Hari sudah mulai gelap, tapi Dina tak kunjung pulang keruamhnya. Suaminya Azzam mulai mencemaskan keberadaannya, ia ingin menelfon istrinya Dina tapi takut istrinya marah karena telah mengganggu kencannya dengan kekasihnya itu.
"Azzam... kenapa kamu berdiri di situ? Dina mana?" Tiba-tiba papa mertuanya datang dari arah belakang mengagetkan Azzam yang sedang memandang ke luar dari jendela ruang tamu rumah mereka.
"Oh itu pa.. Dina.. Dina sedang di rumah temannya mengerjakan tugas kuliahnya" Azzam berusaha menutupi apa yg sedang di lakukan istrinya di luar, ia tak ingin papa mertuanya memarahi istrinya.
"Kenapa harus di rumah teman, kan ada kamu yang bisa mengajarinya" ucap papa yang mulai curiga.
"Dina ada tugas kelompok pa, dan itu harus dikerjakan bersama-sama dengan temannya."
"Oh sudahlah, oia nanti papa habis magrib ada undangan makan malam bersama teman bisnis papa, kamu di rumah sajakan?"
"Ia pa, Azzam di rumah saja nunggu Dina pa"
"Ya sudah, kabari papa kalau Dina belum pulang juga ya"
"Baik pa"
Mereka pun berlalu, papa mertua pergi kekamarnya dan Azzam juga pergi kekamarnya untuk menunaikan kewajiban tiga rokatnya.
Di akhir sholatnya dia memanjatkan doa memohon pada Allah untuk senantiasa melindungi istrinya di manapun berada.
Setelah melalukan kewajibannya Azzam kembali ke meja kerjanya untuk memeriksa setiap tugas-tugas mahasiswa dan mahasiswi di kampusnya. Kembali dia melihat jam di kamaranya, sudah pukul sepuluh malam tapi Dina tak kunjung pulang, ia mulai kawatir, dan mencoba menelfon nomor Dina.
Tuut...tuut..tuut... panggilan masuk tapi sang pemelik tidak mengangkatnya. Rasa kawatir Azzam semakin kuat, ia takut jika papa mertuanya mengetahui kalau Dina samapi sekarang belum pulang.
Tok...tok...tok...
Suara ketukan pintu dari pintu depan terdengar oleh Azzam yang sedang duduk di ruang TV, ia segera berlari kecil melihat siapa yang datang. Ia tau itu pasti orang lain, kalau papa dan Dina yang pulang sudah pasti bisa membuka pintu sendiri karena mereka punya kunci cadangan masing-masing.
"Maaf mas, tadi non Dina pingsan, maafkan saya juga tidak mengabari mas" seru mamang supir pribadi Dina yang di suruh papa untuk menajaga Dina saat Dina berada di luar rumah.
"Eh ia pak" Azzam kaget melihat kondisi istrinya yang kacau, bau alk***l yang sangat menyengat.
"Terimakasih mang, maaf saya bawa istri saya keatas dulu ya" ucap Azzam saat hendak mengendong Dina. Namun tiba-tiba tangannya di cegah mamang supir pribadi Dina.
"Maaf mas, jangan marahi non Dina ya mas, mas harus sabar hadapi sifat non Dina, saya yakin suatu saat pasti non Dina bisa jatuh hati sama mas Azzam"
"Emm ia mang, makasih ya mang sudah jagain istri saya, saya permisi dulu"
Azzam berlalu dan pergi ke kamar sambil menggendong Dina. Sesampainya di kamar ia meletakkan istrinya dengan hati-hati.
Tiba-tiba saja Dina mengingau memanggil nama seseorang
"Honey..honey... jangan tinggalin aku, kita gak akan berpisahkan sayang, kamu cinta sama aku kan?" Dina yang mengigau sambil menarik tangan Azzam dan mengelus pipi Azzam. Azzam tau kalau saat ini istrinya sedang kacau, mungkin ada sesuatu yang terjadi dengan mereka. Tapi Azzam tampak sabar dalam mengurus istrinya. Dia mencoba mengelap wajah istrinya, dan mengganti pakaiannya yang berbau alk***l menajadi pakaian piyama istrinya. Kembali ia mengelus kepala istrinya sambil memanjatkan doa yang terbaik untuk istrinya. Setelah istrinya terlihat tenang dan tidur dengan pulas, Azzam kembali ke sofa dan menidurkan tubuhnya di sana. Ada banyak pertanyaan yang muncul di benaknya. Ingin dia menanyakan pada mamang supir pribadi Dina, tapi karena waktu sudah menunjukan pukul dua belas malam ia urungkan niatnya dan ia mencoba untuk tidur kembali, karena besok ia akan harus kembali ke kampus untuk mengajar.
Aku kecewa dengan ungakapan Tommy, kekasihku yang selama ini aku anggap dia orang yang setia padaku, karena sudah hampir delapan tahun hubungan kami berjalan, tapi tidak ada kejelasan sama sekali, bukan tidak ingin menikah dengan Tommy tapi restu dari orang tuaku dan dia pun tak kami dapatkan. Alasan orang tua kami karena perbedaan agama, aku pernah membicarakan hal ini pada papa, kami bisa menikah secara sipil tapi papa menentangku secara keras, jika aku tetap membantah ucapan papa, maka aku siap-siap di coret dari kartu keluarga papa. Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpa harta dari papa, aku yang sedari kecil terbiasa dengan hidup mewah, tak akan bisa tanpa uang. Apa lagi pewaris tunggal papa cuma aku. Mama sudah lima belas tahun menghadap Tuhan, semenjak itu aku kehilangan kasih sayang ibu, kepergian mama meninggalkan luka yang mendalam buatku, dan semenjak mama tidak ada hidupku seperti burung yang lepas dari sangkar, aku bebas kemana aja
Kepalaku rasanya semakin berat, pandanganku pun mulai berkunang-kunang, sepertinya badanku sudah tidak bertulang lagi, lemas seketika kurasakan, untung saja ada Maria yang menahan tubuhku agar tidak terjatuh. Samar-samar aku mendengar suara mamang yang semakin mendekat."Non, non Dina kenapa neng? Kok bisa seperti?""Duh pak, ceritanya panjang pak, nih buruan kita bawa Dina pulang, takut keburu tengah malam, terus papanya tahu lagi""Ya neng, ayo sini biar mamang yang bawa non Dina."Perlahan tubuhku sudah berada di dalam mobil, aku mencoba melihat keluar pintu mobil, tapi pandangan ku semakin
Suara azan subuh berkumandang, aku bergegas bangun membersihkan diri, dan mengerjakan kewajiban dua rokaat, biasanya aku ikut sholat berjamaah di masjid, tapi entah kenapa pagi ini rasanya hatiku ingin beribadah di kamar ini. Setelah aku melakukan kewajibanku, aku melanjutkan dengan membaca Alquran, untuk mengisi sisa waktu pagiku sebelum bersiap untuk kembali bekerja. Tapi di saat aku ingin mengakhiri bacaan Alquran ku, aku mendengar suara seseorang yang sedang mengeluarkan isi perutnya, aku tahu itu pasti Dina. Aku susul dia, aku pijit tengkuknya dan mengolesi lehernya dengan minyak angin, tapi Dina menolaknya. Aku tau dia tidak akan pernah suka dengan perlakuanku. Tapi bagaimana pun dia butuh pertolongan. Aku berinisiatif membuatkan dia teh hangat, tapi tetap saja dia tidak menyentuh tehnya. Aku tidak ingin banyak bicara dulu padanya, aku tau dia pasti sedang ada masalah saat ini. Lebih baik aku biarkan dia istirahat dulu.
Saat ini aku sudah memasuki halaman rumah, aku memarkirkan motorku didepan garasi. Rasanya ingin segera membersihkan diri dan bersujud menghadap sang pencipta."Mas Azzam" suara seseorang yang memanggil namaku, aku berbalik dan melihat siapa yang memanggil"Maaf mas, boleh kita bicara sebentar?" Tanya mang Ojin pada ku"Ia ada apa mang, silahkan kalau mau berbicara" jawabku pada mang Ojin"Maaf mas kalau saya lancang, kemarin itu saya ketemu non Dina di club, sepertinya dia ada masalah besar. Memang dulu non Dina itu suka bermaim di club, tapi tidak pernah sampai seperti semalam mas. Saya kasian liat non Dina mas, sepertinya dia terpukul sekali dengan keputusan Tommy kekasih non Dina. Apa mas Azzam sudah tau?" Tampak raut wajah yang ragu di lukiskan di wajah mamang. Aku hanya menggelengkan kepalaku bertanda bahwa aku tidak mengetahui masalahnya.
Hari ini aku tidak masuk kuliah, rasa pusing dan mual efek dari minuman yang kemarin aku minum membuat tubuhku lemas. Betapa bodohnya aku telah menyakiti diri sendiri.Selama ini aku terlalu di butakan oleh cinta, cinta yang tak pernah membalas untuk ku. Satu hari aku berdiam dikamar, aku teringat dengan mama, sosok mama yang luar biasa sangat aku rindukan. Tapi rinduku tak bisa memeluknya. Aku duduk di balkon kamar memandang keluar, aku mencoba menata hatiku, selama ini aku terlalu banyak salah kepada mama. Dulu sebelum mama pergi aku berjanji akan menjadi wanita yang baik. Tapi nyatanya hanya karena seorang pria aku seperti ini. Disaat aku sedang memikirkan penyesalan dalam diriku, aku mendengar ketukan dan ucapan salam. Aku tidak merespon, hingga dia menghampiri ku aku pun tetap tidak meresponnya.
Sinar matahari menyeruak masuk di sela-sela jendela yang terbuka, membuat Dina terpaksa membuka matanya."Mmm... papa kenapa dibuka? Dina masih mau tidur pa, Dina masih ngantuk""Din, kamu harus belajar menjadi istri yang lebih baik, bangunlah nak""Azzam gak ada yang nyiapin sarapan" tegas papanya, agar Dina segera bangun"Kan ada bibi Asih pa, kenapa harus Dina""Kamu istrinya, sudah sewajibnya kamu yang melayani kebutuhan suami. Pokoknya papa tidak mau tau, segera mandi yang wangi dan pakai pakaian yang rapih, biar kamu terlihat mempesona didepan Azzam" goda papa sambil tersenyum"Apaan sih pah" Dina turun dari ranjangnya dengan wajah kesalnya dan berjalan ke kamar mandi.Dion papa Dina keluar kamar menuju ruang makan yang bersebelahan dengan dapur, saat berjalan ke dapur Dion melihat Azzam yang seda
Udara pagi masih terasa sejuk, matahari mulai memberi kehangatan untuk bumi. Azzam telah sampai di kampus tempat ia mengajar, saat di perjalanan tadi Azzam berusaha mencari istrinya Dina, tapi dia kehilangan jejak, mungkin saja Dina sudah berangkat dengan taxi, karena dia melihat mang Ojin masih berada di garasi mobil.Aku masuk keruangan ku, meletakkan tas kerja dan beberapa berkas materi kuliah nanti. Melihat jam di pergelangan tangan masih menunjukan pukul tujuh tiga puluh masih ada waktu tiga puluh menit lagi waktu untuk menunggu. Azzam pun berlalu ke perpustakaan kampus, ia ingin mengambil sebuah buku yang bisa menambah revrensi materi mengajarnya.Tak disangka, saat Azzam masuk di ruangan yang penuh dengan buku-buku tersebut, ia melihat istrinya sedang duduk berduaan dengan lawa
Setelah satu jam aku mengisi kelas ini, akhirnya aku mengakhiri pertemuan di kelas D. Tugas yang ku berikan sudah di kumpul oleh Ciko. Dan aku meminta Ciko untuk mengantarnya ke ruanganku.Aku berjalan meninggalkan kelas D dan menuju ruangan ku. Aku ingin bersiap-siap untuk pulang, hari ini jam mengajarku telah selesai. Sesuai janjiku pada abah dan umi, aku akan pindah kerumahku di dekat yayasan. Di saat aku ingin berjalan ke parkiran kampus, aku melihat Dina yang berjalan dengan pria lain, sepertinya pria itu Leo yang aku lihat di perpustakaan tadi. Aku coba menghubinginya tapi tidak di angkat. Aku kirim pesan semoga Dina membaca pesanku."Dina, mas tunggu kamu di parkiran ya, kita pulang bareng, sore ini kita pindah ke rumah mas sesuai ucapan mas dengan papa" pesan terkirim ke DinaHampir sepuluh menit aku menunggu di parkiran dan menunggu balasan dari Dina.Ting
Setelah Dion menerima telfon ia kembali masuk kekamar Dina. Dina yang terduduk di sofa kamarnya. Ia mengurungkan niatnya untuk mandi karena masih penasaran dengan permintaan papanya."Kamu kenapa tidak jadi mandinya?" Ucap Dion dan duduk disebelah Dina"Dina masih penasaran dengan permintaan papa, kali aja Dina bisa mewujudkan permintaan papa sekarang dan Dina bisa langsung minta liburan ke luar negri" ucap Dina sambil tersenyum bahagiaDion tertawa dengan permintaan Dina. Ia mengelus kepala Dina."Belum juga papa sebutin permintaan papa, malah kamu duluan yang minta di kabulin" ucap Dion sambi
Sudah hampir satu jam Dina turun dari kamarnya. Dino kawatir dengan Dina. Ia menyusul kekamar Dina. Saat Dion mengetuk pintu kamarnya, tidak ada jawaban dari Dina. Dino pun memberanikan diri membuka pintu dan melihat anak semata wayangnya itu tertidur pulas dengan baju yang masih utuh, hijab di kepalanya dan sepatu yang masih melekat di kakinya. Dina tidur dalam posisi telungkup.Dino menghampiri anaknya dan mrngelus kepala Dina yang berbalut hijab syar'i. Hati Dino merasa bahagia melihat perubahan anaknya. Saat Dino mengelus kepala Dina, ternyata Dina terbangun dan membalikkan tubuhnya menghadap papanya."Papa..."ucap Dina saat melihat papanya yang duduk di sampingnya. Dina memeluk papanya, meluapka rasa rindu pada papanya."Sayang, baru beberapa hari gak ketemu papa masa cengen gini sih" ucap Dion sambil mengelus air mata Dina."Dina rindu papa, papa kenapa
Setelah empat hari kepergian Azzam, selama itu pula Dina merasakan rindu pada seseorang, tapi ia enggan untuk mengungkapkan, bahkan pesan dan telfon dari Azzam tidak pernah di pedulikannya. Tapi rasa rindu ini dengan suaranya tidak bisa di pungkirinya lagi. Efek dari itu dia menjadi kurang istirahat, bahkan selera makannya pun menurun. Hari ini Dina jadwal kuliah, dan sedang mengikuti ujian akhir. Mau tidak mau dia harus tetap hadir. Pikirannya hari ini benar-benar kacau, kenapan harus mengingat nama pria itu."Kamu sakit?" Tanya Leo yang menghampiri Dina di ruangan kelasnya. Saat ini jam istirahatnya tapi Dina tidak menggunakan waktunya ke kantin. Ia lebih memilih berada di dalam kelas dengan membaca novelnya."Gak, lagi males aja" ucap Dina
Pagi ini seusai sholat subuh dan membaca ayat Alquran surah Az- Zumar, Dina menyibukkan diri dengan tanaman di belakang rumah. Ia mulai luluh dengan hatinya. Setiap ayat di surah Az-Zumar yang di bacanya subuh tadi membuat hatinya semakin terbuka dan memberikan ruang keikhlasan untuk menjalani hari-harinya."Mba Dina, ini susu coklat panasnya dan brownis coklat" ucap mba Lilis datang dari arah dapur membawa makanan kesukaan Dina"Makasih mba, di letak saja di meja mba, ini masih tanggung" ucap Dina"Iya sarapan dulu mba, biar gak sakit, atau nanti biar Lilis aja yang lanjutin mba" tawar Lilis pada Dina"Iya deh mba, itu t
Sore ini Dina bergegas untuk pulang, saat ini ia masih bingung dengan hatinya. Tidak pernah sebelumnya dia merasakan kegelisahan seperti ini. Sepertinya dia membutuhkan seseorang lagi untuk memecahkan keresahan di hatinya.Ddrrtt.. drtt.. saat ia ingin menaiki taxi ponselnya berbunyi dan melihat siapa yang menelfonnya."Halo Ra" ucap Dina"Assalammualikum Dina, biasakan ucapan salam adikku sayang""Waalaikumsalam, maaf Ra, ada nih nelfon?" Tanya Dina"Aku cuma mau pamitan sama kamu, sebentar lagi aku kembali ke Medan, jangan lu
Setelah bertemu dengan Rara hatiku semakin bingung dengan tindakanku saat ini. Di saat jam mata kuliah berlangsung aku tidak fokus, aku terus saja memikirkan ucapan Rara. Apakah sudah sejauh ini aku berbuat kesalahan. Apa lagi papa yang lebih memilih aku menikah dengan pria pilihannya, apakah benar kalau itu pilihan terbaik buat diriku."Siang nona" sapa Leo yang membuyarkan lamunanku saat aku berjalan menuju kelas."Eh Le, belum pulang ya?" Tanyaku pada Leo"Belum nih, masih menunggu si nona manis ini pulang kuliah, biar bisa jalan bareng lagi" jawabnya sambil tersenyum padaku"Emang aku seperti si manis dari jembatan An
Saat ini Azzam sudah berada di kamar miliknya, dia mempersiapkan setiap kebutuhan yang akan di bawanya nanti. Dan membuat surat permohonan cuti selama tiga hari untuk di kampusnya. Awalnya dia ingin meminta tolong ke Dina untuk menyampaikan surat cutinya ke kampus tempat ia mengajar, tapi telfonnya tidak pernah tersambung, Azzam mencoba mengirim pesan ke Dina tapi pesannya tidak masuk. Ia kembali fokus di pekerjaanya. Dan berniat untuk mengantar surat cutinya langsung ke kampus tempat dia mengajar.Dua puluh menit dia sampai di kampus tempat ia mengajar. Ia langsung keruangan Dosen dan memberikan surat cutinya. Di saat ingin kembali pulang ia tak sengaja melihat Dina sedang berkumpul dengan temannya. Ia mencoba menghubungi kembali tapi tidak ada balasan. Ia memberanikan diri menghampiri Dina, karena dia tidak butuh waktu banyak. Dan Azzam pun tidak mungkin pergi tanpa seizin istrinya."Ekhm... maaf saya mengganggu kegiatan kalian, boleh saya berbicara dengan Dina seben
Saat ini Azzam sedang berada di ruangan Abah. Abah adalah pemilik Yayasan Sekolah tempat Azzam mengajar saat ini. Abah mengutus Azzam untuk mengikuti seminar pendidikan di Surabaya selama empat hari."Azzam, Abah ingin kamu mewakili salah satu guru dari Yayasan kita untuk mengikuti seminar pendidikan di Surabaya. Abah percayakan ini sama kamu. Abah harap kamu bisa bekerja propesional." Ucap Abah sambil memberikan selembaran undangan seminar"Azzam bersedia bah, kapan Azzam harus berangkat?" Tanya Azzam"Sore nanti kamu akan berangkat dengan rombongan guru-guru SD dan SMP. Kamu perwakilan dari Guru SMA ini.""Iya bah, kala
Kini Dina sudah berada di hotel Fave tempat sepupunya berada. Dia menunggu sepupunya di cafe yang sudah di janjikan. Dina memesan minuman dan memainkan ponselnya. Tidak lama berselang orang yang di tunggunya pun tiba."Hei adikku yang paling cantik" suara Rara yang kuat mengagetkan Dina. Dina berdiri dan memeluk Rara."Kakakku yang paling sibuk, aku rindu" ucap Dina mempererat pelukannya"Hahaha.. maklumlah Din, kamu tahu sendiri kan" ucap Rara sambil melepas pelukan mereka dan duduk saling berhadapan."Bunda gimana kabarnya Ra?" Tanya Dina.