“Kamu dari mana?” tanya Arsya melihat bawaan Starla berupa dua tas kain besar.Starla sengaja menunggu Arsya selesai praktik karena lelaki itu memintanya.Padahal cukup ditunjukkan saja alamat rumah tersebut maka Starla akan mencari sendiri.“Saya dari rumah, Dok.”“Dari rumah?” Sebelah alis Arsya terangkat bingung.Entah bagaimana caranya Starla menjelaskan pada Arsya bahwa ia baru saja diusir dari rumahnya sendiri. Iya, rumah itu memang milik Starla. Namun Starla tidak ingin mengumbar cerita pahit hidupnya pada orang yang baru dikenal. Alhasil Starla hanya bisa mengatakan, “Saya pindah dari rumah kontrakan yang lama. Jadi sekarang lagi nyari rumah baru.”Arsya mengangguk mengerti lalu membawa Starla dan Roni menuju mobilnya. Pria itu membantu memasukkan Roni ke dalam mobil lalu mulai mengendara menuju rumahnya. Hanya sekitar lima kilometer dari rumah sakit mereka tiba di sebuah rumah berwarna putih gading.Rumah tersebut bersisian dengan rumah di sebelahnya dan hanya dipisahkan ol
Seharusnya hari ini Radev berada di kantor seperti rutinitasnya sehari-hari. Lalu ia akan menemui Starla guna menyakinkan istrinya itu bahwa keinginan untuk meninggalkan Ajeng akan segera ia wujudkan.Tapi … semua rencana itu tidak terealisasi.Sejak pagi tadi Bintang sakit. Atau lebih tepatnya sejak kemarin malam badannya mulai panas. Lalu pagi tadi kondisinya semakin menurun. Tidak hanya suhu tubuh yang tinggi. Hidungnya berair. Kulitnya juga tampak semakin pucat. Ada banyak bercak merah di kulitnya. Bahkan anak itu sudah tidak mau diberi susu. Sejak menghirup oksigen di dunia, Bintang sudah mendapat asupan susu formula. Ajeng tidak mau menyusuinya dengan alasan merusak keindahan tubuhnya. Dan anehnya seluruh keluarga melegalkan begitu saja. Mereka tidak mau ribet. Kebahagiaan ibu dari bayi itu adalah segalanya.“Dev, gimana nih? Bintang nggak mau diam,” rengek Ajeng panik dengan Bintang berada di gendongannya.Radev membuang napas panjang. Ia yang sedang menyimpulkan dasi melirik
Setelah menerima telepon dari Radev, Starla tidak bisa tidur malam itu. Ia terus memikirkan Bintang dan kondisi kesehatannya. Rasanya tidak tega melihat anak sekecil itu mengidap penyakit yang membahayakan nyawa. Semestinya Starla tidak perlu sampai secemas itu. Tapi Starla sangat lemah jika sudah menyangkut pada hal-hal yang berhubungan dengan anak-anak.Starla baru bisa tidur menjelang subuh lalu terbangun dengan lingkaran hitam di bawah matanya. Ia mandi, memandikan ayahnya, membantu berpakaian dan memberi makan lalu bersiap-siap untuk pergi.Untuk hari ini terpaksa membawa ayahnya ikut dengannya. Lalu Starla akan memikirkan solusinya. Mungkin ia akan mencari orang untuk menjaga ayahnya selama Starla bekerja.“Pagi, Starla.” Starla baru akan membuka pagar ketika mendapat sapaan hangat tersebut. Setelah ia menoleh Starla menemukan Arsya menyapanya.“Pagi, Dok.” Starla menjawab dengan sunggingan senyum tipis.Arsya mendekat, memangkas jarak dengan Starla. “Mau ke mana?”“Saya mau be
Starla menyusuri koridor Sun Hospital sendirian. Langkahnya berderap tidak sabar.Tadi setelah permohonan resign-nya dikabulkan Raya, Starla mengemasi barang-barangnya. Aktivitasnya menjadi begitu tergesa setelah ponselnya mendentingkan notifikasi pesan dari Radev.Kenyataan bahwa Bintang menjalani pemeriksaan di rumah sakit yang berada di dekat rumah kontrakannya membuat Starla kaget bercampur senang.Starla menghubungi Radev sesuai dengan yang diamanatkan laki-laki itu padanya.“Dev, aku sudah tiba di rumah sakit.”“Tunggu aku di dekat Nursery Room.”Starla bertanya sana-sini akan tempat yang disebut Radev padanya. Ia menemukan tempat tersebut berlokasi jauh dari keramaian dan berada di sudut. Starla mengerti sekarang kenapa Radev memintanya menanti di sana.Starla memandang ke sekeliling. Tidak ada siapa-siapa. Ia juga melongok ke dalam ruangan dan menemukannya dalam keadaan kosong. Aman.Lumayan lama Starla menanti sampai telinganya menangkap derap langkah yang bergegas mendatangi
Seharian ini Starla hampir tidak bisa berkonsentrasi. Apa pun yang dilakukannya terasa salah. Dirinya benar-benar hilang fokus. Bahkan tadi Starla membubuhkan garam ke dalam teh yang dipikirnya adalah gula. Semua karena satu hal. Memikirkan Bintang.Starla mengambil ponsel, menggenggamnya cukup lama sambil menimbang-nimbang untuk menghubungi Radev. Ia ingin tahu keadaan Bintang saat ini.Setelah lama berpikir ia memutuskan untuk mengirimi Radev pesan.“Dev, gimana keadaan Bintang sekarang? Udah selesai diperiksa? Dia masih rewel?”Tidak ada balasan dari Radev hingga berjam-jam lamanya yang membuat Starla gundah gulana. Jangan-jangan Bintang sakit parah. Jangan-jangan keadaannya semakin drop setelah menjalani pemeriksaan, dan masih banyak lagi jangan-jangan lainnya.Malam ini Starla sedang duduk sendiri di kursi beranda masih dengan ponsel di dalam genggaman. Sekali dalam sepuluh menit ia memeriksa benda itu. Kalau saja Radev membalas pesan darinya. Tapi nihil.Suara mobil yang memasuk
Sepanjang perjalanan ke rumah kontrakan Starla Radev hampir tidak pernah melepaskan genggaman tangannya dari perempuan itu. Bahkan setelah Starla menariknya Radev kembali mengambilnya.“Kemarin Bintang mau minum ASIP-nya, Dev?” tanya Starla di tengah-tengah perjalanan mereka.“Mau.”“Yang ngasih siapa?”“Aku sama Rachel.” Radev bersyukur saat itu Rachel ada di rumah. Tanpa adik bungsunya itu Radev tidak bisa apa-apa. Mana ia tahu prosedur mencairkan ASI beku. Sedangkan para keluarganya yang lain hanya bisa mencibirnya dengan mengatakan, “Kalau ada yang gampang ngapain cari yang ribet. Hidup itu jangan dipersulit, Dev.”Namun, Radev bersikukuh dengan prinsipnya. Apalagi ASIP tersebut berasal dari Starla, wanita yang dicintainya.“Terus sekarang masih ada stock?”“Masih, La. Yang kamu titipin ke Kia tuh banyak banget.”“Syukur deh.” Starla bermaksud nanti akan memerah ASI-nya lagi demi menambah persediaan untuk Bintang.Hening melingkupi mereka setelahnya. Radev melepaskan sebelah tang
Titik-titik air meluncur dari langit mengiringi pemakaman ayah Starla. Langit seakan berduka dan turut menangis. Bersamaan dengan itu satu demi satu para pelayat sudah mulai pulang. Mereka khawatir kena gerimis yang akan menjelma menjadi hujan deras.Starla masih terpaku memandangi gundukan tanah di hadapannya. Satu-satunya keluarga yang dimilikinya di dunia telah tiada. Dirinya kini sebatang kara. Ia tidak punya siapa pun selain dirinya sendiri.Seakan hanya menanti kedatangan seseorang yang akan menjaga putrinya seumur hidup pria itu pergi setelah menitipkan Starla dan menyampaikan wasiatnya.Di sebelah Starla ada Radev yang setia menemaninya dimulai sejak Roni mengembuskan napasnya sampai saat ini. Diusapnya punggung Starla yang sesekali masih terisak akibat kesedihan yang mendalam. Belum kering air matanya akibat kehilangan bayi sekarang ia kembali diuji dalam waktu yang berdekatan.Selain Radev, Arsya juga menghadiri pemakaman. Arsya tidak tahu siapa lelaki yang bersama Starla.
“Hentikan omong kosongmu itu, Dev! Jangan mengada-ngada!” Megan menukasi pembicaraan Radev sebelum anak itu berbicara lebih banyak menuturkan hal-hal yang menurutnya tidak masuk akal.“Ini bukan omong kosong, Mi, tapi aku menuturkan fakta yang kurasakan aneh. Aku memang bukan carrier, tapi berdasarkan DNA, Bintang adalah anak kandungku, lagian dia mirip denganku. Yang jadi masalah adalah bagaimana bisa Ajeng juga bukan carrier sedangkan dokter bilang salah satu dari kami berdua seharusnya carrier. Itu yang menjadi tanda tanya besar di kepalaku!”Megan memijit-mijit pelipisnya, mulai pusing memikirkan cara untuk menghadapi Radev. Sedangkan Ajeng menggeleng-gelengkan kepala tidak terima dituduh bukan ibu kandung Bintang.“Kamu bikin aku sedih, Dev. Teganya kamu bilang aku bukan ibu kandung Bintang padahal aku sudah susah payah mengandung dan melahirkannya,” ucap perempuan itu mulai ngedrama dengan memasang wajah berduka.“Seorang ibu biasanya tulus, nggak akan mengungkit-ngungkit jasa d
"Pokoknya kalian wajib datang. Gue nggak mau ya nerima alasan apa pun.""Apa pun?""Ya, apa pun!" tegas suara di seberang sana penuh penekanan.“Ya udah, gue tanya Kaka dulu ya, dia mau apa nggak.”"Ya pasti mau lah. Kalau nggak mau gue pecat dia jadi adek ipar."Rachel tertawa lalu memutus panggilan."Siapa, Ra?" tanya Bjorka yang baru keluar dari kamar mandi."Rai.""Raihana?"Rachel mengiakan dengan anggukan kepala.Bjorka tidak bertanya lagi. Masih dengan mengenakan handuk dia membuka lemari mencari bajunya di sana. Biasanya Rachel yang menyediakan. Tapi karena tadi asyik teleponan dengan Rai, Rachel jadi lupa."Ka, Rai minta kita hadir di acara nikahannya." Rachel menyampaikan isi pembicaraan dengan Rai tadi.Setelah bertualang dari pelukan satu laki-laki ke laki-laki lain, akhirnya Rai memantapkan hati untuk menikah. Bukan pernikahan yang pertama memang. Dan mirisnya lagi adalah calon suami Rai berumur hampir dua kali lipat dari usianya. Saat Rachel protes, "Lo yakin mau nikah s
Prosesi pernikahan Rachel dan Bjorka akhirnya berjalan dengan lancar dan baru saja berakhir.Rachel tidak merasa lelah sedikit pun meski rangkaian acara tersebut berlangsung hampir lima belas jam lamanya. Yang ada hanya perasaan bahagia.Perlahan pikirannya mulai mereka ulang lagi adegan demi adegan yang terselenggara tadi. Mulai dari prosesi akad nikah yang mengharukan sampai acara resepsi yang mewahnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Zoia yang mulai saat ini ia panggil dengan sebutan Mama mengusahakan semuanya agar sempurna. Dia selalu memberikan yang terbaik untuk pernikahan kliennya, dan tentu saja saat pernikahan anak sendiri harus luar biasa.Seperti yang Rachel sepakati dengan Bjorka, Bjorka akan menunggunya di ballroom. Setelah mendengar komando dari MC, Rachel kemudian masuk diiringi oleh para bridesmaid. Yang menjadi bridesmaid adalah Starla, model-model Lavender Manajemen serta para sepupu Bjorka.Setelah menapakkan kaki di ballroom, wajah Rachel tertimpa lampu flas
Bagi orang-orang mungkin keputusan Bjorka untuk menikahi Rachel hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah status mereka berpacaran adalah keputusan yang paling gila. Mungkin mereka juga menganggap Bjorka tidak berpikir panjang. Tapi demi apa pun Bjorka sudah memikirkan semua ini.Setelah jadian malam itu Bjorka mulai memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Rachel. Bjorka sudah mengenalnya bertahun-tahun. Ia tahu persis bagaimana sifat dan karakter Rachel. Dalam waktu satu bulan itu juga ia mulai merasakan chemistry demi chemistry di antara mereka yang tidak pernah ia temukan saat dulu bersama Nicole. Perlahan Bjorka menyadari bahwa ia lebih cocok dengan Rachel. Maka saat menyampaikan pada mamanya bahwa ia sudah punya pacar dan juga mengatakan ingin menikahi pacarnya itu mamanya terkejut oleh kenekatan Bjorka. Mungkin Bjorka memang nekat. Tapi nekat yang ini bukan tanpa alasan. Nekat yang ini juga akan ia pertanggungjawabkan.Setelah meyakinkan kedua orang tuany
Starla menatap Rachel sambil senyum-senyum sendiri menyaksikan tingkah adik iparnya itu.Saat ini Rachel sedang mematut diri di cermin sambil memindai diri dari puncak kepala hingga bawah kaki. Rachel mengenakan dress berwarna peach dan masih merasa ada yang kurang. Ini entah dress ke berapa yang ia coba sejak tadi.Malam ini Bjorka akan mengajak ke rumahnya. Dan status sebagai kekasihnya yang Rachel sandang saat ini membuatnya merasa harus memberikan yang terbaik. Rachel memang sudah ribuan kali mondar-mandir ke rumah Bjorka, namun itu sebagai sahabat. Malam ini adalah untuk pertama kalinya ia akan menginjakkan kaki di sana sebagai pacar Bjorka. Dan rasanya gugup bukan main."Gimana, Ra? Masih belum juga?" tanya Starla melihat Rachel yang masih bimbang akan mengenakan baju yang mana."Ini sih bagus, tapi agak ketat di bagian dada," jawab Rachel."Atau coba yang ini."Rachel menerima midi dress floral berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil berwarna biru yang Starla sodorkan la
"Please, Ka, jangan sekarang." Rachel menolak ketika Bjorka mengatakan akan membawa ke rumahnya dan mengenalkan pada orang tuanya bahwa saat ini Rachel adalah kekasihnya.Sudah satu bulan mereka berpacaran namun tidak seorang pun tahu perubahan status tersebut karena sejak awal mereka mengetahui keduanya bersahabat. Semua berjalan sebagaimana biasa."Kenapa nggak boleh?" Bjorka menatap Rachel lekat, ingin tahu apa alasannya.Tentu saja Rachel tidak siap dengan semua ini adalah karena ia khawatir respon yang akan diterimanya dari orang tua Bjorka. Selama ini mereka bisa menerima Rachel sebagai teman anak mereka. Namun hal yang sama belum tentu akan terjadi jika mereka tahu bahwa Rachel adalah kekasih putra mereka. Rachel tidak akan pernah lupa ucapan mamanya Bjorka yang pernah ia dengar dengan tidak sengaja. Dari sana sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan sikap mereka pada Rachel."Bukan nggak boleh tapi aku rasa belum saatnya," jawab Rachel mengatakan alasannya."Jadi kapan saatnya
Satu tahun kemudian.365 hari telah berlalu. Bjorka kehilangan jejak Nicole. Sejak Nicole resign Bjorka tidak tahu lagi bagaimana kabarnya. Bjorka tidak pernah mencari tahu atau menghubunginya. Karena jika keep in touch dengannya semua akan semakin sulit.Hari-hari terasa begitu berat, hampa dan sunyi. Ternyata begini rasanya patah hati. Sampai detik ini Bjorka masih memikirkan perkataan Nicole waktu itu.Pintu kamar Bjorka diketuk. Lalu kepala Papanya menyembul. Javas tampak sudah rapi dengan Polo shirt hitam dan jeans biru pudar. Walau sudah bapak-bapak tapi papanya masih muda. Papanya bahkan jarang mengenakan celana kain selain ke kantor."Nggak malmingan, Ka?""Mau malmingan sama siapa, Pa?"Javas mendekat lalu duduk di pinggir tempat tidur tempat Bjorka berbaring."Masa udah mau kepala tiga masih jomblo aja," ledek Javas padanya."Ya mau gimana, nggak ada yang mau sama aku.""Yaelah, Ka, Ka ... Baru kehilangan cewek satu kali letoynya sampai satu tahun." Papa menoyor kepala Bjorka
Radev tidak menjawab pertanyaan Rachel. Aura dingin yang menguar dari ekspresinya membuat Rachel jadi ketakutan. Dulu Radev sudah menasihatinya agar jangan terpengaruh oleh Megan. Tapi yang terjadi Megan berhasil memanfaatkan Rachel. Megan tahu Rachel adalah anak yang patuh dan penurut. Kelemahannya itu digunakan Megan untuk menekan Rachel."Dev, lo tahu dari mana?" tanya Rachel sekali lagi masih dengan ekspresi yang sama. Takut-takut seperti tadi."Nggak penting gue tahu dari mana. Yang penting adalah gue tahu.""Lo tahu dari Kaka?""Sahabat gue bukan orang munafik. Dia pandai menjaga rahasia. Dia nggak bakal koar-koar ke mana-mana sekalipun sama gue."Rachel menggigit pipi bagian dalam. Kalau memang bukan dari Bjorka lantas dari mana Radev tahu? Apa selama ini Radev mengawasi pergerakan Rachel dari jauh? "Udah berkali-kali gue kasih nasihat. Lo mesti hati-hati sama Mami. Tapi nyatanya dia berhasil menjebak lo.""Sorry, Dev, gue emang salah. Abisnya gue kasihan sama Mami. Lagian wak
Hujan gerimis mengiringi pemakaman Marvel. Langit seakan berduka dan turut menangis. Satu demi satu para pelayat sudah mulai pulang. Takut kena gerimis yang akan menjelma menjadi hujan deras.Rachel masih terpaku memandangi gundukan tanah di hadapannya. Jasad Marvel sudah terkubur jauh di dalam tanah sana namun Rachel masih belum bisa menghentikan air matanya.Saat ini hanya tinggal Rachel, Radev, Starla dan Bjorka di pemakaman tersebut. Teman-teman dari Lavender Manajemen serta rekan kerja Radev sudah pulang. Sedangkan Megan dan Rai tidak mau datang sama sekali meskipun ini adalah untuk terakhir kalinya."Ra, sudah. Kita sama-sama ikhlasin Papi biar beliau tenang di alam sana," bujuk Radev mengusap punggung Rachel."Gue masih nggak percaya kalau Papi bunuh diri, Dev. Seharusnya nggak begini. Papi mengambil jalan pintas karena ngerasa nggak ada yang mendukungnya, dia ngerasa sendiri," ratap Rachel dengan perasaan sedih yang tidak kunjung habis. Mata gadis itu merah dan bengkak akibat
Sidang akan dimulai ketika Bjorka, Nicole dan Rachel masuk ke dalam ruangan.Rachel melihat Marvel mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Tubuhnya terlihat semakin kurus dan ceking. Membuat Rachel ingin menangis melihat kondisi sang ayah. Di saat-saat begini seharusnya pria itu mendapatkan support dari orang-orang terdekatnya. Terutama istrinya. Yang terjadi, istrinya malah meninggalkannya dan meminta cerai darinya. Lalu pacaran dengan pria lain yang kaya-raya.Rachel tidak sempat berbicara dengan Marvel. Tapi mereka sempat saling mengirim tatapan. Marvel bersyukur. Semua orang meninggalkannya. Hanya putri bungsunya yang selalu setia mengunjungi dan memberi support.Sidang atas kasus penyuapan itu dimulai. Diawali oleh pembacaan susunan acara oleh panitera. Selama itu pula detak jantung Rachel tidak karuan. Semoga saja hukuman untuk papinya tidak terlalu berat.Jika diibaratkan dengan kata-kata, mungkin Rachel sudah begah oleh sidang demi sidang yang disaksikannya. Hari ini sua