Lebih tiga minggu sudah Starla tinggal di rumah Radev. Perlakuan yang didapatnya dari keluarga itu masih sama buruknya. Trio macan masih sering menyakiti Starla. Mereka menyindir Starla setiap ada kesempatan. Namun di depan Radev ketiganya tidak berkutik.Sampai saat ini Starla masih bisa menguatkan diri menghadapi perlakuan mereka. Sejauh mereka tidak main fisik. Tapi justru kekerasan verbal yang diterimanya setiap hari jauh lebih membuat sakit.Hari ini juga Bintang sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Ajeng dengan dominasinya menguasai anak itu. Ia tidak mengizinkan Starla untuk menyentuhnya sedikit pun. Mendadak perempuan itu menjadi begitu posesif.“Mbak Ajeng, biar saya yang gendong Bintang. Mbak istirahat saja dulu,” kata Starla meminta izin karena dilihatnya Ajeng benar-benar lelah. Ajeng baru saja pulang dari kantor.“Nggak usah!” sahut Ajeng ketus. Ia tidak akan sudi membiarkan Starla menyentuh anaknya. Ajeng benci pada Starla yang mulai ngelunjak. “Tapi saya lihat
Sulit bagi Starla untuk memercayai dinamika hidupnya yang bergejolak dan tidak tertebak. Semua begitu cepat dan tidak pernah terlintas di benaknya. Baru beberapa jam yang lalu dirinya membatin sedih di dalam hati lantaran tidak diizinkan menyentuh Bintang, tapi sekarang anak itu ada di dalam dekapannya.Saat ini Starla serta Radev dan Bintang sedang berada di dalam taksi. Tadi setelah membut gempar orang-orang dengan kalimat cerainya yang lugas Radev langsung mengajak Starla pergi tanpa peduli pada Ajeng yang meraung-raung tidak terima.Radev meninggalkan apapun yang melekat padanya. Mulai dari harta sampai jabatan di perusahaan orang tuanya. Hal yang berharga yang Radev miliki saat ini hanyalah dua bintangnya. Starla tersenyum tipis saat melihat Bintang tidur dengan pulas dalam dekapannya. Berkali-kali Starla menciumi anak itu tapi tetap saja ia tidak merasa puas.Starla syok berat mendengar pengakuan Radev mengenai fakta bahwa Bintang adalah anak kandung mereka berdua. Tapi perasa
Starla sangat menikmati perannya sebagai seorang ibu yang sesungguhnya. Semua luka dan air mata yang mengisi hari-harinya dulu tergantikan dengan kebahagiaan yang tidak ternilai karena kini ia bersama buah hatinya tercinta.Memasuki usia enam bulan Starla mulai memberi Bintang makanan pendamping. Berhubung kondisi kesehatan Bintang yang istimewa maka anak itu tidak boleh makan sembarangan termasuk bubur bayi instan. Starla ingin membuatnya sendiri tapi keadaan tidak memungkinkan karena mereka sedang berada di hotel. Beruntung Starla mendapat rekomendasi katering makanan bayi sehat yang dipantau oleh ahli gizi terpercaya. “Bintang ... Bintang ... aaa aaa’.. aaa’ ... satu suap lagi, Nak.” Starla membuka mulutnya lebar-lebar memeragakan pada Bintang lalu menyuapkan puree.Anak itu menurutinya dengan membuka mulut. Syukurlah walau riwayat kesehatannya suram tapi Bintang tidak kehilangan selera makan. Anak itu tumbuh sebagaimana mestinya.“Yeaaay ... Anak Mama hebat.” Starla bertepuk tang
“Gimana menurut lo, Dev? Ukurannya memang nggak terlalu besar, tapi cukuplah untuk di awal.”Radev dan Starla mengelanakan mata mereka memandang ke sekitar. Saat ini sepasang suami istri itu sedang berada di ruko milik Bjorka. Tidak hanya menyokong dari segi finansial, tapi Bjorka juga merelakan salah satu rukonya untuk ditempati Radev dan Starla. Meski usianya masih sangat muda tapi Bjorka gemar berinvestasi. Ruko tersebut kebetulan kosong. Daripada disewakan pada orang lain lebih baik ia memberikan pada Radev yang jelas-jelas sangat membutuhkan.“Lantai satu dan lantai dua bisa digunain buat kegiatan operasional, nanti kalian tinggalnya di lantai tiga. Gimana?” Bjorka menyambung perkataannya lalu memandang Radev ingin tahu pendapatnya.“Ini udah lebih dari cukup, Ka. Spec-nya oke banget,” jawab Radev puas. Heran pada Bjorka yang mengatakan ruko itu tidak terlalu besar padahal menurut Radev tempat tersebut sangat luas. Sahabatnya itu memang sangat merendah.Tadinya ia hanya butuh rua
Ini adalah hari pertama Radev dan Starla menempati tempat tinggal baru mereka yaitu ruko yang dipinjamkan Bjorka. Ruko tersebut sudah dimodifikasi dan diberi sekat-sekat sehingga siap untuk dijadikan sebagai tempat tinggal dan difungsikan sebagai kantor. Jika dibandingkan dengan rumahnya dulu yang megah bak istana jelas saja tempat tinggalnya sekarang sangat berbeda. Tapi bagi Starla dan Radev hal itu bukan masalah. Apa pun keadaannya yang penting bagi mereka bisa bersama dalan keadaan senang maupun susah.“Mau diapain Bintang-nya, Dev?” tanya Starla saat Radev mengangkat tubuh Bintang. Anak itu sudah pulas dalam tidur sejak setengah jam yang lalu.“Mau aku pindahin,” jawab Radev lalu meletakkan Bintang di tepi tepat di dekat dinding. Tadinya Bintang tidur di tengah-tengah mereka.“Kok dipindahin?” Starla masih merasa heran.“Biar nanti Bintang nggak kena badan atau tanganku waktu lagi tidur,” jawab Radev dengan senyum tersungging di bibirnya lalu merebahkan badan di sebelah Starla.
Radev memandang dengan puas tulisan besar di papan yang menempel tepat di atas folding gate. Pada awalnya tulisan CV. Bintang Casanova itu akan dibuat berupa plang. Tapi setelah dipikir lagi ia dan Starla memutuskan seperti saat ini.Setelah proses pengurusan yang melalui berbagai tahap akhirnya mereka berhasil memiliki CV sendiri yang merupakan badan usaha resmi dan terdaftar. Keduanya juga sengaja menamakan CV tersebut dengan nama anak mereka.Radev menghubungi beberapa kolega sampai kenalannya. Radev mengatakan bahwa ia memiliki usaha baru dan menawarkan jasanya lalu berharap dari mereka Radev bisa menemukan peluang, tapi nihil. Sudah satu bulan berlalu dan mereka belum mendapat project apa pun.“Gimana, Dev?” tanya Starla saat mendengar embusan napas Radev setelah selesai menelepon.“Belum ada, La,” jawab lelaki itu lesu lalu menggulir lagi daftar kontak di ponsel. Hampir semua nama di sana sudah Radev hubungi dan tidak membuahkan hasil apa-apa. Starla juga membuka ponselnya. Ia
Starla menatap ke sekelilingnya mencari sosok yang ditunggu. Tapi matanya hanya menemukan orang-orang yang tidak ia kenal.Saat ini Starla sedang berada di coffee shop. Di tempat itu ia menunggu Sinta seperti kesepakatan mereka. Starla bahkan hampir menghabiskan satu cup berukuran medium brown sugar milk tea yang dipesannya.Mungkin Sinta masih sibuk kerja, pikir Starla. Tadi ia sudah mengabari temannya itu bahwa dirinya sudah berada di lokasi pertemuan dan Sinta memintanya untuk menunggu sebentar lagi. Tapi ini sudah terlalu lama. Starla khawatir kalau dirinya terlalu lama pergi Radev akan kewalahan mengurus Bintang.Starla mengambil ponsel di meja lalu mengirimi Radev pesan.“Dev, aku belum ketemu Sinta, masih kerja dia-nya. Kamu di rumah gimana? Bintang nggak rewel kan?”Radev membalas tidak sampai satu menit setelah pesan Starla terkirim.“Bintang anteng sama papanya, nggak ada masalah. Hati-hati, Sayangku. Good luck.”Bibir Starla mengembangkan senyum membaca pesan dari Radev. Su
Sejak tadi Starla duduk dengan tidak tenang di dalam taksi yang membawanya pulang. Adegan demi adegan di kantor Axel tadi berputar-putar di kepalanya. Pria itu terasa berbeda. Starla tidak ingin mengatakan bahwa ia menyukai Axel pada pertemuan pertama. Hanya saja pesona lelaki itu sulit untuk ditampik. Pantas saja para pegawai wanita di kantornya banyak yang tergila-gila. Itu cerita yang Starla dapat dari Sinta tadi setelah keluar dari ruangan Axel.Tidak hanya mengenai pesona pria itu, tapi besok Starla juga diwajibkan untuk menemuinya dengan membawa company profile yang asli karena Axel ingin langsung melihatnya. Dan yang membuat Starla tidak habis pikir adalah Axel meminta mereka bertemu pada jam makan siang sekalian makan siang bersama. Axel meminta agar Starla datang sendiri. Nanti setelah pria itu menentukan jadi atau tidak barulah Starla boleh membawa Radev.Pria tersebut jelas berbahaya, tapi Starla benar-benar butuh project ini sebagai langkah besar pertama usahanya dengan Ra
"Pokoknya kalian wajib datang. Gue nggak mau ya nerima alasan apa pun.""Apa pun?""Ya, apa pun!" tegas suara di seberang sana penuh penekanan.“Ya udah, gue tanya Kaka dulu ya, dia mau apa nggak.”"Ya pasti mau lah. Kalau nggak mau gue pecat dia jadi adek ipar."Rachel tertawa lalu memutus panggilan."Siapa, Ra?" tanya Bjorka yang baru keluar dari kamar mandi."Rai.""Raihana?"Rachel mengiakan dengan anggukan kepala.Bjorka tidak bertanya lagi. Masih dengan mengenakan handuk dia membuka lemari mencari bajunya di sana. Biasanya Rachel yang menyediakan. Tapi karena tadi asyik teleponan dengan Rai, Rachel jadi lupa."Ka, Rai minta kita hadir di acara nikahannya." Rachel menyampaikan isi pembicaraan dengan Rai tadi.Setelah bertualang dari pelukan satu laki-laki ke laki-laki lain, akhirnya Rai memantapkan hati untuk menikah. Bukan pernikahan yang pertama memang. Dan mirisnya lagi adalah calon suami Rai berumur hampir dua kali lipat dari usianya. Saat Rachel protes, "Lo yakin mau nikah s
Prosesi pernikahan Rachel dan Bjorka akhirnya berjalan dengan lancar dan baru saja berakhir.Rachel tidak merasa lelah sedikit pun meski rangkaian acara tersebut berlangsung hampir lima belas jam lamanya. Yang ada hanya perasaan bahagia.Perlahan pikirannya mulai mereka ulang lagi adegan demi adegan yang terselenggara tadi. Mulai dari prosesi akad nikah yang mengharukan sampai acara resepsi yang mewahnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Zoia yang mulai saat ini ia panggil dengan sebutan Mama mengusahakan semuanya agar sempurna. Dia selalu memberikan yang terbaik untuk pernikahan kliennya, dan tentu saja saat pernikahan anak sendiri harus luar biasa.Seperti yang Rachel sepakati dengan Bjorka, Bjorka akan menunggunya di ballroom. Setelah mendengar komando dari MC, Rachel kemudian masuk diiringi oleh para bridesmaid. Yang menjadi bridesmaid adalah Starla, model-model Lavender Manajemen serta para sepupu Bjorka.Setelah menapakkan kaki di ballroom, wajah Rachel tertimpa lampu flas
Bagi orang-orang mungkin keputusan Bjorka untuk menikahi Rachel hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah status mereka berpacaran adalah keputusan yang paling gila. Mungkin mereka juga menganggap Bjorka tidak berpikir panjang. Tapi demi apa pun Bjorka sudah memikirkan semua ini.Setelah jadian malam itu Bjorka mulai memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Rachel. Bjorka sudah mengenalnya bertahun-tahun. Ia tahu persis bagaimana sifat dan karakter Rachel. Dalam waktu satu bulan itu juga ia mulai merasakan chemistry demi chemistry di antara mereka yang tidak pernah ia temukan saat dulu bersama Nicole. Perlahan Bjorka menyadari bahwa ia lebih cocok dengan Rachel. Maka saat menyampaikan pada mamanya bahwa ia sudah punya pacar dan juga mengatakan ingin menikahi pacarnya itu mamanya terkejut oleh kenekatan Bjorka. Mungkin Bjorka memang nekat. Tapi nekat yang ini bukan tanpa alasan. Nekat yang ini juga akan ia pertanggungjawabkan.Setelah meyakinkan kedua orang tuany
Starla menatap Rachel sambil senyum-senyum sendiri menyaksikan tingkah adik iparnya itu.Saat ini Rachel sedang mematut diri di cermin sambil memindai diri dari puncak kepala hingga bawah kaki. Rachel mengenakan dress berwarna peach dan masih merasa ada yang kurang. Ini entah dress ke berapa yang ia coba sejak tadi.Malam ini Bjorka akan mengajak ke rumahnya. Dan status sebagai kekasihnya yang Rachel sandang saat ini membuatnya merasa harus memberikan yang terbaik. Rachel memang sudah ribuan kali mondar-mandir ke rumah Bjorka, namun itu sebagai sahabat. Malam ini adalah untuk pertama kalinya ia akan menginjakkan kaki di sana sebagai pacar Bjorka. Dan rasanya gugup bukan main."Gimana, Ra? Masih belum juga?" tanya Starla melihat Rachel yang masih bimbang akan mengenakan baju yang mana."Ini sih bagus, tapi agak ketat di bagian dada," jawab Rachel."Atau coba yang ini."Rachel menerima midi dress floral berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil berwarna biru yang Starla sodorkan la
"Please, Ka, jangan sekarang." Rachel menolak ketika Bjorka mengatakan akan membawa ke rumahnya dan mengenalkan pada orang tuanya bahwa saat ini Rachel adalah kekasihnya.Sudah satu bulan mereka berpacaran namun tidak seorang pun tahu perubahan status tersebut karena sejak awal mereka mengetahui keduanya bersahabat. Semua berjalan sebagaimana biasa."Kenapa nggak boleh?" Bjorka menatap Rachel lekat, ingin tahu apa alasannya.Tentu saja Rachel tidak siap dengan semua ini adalah karena ia khawatir respon yang akan diterimanya dari orang tua Bjorka. Selama ini mereka bisa menerima Rachel sebagai teman anak mereka. Namun hal yang sama belum tentu akan terjadi jika mereka tahu bahwa Rachel adalah kekasih putra mereka. Rachel tidak akan pernah lupa ucapan mamanya Bjorka yang pernah ia dengar dengan tidak sengaja. Dari sana sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan sikap mereka pada Rachel."Bukan nggak boleh tapi aku rasa belum saatnya," jawab Rachel mengatakan alasannya."Jadi kapan saatnya
Satu tahun kemudian.365 hari telah berlalu. Bjorka kehilangan jejak Nicole. Sejak Nicole resign Bjorka tidak tahu lagi bagaimana kabarnya. Bjorka tidak pernah mencari tahu atau menghubunginya. Karena jika keep in touch dengannya semua akan semakin sulit.Hari-hari terasa begitu berat, hampa dan sunyi. Ternyata begini rasanya patah hati. Sampai detik ini Bjorka masih memikirkan perkataan Nicole waktu itu.Pintu kamar Bjorka diketuk. Lalu kepala Papanya menyembul. Javas tampak sudah rapi dengan Polo shirt hitam dan jeans biru pudar. Walau sudah bapak-bapak tapi papanya masih muda. Papanya bahkan jarang mengenakan celana kain selain ke kantor."Nggak malmingan, Ka?""Mau malmingan sama siapa, Pa?"Javas mendekat lalu duduk di pinggir tempat tidur tempat Bjorka berbaring."Masa udah mau kepala tiga masih jomblo aja," ledek Javas padanya."Ya mau gimana, nggak ada yang mau sama aku.""Yaelah, Ka, Ka ... Baru kehilangan cewek satu kali letoynya sampai satu tahun." Papa menoyor kepala Bjorka
Radev tidak menjawab pertanyaan Rachel. Aura dingin yang menguar dari ekspresinya membuat Rachel jadi ketakutan. Dulu Radev sudah menasihatinya agar jangan terpengaruh oleh Megan. Tapi yang terjadi Megan berhasil memanfaatkan Rachel. Megan tahu Rachel adalah anak yang patuh dan penurut. Kelemahannya itu digunakan Megan untuk menekan Rachel."Dev, lo tahu dari mana?" tanya Rachel sekali lagi masih dengan ekspresi yang sama. Takut-takut seperti tadi."Nggak penting gue tahu dari mana. Yang penting adalah gue tahu.""Lo tahu dari Kaka?""Sahabat gue bukan orang munafik. Dia pandai menjaga rahasia. Dia nggak bakal koar-koar ke mana-mana sekalipun sama gue."Rachel menggigit pipi bagian dalam. Kalau memang bukan dari Bjorka lantas dari mana Radev tahu? Apa selama ini Radev mengawasi pergerakan Rachel dari jauh? "Udah berkali-kali gue kasih nasihat. Lo mesti hati-hati sama Mami. Tapi nyatanya dia berhasil menjebak lo.""Sorry, Dev, gue emang salah. Abisnya gue kasihan sama Mami. Lagian wak
Hujan gerimis mengiringi pemakaman Marvel. Langit seakan berduka dan turut menangis. Satu demi satu para pelayat sudah mulai pulang. Takut kena gerimis yang akan menjelma menjadi hujan deras.Rachel masih terpaku memandangi gundukan tanah di hadapannya. Jasad Marvel sudah terkubur jauh di dalam tanah sana namun Rachel masih belum bisa menghentikan air matanya.Saat ini hanya tinggal Rachel, Radev, Starla dan Bjorka di pemakaman tersebut. Teman-teman dari Lavender Manajemen serta rekan kerja Radev sudah pulang. Sedangkan Megan dan Rai tidak mau datang sama sekali meskipun ini adalah untuk terakhir kalinya."Ra, sudah. Kita sama-sama ikhlasin Papi biar beliau tenang di alam sana," bujuk Radev mengusap punggung Rachel."Gue masih nggak percaya kalau Papi bunuh diri, Dev. Seharusnya nggak begini. Papi mengambil jalan pintas karena ngerasa nggak ada yang mendukungnya, dia ngerasa sendiri," ratap Rachel dengan perasaan sedih yang tidak kunjung habis. Mata gadis itu merah dan bengkak akibat
Sidang akan dimulai ketika Bjorka, Nicole dan Rachel masuk ke dalam ruangan.Rachel melihat Marvel mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Tubuhnya terlihat semakin kurus dan ceking. Membuat Rachel ingin menangis melihat kondisi sang ayah. Di saat-saat begini seharusnya pria itu mendapatkan support dari orang-orang terdekatnya. Terutama istrinya. Yang terjadi, istrinya malah meninggalkannya dan meminta cerai darinya. Lalu pacaran dengan pria lain yang kaya-raya.Rachel tidak sempat berbicara dengan Marvel. Tapi mereka sempat saling mengirim tatapan. Marvel bersyukur. Semua orang meninggalkannya. Hanya putri bungsunya yang selalu setia mengunjungi dan memberi support.Sidang atas kasus penyuapan itu dimulai. Diawali oleh pembacaan susunan acara oleh panitera. Selama itu pula detak jantung Rachel tidak karuan. Semoga saja hukuman untuk papinya tidak terlalu berat.Jika diibaratkan dengan kata-kata, mungkin Rachel sudah begah oleh sidang demi sidang yang disaksikannya. Hari ini sua