Di tempat lain, tepatnya disebuah cafe yang ramai pengunjung, ada seorang pria sedang duduk sendiri seperti menunggu seseorang yang di nantikannya. Pria kelahiran campuran asia dan indo itu terlihat sangat tampan, namun terlihat di wajahnya seperti memikirkan seauatu yang memperjelas kecemasan di raut wajahnya.
Tiba-tiba saja tangan mulus seorang wanita menutup matanya dari arah belakang tubuhnya, yang ingin membuat kejutan untuk kekasihnya itu.
"Ini pasti kamu Din, udah deh Din jangan kaya anak kecil, aku tau itu kamu"
"Kok bisa tau sih itu aku... uhh honey I miss you" ucap Dina sambil mencium pipi kekasihnya, namun tidak ada balasan dari kekasihnya.
"Udah duduk dulu, ada yang mau aku omongin sama kamu"
"Mau ngomong apa sih, serius banget muka kamu, tapi tunggu dulu deh, sebelum kamu yang ngomong aku mau nanya deh sama kamu"
"Ia udah tanya aja, tapi maaf ya Din, aku gak punya waktu banyak, aku masih ada keperluan dan lusa aku harus kembali ke Paris"
"Kok gitu sih honey, aku kan masih rindu, apa kamu tidak rindu dengan ku?"
"Dina udah deh, kamu mau nanya apa?"
"Oh ia itu tadi pas di kampus Maria bilang dia ada liat di sosmed foto yang mirip dengan kamu, fotonya di gereja dengan seorang wanita memakai gaun pernikahan, itu bukan kamu yang menikahkan honey?"
Tommy tidak langsung menjawab, dia diam dan menarik nafas panjang, ingin menjelaskan sejujurnya apa yang dikatakan Dina adalah dirinya yang menikah.
Tommy mengambil posisi duduk yang senyaman mungkin dan menggenggang tangan mulus Dina
"Dina, pliss dengar aku baik-baik, selama ini hubungan kita memang baik-baik saja, dan kita sama-sama saling cinta tapi cinta itu hanya cinta karena nafsu, bukan cinta tulus dari hati"
"Maksud kamu apa Tom, kenapa ngomongnya bertele-tele gitu" tiba-tiba dina memotong pembicaarn Tommy.
"Dina, mohon dengar aku sebentar saja, apa yang di katakan Maria sahabat kamu benar, kalau aku dan Anggel beberapa minggu yang lalu telah melangsungkan pernikahan di sebuah gereja. Awalnya pernikahan kami perjodohan dari orang tua kami, tapi selama ini aku mikir, hubungan kita ini tidak ada artinya kalau di lanjutkan Din, kamu tau gimana orang tua kita menentang hubungan kita, dan aku juga sadar, selama ini kita bukan benar-benar menjalin cinta yang tulus tapu hanya cinta karena nafsu semata. Aku mohon Din, cobalah untuk memikirkan kebaikan dirimu dan orang tua mu"
"Tega kamu Tom, aku selama ini benar-benar tulus cinta sama kamu, aku berusaha untuk meyakinkan papa ku, kalau masalah pernikahan kita bisa menikah sipil di luar negeri. Tommy aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu tom, plis tom, jangan tinggalin aku"
"Dina, cobalah untuk berpikir dewasa, mau sampai kapan pun kita tidak bisa bersama Din, buka hatimu Din untuk pria lain, kamu pasti bisa bahagia dan papa mu juga bangga dengan anak satu-satunya."
Hiks...hiks...hiks.. Dina yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa benar orang yang dia cintai selama ini telah tega menikah lagi hanya karena perbedaan agama kedua orang tua mereka tidak merestui hubungannya.
"Din, pulanglah, tenangkan dirimu, aku minta maaf, kalau selama ini aku terlalu banyak memberi harapan untuk mu, aku sayang sama mu tapu rasa sayang ini bisa kita jadikan sebagai rasa sayang terhadap teman atau sahabat. Sampai kapan pun aku tetap menganggapmu ada, jangan pernah berkecil hati dan menyesali semuanya ya din, karena semua ini sudah takdir Tuhan untuk kita.
"Kamu jahat Tom, aku berharap pertemuan kita tidak seperti ini, aku cuma menginginkan kamu Tom.." Dina menangis semakin kuat dan mengundang perhatian orang di dalam cafe. Tommy yang merasa malu, karena menjadi tontonan orang di cafe, ia mulai mendekati Dina dan memeluknya dari samping, tapi pelukan itu di tolak oleh Dina, dan Dina pun pergi berlari keluar cafe entah kemana tujuannya.
Tommy hanya menatap kepergian Dina dan berkata dalam hatinya "semoga kamu bisa lebih dewasa lagi untuk menyikapi masalah ini Din. Aku berharap kamu juga bahagia suatu saat ini din."
Hari sudah mulai gelap, tapi Dina tak kunjung pulang keruamhnya. Suaminya Azzam mulai mencemaskan keberadaannya, ia ingin menelfon istrinya Dina tapi takut istrinya marah karena telah mengganggu kencannya dengan kekasihnya itu."Azzam... kenapa kamu berdiri di situ? Dina mana?" Tiba-tiba papa mertuanya datang dari arah belakang mengagetkan Azzam yang sedang memandang ke luar dari jendela ruang tamu rumah mereka."Oh itu pa.. Dina.. Dina sedang di rumah temannya mengerjakan tugas kuliahnya" Azzam berusaha menutupi apa yg sedang di lakukan istrinya di luar, ia tak ingin papa mertuanya memarahi istrinya."Kenapa harus di rumah teman, kan ada kamu yang bisa mengajarinya" ucap papa yang mulai curiga."Dina ada tugas kelompok pa, dan itu harus dikerjakan bersama-sama dengan temannya.""Oh sudahlah, oia nanti papa habis magrib ada undangan makan malam
Aku kecewa dengan ungakapan Tommy, kekasihku yang selama ini aku anggap dia orang yang setia padaku, karena sudah hampir delapan tahun hubungan kami berjalan, tapi tidak ada kejelasan sama sekali, bukan tidak ingin menikah dengan Tommy tapi restu dari orang tuaku dan dia pun tak kami dapatkan. Alasan orang tua kami karena perbedaan agama, aku pernah membicarakan hal ini pada papa, kami bisa menikah secara sipil tapi papa menentangku secara keras, jika aku tetap membantah ucapan papa, maka aku siap-siap di coret dari kartu keluarga papa. Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpa harta dari papa, aku yang sedari kecil terbiasa dengan hidup mewah, tak akan bisa tanpa uang. Apa lagi pewaris tunggal papa cuma aku. Mama sudah lima belas tahun menghadap Tuhan, semenjak itu aku kehilangan kasih sayang ibu, kepergian mama meninggalkan luka yang mendalam buatku, dan semenjak mama tidak ada hidupku seperti burung yang lepas dari sangkar, aku bebas kemana aja
Kepalaku rasanya semakin berat, pandanganku pun mulai berkunang-kunang, sepertinya badanku sudah tidak bertulang lagi, lemas seketika kurasakan, untung saja ada Maria yang menahan tubuhku agar tidak terjatuh. Samar-samar aku mendengar suara mamang yang semakin mendekat."Non, non Dina kenapa neng? Kok bisa seperti?""Duh pak, ceritanya panjang pak, nih buruan kita bawa Dina pulang, takut keburu tengah malam, terus papanya tahu lagi""Ya neng, ayo sini biar mamang yang bawa non Dina."Perlahan tubuhku sudah berada di dalam mobil, aku mencoba melihat keluar pintu mobil, tapi pandangan ku semakin
Suara azan subuh berkumandang, aku bergegas bangun membersihkan diri, dan mengerjakan kewajiban dua rokaat, biasanya aku ikut sholat berjamaah di masjid, tapi entah kenapa pagi ini rasanya hatiku ingin beribadah di kamar ini. Setelah aku melakukan kewajibanku, aku melanjutkan dengan membaca Alquran, untuk mengisi sisa waktu pagiku sebelum bersiap untuk kembali bekerja. Tapi di saat aku ingin mengakhiri bacaan Alquran ku, aku mendengar suara seseorang yang sedang mengeluarkan isi perutnya, aku tahu itu pasti Dina. Aku susul dia, aku pijit tengkuknya dan mengolesi lehernya dengan minyak angin, tapi Dina menolaknya. Aku tau dia tidak akan pernah suka dengan perlakuanku. Tapi bagaimana pun dia butuh pertolongan. Aku berinisiatif membuatkan dia teh hangat, tapi tetap saja dia tidak menyentuh tehnya. Aku tidak ingin banyak bicara dulu padanya, aku tau dia pasti sedang ada masalah saat ini. Lebih baik aku biarkan dia istirahat dulu.
Saat ini aku sudah memasuki halaman rumah, aku memarkirkan motorku didepan garasi. Rasanya ingin segera membersihkan diri dan bersujud menghadap sang pencipta."Mas Azzam" suara seseorang yang memanggil namaku, aku berbalik dan melihat siapa yang memanggil"Maaf mas, boleh kita bicara sebentar?" Tanya mang Ojin pada ku"Ia ada apa mang, silahkan kalau mau berbicara" jawabku pada mang Ojin"Maaf mas kalau saya lancang, kemarin itu saya ketemu non Dina di club, sepertinya dia ada masalah besar. Memang dulu non Dina itu suka bermaim di club, tapi tidak pernah sampai seperti semalam mas. Saya kasian liat non Dina mas, sepertinya dia terpukul sekali dengan keputusan Tommy kekasih non Dina. Apa mas Azzam sudah tau?" Tampak raut wajah yang ragu di lukiskan di wajah mamang. Aku hanya menggelengkan kepalaku bertanda bahwa aku tidak mengetahui masalahnya.
Hari ini aku tidak masuk kuliah, rasa pusing dan mual efek dari minuman yang kemarin aku minum membuat tubuhku lemas. Betapa bodohnya aku telah menyakiti diri sendiri.Selama ini aku terlalu di butakan oleh cinta, cinta yang tak pernah membalas untuk ku. Satu hari aku berdiam dikamar, aku teringat dengan mama, sosok mama yang luar biasa sangat aku rindukan. Tapi rinduku tak bisa memeluknya. Aku duduk di balkon kamar memandang keluar, aku mencoba menata hatiku, selama ini aku terlalu banyak salah kepada mama. Dulu sebelum mama pergi aku berjanji akan menjadi wanita yang baik. Tapi nyatanya hanya karena seorang pria aku seperti ini. Disaat aku sedang memikirkan penyesalan dalam diriku, aku mendengar ketukan dan ucapan salam. Aku tidak merespon, hingga dia menghampiri ku aku pun tetap tidak meresponnya.
Sinar matahari menyeruak masuk di sela-sela jendela yang terbuka, membuat Dina terpaksa membuka matanya."Mmm... papa kenapa dibuka? Dina masih mau tidur pa, Dina masih ngantuk""Din, kamu harus belajar menjadi istri yang lebih baik, bangunlah nak""Azzam gak ada yang nyiapin sarapan" tegas papanya, agar Dina segera bangun"Kan ada bibi Asih pa, kenapa harus Dina""Kamu istrinya, sudah sewajibnya kamu yang melayani kebutuhan suami. Pokoknya papa tidak mau tau, segera mandi yang wangi dan pakai pakaian yang rapih, biar kamu terlihat mempesona didepan Azzam" goda papa sambil tersenyum"Apaan sih pah" Dina turun dari ranjangnya dengan wajah kesalnya dan berjalan ke kamar mandi.Dion papa Dina keluar kamar menuju ruang makan yang bersebelahan dengan dapur, saat berjalan ke dapur Dion melihat Azzam yang seda
Udara pagi masih terasa sejuk, matahari mulai memberi kehangatan untuk bumi. Azzam telah sampai di kampus tempat ia mengajar, saat di perjalanan tadi Azzam berusaha mencari istrinya Dina, tapi dia kehilangan jejak, mungkin saja Dina sudah berangkat dengan taxi, karena dia melihat mang Ojin masih berada di garasi mobil.Aku masuk keruangan ku, meletakkan tas kerja dan beberapa berkas materi kuliah nanti. Melihat jam di pergelangan tangan masih menunjukan pukul tujuh tiga puluh masih ada waktu tiga puluh menit lagi waktu untuk menunggu. Azzam pun berlalu ke perpustakaan kampus, ia ingin mengambil sebuah buku yang bisa menambah revrensi materi mengajarnya.Tak disangka, saat Azzam masuk di ruangan yang penuh dengan buku-buku tersebut, ia melihat istrinya sedang duduk berduaan dengan lawa
Setelah Dion menerima telfon ia kembali masuk kekamar Dina. Dina yang terduduk di sofa kamarnya. Ia mengurungkan niatnya untuk mandi karena masih penasaran dengan permintaan papanya."Kamu kenapa tidak jadi mandinya?" Ucap Dion dan duduk disebelah Dina"Dina masih penasaran dengan permintaan papa, kali aja Dina bisa mewujudkan permintaan papa sekarang dan Dina bisa langsung minta liburan ke luar negri" ucap Dina sambil tersenyum bahagiaDion tertawa dengan permintaan Dina. Ia mengelus kepala Dina."Belum juga papa sebutin permintaan papa, malah kamu duluan yang minta di kabulin" ucap Dion sambi
Sudah hampir satu jam Dina turun dari kamarnya. Dino kawatir dengan Dina. Ia menyusul kekamar Dina. Saat Dion mengetuk pintu kamarnya, tidak ada jawaban dari Dina. Dino pun memberanikan diri membuka pintu dan melihat anak semata wayangnya itu tertidur pulas dengan baju yang masih utuh, hijab di kepalanya dan sepatu yang masih melekat di kakinya. Dina tidur dalam posisi telungkup.Dino menghampiri anaknya dan mrngelus kepala Dina yang berbalut hijab syar'i. Hati Dino merasa bahagia melihat perubahan anaknya. Saat Dino mengelus kepala Dina, ternyata Dina terbangun dan membalikkan tubuhnya menghadap papanya."Papa..."ucap Dina saat melihat papanya yang duduk di sampingnya. Dina memeluk papanya, meluapka rasa rindu pada papanya."Sayang, baru beberapa hari gak ketemu papa masa cengen gini sih" ucap Dion sambil mengelus air mata Dina."Dina rindu papa, papa kenapa
Setelah empat hari kepergian Azzam, selama itu pula Dina merasakan rindu pada seseorang, tapi ia enggan untuk mengungkapkan, bahkan pesan dan telfon dari Azzam tidak pernah di pedulikannya. Tapi rasa rindu ini dengan suaranya tidak bisa di pungkirinya lagi. Efek dari itu dia menjadi kurang istirahat, bahkan selera makannya pun menurun. Hari ini Dina jadwal kuliah, dan sedang mengikuti ujian akhir. Mau tidak mau dia harus tetap hadir. Pikirannya hari ini benar-benar kacau, kenapan harus mengingat nama pria itu."Kamu sakit?" Tanya Leo yang menghampiri Dina di ruangan kelasnya. Saat ini jam istirahatnya tapi Dina tidak menggunakan waktunya ke kantin. Ia lebih memilih berada di dalam kelas dengan membaca novelnya."Gak, lagi males aja" ucap Dina
Pagi ini seusai sholat subuh dan membaca ayat Alquran surah Az- Zumar, Dina menyibukkan diri dengan tanaman di belakang rumah. Ia mulai luluh dengan hatinya. Setiap ayat di surah Az-Zumar yang di bacanya subuh tadi membuat hatinya semakin terbuka dan memberikan ruang keikhlasan untuk menjalani hari-harinya."Mba Dina, ini susu coklat panasnya dan brownis coklat" ucap mba Lilis datang dari arah dapur membawa makanan kesukaan Dina"Makasih mba, di letak saja di meja mba, ini masih tanggung" ucap Dina"Iya sarapan dulu mba, biar gak sakit, atau nanti biar Lilis aja yang lanjutin mba" tawar Lilis pada Dina"Iya deh mba, itu t
Sore ini Dina bergegas untuk pulang, saat ini ia masih bingung dengan hatinya. Tidak pernah sebelumnya dia merasakan kegelisahan seperti ini. Sepertinya dia membutuhkan seseorang lagi untuk memecahkan keresahan di hatinya.Ddrrtt.. drtt.. saat ia ingin menaiki taxi ponselnya berbunyi dan melihat siapa yang menelfonnya."Halo Ra" ucap Dina"Assalammualikum Dina, biasakan ucapan salam adikku sayang""Waalaikumsalam, maaf Ra, ada nih nelfon?" Tanya Dina"Aku cuma mau pamitan sama kamu, sebentar lagi aku kembali ke Medan, jangan lu
Setelah bertemu dengan Rara hatiku semakin bingung dengan tindakanku saat ini. Di saat jam mata kuliah berlangsung aku tidak fokus, aku terus saja memikirkan ucapan Rara. Apakah sudah sejauh ini aku berbuat kesalahan. Apa lagi papa yang lebih memilih aku menikah dengan pria pilihannya, apakah benar kalau itu pilihan terbaik buat diriku."Siang nona" sapa Leo yang membuyarkan lamunanku saat aku berjalan menuju kelas."Eh Le, belum pulang ya?" Tanyaku pada Leo"Belum nih, masih menunggu si nona manis ini pulang kuliah, biar bisa jalan bareng lagi" jawabnya sambil tersenyum padaku"Emang aku seperti si manis dari jembatan An
Saat ini Azzam sudah berada di kamar miliknya, dia mempersiapkan setiap kebutuhan yang akan di bawanya nanti. Dan membuat surat permohonan cuti selama tiga hari untuk di kampusnya. Awalnya dia ingin meminta tolong ke Dina untuk menyampaikan surat cutinya ke kampus tempat ia mengajar, tapi telfonnya tidak pernah tersambung, Azzam mencoba mengirim pesan ke Dina tapi pesannya tidak masuk. Ia kembali fokus di pekerjaanya. Dan berniat untuk mengantar surat cutinya langsung ke kampus tempat dia mengajar.Dua puluh menit dia sampai di kampus tempat ia mengajar. Ia langsung keruangan Dosen dan memberikan surat cutinya. Di saat ingin kembali pulang ia tak sengaja melihat Dina sedang berkumpul dengan temannya. Ia mencoba menghubungi kembali tapi tidak ada balasan. Ia memberanikan diri menghampiri Dina, karena dia tidak butuh waktu banyak. Dan Azzam pun tidak mungkin pergi tanpa seizin istrinya."Ekhm... maaf saya mengganggu kegiatan kalian, boleh saya berbicara dengan Dina seben
Saat ini Azzam sedang berada di ruangan Abah. Abah adalah pemilik Yayasan Sekolah tempat Azzam mengajar saat ini. Abah mengutus Azzam untuk mengikuti seminar pendidikan di Surabaya selama empat hari."Azzam, Abah ingin kamu mewakili salah satu guru dari Yayasan kita untuk mengikuti seminar pendidikan di Surabaya. Abah percayakan ini sama kamu. Abah harap kamu bisa bekerja propesional." Ucap Abah sambil memberikan selembaran undangan seminar"Azzam bersedia bah, kapan Azzam harus berangkat?" Tanya Azzam"Sore nanti kamu akan berangkat dengan rombongan guru-guru SD dan SMP. Kamu perwakilan dari Guru SMA ini.""Iya bah, kala
Kini Dina sudah berada di hotel Fave tempat sepupunya berada. Dia menunggu sepupunya di cafe yang sudah di janjikan. Dina memesan minuman dan memainkan ponselnya. Tidak lama berselang orang yang di tunggunya pun tiba."Hei adikku yang paling cantik" suara Rara yang kuat mengagetkan Dina. Dina berdiri dan memeluk Rara."Kakakku yang paling sibuk, aku rindu" ucap Dina mempererat pelukannya"Hahaha.. maklumlah Din, kamu tahu sendiri kan" ucap Rara sambil melepas pelukan mereka dan duduk saling berhadapan."Bunda gimana kabarnya Ra?" Tanya Dina.