“Jadi selama tiga hari ini kamu menghilang ke mana?” tanya Radev setelah mengurai pagutan bibirnya dari Starla.Starla tidak langsung memberi jawaban. Ia memetakan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi di kepalanya. Radev tentu akan marah jika tahu Starla menginap di apartemen Gathan. Terlebih lelaki itu pernah melarangnya agar tidak lagi berhubungan dengan sepupu tunangannya. Alhasil demi hubungannya yang baru mulai membaik dengan Radev, Starla terpaksa berbohong.“Aku menginap di hotel, Dev.”“Kenapa harus melarikan diri ke sana?”“Karena aku butuh waktu untuk sendiri. Aku butuh waktu untuk berpikir.” Starla menyampaikan alasannya.“Termasuk untuk menghindari aku kan?”Starla hanya membalas dengan senyum segaris. Ia kemudian menutup mulut yang menguap dengan telapak tangan. Melihatnya, Radev mengerti.“Kamu ngantuk, La?”“Banget,” jawab Starla lesu. Matanya benar-benar terasa berat saat ini. “Kayaknya ini efek dari obat anti mual yang aku minum.”“Tidur aja dulu.”Starla menggeleng
“Wagyu nggak ada ya, Dev?”Gerakan Radev yang akan menjejalkan sendok ke mulutnya terhenti begitu saja ketika mendengar pertanyaan itu. Ingin rasanya mencekik Ajeng sekarang sampai perempuan itu mati, namun dirinya belum siap untuk dibui.“Mana ada wagyu di sini. Ini kantin karyawan, bukan restoran mahal.”Ajeng berdecak kemudian dengan malas menyuap soto daging yang disuguhkan untuknya. Menyesal karena tadi menyetujui Radev untuk makan siang di kantin tersebut.“Kamu bilang tadi makanannya enak-enak, ya iyalah aku mikir ada wagyu di sini,” repet Ajeng lagi.Radev mengabaikannya. Ia menyantap menu makan siangnya dengan lahap tanpa peduli pada wajah cemberut tunangannya itu.‘’Tahu kayak gini mending tadi makan di luar.” Ajeng masih belum berhenti mengoceh, tidak peduli Radev tidak mendengarkannya.“Dari pada kamu terus ngomel mending dihabisin makanan kamu. Nggak semua orang seberuntung kamu bisa makan tiga kali sehari.” Radev akhirnya tidak tahan untuk tidak berkomentar.Ajeng membal
“Nggak apa-apa, Pak. Saya baik-baik saja.” Starla menjawab pertanyaan Radev lalu mengulas senyum sekenanya sebagai tanda bahwa dirinya baik-baik saja. “Permisi, Mbak Ajeng,” sambungnya lalu melangkah melintasi perempuan itu tanpa menunggu jawaban darinya. Starla anggap masalah ini sudah selesai.“La, nggak apa-apa kan lo?” pandang Lian khawatir melihat muka pucat Starla.Orang-orang pasti berpikir wajah pucatnya itu karena Starla takut pada Ajeng, padahal aslinya karena Starla sedang hamil.“Nggak apa-apa, tapi sorry, Li, vanilla latte lo tumpah.”“Nggak masalah, yang penting lo-nya,” jawab Lian pengertian lalu mengeluarkan dompet dari dalam tas. Diambilnya selembar uang kertas bernilai lima puluh ribu rupiah dari sana lalu disodorkannya pada Starla. “Ini ganti duit lo, La.”“Nggak usah, Li, barangnya juga udah nggak ada.” Starla menolak uang tersebut.“Tapi kan harusnya itu buat gue.”“Udahlah, nggak usah hitung-hitungan sama gue. Lo gayanya udah kayak sama orang lain.”Lian menyimpa
“Kamu yakin mau pulang sendiri?” tanya Radev pada Starla malam itu. Sudah dua jam berlalu sejak jam kerja resmi berakhir.“Yakin.” Starla menjawab tanpa ragu. Setelah ini ia bermaksud mampir di apartemen Gathan karena ada bajunya masih tertinggal di sana. Saat melarikan diri tiga hari ini Starla memang membeli beberapa potong baju harian. “Biasanya aku kan juga pulang sendiri.” Perempuan itu menyambung ucapannya.“Itu biasanya, sekarang beda,” tukas Radev sambil menujukan pandangannya ke arah perut Starla.“Aku bakal hati-hati kok,” ucap Starla lagi seakan mengerti apa yang saat ini ada di pikiran Radev. Lelaki itu mengkhawatirkannya. Begitu yang Starla tangkap.“Ya sudah.” Radev mengalah lalu mengusap kepala Starla sebelum melepasnya pergiStarla tiba di apartemen Gathan dan mendapati laki-laki itu ternyata sudah berada di apartemennya, padahal saat ini baru jam sembilan malam. Sangat berbeda dengan kebiasaan lelaki itu yang selama Starla berada di sana selalu pulang larut malam.“Tu
Radev dan Bjorka melangkah mendekati dokter yang baru saja keluar dari ruangan.“Dok, gimana keadaan—“ Radev berpikir sedetik akan menyebut Starla sebagai apa sebelum melanjutkan perkataannya. “Gimana keadaan istri saya, Dok?” Mengakui Starla sebagai istri membuatnya lebih nyaman selain untuk melindungi Starla dari prasangka buruk orang-orang.“Istri Bapak mengalami pendarahan ringan. Kondisinya saat ini masih lemah dan sebaiknya malam ini beristirahat di sini dulu.”“Kalau calon anak saya, Dok?” kejar Radev lagi yang masih merasa belum puas oleh jawaban dokter.Dokter tersenyum pada Radev, seakan mengerti kekhawatiran lelaki itu. “Bapak tenang saja. Calon anak Bapak berada dalam keadaan baik.”Rasanya tidak ada hal lain yang membuat Radev lebih lega selain mengetahui hal ini. Radev sangat bersyukur untuk itu.“Terima kasih, Dok. Sekarang boleh saya bertemu istri saya?”“Tentu boleh, Pak, silakan.” Dokter lalu pergi meninggalkan kedua lelaki itu.“Ka, lo bantu gue urus kamar buat Star
“Mama perhatiin nggak, Ma, akhir-akhir ini Starla suka pake baju longgar?”“Mungkin ngikutin mode zaman sekarang,” sahut Mayang menyikapi perkataan putrinya.“Ih, Mama, bukaaan. Malah yang lagi hype sekarang baju ketat ngepas body,” tukas Tantri tidak setuju.Mayang mengibaskan tangannya. Sementara matanya tidak lepas dari layar ponsel. “Terus kenapa kamu malah repot ngurusin Starla? Mama nggak peduli dia mau pakai baju apa. Yang penting setiap bulan setoran buat kita lancar.”“Bukan itu, Ma, tapi aneh aja gitu.” Tantri yang belum puas terus mengajak Mayang bicara.“Apanya yang aneh?”“Mama mikir nggak kalau dia lagi hamil?”Mayang refleks mengangkat wajah lalu memandang ke arah putrinya. “Hamil?”Tantri menggerakkan kepalanya cepat. “Mama ingat nggak waktu itu dia muntah-muntah beberapa kali di kamar mandi?”Mayang mengerutkan dahi, menarik ulang memorinya. Lalu perempuan itu menganggukkan kepala. Dulu beberapa kali ia pernah mendengar suara muntah Starla, tapi saat ditanya Starla ha
Radev baru akan mengarahkan matanya ketika Megan dan Raihana lebih dulu bangkit dari kursi mereka lalu berjalan mendekati Radev dan Starla.“Mi, kok di sini?” tanya Radev mencoba biasa-biasa saja walau aslinya gugup setengah mati. Pasalnya foto hasil USG itu masih berada di genggamannya. Dan dirinya serta Starla jelas-jelas baru keluar dari ruangan dokter kandungan.“Seharusnya Mami yang nanya sama kamu. Kenapa kamu bisa ada di sini?” pandang Megan tajam. Tatapan perempuan itu kemudian pindah pada Starla yang berada di sebelah Radev. Perasaan tidak sukanya semakin menjadi. Sudah sejak lama ia mengingatkan Starla. Tapi lihatlah yang terjadi, perempuan itu malah semakin dekat dengan putranya.“Aku di sini mau—”“Dev, itu foto USG siapa?” Raihana lebih dulu memutus perkataan Radev sebelum pria itu melanjutkan perkataannya.Mampus. Tidak ada jalan untuk lari ketika kakak perempuan Radev itu mengambil paksa foto tersebut dari tangannya.Megan yang berdiri di sebelah sang putri menggeser tu
“La, jangan pulang ke rumah dulu. Langsung ke apartemen aku. Aku lagi on the way ke rumah mami. Nanti setelah pulang dari sana secepatnya aku kembali ke apartemen. Kita bicara.”Pesan itu Starla terima lima menit setelah dirinya mendapat taksi. Masih bisa untuk mengubah tujuan jika Starla mau, tapi ia tidak ingin melakukannya.Saat ini Starla butuh waktu untuk menenangkan diri. Hatinya benar-benar sedih atas semua hinaan yang ditujukan padanya.Sambil meremas ujung baby doll blouse biru elektriknya Starla mengurai lagi satu demi satu hinaan menyakitkan itu. Perempuan penggoda, perempuan murahan, perempuan jalang, perempuan kampung, materialistis, dan masih banyak lagi kata-kata tidak menyenangkan yang harus dirinya dengar.Apa hidup memang semenyakitkan ini?Kalau saja Starla bisa memilih, maka ia tidak ingin jatuh cinta pada Radev dan terlibat dalam kehidupan laki-laki itu. Nyatanya semesta menakdirkan hal yang berbeda.Ponsel dalam genggaman Starla bergetar, membuatnya tersentak sek
"Pokoknya kalian wajib datang. Gue nggak mau ya nerima alasan apa pun.""Apa pun?""Ya, apa pun!" tegas suara di seberang sana penuh penekanan.“Ya udah, gue tanya Kaka dulu ya, dia mau apa nggak.”"Ya pasti mau lah. Kalau nggak mau gue pecat dia jadi adek ipar."Rachel tertawa lalu memutus panggilan."Siapa, Ra?" tanya Bjorka yang baru keluar dari kamar mandi."Rai.""Raihana?"Rachel mengiakan dengan anggukan kepala.Bjorka tidak bertanya lagi. Masih dengan mengenakan handuk dia membuka lemari mencari bajunya di sana. Biasanya Rachel yang menyediakan. Tapi karena tadi asyik teleponan dengan Rai, Rachel jadi lupa."Ka, Rai minta kita hadir di acara nikahannya." Rachel menyampaikan isi pembicaraan dengan Rai tadi.Setelah bertualang dari pelukan satu laki-laki ke laki-laki lain, akhirnya Rai memantapkan hati untuk menikah. Bukan pernikahan yang pertama memang. Dan mirisnya lagi adalah calon suami Rai berumur hampir dua kali lipat dari usianya. Saat Rachel protes, "Lo yakin mau nikah s
Prosesi pernikahan Rachel dan Bjorka akhirnya berjalan dengan lancar dan baru saja berakhir.Rachel tidak merasa lelah sedikit pun meski rangkaian acara tersebut berlangsung hampir lima belas jam lamanya. Yang ada hanya perasaan bahagia.Perlahan pikirannya mulai mereka ulang lagi adegan demi adegan yang terselenggara tadi. Mulai dari prosesi akad nikah yang mengharukan sampai acara resepsi yang mewahnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Zoia yang mulai saat ini ia panggil dengan sebutan Mama mengusahakan semuanya agar sempurna. Dia selalu memberikan yang terbaik untuk pernikahan kliennya, dan tentu saja saat pernikahan anak sendiri harus luar biasa.Seperti yang Rachel sepakati dengan Bjorka, Bjorka akan menunggunya di ballroom. Setelah mendengar komando dari MC, Rachel kemudian masuk diiringi oleh para bridesmaid. Yang menjadi bridesmaid adalah Starla, model-model Lavender Manajemen serta para sepupu Bjorka.Setelah menapakkan kaki di ballroom, wajah Rachel tertimpa lampu flas
Bagi orang-orang mungkin keputusan Bjorka untuk menikahi Rachel hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah status mereka berpacaran adalah keputusan yang paling gila. Mungkin mereka juga menganggap Bjorka tidak berpikir panjang. Tapi demi apa pun Bjorka sudah memikirkan semua ini.Setelah jadian malam itu Bjorka mulai memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Rachel. Bjorka sudah mengenalnya bertahun-tahun. Ia tahu persis bagaimana sifat dan karakter Rachel. Dalam waktu satu bulan itu juga ia mulai merasakan chemistry demi chemistry di antara mereka yang tidak pernah ia temukan saat dulu bersama Nicole. Perlahan Bjorka menyadari bahwa ia lebih cocok dengan Rachel. Maka saat menyampaikan pada mamanya bahwa ia sudah punya pacar dan juga mengatakan ingin menikahi pacarnya itu mamanya terkejut oleh kenekatan Bjorka. Mungkin Bjorka memang nekat. Tapi nekat yang ini bukan tanpa alasan. Nekat yang ini juga akan ia pertanggungjawabkan.Setelah meyakinkan kedua orang tuany
Starla menatap Rachel sambil senyum-senyum sendiri menyaksikan tingkah adik iparnya itu.Saat ini Rachel sedang mematut diri di cermin sambil memindai diri dari puncak kepala hingga bawah kaki. Rachel mengenakan dress berwarna peach dan masih merasa ada yang kurang. Ini entah dress ke berapa yang ia coba sejak tadi.Malam ini Bjorka akan mengajak ke rumahnya. Dan status sebagai kekasihnya yang Rachel sandang saat ini membuatnya merasa harus memberikan yang terbaik. Rachel memang sudah ribuan kali mondar-mandir ke rumah Bjorka, namun itu sebagai sahabat. Malam ini adalah untuk pertama kalinya ia akan menginjakkan kaki di sana sebagai pacar Bjorka. Dan rasanya gugup bukan main."Gimana, Ra? Masih belum juga?" tanya Starla melihat Rachel yang masih bimbang akan mengenakan baju yang mana."Ini sih bagus, tapi agak ketat di bagian dada," jawab Rachel."Atau coba yang ini."Rachel menerima midi dress floral berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil berwarna biru yang Starla sodorkan la
"Please, Ka, jangan sekarang." Rachel menolak ketika Bjorka mengatakan akan membawa ke rumahnya dan mengenalkan pada orang tuanya bahwa saat ini Rachel adalah kekasihnya.Sudah satu bulan mereka berpacaran namun tidak seorang pun tahu perubahan status tersebut karena sejak awal mereka mengetahui keduanya bersahabat. Semua berjalan sebagaimana biasa."Kenapa nggak boleh?" Bjorka menatap Rachel lekat, ingin tahu apa alasannya.Tentu saja Rachel tidak siap dengan semua ini adalah karena ia khawatir respon yang akan diterimanya dari orang tua Bjorka. Selama ini mereka bisa menerima Rachel sebagai teman anak mereka. Namun hal yang sama belum tentu akan terjadi jika mereka tahu bahwa Rachel adalah kekasih putra mereka. Rachel tidak akan pernah lupa ucapan mamanya Bjorka yang pernah ia dengar dengan tidak sengaja. Dari sana sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan sikap mereka pada Rachel."Bukan nggak boleh tapi aku rasa belum saatnya," jawab Rachel mengatakan alasannya."Jadi kapan saatnya
Satu tahun kemudian.365 hari telah berlalu. Bjorka kehilangan jejak Nicole. Sejak Nicole resign Bjorka tidak tahu lagi bagaimana kabarnya. Bjorka tidak pernah mencari tahu atau menghubunginya. Karena jika keep in touch dengannya semua akan semakin sulit.Hari-hari terasa begitu berat, hampa dan sunyi. Ternyata begini rasanya patah hati. Sampai detik ini Bjorka masih memikirkan perkataan Nicole waktu itu.Pintu kamar Bjorka diketuk. Lalu kepala Papanya menyembul. Javas tampak sudah rapi dengan Polo shirt hitam dan jeans biru pudar. Walau sudah bapak-bapak tapi papanya masih muda. Papanya bahkan jarang mengenakan celana kain selain ke kantor."Nggak malmingan, Ka?""Mau malmingan sama siapa, Pa?"Javas mendekat lalu duduk di pinggir tempat tidur tempat Bjorka berbaring."Masa udah mau kepala tiga masih jomblo aja," ledek Javas padanya."Ya mau gimana, nggak ada yang mau sama aku.""Yaelah, Ka, Ka ... Baru kehilangan cewek satu kali letoynya sampai satu tahun." Papa menoyor kepala Bjorka
Radev tidak menjawab pertanyaan Rachel. Aura dingin yang menguar dari ekspresinya membuat Rachel jadi ketakutan. Dulu Radev sudah menasihatinya agar jangan terpengaruh oleh Megan. Tapi yang terjadi Megan berhasil memanfaatkan Rachel. Megan tahu Rachel adalah anak yang patuh dan penurut. Kelemahannya itu digunakan Megan untuk menekan Rachel."Dev, lo tahu dari mana?" tanya Rachel sekali lagi masih dengan ekspresi yang sama. Takut-takut seperti tadi."Nggak penting gue tahu dari mana. Yang penting adalah gue tahu.""Lo tahu dari Kaka?""Sahabat gue bukan orang munafik. Dia pandai menjaga rahasia. Dia nggak bakal koar-koar ke mana-mana sekalipun sama gue."Rachel menggigit pipi bagian dalam. Kalau memang bukan dari Bjorka lantas dari mana Radev tahu? Apa selama ini Radev mengawasi pergerakan Rachel dari jauh? "Udah berkali-kali gue kasih nasihat. Lo mesti hati-hati sama Mami. Tapi nyatanya dia berhasil menjebak lo.""Sorry, Dev, gue emang salah. Abisnya gue kasihan sama Mami. Lagian wak
Hujan gerimis mengiringi pemakaman Marvel. Langit seakan berduka dan turut menangis. Satu demi satu para pelayat sudah mulai pulang. Takut kena gerimis yang akan menjelma menjadi hujan deras.Rachel masih terpaku memandangi gundukan tanah di hadapannya. Jasad Marvel sudah terkubur jauh di dalam tanah sana namun Rachel masih belum bisa menghentikan air matanya.Saat ini hanya tinggal Rachel, Radev, Starla dan Bjorka di pemakaman tersebut. Teman-teman dari Lavender Manajemen serta rekan kerja Radev sudah pulang. Sedangkan Megan dan Rai tidak mau datang sama sekali meskipun ini adalah untuk terakhir kalinya."Ra, sudah. Kita sama-sama ikhlasin Papi biar beliau tenang di alam sana," bujuk Radev mengusap punggung Rachel."Gue masih nggak percaya kalau Papi bunuh diri, Dev. Seharusnya nggak begini. Papi mengambil jalan pintas karena ngerasa nggak ada yang mendukungnya, dia ngerasa sendiri," ratap Rachel dengan perasaan sedih yang tidak kunjung habis. Mata gadis itu merah dan bengkak akibat
Sidang akan dimulai ketika Bjorka, Nicole dan Rachel masuk ke dalam ruangan.Rachel melihat Marvel mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Tubuhnya terlihat semakin kurus dan ceking. Membuat Rachel ingin menangis melihat kondisi sang ayah. Di saat-saat begini seharusnya pria itu mendapatkan support dari orang-orang terdekatnya. Terutama istrinya. Yang terjadi, istrinya malah meninggalkannya dan meminta cerai darinya. Lalu pacaran dengan pria lain yang kaya-raya.Rachel tidak sempat berbicara dengan Marvel. Tapi mereka sempat saling mengirim tatapan. Marvel bersyukur. Semua orang meninggalkannya. Hanya putri bungsunya yang selalu setia mengunjungi dan memberi support.Sidang atas kasus penyuapan itu dimulai. Diawali oleh pembacaan susunan acara oleh panitera. Selama itu pula detak jantung Rachel tidak karuan. Semoga saja hukuman untuk papinya tidak terlalu berat.Jika diibaratkan dengan kata-kata, mungkin Rachel sudah begah oleh sidang demi sidang yang disaksikannya. Hari ini sua