Suara gemerincing di atas pintu kaca berbunyi, memberitahu bahwa ada seseorang yang masuk. Starla mengangkat wajahnya lalu tersenyum mendapati siapa sosok itu.“Gimana hari pertama? Lancar?”“Lumayan, Dok, walau nggak seramai seperti yang ada di dalam ekspektasi saya,” ujar Starla menjawab pertanyaan Arsya.Hari ini adalah hari pertama pembukaan Sun Eatery and Coffee. Café milik Arsya dan dua orang rekan kerjanya yang terletak di rooftop rumah sakit.Ada dua bagian disediakan. Yaitu outdoor dan indoor. Pengunjung bebas memilih mereka ingin menyantap hidangan di area terbuka atau tertutup dari atas sana.“Nggak apa-apa, La, namanya juga baru hari pertama, wajar kalau belum ramai. Orang-orang belum banyak yang tahu.”“Iya sih, Dok.” Sejak tadi pagi yang datang baru orang-orang internal rumah sakit seperti dokter, suster ataupun tenaga medis lainnya serta beberapa keluarga pasien.“Hm, Dokter mau minum apa? Atau makan sesuatu?” tanya Starla menawarkan.Arsya melirik ke arah etalase. Tam
Embusan napas berat meluncur dari mulut Radev mendengar pertanyaan Starla. Berat untuk menyampaikan keadaan Bintang saat ini. Namun, ia harus memberitahunya.“Bintang didiagnosa mengidap penyakit CGD seperti dugaan dokter sebelumnya. Agar Bintang bisa sehat dia membutuhkan donor stem cell. Aku harus mendapatkan pendonor itu secepatnya, La. Kalau gagal maka usia Bintang diperkirakan hanya sampai dua tahun saja.”Jantung Starla menghentak semakin cepat mendengar penjelasan Radev. Tidak pernah ada di pikirannya Bintang mengidap penyakit langka itu. Sudut-sudut matanya menghangat dengan bagitu saja. Rasanya ingin menangis keras-keras. Bintang memang bukan siapa-siapanya, tapi Starla tidak tega melihat Bintang tersiksa karena penyakitnya. “Apa memang separah itu, Dev? Apa nggak ada cara lain selain transplantasi stam cell?”Radev menggerakkan kepalanya membentuk gelengan yang lemah. “Kita harus merelakan Bintang kalau gagal mendapatkannya. Untuk sementara Bintang masih dibantu oleh obat-o
“Maaf, Pak Radev, dengan berat hati kami harus menyampaikan, berdasarkan hasil pemeriksaan Bapak tidak memenuhi syarat menjadi pendonor untuk Bintang, begitu pun dengan saudari Rachel.”Radev mendadak lemas setelah mendengar keterangan dokter padanya dan sang adik.Hanya mereka berdua yang mengajukan diri untuk pemeriksaan tersebut sedangkan keluarga yang lain menolak dengan berbagai alasan. Radev melangkah lesu keluar dari ruangan dokter diikuti Rachel di sebelahnya. Pikirannya kacau sementara mereka terus dikejar waktu. Meskipun Bintang diberi obat-obatan tapi tidak berdampak sepenuhnya. Bintang masih sering sesak napas dan mengalami infeksi di telinganya. Dan belakangan yang membuat Radev kian khawatir adalah karena kelenjar getah bening anak itu mulai mengalami pembengkakan.“Dev, lo jangan desperate dulu. Kita pasti bakalan nemu pendonor untuk Bintang. Gue bakalan broadcast info di grup ataupun forum-forum yang gue follow,” ucap Rachel membesarkan hati Radev.Radev mengangguk si
Starla mulai terbiasa dengan rutinitasnya yang baru. Hari ini ia cukup sibuk. Sun Eatery & Coffee mulai diramaikan pengunjung karena seiring bergantinya hari sudah semakin banyak yang tahu akan eksistensi tempat tersebut. Kesibukannya membuat pikiran Starla teralihkan untuk sejenak dari kepahitan hidup.Hampir setiap hari Arsya menyambangi tempat tersebut untuk memantau café. Lebih tepatnya untuk bertemu dengan Starla. Meskipun hampir setiap hari juga mereka berjumpa di rumah, tapi Arsya merasa ada yang kurang jika belum bertemu dengan Starla dan meminta perempuan itu menemaninya ngopi. Hanya kopi buatan Starla, bukan yang lain.Seperti saat ini misalnya, Starla duduk di hadapannya. Mereka mengobrol ringan seperti biasa. “Menurut kamu bagusnya gimana ya, La, ruangan ini sudah pas belum interiornya? Apa ada yang perlu kita tambah?”Starla turut mengedarkan mata ke sekeliling ruangan seperti yang dilakukan Arsya. Tempat itu luas. Berada di ruangan terbuka membuat sirkulasi udara juga
Radev, Bjorka, serta Rachel meninggalkan rumah sakit. Tanpa menunda waktu mereka langsung menuju klinik Kasih Ibu. Radev sudah mem-forward dengan lengkap cerita dari Starla tadi pada Bjorka dan Rachel. “Apa nggak sebaiknya kita ke makam dulu ya?” tanya Radev di tengah-tengah perjalanan. Tiba-tiba saja berubah pikiran.Bjorka menoleh padanya. “Kenapa?”“Kita gali makamnya dulu baru setelahnya ke klinik.”“Apa nggak kebalik? Setelah dari klinik baru ke makam,” jawab Bjorka tidak setuju.“Dev, soal gali-gali makam sih gampang, tapi masalahnya setelah gali terus mau apa? Lo nggak bisa bawa jenazah ke rumah sakit terus langsung minta mereka buat identifikasi.” Rachel yang duduk di belakang menyatakan pemikirannya.“Langsung ke klinik kalau gitu,” putus Radev lalu menekan pedal gas lebih dalam untuk mempercepat tujuan mereka.Tempat yang diberitahu Starla ternyata jauh dan sunyi. Tapi mereka berhasil sampai di sana.“Ini dia,” gumam Radev setelah menepi di seberang jalan.“Lo yakin ini tem
Marvel sedang santai sambil mengisap cerutunya ketika Radev tiba di rumah. Melihat pria itu seketika membangkitkan emosi Radev. Betapa dengan begitu rapi laki-laki yang selama ini dihormatinya menyimpan kebusukan. Namun walau bagaimanapun menyembunyikannya kebenaran pasti menemukan jalannya untuk terungkap.“Dari mana saja kalian?” tegur Marvel menyapa dua anaknya yang seharian ini tidak tampak batang hidungnya.Ingin rasanya Radev mendaratkan bogem mentah kalau saja tidak ingat nasihat Bjorka tadi.“Dari rumah sakit, Pi.” Rachel yang menjawab.“Ke rumah sakit sampai selama itu?” Pria itu menyipit tidak percaya.“Tadi kita keliling dulu cari pendonor buat Bintang.”Marvel terbahak mendengar jawaban putri bungsunya. “Kamu pikir nyari donor stem cell itu kayak nyari penjual gorengan? Jangan kayak orang susah. Papi udah bikin sayembara. Sabar sedikit. Hari ini sudah banyak yang mendaftar, kita tinggal menunggu hasil pemeriksaannya.”Radev mendengkus pelan dan berniat masuk ke dalam rumah
“Aku nggak mau kamu menganggapku hanya memanfaatkan kamu, La. Aku nggak mau kamu menganggap aku datang hanya untuk mencari kesenangan. Sama sekali bukan.”Bisikan itu terdengar begitu lembut di telinga Starla setelah Radev mengecup dahinya. Mereka baru saja menyelesaikan satu sesi percintaan pagi ini.Starla tidak menganggap Radev memanfaatkannya. Radev bukanlah lelaki yang datang hanya untuk melampiaskan hasrat. Buktinya selama ini Radev tidak pernah menagih jatahnya kecuali pagi ini. Dan Starla juga tidak bisa menolak karena Radev adalah suaminya.“Aku nggak pernah menganggap kamu begitu, Dev.”“Aku ngelakuin ini cuma sama kamu, La. Aku nggak pernah menyentuh Ajeng. Bahkan aku dan dia tidur terpisah. Kami memang sekamar, tapi aku nggak seranjang dengan dia,” kata Radev lagi meyakinkan Starla.“Percaya,” jawab Starla sambil mengusap lembut rahang Radev. Segaris senyum terulas di bibirnya ketika melihat betapa besar usaha lelaki itu untuk meyakinkannya.Starla melirik jam di dinding.
“Kalo misalnya cocok lo yakin mau jadi pendonor buat Bintang?”Starla mengangkat wajah menatap Kia yang duduk di hadapannya. Starla sudah menceritakan pada Kia mengenai rencananya itu.“Ya yakinlah, kenapa nggak yakin?” Starla balas bertanya.“Gue cuma mikirin risikonya sih. Otomatis keadaan lo nggak bakal kayak dulu. Kalo yang gue denger katanya bakal sering sakit punggung, sakit kepala, pegel-pegel atau apalah.” Kia mengurai satu demi satu hal-hal yang diketahuinya.“Gue udah siap apa pun risikonya,” jawab Starla tanpa ragu.“Termasuk risiko yang paling berbahaya?”Starla menganggukkan kepala. “Kalaupun gue harus mati gue rela kok asal Bintang sehat. Lagian kalo gue mati nggak bakal ada yang kehilangan.”“Halaaa gaya lo. Paling nanti Pak Boss nangis darah. Lagian kenapa sih lo jadi ngotot kayak gini? Di mana-mana yang namanya seorang istri pasti nggak suka sama anak tirinya. Baru lo yang aneh gini.” Kia me
"Pokoknya kalian wajib datang. Gue nggak mau ya nerima alasan apa pun.""Apa pun?""Ya, apa pun!" tegas suara di seberang sana penuh penekanan.“Ya udah, gue tanya Kaka dulu ya, dia mau apa nggak.”"Ya pasti mau lah. Kalau nggak mau gue pecat dia jadi adek ipar."Rachel tertawa lalu memutus panggilan."Siapa, Ra?" tanya Bjorka yang baru keluar dari kamar mandi."Rai.""Raihana?"Rachel mengiakan dengan anggukan kepala.Bjorka tidak bertanya lagi. Masih dengan mengenakan handuk dia membuka lemari mencari bajunya di sana. Biasanya Rachel yang menyediakan. Tapi karena tadi asyik teleponan dengan Rai, Rachel jadi lupa."Ka, Rai minta kita hadir di acara nikahannya." Rachel menyampaikan isi pembicaraan dengan Rai tadi.Setelah bertualang dari pelukan satu laki-laki ke laki-laki lain, akhirnya Rai memantapkan hati untuk menikah. Bukan pernikahan yang pertama memang. Dan mirisnya lagi adalah calon suami Rai berumur hampir dua kali lipat dari usianya. Saat Rachel protes, "Lo yakin mau nikah s
Prosesi pernikahan Rachel dan Bjorka akhirnya berjalan dengan lancar dan baru saja berakhir.Rachel tidak merasa lelah sedikit pun meski rangkaian acara tersebut berlangsung hampir lima belas jam lamanya. Yang ada hanya perasaan bahagia.Perlahan pikirannya mulai mereka ulang lagi adegan demi adegan yang terselenggara tadi. Mulai dari prosesi akad nikah yang mengharukan sampai acara resepsi yang mewahnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Zoia yang mulai saat ini ia panggil dengan sebutan Mama mengusahakan semuanya agar sempurna. Dia selalu memberikan yang terbaik untuk pernikahan kliennya, dan tentu saja saat pernikahan anak sendiri harus luar biasa.Seperti yang Rachel sepakati dengan Bjorka, Bjorka akan menunggunya di ballroom. Setelah mendengar komando dari MC, Rachel kemudian masuk diiringi oleh para bridesmaid. Yang menjadi bridesmaid adalah Starla, model-model Lavender Manajemen serta para sepupu Bjorka.Setelah menapakkan kaki di ballroom, wajah Rachel tertimpa lampu flas
Bagi orang-orang mungkin keputusan Bjorka untuk menikahi Rachel hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah status mereka berpacaran adalah keputusan yang paling gila. Mungkin mereka juga menganggap Bjorka tidak berpikir panjang. Tapi demi apa pun Bjorka sudah memikirkan semua ini.Setelah jadian malam itu Bjorka mulai memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Rachel. Bjorka sudah mengenalnya bertahun-tahun. Ia tahu persis bagaimana sifat dan karakter Rachel. Dalam waktu satu bulan itu juga ia mulai merasakan chemistry demi chemistry di antara mereka yang tidak pernah ia temukan saat dulu bersama Nicole. Perlahan Bjorka menyadari bahwa ia lebih cocok dengan Rachel. Maka saat menyampaikan pada mamanya bahwa ia sudah punya pacar dan juga mengatakan ingin menikahi pacarnya itu mamanya terkejut oleh kenekatan Bjorka. Mungkin Bjorka memang nekat. Tapi nekat yang ini bukan tanpa alasan. Nekat yang ini juga akan ia pertanggungjawabkan.Setelah meyakinkan kedua orang tuany
Starla menatap Rachel sambil senyum-senyum sendiri menyaksikan tingkah adik iparnya itu.Saat ini Rachel sedang mematut diri di cermin sambil memindai diri dari puncak kepala hingga bawah kaki. Rachel mengenakan dress berwarna peach dan masih merasa ada yang kurang. Ini entah dress ke berapa yang ia coba sejak tadi.Malam ini Bjorka akan mengajak ke rumahnya. Dan status sebagai kekasihnya yang Rachel sandang saat ini membuatnya merasa harus memberikan yang terbaik. Rachel memang sudah ribuan kali mondar-mandir ke rumah Bjorka, namun itu sebagai sahabat. Malam ini adalah untuk pertama kalinya ia akan menginjakkan kaki di sana sebagai pacar Bjorka. Dan rasanya gugup bukan main."Gimana, Ra? Masih belum juga?" tanya Starla melihat Rachel yang masih bimbang akan mengenakan baju yang mana."Ini sih bagus, tapi agak ketat di bagian dada," jawab Rachel."Atau coba yang ini."Rachel menerima midi dress floral berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil berwarna biru yang Starla sodorkan la
"Please, Ka, jangan sekarang." Rachel menolak ketika Bjorka mengatakan akan membawa ke rumahnya dan mengenalkan pada orang tuanya bahwa saat ini Rachel adalah kekasihnya.Sudah satu bulan mereka berpacaran namun tidak seorang pun tahu perubahan status tersebut karena sejak awal mereka mengetahui keduanya bersahabat. Semua berjalan sebagaimana biasa."Kenapa nggak boleh?" Bjorka menatap Rachel lekat, ingin tahu apa alasannya.Tentu saja Rachel tidak siap dengan semua ini adalah karena ia khawatir respon yang akan diterimanya dari orang tua Bjorka. Selama ini mereka bisa menerima Rachel sebagai teman anak mereka. Namun hal yang sama belum tentu akan terjadi jika mereka tahu bahwa Rachel adalah kekasih putra mereka. Rachel tidak akan pernah lupa ucapan mamanya Bjorka yang pernah ia dengar dengan tidak sengaja. Dari sana sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan sikap mereka pada Rachel."Bukan nggak boleh tapi aku rasa belum saatnya," jawab Rachel mengatakan alasannya."Jadi kapan saatnya
Satu tahun kemudian.365 hari telah berlalu. Bjorka kehilangan jejak Nicole. Sejak Nicole resign Bjorka tidak tahu lagi bagaimana kabarnya. Bjorka tidak pernah mencari tahu atau menghubunginya. Karena jika keep in touch dengannya semua akan semakin sulit.Hari-hari terasa begitu berat, hampa dan sunyi. Ternyata begini rasanya patah hati. Sampai detik ini Bjorka masih memikirkan perkataan Nicole waktu itu.Pintu kamar Bjorka diketuk. Lalu kepala Papanya menyembul. Javas tampak sudah rapi dengan Polo shirt hitam dan jeans biru pudar. Walau sudah bapak-bapak tapi papanya masih muda. Papanya bahkan jarang mengenakan celana kain selain ke kantor."Nggak malmingan, Ka?""Mau malmingan sama siapa, Pa?"Javas mendekat lalu duduk di pinggir tempat tidur tempat Bjorka berbaring."Masa udah mau kepala tiga masih jomblo aja," ledek Javas padanya."Ya mau gimana, nggak ada yang mau sama aku.""Yaelah, Ka, Ka ... Baru kehilangan cewek satu kali letoynya sampai satu tahun." Papa menoyor kepala Bjorka
Radev tidak menjawab pertanyaan Rachel. Aura dingin yang menguar dari ekspresinya membuat Rachel jadi ketakutan. Dulu Radev sudah menasihatinya agar jangan terpengaruh oleh Megan. Tapi yang terjadi Megan berhasil memanfaatkan Rachel. Megan tahu Rachel adalah anak yang patuh dan penurut. Kelemahannya itu digunakan Megan untuk menekan Rachel."Dev, lo tahu dari mana?" tanya Rachel sekali lagi masih dengan ekspresi yang sama. Takut-takut seperti tadi."Nggak penting gue tahu dari mana. Yang penting adalah gue tahu.""Lo tahu dari Kaka?""Sahabat gue bukan orang munafik. Dia pandai menjaga rahasia. Dia nggak bakal koar-koar ke mana-mana sekalipun sama gue."Rachel menggigit pipi bagian dalam. Kalau memang bukan dari Bjorka lantas dari mana Radev tahu? Apa selama ini Radev mengawasi pergerakan Rachel dari jauh? "Udah berkali-kali gue kasih nasihat. Lo mesti hati-hati sama Mami. Tapi nyatanya dia berhasil menjebak lo.""Sorry, Dev, gue emang salah. Abisnya gue kasihan sama Mami. Lagian wak
Hujan gerimis mengiringi pemakaman Marvel. Langit seakan berduka dan turut menangis. Satu demi satu para pelayat sudah mulai pulang. Takut kena gerimis yang akan menjelma menjadi hujan deras.Rachel masih terpaku memandangi gundukan tanah di hadapannya. Jasad Marvel sudah terkubur jauh di dalam tanah sana namun Rachel masih belum bisa menghentikan air matanya.Saat ini hanya tinggal Rachel, Radev, Starla dan Bjorka di pemakaman tersebut. Teman-teman dari Lavender Manajemen serta rekan kerja Radev sudah pulang. Sedangkan Megan dan Rai tidak mau datang sama sekali meskipun ini adalah untuk terakhir kalinya."Ra, sudah. Kita sama-sama ikhlasin Papi biar beliau tenang di alam sana," bujuk Radev mengusap punggung Rachel."Gue masih nggak percaya kalau Papi bunuh diri, Dev. Seharusnya nggak begini. Papi mengambil jalan pintas karena ngerasa nggak ada yang mendukungnya, dia ngerasa sendiri," ratap Rachel dengan perasaan sedih yang tidak kunjung habis. Mata gadis itu merah dan bengkak akibat
Sidang akan dimulai ketika Bjorka, Nicole dan Rachel masuk ke dalam ruangan.Rachel melihat Marvel mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Tubuhnya terlihat semakin kurus dan ceking. Membuat Rachel ingin menangis melihat kondisi sang ayah. Di saat-saat begini seharusnya pria itu mendapatkan support dari orang-orang terdekatnya. Terutama istrinya. Yang terjadi, istrinya malah meninggalkannya dan meminta cerai darinya. Lalu pacaran dengan pria lain yang kaya-raya.Rachel tidak sempat berbicara dengan Marvel. Tapi mereka sempat saling mengirim tatapan. Marvel bersyukur. Semua orang meninggalkannya. Hanya putri bungsunya yang selalu setia mengunjungi dan memberi support.Sidang atas kasus penyuapan itu dimulai. Diawali oleh pembacaan susunan acara oleh panitera. Selama itu pula detak jantung Rachel tidak karuan. Semoga saja hukuman untuk papinya tidak terlalu berat.Jika diibaratkan dengan kata-kata, mungkin Rachel sudah begah oleh sidang demi sidang yang disaksikannya. Hari ini sua