Malam itu, Rachel, Radev, Starla, serta si kecil Bintang sudah berada di sebuah restoran fine dining. Radev merealisasikan ucapannya sebagai perayaan kecil-kecilan kelulusan Rachel.Radev agak terkejut ketika siangnya Rachel mengatakan padanya bahwa Bjorka juga akan datang.“Kok baru bilang sekarang?” protes Radev ketika Rachel menyampaikannya.“Udah nggak bisa lagi ya? Udah reSEMAKIN BERKEMBANGservasi ya?” kejar Rachel memburu.Mendengar betapa antusiasnya suara Rachel membuat Radev merasa heran. “Lo kenapa jadi nafsu gini ngajak Kaka dinner bareng kita?” selidiknya.“Nggak ada apa-apa. Kaka udah ngebantu gue soalnya. Jadi apa salahnya kalo gue ngundang dia. Hitung-hitung sebagai ucapan terima kasih.” Rachel mengemukakan alasannya.Radev mencoba untuk berpikir positif. Mungkin itu hanyalah sekadar bentuk ucapan terima kasih biasa, tidak lebih. Bukannya Radev tidak mengizinkan adiknya itu dekat dengan sang sahabat. Ia hanya tidak mau ibunya memanfaatkan hubungan mereka, apalagi Rachel
Malam sudah semakin tua tapi tidak sepicing pun Bjorka sanggup memejamkan matanya. Kepalanya dipenuhi dengan berbagai pikiran mengenai perjumpaannya dengan wanita yang dicari-carinya selama ini.Saat pertemuan itu Bjorka memang hanya melihat wanita itu dari samping, tapi ia yakin sepenuhnya bahwa wanita itu adalah Nicole. Hanya saja yang Bjorka sesali adalah karena ia gagal menghentikan Nicole lalu bicara dengannya.Nicole benar-benar menghilang tanpa meninggalkan jejak apapun sekalipun jejak digital. Andai saja diberi kesempatan satu kali lagi untuk bertemu dengan Nicole maka Bjorka tidak akan membuang-buang kesempatan. Ia akan langsung menyatakan perasaannya yang terpendam sejak lama. Ia tidak akan membiarkan Nicole lolos dari hidupnya. Menjelang dini hari barulah Bjorka mampu memejamkan matanya. Itulah sebabnya pagi ini Bjorka terlambat bangun.Bjorka menemukan ruang makan sudah kosong saat ia turun untuk sarapan.“Ibu dan Bapak sudah berangkat sejak tadi, Mas, Mbak Arimbi juga di
“Ini ruangan kamu, Ra.” Bjorka membuka pintu berwarna coklat lalu melangkahkan kaki ke dalamnya. Rachel mengikuti dari belakang.Ruangan tersebut didominasi oleh perpaduan warna putih dan ungu. Terkesan begitu feminin. Rachel tidak tahu apa alasan pastinya. Tapi jika boleh menebak maka ia pikir pastilah karena Lavender identik dengan warna ungu. Sesuai dengan nama agensi model milik Bjorka, Lavender Management.Ruang tersebut jauh dari kata formal sebagaimana ruangan kerja di perkantoran. Persis seperti ruangan Bjorka, nyaris di setiap bagian dinding di tempat itu terpajang potret para model asuhan Lavender Management.Rachel melangkah mengitari setiap sudut penjuru tempat tersebut. Sepertinya dirinya akan betah berada di sana karena terasa jauh lebih nyaman dari apartemennya.“Gimana? Suka ruangannya?”Pertanyaan Bjorka membuat Rachel yang sedang melihat-lihat menggerakkan kepalanya untuk memandang pada lelaki itu.“Suka. Tapi ini pintu apa, Ka?” Rachel balas mengajukan pertanyaan b
"Mau ke mana lagi, Ka?”Pertanyaan itu terdengar oleh telinga Bjorka bersamaan dengan pintu kamarnya yang terbuka. Bjorka yang sedang memakai sneakers-nya memandang ke arah itu. “Mau ke luar bentar, Ma.”“Nggak capek memangnya?” tanya Zoia lagi. “Baru pulang masa udah mau pergi lagi.”Bjorka hanya tersenyum. Belum ada satu jam dirinya berada di rumah setelah menemani Rachel mengantar dompet. “Mau ketemuan sama temen, Ma. Udah terlanjur janji soalnya.”Zoia percaya lalu keluar dari kamar Bjorka setelah berpesan pada putranya itu agar berhati-hati.Sepeninggal mamanya Bjorka mengambil dompet berwarna hitam milik Nicole. Tadi Rachel setuju saat Bjorka meminta dirinya yang akan mengantar. Rachel percaya begitu saja jika Bjorka memiliki teman yang rumahnya tidak jauh dari kediaman Nicole.Bjorka membuka dompet tersebut lalu mengamati untuk kesekian kali data-data yang tertera di KTP. Itu memang punya Nicole. Bjorka tidak akan pernah melupakan nama lengkap dan tanggal lahir gadis itu. I
Bjorka termangu di tempat duduknya dengan pikiran yang saling tumpang tindih di kepala.Siapa laki-laki itu sebenarnya? Kenapa sambutan Nicole begitu hangat? Berbeda dengan yang ditunjukkannnya pada Bjora. Apa laki-laki itu seseorang yang begitu istimewa?Nicole dan laki-laki itu berjalan mendekat ke arah Bjorka. Bjorka bisa mendengar saat laki-laki itu bertanya pada Nicole.“Siapa dia, Beb?”“Namanya Bjorka, dia temenku waktu SMU.”“Terus dia ngapain ke sini?”“Dia mau nganterin dompet aku yang hilang.”“Bisa sekebetulan itu?” Lelaki yang belum Bjorka ketahui namanya mendelik ke arah Nicole.Nicole hanya tersenyum lalu mengenalkan keduanya.“Ka, kenalin ini Davis. Dav, ini Bjorka.”Bjorka mengulurkan tangannya untuk berjabatan sembari menerbitkan senyum tipis. Tapi tangannya tidak bersambut. Davis hanya mengangguk sekenanya.Bjorka menarik kembali tangannya yang terlanjur terulur. Belum sempat ia berpikir apa-apa, Davis sudah bertanya padanya.“Lo beneran temennya Nicole?”“Iya, gue
Nicole masuk ke kamar lalu mengunci pintu rapat-rapat. Ia sedang ingin sendiri tanpa seorang pun mengganggunya. Davis baru saja pulang setelah di sisa kebersamaan mereka Nicole memasang tampang masam.Sambil berbaring Nicole mengambil kartu nama dari dalam sakunya lalu membaca dengan seksama.Ada nama dan nomor telepon Bjorka di sana beserta alamat kantornya. Sembari mengamati kartu nama tersebut Nicole mencoba mengingat-ingat masa-masa sekolahnya dulu. Saat masih ABG banyak teman-teman sekolahnya yang menggoda Nicole. Tapi ia tidak terlalu memedulikannya. Prioritasnya saat itu hanya belajar bukan pacaran.Ia kemudian mulai berpikir apa Bjorka adalah salah satu teman sekolah yang tergila-gila padanya?Tidak ingin terbunuh rasa penasaran, Nicole mengambil ponsel lalu menggulirkan jarinya di sana mencari nama teman lama yang sampai saat ini masih keep in touch dengannya. Mungkin temannya itu bisa membantu memulihkan ingatannya.“Halo,” sapa suara di seberang sana.“Rin, sorry ganggu ma
Nicole berjalan dengan terburu-buru. Kedua tangannya dipenuhi oleh kantong-kantong belanja. Saking terburu-burunya ia jadi menabrak seseorang.“Sorry, sorry,” ucapnya pada lelaki yang ia tabrak.Lelaki berambut gondrong itu tersenyum padanya. “Nggak apa-apa.”Nicole akan kembali meneruskan langkahnya ketika laki-laki itu mencegat.“Biar saya bantu,” ujarnya menawarkan bantuan melihat Nicole kewalahan membawa barang-barang.“Nggak usah, Mas, terima kasih.”“Nggak apa-apa, Mbak, nggak usah sungkan, saya orang baik-baik kok.” Lelaki itu memaksa untuk tetap membantu.Nicole terpaksa memberikan salah satu kantong belanjaannya yang paling besar pada lelaki itu. Lumayan mengurangi bebannya. Lagi pula lelaki itu sepertinya tidak ada maksud buruk. Hanya kasihan pada Nicole yang kewalahan membawa belanjaannya sendiri.“Sendiri aja, Mbak?” tanya laki-laki itu sembari mereka berjalan keluar dari supermarket menuju tempat mobil Nicole diparkir.Nicole mengangguk.“Saya Jojo, kalau Mbak namanya sia
Lho, kok begini?Nicole memandang Jojo penuh tanda tanya. Ia tidak menyangka jika lelaki itu membawanya ke tempat yang tidak terduga.“Ini atasan saya, dia CEO sekaligus pemilik agensi ini.” Jojo mengenalkan pria di hadapan mereka pada Nicole.Sang CEO yang disebut berdiri dari duduknya lalu melempar senyum pada Nicole. “Welcome, Nic, mari silakan duduk.” Bjorka mengembangkan tangan meminta agar Nicole menempatkan diri di kursi di hadapannya.Ragu-ragu Nicole melangkah lalu duduk di kursi yang ditunjuk.“Aku nggak tahu kalau ini kantor kamu.” Itu kalimat pertama yang Nicole ucapkan setelah berhasil meredakan rasa kagetnya.“Jadi kartu nama yang aku kasih waktu itu udah dibuang ya?”“Masih aku simpan kok, tapi aku nggak terlalu perhatiin. Lagian tadi casting-nya nggak di sini, jadi aku nggak tahu.”Bjorka tersenyum tipis. Ternyata ia memang tidak berharga bagi Nicole. Buktinya gadis itu tidak tahu apa-apa bahkan sekadar nama agensinya.“Kami mengadakan casting nggak selalu di kantor.
"Pokoknya kalian wajib datang. Gue nggak mau ya nerima alasan apa pun.""Apa pun?""Ya, apa pun!" tegas suara di seberang sana penuh penekanan.“Ya udah, gue tanya Kaka dulu ya, dia mau apa nggak.”"Ya pasti mau lah. Kalau nggak mau gue pecat dia jadi adek ipar."Rachel tertawa lalu memutus panggilan."Siapa, Ra?" tanya Bjorka yang baru keluar dari kamar mandi."Rai.""Raihana?"Rachel mengiakan dengan anggukan kepala.Bjorka tidak bertanya lagi. Masih dengan mengenakan handuk dia membuka lemari mencari bajunya di sana. Biasanya Rachel yang menyediakan. Tapi karena tadi asyik teleponan dengan Rai, Rachel jadi lupa."Ka, Rai minta kita hadir di acara nikahannya." Rachel menyampaikan isi pembicaraan dengan Rai tadi.Setelah bertualang dari pelukan satu laki-laki ke laki-laki lain, akhirnya Rai memantapkan hati untuk menikah. Bukan pernikahan yang pertama memang. Dan mirisnya lagi adalah calon suami Rai berumur hampir dua kali lipat dari usianya. Saat Rachel protes, "Lo yakin mau nikah s
Prosesi pernikahan Rachel dan Bjorka akhirnya berjalan dengan lancar dan baru saja berakhir.Rachel tidak merasa lelah sedikit pun meski rangkaian acara tersebut berlangsung hampir lima belas jam lamanya. Yang ada hanya perasaan bahagia.Perlahan pikirannya mulai mereka ulang lagi adegan demi adegan yang terselenggara tadi. Mulai dari prosesi akad nikah yang mengharukan sampai acara resepsi yang mewahnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.Zoia yang mulai saat ini ia panggil dengan sebutan Mama mengusahakan semuanya agar sempurna. Dia selalu memberikan yang terbaik untuk pernikahan kliennya, dan tentu saja saat pernikahan anak sendiri harus luar biasa.Seperti yang Rachel sepakati dengan Bjorka, Bjorka akan menunggunya di ballroom. Setelah mendengar komando dari MC, Rachel kemudian masuk diiringi oleh para bridesmaid. Yang menjadi bridesmaid adalah Starla, model-model Lavender Manajemen serta para sepupu Bjorka.Setelah menapakkan kaki di ballroom, wajah Rachel tertimpa lampu flas
Bagi orang-orang mungkin keputusan Bjorka untuk menikahi Rachel hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah status mereka berpacaran adalah keputusan yang paling gila. Mungkin mereka juga menganggap Bjorka tidak berpikir panjang. Tapi demi apa pun Bjorka sudah memikirkan semua ini.Setelah jadian malam itu Bjorka mulai memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Rachel. Bjorka sudah mengenalnya bertahun-tahun. Ia tahu persis bagaimana sifat dan karakter Rachel. Dalam waktu satu bulan itu juga ia mulai merasakan chemistry demi chemistry di antara mereka yang tidak pernah ia temukan saat dulu bersama Nicole. Perlahan Bjorka menyadari bahwa ia lebih cocok dengan Rachel. Maka saat menyampaikan pada mamanya bahwa ia sudah punya pacar dan juga mengatakan ingin menikahi pacarnya itu mamanya terkejut oleh kenekatan Bjorka. Mungkin Bjorka memang nekat. Tapi nekat yang ini bukan tanpa alasan. Nekat yang ini juga akan ia pertanggungjawabkan.Setelah meyakinkan kedua orang tuany
Starla menatap Rachel sambil senyum-senyum sendiri menyaksikan tingkah adik iparnya itu.Saat ini Rachel sedang mematut diri di cermin sambil memindai diri dari puncak kepala hingga bawah kaki. Rachel mengenakan dress berwarna peach dan masih merasa ada yang kurang. Ini entah dress ke berapa yang ia coba sejak tadi.Malam ini Bjorka akan mengajak ke rumahnya. Dan status sebagai kekasihnya yang Rachel sandang saat ini membuatnya merasa harus memberikan yang terbaik. Rachel memang sudah ribuan kali mondar-mandir ke rumah Bjorka, namun itu sebagai sahabat. Malam ini adalah untuk pertama kalinya ia akan menginjakkan kaki di sana sebagai pacar Bjorka. Dan rasanya gugup bukan main."Gimana, Ra? Masih belum juga?" tanya Starla melihat Rachel yang masih bimbang akan mengenakan baju yang mana."Ini sih bagus, tapi agak ketat di bagian dada," jawab Rachel."Atau coba yang ini."Rachel menerima midi dress floral berwarna putih dengan motif bunga-bunga kecil berwarna biru yang Starla sodorkan la
"Please, Ka, jangan sekarang." Rachel menolak ketika Bjorka mengatakan akan membawa ke rumahnya dan mengenalkan pada orang tuanya bahwa saat ini Rachel adalah kekasihnya.Sudah satu bulan mereka berpacaran namun tidak seorang pun tahu perubahan status tersebut karena sejak awal mereka mengetahui keduanya bersahabat. Semua berjalan sebagaimana biasa."Kenapa nggak boleh?" Bjorka menatap Rachel lekat, ingin tahu apa alasannya.Tentu saja Rachel tidak siap dengan semua ini adalah karena ia khawatir respon yang akan diterimanya dari orang tua Bjorka. Selama ini mereka bisa menerima Rachel sebagai teman anak mereka. Namun hal yang sama belum tentu akan terjadi jika mereka tahu bahwa Rachel adalah kekasih putra mereka. Rachel tidak akan pernah lupa ucapan mamanya Bjorka yang pernah ia dengar dengan tidak sengaja. Dari sana sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan sikap mereka pada Rachel."Bukan nggak boleh tapi aku rasa belum saatnya," jawab Rachel mengatakan alasannya."Jadi kapan saatnya
Satu tahun kemudian.365 hari telah berlalu. Bjorka kehilangan jejak Nicole. Sejak Nicole resign Bjorka tidak tahu lagi bagaimana kabarnya. Bjorka tidak pernah mencari tahu atau menghubunginya. Karena jika keep in touch dengannya semua akan semakin sulit.Hari-hari terasa begitu berat, hampa dan sunyi. Ternyata begini rasanya patah hati. Sampai detik ini Bjorka masih memikirkan perkataan Nicole waktu itu.Pintu kamar Bjorka diketuk. Lalu kepala Papanya menyembul. Javas tampak sudah rapi dengan Polo shirt hitam dan jeans biru pudar. Walau sudah bapak-bapak tapi papanya masih muda. Papanya bahkan jarang mengenakan celana kain selain ke kantor."Nggak malmingan, Ka?""Mau malmingan sama siapa, Pa?"Javas mendekat lalu duduk di pinggir tempat tidur tempat Bjorka berbaring."Masa udah mau kepala tiga masih jomblo aja," ledek Javas padanya."Ya mau gimana, nggak ada yang mau sama aku.""Yaelah, Ka, Ka ... Baru kehilangan cewek satu kali letoynya sampai satu tahun." Papa menoyor kepala Bjorka
Radev tidak menjawab pertanyaan Rachel. Aura dingin yang menguar dari ekspresinya membuat Rachel jadi ketakutan. Dulu Radev sudah menasihatinya agar jangan terpengaruh oleh Megan. Tapi yang terjadi Megan berhasil memanfaatkan Rachel. Megan tahu Rachel adalah anak yang patuh dan penurut. Kelemahannya itu digunakan Megan untuk menekan Rachel."Dev, lo tahu dari mana?" tanya Rachel sekali lagi masih dengan ekspresi yang sama. Takut-takut seperti tadi."Nggak penting gue tahu dari mana. Yang penting adalah gue tahu.""Lo tahu dari Kaka?""Sahabat gue bukan orang munafik. Dia pandai menjaga rahasia. Dia nggak bakal koar-koar ke mana-mana sekalipun sama gue."Rachel menggigit pipi bagian dalam. Kalau memang bukan dari Bjorka lantas dari mana Radev tahu? Apa selama ini Radev mengawasi pergerakan Rachel dari jauh? "Udah berkali-kali gue kasih nasihat. Lo mesti hati-hati sama Mami. Tapi nyatanya dia berhasil menjebak lo.""Sorry, Dev, gue emang salah. Abisnya gue kasihan sama Mami. Lagian wak
Hujan gerimis mengiringi pemakaman Marvel. Langit seakan berduka dan turut menangis. Satu demi satu para pelayat sudah mulai pulang. Takut kena gerimis yang akan menjelma menjadi hujan deras.Rachel masih terpaku memandangi gundukan tanah di hadapannya. Jasad Marvel sudah terkubur jauh di dalam tanah sana namun Rachel masih belum bisa menghentikan air matanya.Saat ini hanya tinggal Rachel, Radev, Starla dan Bjorka di pemakaman tersebut. Teman-teman dari Lavender Manajemen serta rekan kerja Radev sudah pulang. Sedangkan Megan dan Rai tidak mau datang sama sekali meskipun ini adalah untuk terakhir kalinya."Ra, sudah. Kita sama-sama ikhlasin Papi biar beliau tenang di alam sana," bujuk Radev mengusap punggung Rachel."Gue masih nggak percaya kalau Papi bunuh diri, Dev. Seharusnya nggak begini. Papi mengambil jalan pintas karena ngerasa nggak ada yang mendukungnya, dia ngerasa sendiri," ratap Rachel dengan perasaan sedih yang tidak kunjung habis. Mata gadis itu merah dan bengkak akibat
Sidang akan dimulai ketika Bjorka, Nicole dan Rachel masuk ke dalam ruangan.Rachel melihat Marvel mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Tubuhnya terlihat semakin kurus dan ceking. Membuat Rachel ingin menangis melihat kondisi sang ayah. Di saat-saat begini seharusnya pria itu mendapatkan support dari orang-orang terdekatnya. Terutama istrinya. Yang terjadi, istrinya malah meninggalkannya dan meminta cerai darinya. Lalu pacaran dengan pria lain yang kaya-raya.Rachel tidak sempat berbicara dengan Marvel. Tapi mereka sempat saling mengirim tatapan. Marvel bersyukur. Semua orang meninggalkannya. Hanya putri bungsunya yang selalu setia mengunjungi dan memberi support.Sidang atas kasus penyuapan itu dimulai. Diawali oleh pembacaan susunan acara oleh panitera. Selama itu pula detak jantung Rachel tidak karuan. Semoga saja hukuman untuk papinya tidak terlalu berat.Jika diibaratkan dengan kata-kata, mungkin Rachel sudah begah oleh sidang demi sidang yang disaksikannya. Hari ini sua