Naina terdiam dengan pikiran yang cukup berkecamuk. Kepingan kenangan masa lalu saat jaman sekolah kembali bermunculan saat ini. Sosok Bintang pun ikut hadir dalam kepingan kenangan tersebut dan Naina tahu, apa yang menyebabkan Bintang bersikap mengerikan seperti ini.
Tidak pernah terbesit dalam pikiran Naina, kalau Bintang akan menyimpan dendam padanya. Sudah lebih dari sembilan tahun berlalu mereka sama sekali tidak pernah bertemu karena kepindahan keluarga Naina ke kota lain. Naina tidak menyangka Bintang sanggup menyimpan dendamnya selama itu."Bin, aku...""Tidak perlu banyak bicara!" selalu saja begitu. Setiap Naina ingin mengatakan sesuatu, Bintang dengan cepat memotong ucapannya dengan tatapan yang begitu dingin dan menakutkan."Asistenku akan ke sini. Jadi lebih baik kamu diam, tidak usah berlagak sok tersakiti," ucapan Bintang benar-benar pedas, membuat Naina hanya bisa mendengus menahan kesal.Jika bukan karena ancaman perbuatannya akan dipubilaksikan, Naina pasti sudah melawan dan memberi pelajaran, meski Bintang adalah seorang aktor sekalipun."Tapi aku harus menemui orang tuaku, Bin, mereka pasti sudah menungguku," Naina mencoba mencari alasan yang cukup masuk akal. Setidaknya Naina tidak mau berada di lorong sepi ini, bersama Bintang, dalam waktu yang lebih lama lagi."Ya nanti, tunggu sebentar, kita ke ruangan ayah kamu sama-sama. Nunggu sebentar apa susahnya sih? Orang dulu kamu berbulan-bulan bersandiwara di depanku juga kamu mampu melakukannya, masa nunggu asistenku aja kamu nggak kuat," sindir Bintang telak, membuat Naina tak bisa berkutik."Lagian kamu ngapain masih manggil aku pakai kata Bin? Apa menurut kamu, aku itu Binatang yang mudah dibodohi seperti dulu, gitu? Aku kira itu panggilan kesayangan, tapi nyatanya, cih, " tuduhnya sampai membuat Naina terperangah sembari menatap tak percaya kepadanya."Apa! Benar kan? Pasti benar seperti itu, kan?" melihat mata Naina yang melebar, Bintang langsung menghardiknya lagi dengan sikap sinisnya.Sedangkan Naina lebih memilih diam. Wanita itu enggan kembali membela diri karena percuma, Bintang tidak akan mungkin percaya begitu saja karena pria itu dalam suasana hati yang buruk.Tak lama kemudian sang asisten yang ditunggu Bintang pun datang. Dia memberikan laptop yang bintang minta dengan benak yang penuh diliputi rasa penasaran.Jona juga penasaran dengan wanita yang duduk tak jauh dari Bintang. Dia sedari tadi menerka-nerka, siapa wanita itu dan kenapa Bintang sangat mengenalinya.Bintang segera membuka laptop dan menyalakannya. Di sana dia mulai mengetik sesuatu dengan cepat karena memang waktunya cukup terbatas. Bintang merangkai semua kata yang dia pikirkan sejak bertemu dengan Naina dan berencana untuk mengikat wanita itu.Kurang dari tiga puluh menit, semua yang ada dalam pikiran Bintang telah dia tuangkan ke dalam tulisan. Begitu selesai, dia memindahkan cacatan itu ke dalam ponselnya karena dia tidak mau sang asisten mengetahui rencana dia saat ini."Aku akan menjenguk Om Cakra dulu, kamu tunggulah di mobil," titah Bintang kepada sang asisten."Loh, dari tadi kamu belum jenguk?" tanya Jona heran."Ya belum lah. Aku mesra-mesraan dulu sama dia. Kan baru ketemu, melepas rindu, gitu," balas Bintang terdengar nakal. Ucapan pria itu sontak mendapatkan reaksi berbeda dari dua orang yang ada di sana."Nggak perlu melotot! Bukankah kamu tadi sangat menikmatinya?" Bintang pun semakin menjadi, membuat Naina bertambah geram bukan main.Jona hanya tersenyum bingung dan setelahnya pria itu langsung pergi."kirim alamat email kamu, cepat," titah Bintang sambil menyalakan ponselnya."Buat apa?" tanya Naina bingung."Kirim aja. Atau mau aku sebar aib kamu ke aku dulu," lagi-lagi Naina hanya bisa mendengus karena Bintang masih saja menggunakan hal yang sama untuk mengancamnya. Naina sungguh tidak punya pilihan selain menuurti permintaan pria itu."Apa ini?" tanya Niana begitu mendapat kiriman email dari Bintang dan membacanya."Dibaca! Kamu nggak buta huruf kan?" ketus Bintang."Iya aku tahu, tapi kenapa pakai surat perjanjian segala?" balas Naina dengan nada kesal."Biar kamu nggak kabur lagi. Makanya aku bikin surat itu untuk mengikat kamu.""Ya ampun, Bin, kenapa harus pakai ginian sih? Aku pasti akan mengganti biaya rumah sakit yang kamu keluarkan kok. Kamu nggak perlu khawatir.""Terus rasa trauma yang aku rasakan selama bertahun tahun akibat ulah kamu, apa kamu juga bisa mengembalikannya seperti semula?"Naina kembali terperangah. Wanita itu sama sekali tidak bisa berkutik jika sudah menyinggung perbuatanya di masa lalu."jika kamu ingin aman, dan kamu ingin menjalani hidup dengan tenang, tanda tanganilah surat perjanjian itu. Dan mulai hari ini, ada dua profesi yang harus kamu jalani, menjadi kekasihku di muka umum, dan menjadi asisten pribadiku, mengerti!""Bin...""Tidak ada tawar-menawar! Hanya ada kata setuju yang harus keluar dari mulut kamu, mengerti!" hardik Bintang dengan sikap yang begitu dingin. Lalu tanpa mengatakan apapun pria itu pergi, meninggalkan Naina yang masih tak percaya dengan apa yang terjadi padanya kali ini."Ah sial! Kenapa jadi begini sih?" umpat Niana, yang sudah membayangkan hari-hari buruknya akan segera menjelang.Sementara itu, berita tentang Bintang yang sudah memiliki kekasih, saat ini benar-benar sudah menyebar. Berbagai macam reaksi pun bermunculan, dari semua orang yang menyaksikan berita tersebut.Beragam komentar juga ikut mewarnai berita yang sangat menggemparkan bagi dunia hiburan di negara itu. Ada yang turut bahagia, banyak yang syok, dan tidak sedikit pula yang menaruh ujaran kebencian."Tidak, tidak, ini pasti bohong, ini pasti bohong kan?" seorang wanita bertanya kepada wanita lain yang menemaninya. Wanita itu menatap tak percaya pada layar pipih yang terpampang di dinding kamarnya."Ini tidak benar kan, San? Bintang tidak mungkin memiliki kekasih kan?" wanita muda nan cantik itu kembali bertanya, menuntut jawaban kepada rekannya sekaligus asisten pribadinya."Aku juga tidak tahu, Yura. Aku aja baru lihat berita ini, sama kayak kamu," jawab Santi mencoba bersikap tenang."Tidak, berita ini pasti nggak benar. Bintang itu milik aku, San, dia hanya milik aku!" seru Yura lantang."Sial! Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus secepatnya mengambil tindakan," gumamnya menatap penuh amarah kepada layar televisi yang menayangkan berita tentang Bintang."Bagaimana bisa dia seenaknya membuat perjanjian seperti ini?" gerutu Naina kala dirinya kembali membaca email dari Bintang. Wanita itu bahkan beberapa kali menggelengkan kepalanya setiap membaca poin-poin yang harus dia patuhi."Apa mungkin berita depresinya Bintang itu benar? Lalu, dia kan sering digosipkan dengan banyak wanita, bagaimana mungkin kalau dia tidak percaya yang namanya cinta? Ada-ada aja," gerutu Naina kala teringat kembali dengan segala gosip yang berhubungan dengan aktor tersebut, yang berbanding terbalik dengan sikapnya kepada Naina beberapa menit yang lalu."Masa bodo ah, mending aku ke kamar Ayah dulu," Naina pun bangkit menuju tempat ayahnya dirawat meski suasana hatinya saat ini sedang kacau. Wanita itu juga harus mempersiapkan jawaban jika orang tuanya bertanya tentang biaya rumah sakit yang tiba-tiba lunas.Begitu sampai di ruang rawat inap tempat ayahnya di rawat, Naina agak tercengang dengan keadaan tempat itu. Saat mata Naina menelisik ke setiap penjuru, r
Nama Bintang masih menjadi bahan perbincangan di hampir setiap sudut negara, yang memiliki banyak pulau ini. Apa lagi kabar terbaru yang dihembuskan artis tersebut, makin mengundang banyak spekulasi dan juga bermacam dugaan.Dari dalam sebuah rumah sakit pun nama Bintang masih menjadi perbincangan. Terutama oleh para ibu, yang kebetulan berada di dalam satu ruangan yang sama, saat tadi Bintang berkunjung. Mereka tidak henti-hentinya membicarakan aktor yang sudah pergi meninggalkan rumah sakit sejak beberapa jam yang lalu."Kebetulan, dulu, Bintang satu sekolah dengan anak saya dan mereka cukup akrab," jawab Dewi begitu antusias kala dirinya dikagumi beberapa ibu yang menyaksikan sendiri kedekatan serta keakraban Bintang dengan keluarganya."Wahh, apa mungkin putri Bu Dewi itu dulu cinta monyetnya Bintang?" tanya salah satu wanita yang juga sedang menjaga suaminya di ruangan yang sama dengan ayahnya Naina."Bisa dibilang begitu," balas Bu Dewi dengan bangganya, "dulu, Bintang beberapa
"Bin, kenapa kamu memilihku untuk jadi pacar pura-pura kamu?" begitu selesai tanda tangan, Naina langsung meluncurkan sebuah pertanyaan yang membuat wanita penasaran sekaligus geram dalam waktu yang bersamaan sejak pengakuan sang aktor di hadapan para wartawan."Kenapa? Apa kamu sudah tidak pandai berpura-pura?" bukannya menjawab, Bintang malah melempar pertanyaan yang membuat Naina cukup tersindir. Pria itu bahkan sempat melempar senyum sinisnya setelah sindiran sukses keluar dari mulut sang aktor."Bukan begitu," Naina agak tergagap. Tentu saja relung hati wanita itu tertohok dengan sindiran lawan bicaranya. "Selama ini, yang aku lihat jika ada berita tentang kamu, banyak wanita yang kamu kencani. Bahkan kabarnya dalam satu bulan, kamu bisa dengan mudah berganti pasangan sesuka hati, kenapa kamu malah memilihku? Bukankah saat ini kamu juga sedang ada ikatan sama Yura?""Terus kamu percaya dengan semua berita itu?" Bintang masih menanggapi ucapan Naina dengan kembali melempar pertan
Naina terdiam. Wanita itu langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Tentu saja Naina tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan Bintang untuknya. Pastinya ada rasa panik dan juga takut yang seketika menjalar dalam benak Naina saat itu juga.Bintang sendiri kembali tersenyum sinis begitu melihat reaksi yang ditunjukan wanita di sebelahnya. Ada kepuasan tersendiri dalam benak sang aktor kala melihat wajah tertekan pada diri Naina. Inilah yang Bintang harapkan, membuat Naina terus tertekan sebagai wujud balas dendamnya."Tidak perlu panik berlebihan seperti itu," ucap Bintang beberapa saat kemudian. "Aku tidak akan langsung memberi tahu orang tuaku tentang siapa kamu sebenarnya. Biarkan mereka tahu sendiri kenyataannya suatu hari nanti."Apa yang dikatakan Bintang, sudah pasti mengusik telinga Naina, sampai wanita itu kembali menatap sang aktor. "Apa maksud kamu?" tanya Naina dengan tatapan menuntut penjelasan."Masa gitu aja kamu tidak maksud sih, Nai?" ejek Bintang, "baiklah, biar
Hening, seketika suasana benar-benar terasa hening. Namun anehnya suasana hening itu terjadi, hanya pada salah satu gubug yang ada di sudut rumah makan, di mana dalam gubug tersebut ada sepasang pria dan wanita yang saling terdiam sembari menikmati hidangan.Dengan segala rasa canggung yang luar biasa, sepasang mata milik kedua pria dan wanita itu sama sekali tidak berani saling menatap karena masih dalam suasana hati yang syok atas apa yang yang baru saja terjadi di antara mereka.Sungguh, jika difilmkan, mungkin itu adalah salah satu adegan paling romantis yang sering menjadi penguat cerita dalam drama penuh cinta. Namun sayangnya adegan yang harusnya romantis, malah berakhir saling kesal dalam benak pria dan wanita tersebut."Heran, nih tangan kenapa bisa spontan gitu sih? bikin malu aja?" rutuk si pria dalam hati."Maksudnya apa coba berbuat kayak gitu? Mau dianggap pria romantis? Nggak mempan," dumel si wanita juga dari dalam hatinya.Tentu saja masih terekam dengan sangat jelas
"Bos lagi nggak bercanda kan? Bos mau menyerahkan wanita itu pada pria buaya? Sainganku? Hah, apa itu bukan saran yang konyol, Bos?" kesal Bintang begitu mendengar ide pimpinan agensinya yang menurutnya memang tidak masuk akal.Bintang sangat mengenal siapa Miko dan bagaimana sepak terjang aktor tersebut. Meskipun dirinya menyimpan kebencian kepada Naina, Bintang tidak mungkin menyetujui usulan sang Bos begitu saja. Apa lagi diantara mereka sudah terikat kesepakatan tertulis, jelas saja, Bintang dengan jelas menantangnya."Justru jika wanita itu terus berada di sekitar kamu, dia yang akan banyak mengalami kesulitan," sang Bos tentu saja langsung mengemukakan alasan yang menurutnya tepat untuk mengambil keputusan tersebut. Pria 40 tahun itu jelas tidak mau kalah dari aktor yang bernaung di bawah agensinya."Oke, mungkin dalam berita yang beredar, wajah wanita itu disamarkan. Tapi kamu tahu sendiri, sekarang sudah jaman canggih? Bisa saja saat ini banyak penggemar kamu yang mencari info
"Baguslah, tanpa aku bergerak sendiri, akan ada yang membantuku membuat kamu terkurung dalam rasa bersalah, Nai," ucap Bintang sembari menatap langit-langit kamarnya yang terbilang ruangan paling mewah dari banyaknya ruangan, dalam bangunan rumahnya.Setelah tadi tanpa sengaja menguping pembicaran Naina dan Silvi, Bintang memilih bergegas masuk ke dalam kamarnya. Niat hati ingin terus mengerjai mantan kekasihnya, tapi niat itu Bintang urungkan kala mendengar pembicaraan dua wanita muda tersebut."Setelahnya, apa yang harus aku lakukan lagi ya?" Bintang tak berhenti memikirkan untuk membalas rasa sakit hatinya. Rasa sakit atas perbuatan Naina dulu membuat pria itu terus memikirkan cara untuk membuat wanita itu merasakan hal yang sama.Seiring berjalannya waktu, karena rasa lelah yang mendera tubuhnya, Bintang pun harus menyerah oleh rasa kantuk yang menyerang matanya. Aktor yang namanya sedang naik daun tersebut, akhirnya terlelap tanpa mendapatkan hasil dari apa yang sedang dia pikir
Di depan teras rumah, Naina masih berbincang dengan dua anak muda yang baru dia kenal sejak pindah ke rumah itu. Mungkin karena perbedaan usai ketiga orang itu tidak terlalu jauh, jadi mereka cukup nyambung dalam obrolan yang mereka lakukan.Ketika mereka sedang membahas tentang si pemilik rumah, tanpa mereka sadari pemilik rumah yang merupakan seorang aktor, turut mendengar pembicaraan mereka. Bintang tidak menunjukan kemarahannya sama sekali. Tetapi sang pemilik rumah justru terlihat tersenyum senang."Nah, kalau kayak gini terus kan, Naina bakalan semakin yakin dan merasa bersalah terus. Biar tahu rasa itu perempuan," umpat Bintang penuh kemenangan. Naina memang sudah mendengar dari mulut Silvi dan Dimdim secara langsung tentang masa lalu sang aktor. Naina memang dihantui rasa bersalah dan itu sesuai dengan harapan Bintang."Kita berangkat sekarang, Mas Bintang?" tanya Dimdim begitu matanya menangkap sosok majikannya yang keluar dari rumah. Saat itu juga Bintang memasang wajah da
Suasana hati Bintang saat ini masih belum baik-baik saja. Berbagai macam perasaan dan pikiran terus berkecamuk tanpa bisa dia ungkapkan. Sesekali tatapannya terlempar ke arah wanita yang matanya masih terpejam sejak beberapa jam yang lalu. Meskipun dokter serta beberapa perawat yang sedari tadi memantau keadaan Naina mengatakan, kalau keadaan wanita itu baik-baik saja, tapi informasi tersebut tidak sepenuhnya membuat Bintang merasa tenang. Justru dilema makin berkembang pesat memenuhi rongga dadanya."Bagaimana keadaan Naina sekarang, Tang?" sebuah suara berat khas seorang laki-laki, tiba-tiba menggema dalam ruang rawat inap, dimana saat ini Bintang sedang terbaring di atas sofa dengan mata terpejam. Mata Bintang seketika terbuka dan dia melempar pandangannya ke arah sumber suara untuk beberapa saat, lalu mata itu kembali terpejam. "Kata dokter sih, baik-baik saja. Mungkin dalam beberapa jam lagi, dia akan sadar dari tidurnya.""Syukurlah," balas pria lain, yang memilih duduk di sis
Bintang masih terdiam dengan posisi tubuh yang masih sama. Hingga beberapa puluh menit berlalu, dirinya masih dihinggapi kebimbangan setelah tadi berbicara dengan asisten perempuannya. Bintang tidak tahu, apa yang harus dia lakukan selanjutnya.Untuk saat ini, Bintang menyerahkan segala urusan yang berhubungan dengan pekerjaannya kepada Jona dan dua asistennya. Untuk sementara, mereka juga sepakat menutup mulut tentang identitas Naina dan semua yang berhubungan dengan kejadian penusukan beberapa waktu lalu. "Bintang," seru suara seseorang begitu masuk ke dalam ruang rawat inap dimana Bintang saat ini sedang membaringkan tubuhnya sendiri di atas sofa. Mata Bintang yang beberapa menit itu sedang terpejam, seketika terbuka dan dia langsung menoleh ke arah sumber suara."Bagaimana keadaan Naina? Kenapa bisa jadi begini sih?" orang itu adalah Salma. Dia terlihat cukup panik sembari memperhatikan Naina yang masih terlelap. Salma pun menoleh, manatap anaknya dan menuntut penjelasan."Aku ju
Syok, itulah yang terjadi pada Bintang saat ini. Dia yang sedang mencoba menenangkan diri di sebuah cafe and club, begitu terkejut ketika memutar badannya dan melihat apa yang terjadi di belakang tubuhnyaBukan hanya Bintang, beberapa pengunjung serta karyawan termasuk Dimdim pun juga sangat terkejut dengan kejadian tak terduga di depan mata mereka. Mungkin karena pengunjung di sana tidak terlalu banyak, jadi peristiwa yang menimpa Naina langsung menjadi perhatian."Naina!" teriak Bintang dengan suara yang begitu lantang. Pria itu segera mengambil tindakan, menyongsong tubuh Naina yang ambruk ke lantai sembari memegang perut bagian kirinya.Ya, Naina seketika ambruk ke lantai sembari mengerang dan memegang perutnya. Bintang terlihat begitu panik sampai dia sendiri juga ikut memegangi bagian perut Naina yang mengeluarkan darah. Sementara Dimdim dan beberapa pria lain saat itu juga langsung menangkap sosok misterius yang baru saja melakukan tindak kejahatan. Bahkan sosok yang belum dik
Seketika Naina sedikit ternganga begitu wanita yang sedang dia tatap, kembali mengajukan saran yang sedari tadi membuat Naina tercengang. Wanita itu tentu saja merasa bingung dengan sikap dari orang tua pria yang pernah dia sakiti hatinya di masa lalu."Apa, Tante? Menikah?" meski Naina sudah mendengar usulan Salma dengan cukup jelas, tapi wanita itu malah melempar pertanyaan karena merasa usulan itu masih tidak bisa diterima oleh akal.Salma dengan yakin, menganggukan kepalanya. "Ya, menikah. Bukankah itu ide yang bagus?" dengan enteng Salma kembali menegaskan usulannya, membuat Naina semakin tercengang dengan kedua mata menatap tak berkedip lawan bicaranya. "Maaf, Tante, kenapa Tante bisa menyarankan aku sama Bintang untuk menikah saja?" dengan sopan dan supaya tidak menyinggung perasaan, Naina melempar satu pertanyaan. Sementara Salma sendiri masih menunjukan senyum tipis penuh kehangatan, yang membuat lawan bicaranya cukup merasa nyaman dengan sikap hangat wanita, yang telah mel
Untuk beberapa saat, dua anak manusia yang sedang duduk bersama di taman depan sebuah rumah mewah, terdiam, sembari menyelami pikiran masing-masing. Dilihat dari kondisinya, pembicaraan mereka berdua belum ada tanda untuk berakhir, dan sepertinya pembahasan itu akan semakin panjang."Mungkin menurut kamu, tindakan kamu sudah benar karena apa yang kamu lakukan, itu demi menolong teman. Tapi, apa kamu tidak pernah mempertimbangkan perasaanku saat itu? Apa kamu menganggap perasaanku itu sebuah permainan, Nai?" ucap Bintang beberapa saat kemudian dengan mata menerawang ke arah lain. Naina pun sontak menoleh dan menatap pria yang saat ini baru bisa mengungkapkan rasa kecewanya akibat perbuatan Naina. Kemudian Naina menunduk tanpa mengeluarkan suaranya. Naina sadar, apapun alasan yang Naina katakan, akan tetap terlihat salah di mata Bintang."Baiklah, sekarang, semuanya terserah kamu aja, Nai. Lagian, jika aku memaksa kamu untuk terus tinggal bersamaku, semua orang akan menganggap aku yang
Naina tertegun dengan apa yang baru saja dia dengar. Saat itu juga wanita tersebut langsung menghindari tatapan Bintang yang menuntut sebuah penjelasan darinya. "Apaan sih," bantahnya agak salah tingkah.Namun, hal itu justru makin membuat Bintang menatap tajam wanita itu. Entah apa yang dirasakan Bintang saat ini, diwla justru merasakan keanehan pada sikap Naina, yang menurutnya janggal. Dia hendak mencecar Naina lagi, tapi pertanyaan Naina yang tiba-tiba meluncur, langsung membungkam mulut Bintang saat itu juga."Sekarang sudah jelas kan, siapa yang mengawali taruhan itu?" ucap Naina hati-hati.Bintang yang pikirannya sedang tertuju ke arah lain, sontak saja terdiam untuk beberapa saat. Hingga tidak membutuhkan waktu yang lama, pria itu pun bersuara, "tapi kan tetap saja apa yang kamu lakukan itu sudah keterlaluan. Sekarang, bagaimana kalau posisi kita dibalik. Jika kamu yang jadi bahan taruhan, apa yang kamu rasakan? Senang atau bagaimana?"Kali ini Naina langsung terbungkam. Wanit
"Apa!" kali ini Bintang memekik cukup keras. Selain terkejut dengan ucapan Naina, pria itu juga seketika berusaha mengingat kejadian beberapa tahun silam, di mana saat dia masih sekolah."Apa itu benar, Bel?" tanya Salma, langsung melempar pertanyaan kepada Belinda. Wanita itu juga terkejut begitu mendengar cerita dari Naina, dan Salma merasa sedikit janggal, karena cerita masa lalu anaknya memiliki versi yang berbeda."Kok ceritanya bisa berbeda dengan yang kamu ceritakan?" Salma tidak tahan menyembunyikan rasa herannya. Tapi apa yang ditanyakan Salma, cukup membuat Bintang dan Naina terkejut secara bersamaan,."Maksud Mama? Ceritanya berbeda bagaimana, Ma?" cecar Bintang dengan segala rasa penasaran yang kembali menyelimuti benaknya. Begitu juga yang dirasakan Naina. Beruntung, Bintang yang melempar pertanyaan, jadi Naina tinggal menunggu jawaban dari Salma."Sekarang, kamu jawab pertanyaan Tante, cerita mana yang benar? Cerita dari kamu apa cerita Naina barusan?" desak Salma tanpa
Naina hanya tersenyum meski Bintang menatapnya dengan tatapan serius dan menuntut sebuah jawaban darinya. Bagi Naina tidak penting menjawab pertanyaan Bintang untuk saat ini, tapi bagi Bintang, entah kenapa dia malah bersikap seperti tidak terima. Bahkan di wajahnya, Bintang menunjukan rasa terkejut yang tidak biasa."Terus bagaimana setelah itu?" tanya Salma yang sudah tidak sabar untuk mendengarkan kelanjutan cerita tentang masa lalu anaknya. Wanita itu semakin tertarik dengan kisah anak muda yang saat ini bersama Salma."Yah, dari kejadian itu aku dan teman-temanku kan jadi benci banget sama Bintang, Tante. Apapun yang berhubungan dengan Bintang, aku jadi sangat membencinya. Apa lagi jika aku mendengar para cewek memuji Bintang dari berbagai aspek, rasanya tuh, aku ingin banget menyumpal mulut mereka," jawab Naina semakin antusias."Hahaha..." suara tawa Salma pecah. Dari tiga orang yang mendengarkan cerita Naina, hanya Salma yang nampak antusias. Dua orang lainnya lebih banyak di
"Apa, Tante?" tanya Naina dengan suara yang sedikit lebih tinggi tapi masih dengan sikap yang cukup sopan. Dari raut wajahnya, nampak jelas kalau Naina cukup terkejut atas pertanyaan yang diajukan ibunya Bintang. Setelah melempar tanya kepada Salma, Naina juga seketika itu juga melempar pandangan matanya, pada wanita seusianya, yang saat ini sedang salah tingkah. Pandangan Naina cukup tajam sampai Belinda sendiri tidak berani membalas tatapannya.Bintang juga sama terkejutnya dengan pertanyaan dari Mamanya. Dari apa yang Bintang dengar, dia saat itu juga langsung menyimpulkan, kalau sosok yang memberi tahu Mamanya tentang masa lalu Bintang, pasti wanita yang saat ini sedang ditatap oleh Naina.Bintang pun melayangkan tatapan tajam pada Belinda. Bahkan, bagi Belinda, tatapan Bintang lebih menakutkan daripada tatapan yang dilayangkan Naina. Belinda tidak menyangka kalau apa yang baru saja dia ceritakan, akan langsung diungkap secepat itu kepada orangnya."Apa benar, dulu kamu pernah me