediakan. Tapi karena tadi asyik teleponan dengan Rai, Rachel jadi lupa."Ka, Rai minta kita hadir di acara nikahannya." Rachel menyampaikan isi pembicaraan dengan Rai tadi.Setelah bertualang dari pelukan satu laki-laki ke laki-laki lain, akhirnya Rai memantapkan hati untuk menikah. Bukan pernikahan yang pertama memang. Dan mirisnya lagi adalah calon suami Rai berumur hampir dua kali lipat dari usianya. Saat Rachel protes, "Lo yakin mau nikah s
Prosesi pernikahan Rachel dan Bjorka akhirnya berjalan dengan lancar dan baru saja berakhir.Rachel tidak merasa lelah sedikit pun meski rangkaian acara tersebut berlangsung hampir lima belas jam lamanya. Yang ada hanya perasaan bahagia.Perlahan pikirannya mulai mereka ulang lagi adegan demi adegan yang terselenggara tadi. Mulai dari prosesi akad nikah yang mengharukan sampai acara resepsi yang mewahnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Zoia yang mulai saat ini ia panggil dengan sebutan Mama mengusahakan semuanya agar sempurna. Dia selalu memberikan yang terbaik untuk pernikahan kliennya, dan tentu saja saat pernikahan anak sendiri harus luar biasa.Seperti yang Rachel sepakati dengan Bjorka, Bjorka akan menunggunya di ballroom. Setelah mendengar komando dari MC, Rachel kemudian masuk diiringi oleh para bridesmaid. Yang menjadi bridesmaid adalah Starla, model-model Lavender Manajemen serta para sepupu Bjorka.Setelah menapakkan kaki di ballroom, wajah Rachel tertimpa lampu flas
Bagi orang-orang mungkin keputusan Bjorka untuk menikahi Rachel hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah status mereka berpacaran adalah keputusan yang paling gila. Mungkin mereka juga menganggap Bjorka tidak berpikir panjang. Tapi demi apa pun Bjorka sudah memikirkan semua ini.Setelah jadian malam itu Bjorka mulai memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Rachel. Bjorka sudah mengenalnya bertahun-tahun. Ia tahu persis bagaimana sifat dan karakter Rachel. Dalam waktu satu bulan itu juga ia mulai merasakan chemistry demi chemistry di antara mereka yang tidak pernah ia temukan saat dulu bersama Nicole. Perlahan Bjorka menyadari bahwa ia lebih cocok dengan Rachel. Maka saat menyampaikan pada mamanya bahwa ia sudah punya pacar dan juga mengatakan ingin menikahi pacarnya itu mamanya terkejut oleh kenekatan Bjorka. Mungkin Bjorka memang nekat. Tapi nekat yang ini bukan tanpa alasan. Nekat yang ini juga akan ia pertanggungjawabkan.Setelah meyakinkan kedua orang tuany
Starla menatap Rachel sambil senyum-senyum sendiri menyaksikan tingkah adik iparnya itu.Saat ini Rachel sedang mematut diri di cermin sambil memindai diri dari puncak kepala hingga bawah kaki. Rachel mengenakan dress berwarna peach dan masih merasa ada yang kurang. Ini entah dress ke berapa yang ia coba sejak tadi.Malam ini Bjorka akan mengajak ke rumahnya. Dan status sebagai kekasihnya yang Rachel sandang saat ini membuatnya merasa harus memberikan yang terbaik. Rachel memang sudah ribuan kali mondar-mandir ke rumah Bjorka, namun itu sebagai sahabat. Malam ini adalah untuk pertama kalinya ia akan menginjakkan kaki di sana sebagai pacar Bjorka. Dan rasanya gugup bukan main."Gimana, Ra? Masih belum juga?" tanya Starla melihat Rachel yang masih bimbang akan mengenakan baju yang mana."Ini sih bagus, tapi agak ketat di bagian dada," jawab Rachel."Atau coba yang ini."Rachel menerima midi dress floral berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil berwarna biru yang Starla sodorkan la
"Please, Ka, jangan sekarang." Rachel menolak ketika Bjorka mengatakan akan membawa ke rumahnya dan mengenalkan pada orang tuanya bahwa saat ini Rachel adalah kekasihnya.Sudah satu bulan mereka berpacaran namun tidak seorang pun tahu perubahan status tersebut karena sejak awal mereka mengetahui keduanya bersahabat. Semua berjalan sebagaimana biasa."Kenapa nggak boleh?" Bjorka menatap Rachel lekat, ingin tahu apa alasannya.Tentu saja Rachel tidak siap dengan semua ini adalah karena ia khawatir respon yang akan diterimanya dari orang tua Bjorka. Selama ini mereka bisa menerima Rachel sebagai teman anak mereka. Namun hal yang sama belum tentu akan terjadi jika mereka tahu bahwa Rachel adalah kekasih putra mereka. Rachel tidak akan pernah lupa ucapan mamanya Bjorka yang pernah ia dengar dengan tidak sengaja. Dari sana sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan sikap mereka pada Rachel."Bukan nggak boleh tapi aku rasa belum saatnya," jawab Rachel mengatakan alasannya."Jadi kapan saatnya
Satu tahun kemudian.365 hari telah berlalu. Bjorka kehilangan jejak Nicole. Sejak Nicole resign Bjorka tidak tahu lagi bagaimana kabarnya. Bjorka tidak pernah mencari tahu atau menghubunginya. Karena jika keep in touch dengannya semua akan semakin sulit.Hari-hari terasa begitu berat, hampa dan sunyi. Ternyata begini rasanya patah hati. Sampai detik ini Bjorka masih memikirkan perkataan Nicole waktu itu.Pintu kamar Bjorka diketuk. Lalu kepala Papanya menyembul. Javas tampak sudah rapi dengan Polo shirt hitam dan jeans biru pudar. Walau sudah bapak-bapak tapi papanya masih muda. Papanya bahkan jarang mengenakan celana kain selain ke kantor."Nggak malmingan, Ka?""Mau malmingan sama siapa, Pa?"Javas mendekat lalu duduk di pinggir tempat tidur tempat Bjorka berbaring."Masa udah mau kepala tiga masih jomblo aja," ledek Javas padanya."Ya mau gimana, nggak ada yang mau sama aku.""Yaelah, Ka, Ka ... Baru kehilangan cewek satu kali letoynya sampai satu tahun." Papa menoyor kepala Bjorka
Radev tidak menjawab pertanyaan Rachel. Aura dingin yang menguar dari ekspresinya membuat Rachel jadi ketakutan. Dulu Radev sudah menasihatinya agar jangan terpengaruh oleh Megan. Tapi yang terjadi Megan berhasil memanfaatkan Rachel. Megan tahu Rachel adalah anak yang patuh dan penurut. Kelemahannya itu digunakan Megan untuk menekan Rachel."Dev, lo tahu dari mana?" tanya Rachel sekali lagi masih dengan ekspresi yang sama. Takut-takut seperti tadi."Nggak penting gue tahu dari mana. Yang penting adalah gue tahu.""Lo tahu dari Kaka?""Sahabat gue bukan orang munafik. Dia pandai menjaga rahasia. Dia nggak bakal koar-koar ke mana-mana sekalipun sama gue."Rachel menggigit pipi bagian dalam. Kalau memang bukan dari Bjorka lantas dari mana Radev tahu? Apa selama ini Radev mengawasi pergerakan Rachel dari jauh? "Udah berkali-kali gue kasih nasihat. Lo mesti hati-hati sama Mami. Tapi nyatanya dia berhasil menjebak lo.""Sorry, Dev, gue emang salah. Abisnya gue kasihan sama Mami. Lagian wak
Hujan gerimis mengiringi pemakaman Marvel. Langit seakan berduka dan turut menangis. Satu demi satu para pelayat sudah mulai pulang. Takut kena gerimis yang akan menjelma menjadi hujan deras.Rachel masih terpaku memandangi gundukan tanah di hadapannya. Jasad Marvel sudah terkubur jauh di dalam tanah sana namun Rachel masih belum bisa menghentikan air matanya.Saat ini hanya tinggal Rachel, Radev, Starla dan Bjorka di pemakaman tersebut. Teman-teman dari Lavender Manajemen serta rekan kerja Radev sudah pulang. Sedangkan Megan dan Rai tidak mau datang sama sekali meskipun ini adalah untuk terakhir kalinya."Ra, sudah. Kita sama-sama ikhlasin Papi biar beliau tenang di alam sana," bujuk Radev mengusap punggung Rachel."Gue masih nggak percaya kalau Papi bunuh diri, Dev. Seharusnya nggak begini. Papi mengambil jalan pintas karena ngerasa nggak ada yang mendukungnya, dia ngerasa sendiri," ratap Rachel dengan perasaan sedih yang tidak kunjung habis. Mata gadis itu merah dan bengkak akibat
Sidang akan dimulai ketika Bjorka, Nicole dan Rachel masuk ke dalam ruangan.Rachel melihat Marvel mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Tubuhnya terlihat semakin kurus dan ceking. Membuat Rachel ingin menangis melihat kondisi sang ayah. Di saat-saat begini seharusnya pria itu mendapatkan support dari orang-orang terdekatnya. Terutama istrinya. Yang terjadi, istrinya malah meninggalkannya dan meminta cerai darinya. Lalu pacaran dengan pria lain yang kaya-raya.Rachel tidak sempat berbicara dengan Marvel. Tapi mereka sempat saling mengirim tatapan. Marvel bersyukur. Semua orang meninggalkannya. Hanya putri bungsunya yang selalu setia mengunjungi dan memberi support.Sidang atas kasus penyuapan itu dimulai. Diawali oleh pembacaan susunan acara oleh panitera. Selama itu pula detak jantung Rachel tidak karuan. Semoga saja hukuman untuk papinya tidak terlalu berat.Jika diibaratkan dengan kata-kata, mungkin Rachel sudah begah oleh sidang demi sidang yang disaksikannya. Hari ini sua