Rachel mulai waspada mendengar ucapan Megan padanya. "Namanya juga temen, Mi."Megan mengangguk-angguk. "Kalau yang Mami lihat kamu dan Kaka itu lebih dari temen.""Mi, aku--" Rachel hendak protes. Ia tahu persis apa yang akan dikatakan maminya itu."Sssstt, jangan potong dulu ucapan Mami.""Aku tahu apa yang akan Mami bilang.""Kamu ini sok tahu. Emang apa coba yang mau Mami bilang?""Mami pasti mau nyuruh aku deketin Kaka kan?" tatap Rachel tajam. Rachel teringat kata-kata Radev yang selalu menyuruh agar waspada pada ibu mereka.Senyum mengembang di bibir Megan mendengarnya. "Mami suka anak yang cerdas kayak kamu, Ra."Rachel mendengkus di dalam hati."Sudah sejak lama Mami menyukai persahabatan Kaka dan Radev. Lalu sekarang dengan kamu."Rachel tidak merespon. Sementara indra penglihatannya masih terpaku di wajah sang ibu dengan begitu lekat. "Setahu Mami yang namanya persahabatan itu susah senang bersama. Apabila salah seorang lagi susah maka yang lainnya akan membantu. Dan seba
Masih sepagian ini tapi Rachel sudah sampai di kantor Lavender Management.Tumit sepatunya berderap pelan dan terdengar begitu jelas dalam kesenyapan.Iya, ini memang masih terlalu pagi bagi Rachel untuk datang ke kantor. Tapi itu jauh lebih baik daripada ia tinggal di apartemennya lalu mendengarkan cerocosan ibunya yang terus memaksanya atau celotehan kakaknya yang tidak ada habisnya menyesali nasib yangmenimpa mereka.Semalam perdebatan Rachel dan Megan berlangsung begitu lama. Megan terus memaksa agar Rachel meminta bantuan pada Bjorka. Megan dengan segala cara pada akhirnya berhasil membuat Rachel menyerah. Gadis itu berjanji akan bicara dengan Kaka dan meminta bantuan padanya. Walau sebenarnya Rachel begitu malu. Ia tidak tahu akan menyembunyikan mukanya di mana saat bicara dengan Kaka nanti."Pagi Mbak Rachel, tumben pagi banget datangnya, Mbak?" sapa Yuni, salah satu office girl di kantor itu, ketika Rachel masuk dan menemukan Yuni sedang membersihkan ruangannya."Iya, Mbak, s
"Maaf mengganggu," ucap Nicole langsung ketika melihat bukan hanya ada Bjorka sendiri di ruangan tersebut tetapi juga ada Rachel."Nggak ganggu kok. Masuk, Nic." Bjorka yang menjawab.Melangkahkan kakinya, Nicole masuk ke ruangan Bjorka lalu duduk di kursi sebelah Rachel. Kedua gadis itu saling menyapa dan bertukar senyum.Dengan jarak sedekat ini Rachel menyadari bahwa Nicole sangat cantik dan juga tinggi. Presensi gadis itu membuat Rachel jadi insecure. Padahal sebenarnya Rachel juga good looking."Udah sarapan, Nic?" tanya Bjorka."Udah tadi di rumah.""Kirain kalau belum aku mau ajak kamu sarapan.""Udah kok, Ka."Bjorka mengangguk. Lelaki itu menatap ke layar iPad-nya sekilas kemudian kembali memberi atensinya pada Nicole."Nic, sekarang kita ke studio dulu. Ada job buat kamu.""Oke." Nicole mengangguk setuju.Lalu Bjorka kembali memandang Rachel. "Ra, kamu dan Neza koordinasi kerjasama kita sama Pak Erwin.""Siap," jawab Rachel sigap.Bjorka membawa Nicole keluar dari ruangannya
"Keren banget tadi," kata itu terucap dari bibir Bjorka setelah photoshoot selesai dan Nicole keluar dari studio."Apanya?""Kamu. Udah kayak pro."Nicole menyunggingkan senyum tipis dari bibirnya meningkahi sanjungan Bjorka.Nicole memang sudah berbakat dari dulu. Hanya saja nasibnya belum beruntung. Ia sering mengikuti ajang modeling tapi belum pernah menang."Sebenarnya project iklan shampo ini bukan untuk kamu, Nic." Bjorka membuka percakapan setelah mereka duduk di salah satu spot strategis di salah satu restoran untuk makan siang."Oh ya?" tanggap Nicole."Setelah kupikir lagi dan berdasarkan pengamatanku kamu yang lebih cocok, Nic. Rambut kamu lurus dan bagus, hitamnya alami sejak dulu zaman kita masih sekolah. Intinya kamu adalah sosok yang paling tepat untuk membintangi Shine shampo. Sesuai dengan slogan mereka yaitu, hitam dan berkilau," terang Bjorka panjang lebar.Nicole memberi senyum tipisnya untuk Bjorka. "Thanks ya, Ka. Aku masih new comer tapi udah dapat project gede
Bjorka terdiam beberapa detik seakan sedang mencerna makna perkataan Rachel."Pinjam uang, Ra?" ujar Bjorka setelah terbangun dari ketermanguan.Rachel mengangguk malu. "Aku lagi butuh banget."Bjorka kemudian tersenyum menyadari ekspresi Rachel yang tegang. "Aku pikir ada apa. Mau pinjam uang aja kamu kayak berhadapan sama mafia." Bjorka menebar lagi senyumnya. Ekspresi Rachel masih sama. Tegang, takut dan malu. Rachel yakin Bjorka pasti terkejut ketika tahu nominal yang nanti disebutkannya."Kamu butuh berapa, Ra?" Bjorka bertanya kemudian."Dua ratus," jawab Rachel lirih."Astaga, mau pinjam uang dua ratus ribu aja kamu sampai setegang itu." Bjorka tertawa geli kemudian mengambil dompetnya dari saku celana. Lalu dikeluarkannya dua lembar uang berwarna merah dan memberikan pada Rachel.Rachel membatu di tempatnya berdiri sambil memandang nanar lembaran uang yang disodorkan Bjorka."Ra, ini." Bjorka keheranan lantaran Rachel masih belum mengambil uang yang berada di tangannya. "Ini
"Nanti Kaka transfer jam berapa, Ra?" tanya Megan pagi itu ketika mereka sarapan bersama.Rachel bangun agak terlambat sehingga jadilah ia terjebak sarapan pagi bersama dengan ibu dan kakaknya."Belum tahu, Mi," jawab Rachel singkat sembari menyesap teh dari gelasnya pelan-pelan."Pokoknya nanti kalau dia sudah akan mentransfer kamu langsung suruh transfer ke Mami. Jangan ada yang dipotong sepeser pun." Dengan keras Megan mengingatkan.Asli kalau maminya ini bukan orang lain pasti sudah Rachel maki-maki. Bukannya berterima kasih dan bicara baik-baik malah ngegas."Emang Mami mau buka butik di mana sih?" "Ya belum tahu. Uangnya kan belum di tangan Mami.""Seharusnya Mami udah nentuin lokasi dulu sebelum ngerencanain buka butiknya.""Lo tenang aja, Ra. Gue tahu banyak lokasi strategis yang bikin laris. Gue jamin nggak sampe satu tahun udah balik modal." Kali ini Rai yang bicara. Perempuan itu begitu percaya diri. "Mudah-mudahan kalau begitu," tanggap Rachel."Kemarin si Kaka bilang ma
Akhirnya Rachel benar-benar pergi menemani Bjorka ke rumah Nicole. Benak gadis itu tidak berhenti bertanya kenapa Nicole sebegitu istimewa bagi Bjorka. Lelaki itu bahkan ingin menjadikan Nicole sebagai bintang utama dalam manajemen mereka. Andai saja para talent yang lain tahu maka Rachel pastikan akan terjadi kecemburuan sosial di antara mereka.Tiba di rumah Nicole, ART membukakan pintu untuk mereka."Maaf, Bu, bisa bertemu dengan Nicole?" Bjorka yang bertanya."Non Nicole lagi sakit, Mas," jawab perempuan berusia kira-kira lima puluh tahunan itu."Nicole-nya sakit apa? Masih bisa ditemui kan, Bu?" Bjorka semakin cemas."Saya tanya dulu ya. Oh iya, saya bicara dengan Mas siapa?""Bilang aja Bjorka dan Rachel, Bi."ART Nicole masuk ke dalam rumah setelah menyilakan keduanya duduk di ruang tamu.Rachel memandang ke sekeliling ruangan. Sedangkan Bjorka duduk dengan gelisah. Rachel yang melihat itu mencoba menenangkan Bjorka."Santai, Ka. Aku yakin sakit Nicole nggak parah. Kalau parah
Kandas sudah harapan Rachel. Seharusnya dari awal ia menyadari dirinya dan Kaka tidak akan bisa bersama. Kaka memang baik pada semua orang tapi dia hanya mencintai satu orang. Hal itu yang luput dari pikirannya selama ini.Setelah mendengar pengakuan Bjorka mulut Rachel semakin rapat. Ia tidak tahu bagaimana caranya merespon lantaran sibuk menenangkan perasaannya yang tidak karuan."Gimana menurut kamu, Ra?" cetus Bjorka tiba-tiba meminta pendapat Rachel. Namun sayangnya sang gadis tidak mendengar pertanyaan itu karena sibuk menyatukan hatinya yang berderai."Ra ..." Rachel terkesiap ketika Bjorka menyentuh pundaknya."Eh, iya, Ka?" "Lagi ngelamun ya?" Lelaki itu tersenyum tipis."Nggak, cuma lagi meresapi cerita kamu tadi, Ka," jawab Rachel."Itu dia yang aku mau tahu. Gimana menurut pendapat kamu, Ra?"Bjorka sepertinya memang tidak tahu dan tidak peka pada perasaan Rachel."Bagus, Ka.""Bagus apanya, Ra?" Jawaban Rachel terdengar tidak nyambung dengan pertanyaan yang dilontarkan
"Pokoknya kalian wajib datang. Gue nggak mau ya nerima alasan apa pun.""Apa pun?""Ya, apa pun!" tegas suara di seberang sana penuh penekanan.“Ya udah, gue tanya Kaka dulu ya, dia mau apa nggak.”"Ya pasti mau lah. Kalau nggak mau gue pecat dia jadi adek ipar."Rachel tertawa lalu memutus panggilan."Siapa, Ra?" tanya Bjorka yang baru keluar dari kamar mandi."Rai.""Raihana?"Rachel mengiakan dengan anggukan kepala.Bjorka tidak bertanya lagi. Masih dengan mengenakan handuk dia membuka lemari mencari bajunya di sana. Biasanya Rachel yang menyediakan. Tapi karena tadi asyik teleponan dengan Rai, Rachel jadi lupa."Ka, Rai minta kita hadir di acara nikahannya." Rachel menyampaikan isi pembicaraan dengan Rai tadi.Setelah bertualang dari pelukan satu laki-laki ke laki-laki lain, akhirnya Rai memantapkan hati untuk menikah. Bukan pernikahan yang pertama memang. Dan mirisnya lagi adalah calon suami Rai berumur hampir dua kali lipat dari usianya. Saat Rachel protes, "Lo yakin mau nikah s
Prosesi pernikahan Rachel dan Bjorka akhirnya berjalan dengan lancar dan baru saja berakhir.Rachel tidak merasa lelah sedikit pun meski rangkaian acara tersebut berlangsung hampir lima belas jam lamanya. Yang ada hanya perasaan bahagia.Perlahan pikirannya mulai mereka ulang lagi adegan demi adegan yang terselenggara tadi. Mulai dari prosesi akad nikah yang mengharukan sampai acara resepsi yang mewahnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Zoia yang mulai saat ini ia panggil dengan sebutan Mama mengusahakan semuanya agar sempurna. Dia selalu memberikan yang terbaik untuk pernikahan kliennya, dan tentu saja saat pernikahan anak sendiri harus luar biasa.Seperti yang Rachel sepakati dengan Bjorka, Bjorka akan menunggunya di ballroom. Setelah mendengar komando dari MC, Rachel kemudian masuk diiringi oleh para bridesmaid. Yang menjadi bridesmaid adalah Starla, model-model Lavender Manajemen serta para sepupu Bjorka.Setelah menapakkan kaki di ballroom, wajah Rachel tertimpa lampu flas
Bagi orang-orang mungkin keputusan Bjorka untuk menikahi Rachel hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah status mereka berpacaran adalah keputusan yang paling gila. Mungkin mereka juga menganggap Bjorka tidak berpikir panjang. Tapi demi apa pun Bjorka sudah memikirkan semua ini.Setelah jadian malam itu Bjorka mulai memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Rachel. Bjorka sudah mengenalnya bertahun-tahun. Ia tahu persis bagaimana sifat dan karakter Rachel. Dalam waktu satu bulan itu juga ia mulai merasakan chemistry demi chemistry di antara mereka yang tidak pernah ia temukan saat dulu bersama Nicole. Perlahan Bjorka menyadari bahwa ia lebih cocok dengan Rachel. Maka saat menyampaikan pada mamanya bahwa ia sudah punya pacar dan juga mengatakan ingin menikahi pacarnya itu mamanya terkejut oleh kenekatan Bjorka. Mungkin Bjorka memang nekat. Tapi nekat yang ini bukan tanpa alasan. Nekat yang ini juga akan ia pertanggungjawabkan.Setelah meyakinkan kedua orang tuany
Starla menatap Rachel sambil senyum-senyum sendiri menyaksikan tingkah adik iparnya itu.Saat ini Rachel sedang mematut diri di cermin sambil memindai diri dari puncak kepala hingga bawah kaki. Rachel mengenakan dress berwarna peach dan masih merasa ada yang kurang. Ini entah dress ke berapa yang ia coba sejak tadi.Malam ini Bjorka akan mengajak ke rumahnya. Dan status sebagai kekasihnya yang Rachel sandang saat ini membuatnya merasa harus memberikan yang terbaik. Rachel memang sudah ribuan kali mondar-mandir ke rumah Bjorka, namun itu sebagai sahabat. Malam ini adalah untuk pertama kalinya ia akan menginjakkan kaki di sana sebagai pacar Bjorka. Dan rasanya gugup bukan main."Gimana, Ra? Masih belum juga?" tanya Starla melihat Rachel yang masih bimbang akan mengenakan baju yang mana."Ini sih bagus, tapi agak ketat di bagian dada," jawab Rachel."Atau coba yang ini."Rachel menerima midi dress floral berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil berwarna biru yang Starla sodorkan la
"Please, Ka, jangan sekarang." Rachel menolak ketika Bjorka mengatakan akan membawa ke rumahnya dan mengenalkan pada orang tuanya bahwa saat ini Rachel adalah kekasihnya.Sudah satu bulan mereka berpacaran namun tidak seorang pun tahu perubahan status tersebut karena sejak awal mereka mengetahui keduanya bersahabat. Semua berjalan sebagaimana biasa."Kenapa nggak boleh?" Bjorka menatap Rachel lekat, ingin tahu apa alasannya.Tentu saja Rachel tidak siap dengan semua ini adalah karena ia khawatir respon yang akan diterimanya dari orang tua Bjorka. Selama ini mereka bisa menerima Rachel sebagai teman anak mereka. Namun hal yang sama belum tentu akan terjadi jika mereka tahu bahwa Rachel adalah kekasih putra mereka. Rachel tidak akan pernah lupa ucapan mamanya Bjorka yang pernah ia dengar dengan tidak sengaja. Dari sana sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan sikap mereka pada Rachel."Bukan nggak boleh tapi aku rasa belum saatnya," jawab Rachel mengatakan alasannya."Jadi kapan saatnya
Satu tahun kemudian.365 hari telah berlalu. Bjorka kehilangan jejak Nicole. Sejak Nicole resign Bjorka tidak tahu lagi bagaimana kabarnya. Bjorka tidak pernah mencari tahu atau menghubunginya. Karena jika keep in touch dengannya semua akan semakin sulit.Hari-hari terasa begitu berat, hampa dan sunyi. Ternyata begini rasanya patah hati. Sampai detik ini Bjorka masih memikirkan perkataan Nicole waktu itu.Pintu kamar Bjorka diketuk. Lalu kepala Papanya menyembul. Javas tampak sudah rapi dengan Polo shirt hitam dan jeans biru pudar. Walau sudah bapak-bapak tapi papanya masih muda. Papanya bahkan jarang mengenakan celana kain selain ke kantor."Nggak malmingan, Ka?""Mau malmingan sama siapa, Pa?"Javas mendekat lalu duduk di pinggir tempat tidur tempat Bjorka berbaring."Masa udah mau kepala tiga masih jomblo aja," ledek Javas padanya."Ya mau gimana, nggak ada yang mau sama aku.""Yaelah, Ka, Ka ... Baru kehilangan cewek satu kali letoynya sampai satu tahun." Papa menoyor kepala Bjorka
Radev tidak menjawab pertanyaan Rachel. Aura dingin yang menguar dari ekspresinya membuat Rachel jadi ketakutan. Dulu Radev sudah menasihatinya agar jangan terpengaruh oleh Megan. Tapi yang terjadi Megan berhasil memanfaatkan Rachel. Megan tahu Rachel adalah anak yang patuh dan penurut. Kelemahannya itu digunakan Megan untuk menekan Rachel."Dev, lo tahu dari mana?" tanya Rachel sekali lagi masih dengan ekspresi yang sama. Takut-takut seperti tadi."Nggak penting gue tahu dari mana. Yang penting adalah gue tahu.""Lo tahu dari Kaka?""Sahabat gue bukan orang munafik. Dia pandai menjaga rahasia. Dia nggak bakal koar-koar ke mana-mana sekalipun sama gue."Rachel menggigit pipi bagian dalam. Kalau memang bukan dari Bjorka lantas dari mana Radev tahu? Apa selama ini Radev mengawasi pergerakan Rachel dari jauh? "Udah berkali-kali gue kasih nasihat. Lo mesti hati-hati sama Mami. Tapi nyatanya dia berhasil menjebak lo.""Sorry, Dev, gue emang salah. Abisnya gue kasihan sama Mami. Lagian wak
Hujan gerimis mengiringi pemakaman Marvel. Langit seakan berduka dan turut menangis. Satu demi satu para pelayat sudah mulai pulang. Takut kena gerimis yang akan menjelma menjadi hujan deras.Rachel masih terpaku memandangi gundukan tanah di hadapannya. Jasad Marvel sudah terkubur jauh di dalam tanah sana namun Rachel masih belum bisa menghentikan air matanya.Saat ini hanya tinggal Rachel, Radev, Starla dan Bjorka di pemakaman tersebut. Teman-teman dari Lavender Manajemen serta rekan kerja Radev sudah pulang. Sedangkan Megan dan Rai tidak mau datang sama sekali meskipun ini adalah untuk terakhir kalinya."Ra, sudah. Kita sama-sama ikhlasin Papi biar beliau tenang di alam sana," bujuk Radev mengusap punggung Rachel."Gue masih nggak percaya kalau Papi bunuh diri, Dev. Seharusnya nggak begini. Papi mengambil jalan pintas karena ngerasa nggak ada yang mendukungnya, dia ngerasa sendiri," ratap Rachel dengan perasaan sedih yang tidak kunjung habis. Mata gadis itu merah dan bengkak akibat
Sidang akan dimulai ketika Bjorka, Nicole dan Rachel masuk ke dalam ruangan.Rachel melihat Marvel mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Tubuhnya terlihat semakin kurus dan ceking. Membuat Rachel ingin menangis melihat kondisi sang ayah. Di saat-saat begini seharusnya pria itu mendapatkan support dari orang-orang terdekatnya. Terutama istrinya. Yang terjadi, istrinya malah meninggalkannya dan meminta cerai darinya. Lalu pacaran dengan pria lain yang kaya-raya.Rachel tidak sempat berbicara dengan Marvel. Tapi mereka sempat saling mengirim tatapan. Marvel bersyukur. Semua orang meninggalkannya. Hanya putri bungsunya yang selalu setia mengunjungi dan memberi support.Sidang atas kasus penyuapan itu dimulai. Diawali oleh pembacaan susunan acara oleh panitera. Selama itu pula detak jantung Rachel tidak karuan. Semoga saja hukuman untuk papinya tidak terlalu berat.Jika diibaratkan dengan kata-kata, mungkin Rachel sudah begah oleh sidang demi sidang yang disaksikannya. Hari ini sua