“Aku nggak mau kamu menganggapku hanya memanfaatkan kamu, La. Aku nggak mau kamu menganggap aku datang hanya untuk mencari kesenangan. Sama sekali bukan.”Bisikan itu terdengar begitu lembut di telinga Starla setelah Radev mengecup dahinya. Mereka baru saja menyelesaikan satu sesi percintaan pagi ini.Starla tidak menganggap Radev memanfaatkannya. Radev bukanlah lelaki yang datang hanya untuk melampiaskan hasrat. Buktinya selama ini Radev tidak pernah menagih jatahnya kecuali pagi ini. Dan Starla juga tidak bisa menolak karena Radev adalah suaminya.“Aku nggak pernah menganggap kamu begitu, Dev.”“Aku ngelakuin ini cuma sama kamu, La. Aku nggak pernah menyentuh Ajeng. Bahkan aku dan dia tidur terpisah. Kami memang sekamar, tapi aku nggak seranjang dengan dia,” kata Radev lagi meyakinkan Starla.“Percaya,” jawab Starla sambil mengusap lembut rahang Radev. Segaris senyum terulas di bibirnya ketika melihat betapa besar usaha lelaki itu untuk meyakinkannya.Starla melirik jam di dinding.
“Kalo misalnya cocok lo yakin mau jadi pendonor buat Bintang?”Starla mengangkat wajah menatap Kia yang duduk di hadapannya. Starla sudah menceritakan pada Kia mengenai rencananya itu.“Ya yakinlah, kenapa nggak yakin?” Starla balas bertanya.“Gue cuma mikirin risikonya sih. Otomatis keadaan lo nggak bakal kayak dulu. Kalo yang gue denger katanya bakal sering sakit punggung, sakit kepala, pegel-pegel atau apalah.” Kia mengurai satu demi satu hal-hal yang diketahuinya.“Gue udah siap apa pun risikonya,” jawab Starla tanpa ragu.“Termasuk risiko yang paling berbahaya?”Starla menganggukkan kepala. “Kalaupun gue harus mati gue rela kok asal Bintang sehat. Lagian kalo gue mati nggak bakal ada yang kehilangan.”“Halaaa gaya lo. Paling nanti Pak Boss nangis darah. Lagian kenapa sih lo jadi ngotot kayak gini? Di mana-mana yang namanya seorang istri pasti nggak suka sama anak tirinya. Baru lo yang aneh gini.” Kia me
“Aku siap, Dev. Aku bersedia melakukannya untuk Bintang.” Starla menyatakan kesanggupannya ketika Radev menanyakan kesediaannya sekali lagi.Radev menatap Starla dengan sorotnya yang teduh. Jawaban yang didengarnya dari perempuan itu membuatnya terharu. Starla tidak tahu bahwa Bintang adalah anak kandungnya. Tapi dia begitu tulus melakukannya. Membuat perasaan cinta Radev pada perempuan itu semakin menggila. Radev tidak salah pilih. Starla adalah wanita yang paling tepat untuk mendampinginya, bukan perempuan lain.“Tapi Ajeng gimana? Apa dia nggak keberatan kalau aku yang menjadi pendonor untuk Bintang?” tanya Starla ragu. Apalagi Starla tahu Ajeng dan keluarga Radev tidak pernah menyukainya.“Nggak usah pikirin dia. Nggak ada hubungannya juga.”Jawaban yang didengarnya dari Radev tak pelak membuat Starla mengerutkan dahi. Bagaimana bisa Radev mengatakan tidak ada hubungannya, sedangkan Ajeng adalah ibu Bintang.“Gimana bisa kamu bilang nggak ada hubungannya? Ajeng kan ibunya Bintang.
Starla sudah berada di rumah sakit sejak kemarin. Hari ini proses transplantasi akan dilakukan. Tidak seorang pun yang menemani Starla. Dirinya hanya sendiri. Dan hal itu membuatnya sedikit sedih. Guna mengusir kesedihannya Starla membesarkan hati. Bukankah ia sudah biasa dengan keadaan ini? Jadi apa lagi yang diratapi?Menjelang transplantasi dilakukan Starla mendapat berbagai tekanan dari keluarga Radev. Mereka masih saja menghina Starla dan menuding dirinya mau melakukan hal tersebut hanya agar mendapat simpati dari Radev. Bahkan beberapa saat yang lalu Megan dan Rai menemui Starla. Mereka kembali mengancam.“Kalau kamu mau uang kamu bisa dapatkan walau dengan cara menjijikkan menjual sumsum tulang sendiri. Tapi jangan harap kamu bisa mendapatkan Radev. Jangan sekali pun berharap tindakanmu ini akan membuat Radev simpati.”Starla sedih mendengar Megan menuduhnya menjual sumsum tulangnya hanya demi mendapatkan uang. Tidak. Starla melakukan ini buka
Starla masih berada di rumah sakit. Ia masih belum diizinkan pulang. Starla harus menunggu sekitar satu atau dua hari lagi. Begitu pun dengan Bintang. Anak itu harus menjalani perawatan lanjutan di rumah sakit.Meski sedang berada di rumah sakit yang sama dengan Bintang tapi Starla belum bisa menemuinya. Bintang dilindungi oleh orang-orang di sekitarnya. Orang tua Radev, kakaknya, serta Ajeng pasti tidak akan mengizinkan Starla menemuinya dengan begitu saja. Sejak tadi Starla juga belum menerima kunjungan Radev, yang membuatnya berpikir jangan-jangan terjadi sesuatu yang buruk pada Bintang. Jangan-jangan kondisinya masih belum stabil.Arsya muncul di saat Starla disibukkan oleh lamunan mengenai Bintang. Starla merasa sedikit kecewa lantaran bukan pria itulah yang diharapkannya melainkan Radev.“Gimana kondisi kamu?” Arsya bertanya setelah duduk di kursi yang berada di sisi ranjang.“Udah agak baikan, Dok.” Starla menjawab pelan.“Masih mual dan sakit punggung?”“Mualnya udah kurang t
Dokter berkunjung ke ruangan Starla untuk memeriksa keadaannya pasca transplantasi. Dia juga menanyakan keluhan apa saja yang dirasakan Starla. Dokter memutuskan besok Starla sudah boleh kembali ke rumah namun harus membatasi kegiatannya sampai ia benar-benar pulih.“Dijaga kesehatannya ya, Bu. Kalau bisa selama dua atau tiga minggu ini jangan terlalu banyak beraktivitas,” pesan dokter sebelum meninggalkan ruangan Starla.“Terima kasih, Dok,” jawab Starla pelan.Kia memandang Starla dengan perasaan kasihan. Ia tidak tega melihat Starla sendiri. Tanpa ada keluarga dan sanak saudara. Apalagi di saat-saat seperti ini Starla butuh seseorang untuk menemaninya, menjaga kalau saja sesuatu yang buruk terjadi pada sahabatnya itu. Dan sayangnya Kia juga tidak bisa mengungsi ke rumah kontrakan Starla karena jaraknya yang jauh dari kantor.“La, buat sementara tinggal di apart gue aja yuk,” ajak Kia. Walaupun dirinya bekerja hampir seharian tapi setidaknya saat malam Kia tetap pulang ke apartemenn
Duduk di ranjang, Starla memandang ke sekelilingnya dengan perasaan canggung. Akhirnya ia benar-benar menempati kamar Bintang.Ruangan serba biru itu yang pada awalnya difungsikan sebagai kamar bayi sekarang sudah dilengkapi dengan tempat tidur besar serta lemari pakaian untuk Starla. Radev mengaturnya sebelum Starla pulang dari rumah sakit.Starla mengusap permukaan kasur yang hanya berisi bantal. Ranjang itu terlalu besar untuk ditempatinya sendiri. Ia harap Bintang segera pulang dari rumah sakit agar ia bisa tidur dengan anak itu.Tadi saat Starla protes apakah Ajeng mengizinkan, Radev hanya mengatakan Starla tidak perlu memikirkannya. Starla berhak atas Bintang karena sudah ‘memperpanjang’ nyawa Bintang.Starla masih di kamar, sibuk melamun sendiri. Ia baru saja bangun sesaat yang lalu setelah tadi tertidur.Apa yang akan dilakukannya di rumah ini? Ia tidak mungkin ongkang-ongkang kaki kan?Diliriknya jam lucu di dinding. Sudah pukul tujuh malam. Ada baiknya ia keluar dari kamar.
Lebih tiga minggu sudah Starla tinggal di rumah Radev. Perlakuan yang didapatnya dari keluarga itu masih sama buruknya. Trio macan masih sering menyakiti Starla. Mereka menyindir Starla setiap ada kesempatan. Namun di depan Radev ketiganya tidak berkutik.Sampai saat ini Starla masih bisa menguatkan diri menghadapi perlakuan mereka. Sejauh mereka tidak main fisik. Tapi justru kekerasan verbal yang diterimanya setiap hari jauh lebih membuat sakit.Hari ini juga Bintang sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Ajeng dengan dominasinya menguasai anak itu. Ia tidak mengizinkan Starla untuk menyentuhnya sedikit pun. Mendadak perempuan itu menjadi begitu posesif.“Mbak Ajeng, biar saya yang gendong Bintang. Mbak istirahat saja dulu,” kata Starla meminta izin karena dilihatnya Ajeng benar-benar lelah. Ajeng baru saja pulang dari kantor.“Nggak usah!” sahut Ajeng ketus. Ia tidak akan sudi membiarkan Starla menyentuh anaknya. Ajeng benci pada Starla yang mulai ngelunjak. “Tapi saya lihat
"Pokoknya kalian wajib datang. Gue nggak mau ya nerima alasan apa pun.""Apa pun?""Ya, apa pun!" tegas suara di seberang sana penuh penekanan.“Ya udah, gue tanya Kaka dulu ya, dia mau apa nggak.”"Ya pasti mau lah. Kalau nggak mau gue pecat dia jadi adek ipar."Rachel tertawa lalu memutus panggilan."Siapa, Ra?" tanya Bjorka yang baru keluar dari kamar mandi."Rai.""Raihana?"Rachel mengiakan dengan anggukan kepala.Bjorka tidak bertanya lagi. Masih dengan mengenakan handuk dia membuka lemari mencari bajunya di sana. Biasanya Rachel yang menyediakan. Tapi karena tadi asyik teleponan dengan Rai, Rachel jadi lupa."Ka, Rai minta kita hadir di acara nikahannya." Rachel menyampaikan isi pembicaraan dengan Rai tadi.Setelah bertualang dari pelukan satu laki-laki ke laki-laki lain, akhirnya Rai memantapkan hati untuk menikah. Bukan pernikahan yang pertama memang. Dan mirisnya lagi adalah calon suami Rai berumur hampir dua kali lipat dari usianya. Saat Rachel protes, "Lo yakin mau nikah s
Prosesi pernikahan Rachel dan Bjorka akhirnya berjalan dengan lancar dan baru saja berakhir.Rachel tidak merasa lelah sedikit pun meski rangkaian acara tersebut berlangsung hampir lima belas jam lamanya. Yang ada hanya perasaan bahagia.Perlahan pikirannya mulai mereka ulang lagi adegan demi adegan yang terselenggara tadi. Mulai dari prosesi akad nikah yang mengharukan sampai acara resepsi yang mewahnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Zoia yang mulai saat ini ia panggil dengan sebutan Mama mengusahakan semuanya agar sempurna. Dia selalu memberikan yang terbaik untuk pernikahan kliennya, dan tentu saja saat pernikahan anak sendiri harus luar biasa.Seperti yang Rachel sepakati dengan Bjorka, Bjorka akan menunggunya di ballroom. Setelah mendengar komando dari MC, Rachel kemudian masuk diiringi oleh para bridesmaid. Yang menjadi bridesmaid adalah Starla, model-model Lavender Manajemen serta para sepupu Bjorka.Setelah menapakkan kaki di ballroom, wajah Rachel tertimpa lampu flas
Bagi orang-orang mungkin keputusan Bjorka untuk menikahi Rachel hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah status mereka berpacaran adalah keputusan yang paling gila. Mungkin mereka juga menganggap Bjorka tidak berpikir panjang. Tapi demi apa pun Bjorka sudah memikirkan semua ini.Setelah jadian malam itu Bjorka mulai memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Rachel. Bjorka sudah mengenalnya bertahun-tahun. Ia tahu persis bagaimana sifat dan karakter Rachel. Dalam waktu satu bulan itu juga ia mulai merasakan chemistry demi chemistry di antara mereka yang tidak pernah ia temukan saat dulu bersama Nicole. Perlahan Bjorka menyadari bahwa ia lebih cocok dengan Rachel. Maka saat menyampaikan pada mamanya bahwa ia sudah punya pacar dan juga mengatakan ingin menikahi pacarnya itu mamanya terkejut oleh kenekatan Bjorka. Mungkin Bjorka memang nekat. Tapi nekat yang ini bukan tanpa alasan. Nekat yang ini juga akan ia pertanggungjawabkan.Setelah meyakinkan kedua orang tuany
Starla menatap Rachel sambil senyum-senyum sendiri menyaksikan tingkah adik iparnya itu.Saat ini Rachel sedang mematut diri di cermin sambil memindai diri dari puncak kepala hingga bawah kaki. Rachel mengenakan dress berwarna peach dan masih merasa ada yang kurang. Ini entah dress ke berapa yang ia coba sejak tadi.Malam ini Bjorka akan mengajak ke rumahnya. Dan status sebagai kekasihnya yang Rachel sandang saat ini membuatnya merasa harus memberikan yang terbaik. Rachel memang sudah ribuan kali mondar-mandir ke rumah Bjorka, namun itu sebagai sahabat. Malam ini adalah untuk pertama kalinya ia akan menginjakkan kaki di sana sebagai pacar Bjorka. Dan rasanya gugup bukan main."Gimana, Ra? Masih belum juga?" tanya Starla melihat Rachel yang masih bimbang akan mengenakan baju yang mana."Ini sih bagus, tapi agak ketat di bagian dada," jawab Rachel."Atau coba yang ini."Rachel menerima midi dress floral berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil berwarna biru yang Starla sodorkan la
"Please, Ka, jangan sekarang." Rachel menolak ketika Bjorka mengatakan akan membawa ke rumahnya dan mengenalkan pada orang tuanya bahwa saat ini Rachel adalah kekasihnya.Sudah satu bulan mereka berpacaran namun tidak seorang pun tahu perubahan status tersebut karena sejak awal mereka mengetahui keduanya bersahabat. Semua berjalan sebagaimana biasa."Kenapa nggak boleh?" Bjorka menatap Rachel lekat, ingin tahu apa alasannya.Tentu saja Rachel tidak siap dengan semua ini adalah karena ia khawatir respon yang akan diterimanya dari orang tua Bjorka. Selama ini mereka bisa menerima Rachel sebagai teman anak mereka. Namun hal yang sama belum tentu akan terjadi jika mereka tahu bahwa Rachel adalah kekasih putra mereka. Rachel tidak akan pernah lupa ucapan mamanya Bjorka yang pernah ia dengar dengan tidak sengaja. Dari sana sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan sikap mereka pada Rachel."Bukan nggak boleh tapi aku rasa belum saatnya," jawab Rachel mengatakan alasannya."Jadi kapan saatnya
Satu tahun kemudian.365 hari telah berlalu. Bjorka kehilangan jejak Nicole. Sejak Nicole resign Bjorka tidak tahu lagi bagaimana kabarnya. Bjorka tidak pernah mencari tahu atau menghubunginya. Karena jika keep in touch dengannya semua akan semakin sulit.Hari-hari terasa begitu berat, hampa dan sunyi. Ternyata begini rasanya patah hati. Sampai detik ini Bjorka masih memikirkan perkataan Nicole waktu itu.Pintu kamar Bjorka diketuk. Lalu kepala Papanya menyembul. Javas tampak sudah rapi dengan Polo shirt hitam dan jeans biru pudar. Walau sudah bapak-bapak tapi papanya masih muda. Papanya bahkan jarang mengenakan celana kain selain ke kantor."Nggak malmingan, Ka?""Mau malmingan sama siapa, Pa?"Javas mendekat lalu duduk di pinggir tempat tidur tempat Bjorka berbaring."Masa udah mau kepala tiga masih jomblo aja," ledek Javas padanya."Ya mau gimana, nggak ada yang mau sama aku.""Yaelah, Ka, Ka ... Baru kehilangan cewek satu kali letoynya sampai satu tahun." Papa menoyor kepala Bjorka
Radev tidak menjawab pertanyaan Rachel. Aura dingin yang menguar dari ekspresinya membuat Rachel jadi ketakutan. Dulu Radev sudah menasihatinya agar jangan terpengaruh oleh Megan. Tapi yang terjadi Megan berhasil memanfaatkan Rachel. Megan tahu Rachel adalah anak yang patuh dan penurut. Kelemahannya itu digunakan Megan untuk menekan Rachel."Dev, lo tahu dari mana?" tanya Rachel sekali lagi masih dengan ekspresi yang sama. Takut-takut seperti tadi."Nggak penting gue tahu dari mana. Yang penting adalah gue tahu.""Lo tahu dari Kaka?""Sahabat gue bukan orang munafik. Dia pandai menjaga rahasia. Dia nggak bakal koar-koar ke mana-mana sekalipun sama gue."Rachel menggigit pipi bagian dalam. Kalau memang bukan dari Bjorka lantas dari mana Radev tahu? Apa selama ini Radev mengawasi pergerakan Rachel dari jauh? "Udah berkali-kali gue kasih nasihat. Lo mesti hati-hati sama Mami. Tapi nyatanya dia berhasil menjebak lo.""Sorry, Dev, gue emang salah. Abisnya gue kasihan sama Mami. Lagian wak
Hujan gerimis mengiringi pemakaman Marvel. Langit seakan berduka dan turut menangis. Satu demi satu para pelayat sudah mulai pulang. Takut kena gerimis yang akan menjelma menjadi hujan deras.Rachel masih terpaku memandangi gundukan tanah di hadapannya. Jasad Marvel sudah terkubur jauh di dalam tanah sana namun Rachel masih belum bisa menghentikan air matanya.Saat ini hanya tinggal Rachel, Radev, Starla dan Bjorka di pemakaman tersebut. Teman-teman dari Lavender Manajemen serta rekan kerja Radev sudah pulang. Sedangkan Megan dan Rai tidak mau datang sama sekali meskipun ini adalah untuk terakhir kalinya."Ra, sudah. Kita sama-sama ikhlasin Papi biar beliau tenang di alam sana," bujuk Radev mengusap punggung Rachel."Gue masih nggak percaya kalau Papi bunuh diri, Dev. Seharusnya nggak begini. Papi mengambil jalan pintas karena ngerasa nggak ada yang mendukungnya, dia ngerasa sendiri," ratap Rachel dengan perasaan sedih yang tidak kunjung habis. Mata gadis itu merah dan bengkak akibat
Sidang akan dimulai ketika Bjorka, Nicole dan Rachel masuk ke dalam ruangan.Rachel melihat Marvel mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Tubuhnya terlihat semakin kurus dan ceking. Membuat Rachel ingin menangis melihat kondisi sang ayah. Di saat-saat begini seharusnya pria itu mendapatkan support dari orang-orang terdekatnya. Terutama istrinya. Yang terjadi, istrinya malah meninggalkannya dan meminta cerai darinya. Lalu pacaran dengan pria lain yang kaya-raya.Rachel tidak sempat berbicara dengan Marvel. Tapi mereka sempat saling mengirim tatapan. Marvel bersyukur. Semua orang meninggalkannya. Hanya putri bungsunya yang selalu setia mengunjungi dan memberi support.Sidang atas kasus penyuapan itu dimulai. Diawali oleh pembacaan susunan acara oleh panitera. Selama itu pula detak jantung Rachel tidak karuan. Semoga saja hukuman untuk papinya tidak terlalu berat.Jika diibaratkan dengan kata-kata, mungkin Rachel sudah begah oleh sidang demi sidang yang disaksikannya. Hari ini sua